BAB. IV ABSTRAK. Kata kunci: jagung pulut, komponen hasil, daya gabung umum, daya gabung khusus, dan toleran kekeringan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB. VI. Penampilan Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) yang Memiliki Gen opaque-2 hasil Persilangan Testcross (silang puncak) ABSTRAK

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan

Penelitian III: Seleksi dan Uji Daya Gabung Galur-Galur Hasil Introgresi Gen Resesif Mutan o2 untuk Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS GALUR-GALUR JAGUNG TROPIS DI DUA LOKASI

Peluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

METODOLOGI PENELITIAN

Lahan pertanian di Indonesia didominasi oleh lahan

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

EVALUASI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HIBRIDA TURUNAN GMJ TIPE WILD ABORTIVE, GAMBIACA DAN KALINGA MENGGUNAKAN ANALISIS LINI X TESTER

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR

ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HASIL GALUR JAGUNG DR UNPAD MELALUI ANALISIS DIALEL

BAB. V. Introgresi Gen Resesif Mutan opaque-2 ke dalam Galur Jagung Pulut (waxy corn) Memanfaatkan Alat Bantu Marker Assisted Selection (MAS) ABSTRAK

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Rancangan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Umur 50% keluar rambut : ± 60 hari setelah tanam (HST) : Menutup tongkol dengan cukup baik. Kedudukan tongkol : Kurang lebih di tengah-tengah batang

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

Tinggi tongkol : cm : Menutup tongkol cukup baik

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida

PERBAIKAN TANAMAN KAPAS GENJAH MELALUI PERSILANGAN DIALLEL

KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT

KERAGAAN KARAKTER AGRONOMIS GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA

[ ] Pengembangan Varietas Jagung Putih untuk Pangan, Berumur Genjah dan Toleran Kekeringan Muhammad Azrai

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data

PENGARUH WAKTU TANAM INDUK BETINA TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU BENIH JAGUNG HIBRIDA

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

V. KACANG HIJAU. 36 Laporan Tahun 2015 Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

MATERI DAN METODE. Urea, TSP, KCl dan pestisida. Alat-alat yang digunakan adalah meteran, parang,

PETUNJUK TEKNIS PRODUKSI BENIH SUMBER JAGUNG KOMPOSIT (BERSARI BEBAS)

Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Produksi Benih Jagung Hibrida

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian

TUGAS KULIAH TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH. Teknologi Produksi Benih Jagung Hibrida

Kebutuhan pupuk kandang perpolibag = Kebutuhan Pupuk Kandang/polibag = 2000 kg /ha. 10 kg kg /ha. 2 kg =

PENGUJIAN GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS MALABAR DAN KIPAS PUTIH PADA DOSIS PUPUK FOSFOR (P) RENDAH

INTERAKSI GENETIC X LINGKUNGAN DAN STABILITAS HASIL GALUR-GALUR GANDUM TROPIS PADA DATARAN MENENGAH DI INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN 2012

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan Politeknik Negeri Lampung, Bandar

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK VIGOR BENIH CABAI (Capsicum annuum L.) MENGGUNAKAN ANALISIS SILANG HALF DIALEL

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

Keragaan Galur Jagung Genjah pada Lahan Kering Provinsi Riau

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. MATERI DAN METODE

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

Evaluasi Heterosis Tanaman Jagung

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO

PETUNJUK TEKNIS PRODUKSI BENIH SUMBER JAGUNG KOMPOSIT (BERSARI BEBAS) Penyusun Zubachtirodin Syuryawati Constance Rapar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian dan,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

Sumber : Lampiran SK Menteri Pertanian No.76/Kpts/SR.120/2/2007, tanggal 7 Pebruari 2007.

Gambar 1. Varietas TAKAR-1 (GH 4) Edisi 5-11 Juni 2013 No.3510 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan

Pendugaan Nilai Heterosis dan Daya Gabung Beberapa Komponen Hasil pada Persilangan Dialel Penuh Enam Genotipe Cabai (Capsicum annuum L.

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dilahan percobaan Fakultas Pertanian dan

PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA

KERAGAMAN KARAKTER TANAMAN

PENGARUH INTERVAL PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL EMPAT KULTIVAR JAGUNG (Zea mays L.)

ANALISIS DAYA GABUNG UMUM DAN DAYA GABUNG KHUSUS 6 MUTAN DAN PERSILANGANNYA DALAM RANGKA PERAKITAN KULTIVAR HIBRIDA JAGUNG TENGGANG KEMASAMAN

I. BAHAN DAN METODE. dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru,

POTENSI HASIL BEBERAPA JAGUNG LOKAL KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DENGAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dari Oktober 2013 sampai dengan Januari 2014.

Pengelolaan Tanaman Terpadu. Samijan, Ekaningtyas Kushartanti, Tri Reni Prastuti, Syamsul Bahri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan yang terletak di Desa Rejomulyo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter. (cm) (hari) 1 6 0, , , Jumlah = 27 0, Rata-rata = 9 0,

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kedelai merupakan komoditas tanaman menjadi sumber protein nabati dan

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Parameter Genetik Jagung Populasi Bisma pada Pemupukan yang Berbeda. II. Ragam dan Korelasi Genetik Karakter Sekunder

UJI GALUR/VARIETAS JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

PENGARUH HUMIC ACID TERHADAP EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PUPUK NPK SUPER PADA TANAMAN JAGUNG. Zubachtirodin Balai Penelitian Tanaman Serealia

III. BAHAN DAN METODE

PENANAMAN TANAMAN JAGUNG/ System JARWO

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Laboratorium Ilmu

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI TAKALAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Blok I Blok II Blok III. c 3 P 0 V 1 P 1 V 5 P 0 V 1 P 1

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

III. MATERI DAN WAKTU

Agrivet (2015) 19: 30-35

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penanaman dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian,

Transkripsi:

BAB. IV Daya Gabung Karakter Hasil dan Komponen Hasil Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) pada Kondisi Lingkungan Tanpa Cekaman dan Lingkungan Tercekam Kekeringan ABSTRAK Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi potensi hibrida nilai daya gabung, nilai heterosis galur jagung pulut, toleran terhadap lingkungan tercekam kekeringan sebagai kandidat tetua pembetukan varietas hibrida. Materi genetik yang digunakan adalah satu set hibrida terdiri dari 100 hibrida hasil silang diallel di evaluasi pada kondisi lingkungan tanpa cekaman dan lingkungan tercekam kekeringan, menggunakan rancangan diallel metode 1 model 1 dari Griffing, diulang tiga kali, setiap genotipe ditanam dalam dua baris dengan panjang 5 m dan jarak tanam 0,75 m x 0,0 m. Percobaan pertama dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikeumeuh Bogor, mulai bulan Februari hingga Mei 008 dan Percobaan kedua dilaksanakan di Kebun Percobaan Balitsereal Maros Sulawesi Selatan, dan Kebun Percobaan Muneng Jawa Timur, mulai bulan Juli hingga November 008. Hasil percobaan menunjukkan bahwa terdapat beberapa genotipe memiliki daya gabung baik untuk karakter bobot biji pertanaman dan anthesis silking interval pada kondisi lingkungan tanpa cekaman dan cekaman kekeringan, karakter bobot biji pada kondisi lingkungan tanpa cekaman dan cekaman kekeringan menunjukkan perilaku daya gabung yang sama, sedangkan karakter anthesis silking interval pada kondisi lingkungan tanpa cekaman dan cekaman kekeringan menunjukkan perilaku daya gabung yang berbeda, genotipe yang toleran terhadap cekaman kekeringan di lokasi Muneng adalah persilangan P/P9, P/P10, P5/P9, P7/P9, P8/P, P8/P4, P9/P1, P9/P5, P9/P6, dan P10/P5 sedangkan di lokasi Maros adalah persilangan P1/P4, P1/P9, P3/P4, P3/P8, P4/P6, P4/P10, P5/P1, P5/P4, P5/P9, P7/P6, P8/P4, P10/P5, dan P10/P6. Kata kunci: jagung pulut, komponen hasil, daya gabung umum, daya gabung khusus, dan toleran kekeringan

Combining Ability Analysis of Yield Characters and Components of Waxy Corn Lines Under Normal and Stress Environment Conditions ABSTRACT The objectives of this research were to obtain the information of combining ability value, heterosis value of waxy corn lines, and tolerance to drought of several promising corn parental materials. The genetic materials included one set of hybrid consists of 100 diallel cross hybrids and evaluated at normal and drought conditions. Diallel design 1 model 1 method of Griffing was followed, with three replications. Each genotype was planted in two rows of 5 meters long and 0.75 m x 0.0 m planting distance The experiment was conducted at the ICERI experimental station Maros South Sulawesi, and Muneng experimental station East Java, from July until November 008. The results showed that there were several genotypes possess good combining ability for grain weight character and interval silking anthesis on normal and drought stress. The grain weight character on normal and drought stress indicated similar combining ability behavior, while silking anthesis character on both conditions showed different combining ability behavior. The drought tolerant genotypes in Muneng were cross of P/P9, P/P10, P5/P9, P7/P9, P8/P, P8/P4, P9/P1, P9/P5, P9/P6, and P10/P5, while the ones in Maros were cross of P1/P4, P1/P9, P3/P4, P3/P8, P4/P6, P4/P10, P5/P1, P5/P4, P5/P9, P7/P6, P8/P4, P10/P5, and P10/P6. Keyword: waxy corn, yield components, general combining ability, spesific combining ability, and drought tolerance -48-

PENDAHULUAN Daya gabung merupakan ukuran kemampuan suatu galur atau tetua, yang bila disilangkan dengan galur lain akan menghasilkan hibrida dengan penampilan superior. Konsep daya gabung sangat penting dalam pemuliaan, berkaitan dengan prosedur pengujian galur-galur berdasarkan penampilan kombinasi keturunannya. Nilai masingmasing galur terletak pada kemampuannya untuk menghasilkan keturunan unggul bila dikombinasikan dengan galur-galur lain (Allard 1960). Daya gabung ada dua macam yakni daya gabung umum (general combining ability) dan daya gabung khusus (specific combining ability). Daya gabung umum (DGU) adalah nilai rata-rata dari galur-galur dalam seluruh kombinasi persilangan bila disilangkan dengan galur-galur lain. Daya gabung umum yang baik adalah nilai ratarata kombinasi persilangan mendekati nilai rata-rata keseluruhan persilangan. Daya gabung khusus (DGK) adalah penampilan kombinasi pasangan persilangan tertentu. Bila nilai pasangan persilangan tertentu lebih baik daripada nilai rata-rata keseluruhan persilangan yang terlibat, dikatakan daya gabung khususnya baik (Poehlman dan Sleeper 1995). Daya gabung umum merupakan simpangan dari nilai rata-rata seluruh persilangan, sehingga nilai daya gabung umum dapat positif atau negatif. Dengan demikian jumlahnya sama dengan nol. Jadi nilai daya gabung umum merupakan angka yang relatif terhadap nilai daya gabung umum yang lain. DGU yang besar menunjukkan tetua/galur yang bersangkutan mempunyai kemampuan bergabung dengan baik, sedangkan nilai DGU yang rendah menunjukkan bahwa tetua tersebut mempunyai kemampuan bergabung yang lebih rendah daripada tetua yang lain. Nilai positif atau negatif dari DGU tergantung pada karakter yang diamati dan bagaimana cara menilainya. Daya gabung yang diperoleh dari suatu persilangan antar kedua tetua, dapat memberikan informasi tentang kombinasi-kombinasi yang dapat memberikan turunan yang berpotensi hasil tinggi. Hasil tinggi dapat diperoleh apabila kombinasi tersebut memiliki nilai heterosis dan daya gabung khusus yang besar. Galur yang mempunyai efek daya gabung umum yang tinggi tidak selalu memberikan efek daya gabung khusus yang tinggi pula (Silitonga et al. 1993). Daya gabung umum dan daya gabung khusus yang bermakna untuk karakter yang dievaluasi berindikasi bahwa keragaman karakter disebabkan oleh efek gen aditif dan -49-

non aditif. Nilai DGU dan DGK dari semua karakter dari suatu galur dapat diketahui, diantaranya karakter hasil, tinggi tanaman, bobot biji, ketahanan terhadap hama penyakit dan lain-lain. Menurut Setiyono dan Subandi (1996) hasil pipilan suatu hibrida F 1 akan tinggi apabila kedua tetua komponen pembentuk hibrida tersebut memiliki efek DGU dan DGK yang tinggi. Untuk umur masak, efek DGU dan DGK yang negatif sangat bermanfaat untuk merakit varietas yang berumur genjah. Beberapa varietas jagung bersaribebas yang telah dirilis oleh pemulia tanaman Badan Litbang Pertanian. Varietas Bisma yang dirilis tahun 1995 dan varietas Lamuru 000 telah populer karena keunggulannya dalam beberapa pengujian di lahan kering (Subandi et al. 1998). Perakitan suatu varietas toleran terhadap lingkungan spesifik dengan menyeleksi materi pemuliaan pada lingkungan target sebagai suatu populasi yang akan diperbaiki sifat toleransinya terhadap lingkungan cekaman kekeringan, perlu dilakukan untuk mengetahui kemajuan genetik yang diperoleh akibat seleksi pada lingkungan target. Pemuliaan tanaman bertujuan untuk memperbaiki karakter tanaman sesuai dengan kebutuhan manusia dengan memanfaatkan potensi genetik dan interaksi genotipe x lingkungan. Lingkungan seleksi menentukan keberhasilan pemuliaan untuk mendapatkan varietas yang sesuai dengan lingkungan yang menjadi target. Seleksi pada lingkungan yang mirip dengan lingkungan target akan menghasilkan kemajuan seleksi yang lebih besar daripada seleksi tak langsung atau seleksi pada lingkungan yang sangat berbeda dengan lingkungan target (Banziger et al. 1997). Lebih lanjut Banziger et al. (1997) menyatakan masih terdapat perbedaan pendapat pada lingkungan mana sebaiknya seleksi dilakukan. Oleh karena itu pada lingkungan cekaman kekeringan yang mana seleksi selayaknya dilakukan agar mendapatkan varietas toleran lingkungan tercekam kekeringan. Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi nilai daya gabung dan nilai heterosis galur-galur jagung pulut (waxy corn) yang memiliki kandungan amilopektin tinggi, toleran terhadap lingkungan tercekam kekeringan sebagai kandidat tetua pembetukan hibrida. -50-

BAHAN DAN METODE Penelitian ini terdiri dari dua percobaan. Percobaan pertama dilaksanakan di KP. Cikeumeuh, Balai Besar Penelitian Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik (BB-Biogen) Bogor dari Februari hingga Mei 008. Percobaan kedua dilaksanakan di KP. Muneng Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbiumbian (Balitkabi) Malang dan di KP. Maros Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) Maros dari bulan Juli hingga November 008. Percobaan 1: Pembentukan hibrida F 1. Materi genetik yang digunakan adalah sepuluh galur jagung pulut (waxy corn) yang memiliki jarak genetik jauh hasil seleksi pada kegiatan penelitian pertama (Tabel 9). Tabel 9 Materi genetik yang digunakan dalam persilangan diallel No. Materi genetik Populasi Asal Warna/Tipe biji Klaster Jarak Genetik 1. PTBC 4-7-5-BB Tuxpeno/Pulut Takalar Putih/Semi flint III 0,58. PTBC 4-9-3-BB Tuxpeno/Pulut Takalar Putih/Semi flint III 0,54 3. PTBC 4-17-1-BB Tuxpeno/Pulut Takalar Putih/Semi flint III 0,60 4. PTBC 4-10-1-BB Tuxpeno/Pulut Takalar Putih/Semi flint II 0,59 5. PTBC 4-15-1-BB Tuxpeno/Pulut Takalar Putih/Semi flint II 0,65 6. PTBC 4-0-1-BB Tuxpeno/Pulut Takalar Putih/Semi flint II 0,71 7. PTBC 4 ---BB Tuxpeno/Pulut Takalar Putih/Semi flint II 0,6 8. MSP(10)-8-1-BB Populasi Pulut Sul-Sel Putih/flint I 0,73 9. MSP(10)-113-1-BB Populasi Pulut Sul-Sel Putih/flint I 0,66 10. MSP(10)-15--BB Populasi Pulut Sul-Sel Putih/flint I 0,66 Sepuluh galur jagung yang memiliki jarak genetik cukup jauh ditanam masingmasing lima belas baris per genotipe menggunakan jarak tanam 0,75 x 0,0 m dengan panjang barisan,5 m, benih sebelum ditanam diberikan perlakuan dengan metalaksil untuk mencegah penyakit bulai (Perenosclerospora maydis), saat tanam lubang tanam diberi karbofuran untuk mencegah serangan ulat bibit, penanaman dilakukan dengan menggunakan sistem tugal, pemupukan pertama diberikan saat tanaman berumur tujuh hari setelah tanam dengan takaran pemupukan 150 kg/ha Urea, 00 kg/ha SP36, dan 100 kg/ha KCL, dengan menugal disamping tanaman, pemupukan kedua diberikan saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam dengan takaran pemupukan 150 kg/ha Urea. -51-

Saat tanaman berumur ±45-55 hari setelah tanam dilakukan persilangan diallel penuh (Lampiran 3). Persilangan dilakukan antara tanaman (plant to plant) dari masing-masing kombinasi. Jumlah tongkol F 1 yang dihasilkan sedikitnya enam tongkol tiap pasangan persilangan. Percobaan : Evaluasi Daya Gabung Evaluasi daya gabung karakter hasil dan komponen hasil pada dua kondisi lingkungan yakni kondisi tanpa cekaman dan kondisi lingkungan tercekam kekeringan hibrida F 1 (hasil persilangan diallel penuh pada musim pertama). Materi hibrida F 1 (100 genotipe) yang dihasilkan pada percobaan pertama ditanam, disusun mengikuti pola Rancangan Acak Kelompok, diulang tiga, masing-masing genotipe ditanam dua baris, tata letak dilapangan sesuai dengan Lampiran 5. Pelaksanaan: Pengolahan tanah dilakukan dengan baik sehingga tanah menjadi remah, sehingga pertumbuhan tanaman jagung akan tumbuh baik apabila tanahnya gembur. Pembuatan saluran drainase diantara petakan perlakuan untuk pembuangan air yang berlebih dan mencegah terjadi rembesan dari samping sehingga perlakuan yang diberikan tetap pada kondisi yang diinginkan. Pengolahan tanah dilakukan dengan cara membajak tanah dua kali kemudian dilakukan penggaruan untuk menghancurkan bongkahan tanah dan dilakukan perataan serta rotari untuk lebih memperhalus tekstur tanah, kemudian dibuat plot dengan ukuran 1,5 m x 5,0 m. Penanaman dilaksanakan menggunakan tugal jarak tanam yang digunakan adalah 0,75 x 0,0 m, panjang barisan 5 m, benih sebelum ditanam diberikan perlakuan dengan metalaksil untuk mencegah penyakit bulai (Perenosclerospora maydis), saat tanam lubang tanam diberi karbofuran untuk mencegah serangan ulat bibit, penanaman dilakukan dengan menggunakan sistem tugal, pemupukan pertama diberikan saat tanaman berumur tujuh hari setelah tanam dengan takaran pupuk 150 kg/ha Urea, 00 kg/ha SP36, dan 100 kg/ha KCl, dengan cara menugal disamping tanaman, pemupukan kedua diberikan saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam dengan takaran pemupukan 150 kg/ha Urea. Penyiangan dilakukan 3 kali tergantung keadaan gulma dengan membersihkan gulma yang berada di sekitar tanaman. Penyiangan pertama pada waktu tanaman -5-

berumur 3 minggu setelah tanam (mst) dan 4 6 mst. Penyiangan kedua dilakukan bersamaan dengan pembumbunan, pembumbunan dilakukan untuk mempermudah pengairan. Pengendalian hama dan penyakit utama pada tanaman dilakukan untuk mengurangi penurunan hasil dengan menggunakan pestisida atau fungisida sesuai dengan dosis anjuran. Perlakuan pengairan pada petakan tanpa cekaman kekeringan, pemberiaan air dilakukan setiap dua minggu sekali sampai tanaman menjelang panen saat tanaman memasuki fase masak fisiologis dengan ditandai terbentuknya black layer pada biji. Pemberian perlakuan pada petakan cekaman kekeringan, penghentian pemberian air pada dua minggu sebelum pembungaan (umur tanaman ±45 hst) sampai saat panen. Pelaksanaan panen dilakukan pada saat tanaman memasuki fase masak fisiologis dengan ditandai terbentuknya black layer pada biji (sekitar umur 100 115 hst), menggunakan tenaga manusia untuk menghindari kehilangan hasil. Pengamatan: Pengamatan dilakukan terhadap karakter bobot biji per tanaman (gram), anthesis silking interval (hari), hasil (t ha -1 ). Analisis Data: Analisis daya gabung dilaksanakan dua tahap, yaitu analisis varians untuk mengetahui perbedaan respon antar genotipe, jika pada analisis varians diperoleh respon genotipe yang berbeda nyata maka dilanjutkan analisis daya gabung. Analisis perbedaan genotipe dengan model statistiknya (Singh dan Chaudhary 1979) sebagai berikut: Y ijk = m + T ij + R k + {(RT) ijk + e ijk } dimana: Y ijk : genotipe i x j dalam ulangan ke k m : rata-rata umum T ij : efek genotipe i x j R k : efek ulangan ke k RT ijk : interaksi ulangan dengan perlakuan e ijk : galat -53-

Tabel 10 Analisis varians perbedaan genotipe Sumber Variasi Derajat Bebas Ulangan (R) r 1 Perlakuan (T) Galat t 1 (r-1) (t-1) Kuadrat Jumlah Kuadrat Tengah x. x ij JKR j t rt r 1 x i. x ij JKT r rt t 1 Jk Total- JK Perlakuan - JKGalat r 1 r 1 JK Replikasi Total rt-1 x ij x ij Keterangan: r = jumlah ulangan, t = jumlah perlakuan rt F 0.05 % KT Replikasi KT Galat KT Perlakuan KT Galat Analisis Daya Gabung: Analisis daya gabung dilakukan jika pada analisis perbedaan antara genotipe terdapat perbedaan yang nyata. Data dianalisis daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) dengan menggunakan metode 1 (tetua, F 1 dan resiprokalnya) model 1 dari Griffing (1956). Tetua yang dianalisis adalah sepuluh. Model statistika untuk analisis daya gabung menurut Griffing (1956) adalah: 1 Y ij = m + g i + g j + s ij + r ij + b e ijk dimana: Y ij : rata-rata genotipe ke i x j m : nilai rata-rata umum g i : efek daya gabung umum tetua ke- i g j : efek daya gabung umum tetua ke-j s ij : efek DGK untuk persilangan antara tetua ke-i dan tetua ke-j, sedemikian sehingga s ij = s ji r ij : pengaruh resiprokal untuk persilangan antara tetua ke-i dan tetua ke-j, sedemikian sehingga r ij = -r ji 1 b e ijk i k : pengaruh galat percobaan pada pengamatan ke ijk = j = 1,,3,.,n (galur) = 1,,3,..,r (ulangan) -54-

Tabel 11 Analisis varians daya gabung metode I model 1 dari Griffing Sumber Variasi Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung S g DGU p 1 S g p 1 KTDGU KTGalat Ss DGK p(p-1)/ S s p(p 1)/ Resiprokal p(p-1)/ S r p(p 1) / S r KTDGK KTGalat KT Re s. KTGalat S Galat (t-1) (r-1) S e e r Dimana: p: jumlah tetua, r: jumlah ulangan, t : jumlah perlakuan 1 p S g = Yi. Y.j Y.. 1 1 i p 1 p S s = Yij Y ij Y ji Y i Y i. i j i S r = Y ij Y ji i j Bila dalam analisis daya gabung -55-1. Y.. p ternyata ketiga kuadrat tengah berbeda nyata terhadap galat maka dapat dihitung secara tersendiri ketiga pengaruh sumber variasi tersebut. Perhitungannya mengacu pada Singh and Chaudhary (1979) sebagai berikut: 1 Y i. Y.j n 1 n 1. efek daya gabung umum : Y.. 1 Yij. efek daya gabung khusus : Y.j Y.. 3. efek resiprokal : 1 Y ij Y ji Perbedaan efek daya gabung umum diuji dengan uji-t dan nilainya dibandingkan dengan besarnya nilai beda kritis (BK). perbedaan efek DGU dari dua galur yang dibandingkan. berikut: Yji 1 n Yi. Y.i Yj. 1 n Nilai BK ini digunakan untuk melihat Nilai BK dihitung dengan formula dari Singh and Chaudhary (1979) sebagai BK = S.E. x t (tabulated) dimana: S.E. = a a = varians beda efek DGU

Estimasi Nilai Heterosis: Jika uji daya gabung khusus berbeda nyata pada uji F taraf 5% berarti ada efek heterosis. Besar nilai heterosis biasanya dinyatakan dengan persen (%) dan besarnya dapat dihitung sebagai berikut (Halloran 1979): 1. Heterosis tetua tertinggi (High-parent heterosis) F 1 - HP h x 100 HP. Heterosis rata-rata tetua (Mid-Parent Heterosis) Keterangan: F1 1 F h 1 P 1 P / P1 P / rata-rata penampilan hybrida x 100 P rata-rata penampilan tetua pertama P rata-rata penampilan tetua kedua HP = rata-rata penampilan tetua tertinggi Pengaruh efek heterosis yang nyata diestimasi dengan menggunakan uji t-student (α= 0,05): Uji beda nyata rata-rata F 1 dengan rata-rata tetua dan tetua terbaik dilakukan dengan uji t, dengan rumus sebagai berikut: S d S n 1 1 S n x t x 1 S d db t -tabel = (n 1 + n ) - Keterangan: S d = ragam gabungan S 1 = ragam F 1 S n 1 n = ragam kedua tetua atau tetua terbaik = jumlah data kedua tetua atau tetua terbaik = jumlah data pada x.. x 1 = rata-rata F 1 x = rata-rata kedua tetua atau tetua terbaik t = t-hitung dengan ketentuan bahwa jika: t-hitung t-tabel, maka nilai heterosisnya nyata t-hitung < t-tabel, maka nilai heterosisnya tidak nyata. -56-

HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Genotipe Jagung Pulut Analisis daya gabung dilakukan jika terdapat perbedaan yang nyata antar genotipe berdasarkan uji F terhadap karakter bobot biji per tanaman dan Anthesis Silking Interval (ASI). Tabel 1 menunjukkan perbedaan yang nyata dan sangat nyata antar genotipe untuk kedua karakter yang dievaluasi baik untuk lingkungan tanpa cekaman dan cekaman kekeringan. Hal ini menunjukkan bahwa pendugaan nilai daya gabung dapat dilakukan pada semua lokasi dan kondisi lingkungan. Tabel 1 Kuadrat tengah perbedaan antara genotipe karakter bobot biji per tanaman dan anthesis silking interval pada kondisi lingkungan tanpa cekaman dan lingkungan tercekam kekeringan di Muneng dan Maros pada MK008 Bobot biji per tanaman Anthesis Silking Interval Sumber Keragaman db Tanpa Cekaman Cekaman Tanpa Cekaman Cekaman Muneng Maros Muneng Maros Muneng Maros Muneng Maros Ulangan 3304,53 350,76 1004,80 789,30 1,110 0,760 1,043 1,773 Genotipe 99 3081,9* 4671,95** 1167,53** 757,50** 1,644** 1,474** 0,733** 1,07* Galat 198 169,7 1379,18 1167,53 596,8 0,70 0,911 0,380 0,850 Keterangan: db = derajat bebas, tn = berpengaruh tidak nyata, * = berpengaruh nyata taraf 1%, ** = berpengaruh sangat nyata taraf 1% Pengaruh Lingkungan Pengujian Kekeringan dapat terjadi pada awal pertumbuhan, fase pengisian biji dan fase berbunga sampai panen. Prosedur CIMMYT (Banziger et al. 000) dalam seleksi untuk kekeringan dengan mengevaluasi galur atau famili dengan cekaman pada waktu berbunga atau waktu pengisian biji (cekaman sedang) sehingga hasilnya dapat mencapai 30-60% dari hasil normal, dan cekaman kekeringan waktu berbunga sampai panen dan hasilnya 15-30%. Evaluasi dilakukan di tempat yang tidak ada curah hujan sehingga dapat diatur pengairannya. Kriteria lingkungan untuk melaksanakan seleksi terhadap keragaman untuk toleransi terhadap cekaman abiotik, selain diperlukan kriteria yang tepat juga harus dilakukan pada lingkungan seleksi yang tepat. Pemilihan lingkungan seleksi yang tepat untuk seleksi karakter ketahanan terhadap kekeringan memerlukan pemahaman yang mendalam tentang sifat cekaman kekeringan (Sopandi 006). Kekeringan merupakan -57-

cekaman lingkungan yang bersifat sulit diduga, karena tidak terjadi sepanjang tahun berbeda dengan cekaman lingkungan edafik. Reynolds et al. (004) membagi cekaman kekeringan menjadi tiga pola cekaman yaitu (1) cekaman yang terjadi pasca anthesis, () cekaman kekeringan yang terjadi sebelum anthesis, dan (3) kekeringan yang terjadi secara terus menerus. Kondisi lingkungan seleksi pada percobaan yang dilakukan ini yakni pertanaman diatur dengan pemberian air secukupnya sampai umur 4 hari setelah tanam atau tanaman dalam fase keluarnya malai (tasseling stage), sedangkan pada lingkungan tanpa cekaman pemberian air dilakukan setiap dua minggu sekali dan diberikan sampai menjelang panen (maturity stage). Lingkungan pengujian yang digunakan merupakan lingkungan pengujian dengan perbedaan waktu musim kering dan musim hujan yang sangat ekstrim. Lokasi Muneng merupakan lahan kering, jenis tanah andosol, ketinggi tempat 10 m dari permukaan laut, dengan tipe iklim E1 (musim hujan <6 bulan) dan lokasi Maros merupakan lahan sawah, jenis tanah latosol, ketinggian tempat 5 m dari permukaan laut, dan tipe iklim C3. Hasil analisis gabungan (Tabel 13) memperlihatkan bahwa genotipe berpengaruh sangat nyata. Hal tersebut mengambarkan bahwa genotipe yang memiliki potensi bobot biji per tanaman yang berbeda, terdapatnya pengaruh lokasi sangat nyata dan interaksi antara genotipe x lokasi sangat nyata. Tabel 13 Analisis gabungan karakter bobot biji per tanaman (gram) hasil persilangan diallel genotipe (1-100), lokasi (Maros dan Muneng), dan lingkungan (tanpa cekaman dan cekaman kekeringan) pada MK008 Sumber Keragaman db JK KT F. Hitung Ulangan 349,408 1714,704 1,559 Fak. A (Genotipe) 99 700503,817 7075,796 6,4081** Fak. B (Lokasi) 1 15480,814 15480,814 195,146** AB (G x L) 99 169074,539 1707,84 1,5467** Fak. C (Lingkungan) 1 50561,48 50561,48 471,4361** AC (G x Lingk) 99 153194,60 1547,4 1,4014** BC (Lok x Lingk) 1 37673,11 37673,11 34,1179** ABC (G x Lok x Lingk) 99 13338,463 1347,98 1,0 tn Galat 798 881154,084 1104,03 Total 1199 814454,086 Keterangan: db = derajat bebas, tn = berpengaruh tidak nyata, ** = berpengaruh sangat nyata taraf 1% -58-

Hal ini menunjukkan bahwa di antara seratus genotipe jagung pulut yang diuji, tanggapnya terhadap dua lingkungan tumbuh (lokasi) untuk karakter bobot biji pertanaman tidak sama dan dapat diartikan diantara genotipe tersebut terdapat genotipe yang tumbuh baik pada lingkungan (lokasi) tertentu. Analisis gabungan memperlihatkan adanya interaksi genotipe x lingkungan untuk karakter bobot biji per tanaman. Interaksi genotipe x lingkungan tersebut mengakibatkan adanya perbedaan penampilan karakter bobot biji per tanaman pada setiap lingkungan. Hasil suatu tanaman ditentukan oleh faktor genetik, faktor lingkungan dan interaksi faktor genetik x lingkungan. Faktor lingkungan tersebut meliputi lokasi, musim atau teknik budidaya termasuk lingkungan tercekam kekeringan. Kesesuaian antara faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor penentu utama dalam peningkatan produktivitas tanaman. Anthesis silking interval (ASI) merupakan kriteria utama dalam merakit varietas jagung toleran cekaman kekeringan karena berpengaruh terhadap produksi. Nilai ASI sekitar -1,0 sampai +3,0 hari merupakan nilai terbaik untuk varietas jagung toleran cekaman kekeringan (Bolanos & Edmeades 1993). Semakin tinggi nilai ASI semakin rendah hasil karena tidak terjadi sinkronisasi pembungaan. ASI negatif diartikan bahwa rambut terlebih dahulu siap diserbuki sebelum tersedia bunga jantan, sehingga seleksi dilakukan berdasarkan ASI yang kecil atau minus. Pengamatan ASI dilakukan pada saat 50% jumlah dari seluruh tanaman telah berbunga jantan dan betina, perhitungan ASI merupakan pengurangan hari berbunga betina dengan hari berbunga jantan. Analisis gabungan untuk karakter ASI memperlihatkan genotipe berpengaruh sangat nyata (Tabel 14). Hal ini menunjukkan bahwa diantara genotipe uji terdapat perbedaan nilai ASI. Pengaruh lokasi dan interaksi antara genotipe x lokasi berpengaruh sangat nyata mengindikasikan bahwa diantara genotipe yang dievaluasi terdapat genotipe yang adaptif pada lokasi Muneng tetapi tidak adaptif pada lokasi Maros atau sebaliknya akan terjadi. Pengaruh lingkungan sangat nyata tetapi interaksi antara genotipe x lingkungan berpengaruh tidak nyata menunjukkan bahwa perlakuan kondisi lingkungan tanpa cekaman dan kondisi lingkungan cekaman kekeringan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap karakter ASI. Diduga faktor lingkungan yang berkontribusi dalam hal -59-

ini adalah faktor lingkungan lainnya, baik faktor struktur, tekstur tanah, faktor suhu, dan kelembaban lingkungan pada masing-masing lokasi. Tabel 14 Analisis gabungan karakter anthesis silking interval (hari) hasil persilangan diallel genotipe (1-100), lokasi (Maros dan Muneng), dan lingkungan (tanpa cekaman dan cekaman kekeringan) pada MK008 Sumber Keragaman db JK KT F. Hitung Ulangan 0,38 0,19 0,76 Fak. A (Genotipe) 99 191,417 1,934,8107** Fak. B (Lokasi) 1 478,803 478,803 696,047** AB (G x L) 99 115,697 1,169 1,6988** Fak. C (Lingkungan) 1 173,8 173,8 51,899** AC (G x Lingk) 99 74,553 0,753 1,0947 tn BC (Lok x Lingk) 1 59,853 59,853 87,0073** ABC (G x Lok x Lingk) 99 104,313 1,054 1,5317** Galat 798 548,953 0,688 Total 1199 1747,5 Keterangan: db = derajat bebas, tn = berpengaruh tidak nyata, ** = berpengaruh sangat nyata taraf 1% Hal lainnya terlihat bahwa interaksi antara lokasi x lingkungan dan interaksi antara genotipe x lokasi x lingkungan berpengaruh sangat nyata terhadap karakter ASI. Hal tersebut menunjukkan bahwa penampilan suatu tanaman pada suatu lingkungan tumbuh merupakan interaksi antara faktor genetik dengan lingkungannya. Penampilan suatu genotipe pada lingkungan yang berbeda dapat berbeda pula, sehingga interaksi antara genotipe lingkungan (G E) merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diketahui dalam program pemuliaan. Informasi tersebut memberikan keyakinan bahwa pada dasarnya genotipe tanaman akan menunjukkan penampilan sesuai dengan kondisi lingkungan tempat asal. seragam pada kisaran ruang spatial yang luas. Padahal sangat sulit memperoleh lingkungan tumbuh yang Analisis Daya Gabung Pendugaan nilai daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) dilakukan dengan menggunakan metode 1 (tetua, F 1 dan resiprokalnya) model 1 dari Griffing (1956). Hasil analisis diallel sepuluh galur jagung pulut untuk karakter bobot biji per tanaman dan ASI pada lingkungan tanpa cekaman dan cekaman kekeringan di -60-

lokasi Muneng dan Maros menunjukkan daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) bermakna pada 1% (Tabel 15). Tabel 15 Kuadrat tengah DGU, DGK, dan resiprokal pada persilangan diallel (10 x 10) genotipe jagung pulut karakter bobot biji per tanaman dan ASI pada kondisi tanpa cekaman dan lingkungan cekaman kekeringan di Muneng dan Maros, MK008 Sumber Keragaman db Bobot biji per tanaman Anthesis silking interval Kondisi: Tanpa Cekaman Cekaman Tanpa Cekaman Cekaman Muneng Maros Muneng Maros Muneng Maros Muneng Maros DGU 9 954,98 ** 465,56 ** 360,90 ** 810,49 ** 1,399 ** 1,439 ** 0,371 ** 0,8 * DGK 45 139,10 ** 1987,0 ** 680,1 ** 1043,14 ** 0,61 ** 0,469 * 0,301 ** 0,467 * Resiprokal 45 76,5 tn 508,39 tn 103,79 tn 416,93 tn 0,313 tn 0,33 tn 0,161 tn 0,361 tn Galat 198 73,09 459,73 78,61 198,76 0,34 0,3038 0,16 0,83 Keterangan: db = derajat bebas, tn = berpengaruh tidak nyata, * = berpengaruh nyata taraf 1%, ** = berpengaruh sangat nyata taraf 1% Hal ini menunjukkan bahwa terdapat satu atau lebih galur jagung pulut merupakan penggabung yang baik pada kondisi tanpa cekaman dan kondisi cekaman kekeringan. Pada karakter bobot biji per tanaman, nilai kuadrat tengah DGU lebih besar dibandingkan DGK. Hal ini menunjukkan bahwa karakter tersebut dikendalikan oleh gen aditif dalam menentukan ekspresi toleransi terhadap cekaman kekeringan pada karakter ASI nilai kuadrat tengah DGU lebih besar dibandingkan DGK pada kondisi lingkungan tanpa cekaman sedangkan pada lingkungan cekaman kekeringan hal sebaliknya terjadi, fenomena ini mengindikasikan bahwa karakter tersebut dikendalikan oleh gen yang berbeda. Efek resiprokal berpengaruh tidak nyata berarti tidak adanya pengaruh tetua betina (maternal effect). Kenyataan tersebut di atas memberikan indikasi bahwa pada tanaman jagung efek tetua betina tidak berpengaruh terhadap pewarisan karakter yang diamati baik pada kondisi lingkungan tanpa cekaman dan lingkungan cekaman kekeringan dengan kata lain karakter yang diamati dikendalikan oleh gen di dalam inti. Rasio varians DGU/DGK karakter bobot biji per tanaman dan karakter ASI (Tabel 16) menunjukkan bahwa karakter tersebut dikontrol oleh gen non aditif (dominan) baik pada kondisi tanpa cekaman maupun cekaman kekeringan dimana varian DGK lebih besar dari varian DGU, sehingga varian DGU/DGK lebih kecil. -61-

Tabel 16 Estimasi varian komponen genetik persilangan diallel 10 x 10 genotipe jagung pulut pada kondisi lingkungan tanpa cekaman dan lingkungan cekaman kekeringan MK008 Bobot biji per tanaman Anthesis silking interval Sumber Tanpa Cekaman Cekaman Tanpa Cekaman Cekaman Keragaman Muneng Maros Muneng Maros Muneng Maros Muneng Maros DGU 78,5114 134,1071 15,6349 88,8313 0,0395 0,0486 0,0036 0,0091 g DGK 367,589 839,695 330,5530 463,9448 0,078 0,0911 0,0963 0,1009 s Resiprokal 3,88 4,330 1,5937 109,0844 0,0397 0,0098 0,0175 0,0391 r Galat 73,0915 459,78 78,6078 198,769 0,34 0,3038 0,167 0,836 e DGU /DGK 0,136 0,1598 0,0473 0,1915 0,1901 0,5335 0,0373 0,090 g s Analisis Daya Gabung Umum Daya gabung merupakan ukuran kemampuan suatu galur atau tetua, yang bila disilangkan dengan galur lain akan menghasilkan hibrida dengan penampilan superior. Konsep daya gabung sangat penting dalam pemuliaan, berkaitan dengan prosedur pengujian galur-galur berdasarkan penampilan kombinasi keturunannya. Nilai masingmasing galur terletak pada kemampuannya untuk menghasilkan keturunan unggul bila dikombinasikan dengan galur-galur lain (Allard 1960). Nilai duga efek DGU tiap galur untuk karakter bobot biji per tanaman dan ASI disajikan pada Tabel 17 dan 18. Tabel 17 Nilai efek daya gabung umum 10 genotipe jagung pulut karakter bobot biji per tanaman pada kondisi tanpa cekaman dan lingkungan cekaman kekeringan MK008 Genotipe Tanpa Cekaman Cekaman Jarak Muneng Maros Muneng Maros Genetik PTBC 4-7-5-B (P1) -,85 13,91 -,71 8,5 0,58 PTBC 4-9-3-B (P),48 1,0 -,37-0,7 0,54 PTBC 4-17-1-B (P3) 7,85 18,7 7,5,80 0,60 PTBC 4-10-1-B (P4) 13,53 7,77-5,44 10,89 0,59 PTBC 4-15-1-B (P5) 3,84 1,65-0,33 15,60 0,65 PTBC 4-0-1-B (P6) 3,97 14,50-0,39 7,9 0,71 PTBC 4 ---B (P7) 16,89 1,73-3,51 1,06 0,6 MSP(10)-8-1-B (P8) -14,06-1,13 0,11-1,74 0,73 MSP(10)-113-1-B (P9) -1,14 -,58-0,0-11,6 0,66 MSP(10)-15--B (P10) -10,51-4,79 7,1-1,79 0,66 SE (g i -g j ) 8,503 6,780,804 4,458 BK 5,716 5,104 3,8 4,138 Beberapa genotipe cukup tinggi dan bernilai positif pada karakter bobot biji per tanaman dan ASI. Nilai duga efek daya gabung umum (Tabel 17) karakter bobot biji -6-

per tanaman di Muneng pada kondisi lingkungan tanpa cekaman beberapa genotipe memiliki nilai DGU cukup tinggi tetapi pada kondisi cekaman kekeringan nilai DGU dari genotipe tersebut mengalami penurunan kecuali genotipe MSP(10)-8-1-B dan MSP(10)-15--B pada kondisi lingkungan tanpa cekaman, dengan nilai DGU berturut-turut -14,06 dan -10,51 sedangkan pada kondisi cekaman kekeringan mengalami peningkatan menjadi 0,11 dan 7,1 dengan nilai jarak genetik 0,73 dan 0,66. Hal tersebut menunjukkan bahwa genotipe memiliki mekanisme toleransi terhadap cekaman kekeringan tetapi pada lokasi Maros hampir semua genotipe memperlihatkan kecenderungan nilai DGU menurun pada kondisi cekaman kekeringan kecuali genotipe PTBC 4-15-1-B (1,65 menjadi 15,60) dengan nilai jarak genetik 0,65 mengalami peningkatan. Pendugaan nilai efek daya gabung umum untuk karakter ASI di dua lokasi pengujian baik di Muneng dan Maros (Tabel 18). Terdapat kecenderungan mengalami penurunan perbedaan waktu keluarnya bunga jantan dengan bunga betina dan bahkan bernilai nol, artinya terjadi sinkronisasi pembungaan sehingga pembentukan biji sebagai akumulasi hasil asimilat berjalan secara normal, potensi tanaman ditentukan oleh seberapa banyaknya biji yang terbentuk. Tabel 18 Nilai efek daya gabung umum 10 genotipe jagung pulut karakter anthesis silking interval pada kondisi tanpa cekaman dan lingkungan cekaman kekeringan MK008 Genotipe Tanpa Cekaman Cekaman Jarak Muneng Maros Muneng Maros Genetik PTBC 4-7-5-B (P1) 0,04-0,08 0,08 0,10 0,58 PTBC 4-9-3-B (P) -0,19-0,16-0,15-0,18 0,54 PTBC 4-17-1-B (P3) 0,01-0,5-0,19-0,08 0,60 PTBC 4-10-1-B (P4) 0,36-0,18 0,16 0,05 0,59 PTBC 4-15-1-B (P5) 0,9 0,09 0,5-0,06 0,65 PTBC 4-0-1-B (P6) 0,34-0,18 0,03 0,5 0,71 PTBC 4 ---B (P7) 0,04-0,8-0,07-0,01 0,6 MSP(10)-8-1-B (P8) -0,8 0,0-0,09-0,08 0,73 MSP(10)-113-1-B (P9) -0,6 0,49 0,01 0,00 0,66 MSP(10)-15--B (P10) -0,34 0,35-0,04 0,00 0,66 SE (g i -g j ) 0,153 0,174 0,113 0,168 BK 0,766 0,818 0,658 0,804 Kekeringan menyebabkan berkurangnya jumlah biji karena proporsi bahan kering yang dihasilkan saat pembungaan berkurang. -63- Rendahnya ketersediaan air pada saat

pembungaan menyebabkan bunga menjadi steril serta bunga dan zygot gugur (Westgate dan Boyer 1986). Analisis Daya Gabung Khusus Genotipe mempunyai nilai DGK cukup tinggi merupakan gambaran bahwa genotipe tersebut memiliki kemampuan bergabung dengan genotipe lain dan memberikan peluang penampilan terbaik. Poehlman (1990) jika nilai pasangan persilangan tertentu lebih baik dari pada nilai rata-rata keseluruhan persilangan yang terlibat, dikatakan memiliki daya gabung khusus yang baik. Nilai efek daya gabung khusus persilangan diallel 10 x 10 genotipe jagung pulut pada kondisi lingkungan tanpa cekaman dan lingkungan cekaman kekeringan di Muneng dan Maros (Tabel 19 dan 0). Pendugaan nilai DGK karakter bobot biji per tanaman di lokasi Muneng memperlihatkan beberapa genotipe memiliki kecenderungan menurun pada kondisi lingkungan cekaman kekeringan (Tabel 19). Namun terdapat 13 diantaranya mengalami peningkatan dan bernilai positif, serta genotipe-genotipe tersebut memiliki nilai jarak genetik cukup tinggi (0,7 dan 0,8) diharapkan genotipe-genotipe tersebut memiliki kemampuan berdaya gabung khusus yang baik dan memiliki karakter toleran terhadap lingkungan cekaman kekeringan. Kecenderungan yang sama juga terjadi di lokasi Maros terdapat 15 genotipe diantaranya mengalami peningkatan dan bernilai positif pada kondisi cekaman kekeringan serta memiliki nilai jarak genetik cukup tinggi (0,7 dan 0,8). Nilai efek daya gabung khusus positif pada karakter bobot biji per tanaman mengindikasikan bahwa genotipe tersebut memiliki nilai DGK yang baik. Sebaliknya, nilai DGK negatif artinya genotipe tersebut tidak dapat bergabung dengan baik. Persilangan antara galur memiliki nilai efek DGK untuk karakter bobot biji per tanaman yang cukup tinggi diduga karena gen-gen yang menguntungkan pada suatu genotipe dapat menutupi gen-gen yang merugikan pada genotipe pasangannya dan mampu bergabung dengan baik. -64-

Tabel 19 Nilai efek DGK persilangan diallel 10 x 10 genotipe jagung pulut karakter bobot biji per tanaman pada kondisi lingkungan tanpa cekaman dan lingkungan cekaman kekeringan MK008 No. Persilangan Tanpa Cekaman Cekaman Jarak Muneng Maros Muneng Maros Genetik 1 P1/P -1,58-9,8-10,6 8,5 0,6 P1/P3,63-3,18 0,07 19,97 0,4 3 P1/P4 15,84 0, -7,0-11,83 0,6 4 P1/P5 4,49 4,81-0,1 19,71 0,8 5 P1/P6 1,89 51,71-8,53 5,9 0,8 6 P1/P7-15,68 19,4 -,45 16,1 0,5 7 P1/P8 16,07 6,83 1,99 5,18 0.7 8 P1/P9 13,63 0,1 18,41 7,73 0,7 9 P1/P10 3,17-3,18 17,6-0,09 0,6 10 P/P3 47,01 39, -5,96 9,43 0,5 11 P/P4,3 5,59 16,6 13,1 0,6 1 P/P5 15,8 13,18-8.00 6,71 0,6 13 P/P6 4,8 4,03 -,69-4,87 0,7 14 P/P7-18, 3,13 1,93 0,64 0,6 15 P/P8-4,46 7,41 1,89 14,98 0,7 16 P/P9 6,8 5,18 18,18 15,73 0,7 17 P/P10 10,89 10,46 1,01,3 0,8 18 P3/P4-4,41 4,3 10,64 15,0 0,6 19 P3/P5 7,6 10,74-1,34-6,5 0,6 0 P3/P6 16,1-7,96 -,34 16,01 0,8 1 P3/P7-4,83-4,67-3,33-7,61 0,6 P3/P8,38 3,08 4,88 14,38 0,8 3 P3/P9 4,96,55-0,35 5,6 0,8 4 P3/P10 15,7,8 1,69 9,04 0,7 5 P4/P5-1,08-15,79-0,55-7,3 0,6 6 P4/P6-9,65-31,55-3,66 4,99 0,6 7 P4/P7 1,3 8,3 4,04 10,8 0,7 8 P4/P8 13,15 0,6 3,95 17,14 0,8 9 P4/P9 11,1 1,5 -,55-6,57 0,7 30 P4/P10 6,8 36,67,61 3,96 0,7 31 P5/P6 17,06-11,8 6,95-7,87 0,6 3 P5/P7,63 0,1 1,79 17,6 0,6 33 P5/P8,45 15,78 3,17 7,86 0,8 34 P5/P9 8,16-1,35 18,46 15,08 0,7 35 P5/P10 3,5 8,58 15,76 1,48 0,8 36 P6/P7 -,3-5,63-14,49-6,8 0,6 37 P6/P8 6,3 11,45 6,3 0,78 0,7 38 P6/P9 -,84 4,18 1,43 6,8 0,7 39 P6/P10 3,54,87 3,33 8.00 0,8 40 P7/P8-10,6 7,35 11,6-11,16 0,5 41 P7/P9-13,0 1,6 17,34 1,71 0,6 4 P7/P10 3,37 15,08 13,13 17,5 0,7 43 P8/P9 -,3-10,83-19,7-9,9 0,5 44 P8/P10-18,88-18,88-8,89-13,17 0,5 45 P9/P10 11,01-5,5-13,78-4,16 0,4 SE (g ij -g kl ) 4,051 19,177 7,9301 1,609 BK 9,61 8,583 5,519 6,959-65-

Tabel 0 Nilai efek DGK persilangan diallel 10 x 10 genotipe jagung pulut karakter anthesis silking interval pada kondisi lingkungan tanpa cekaman dan lingkungan cekaman kekeringan MK008 No. Persilangan Tanpa Cekaman Cekaman Jarak Muneng Maros Muneng Maros Genetik 1 P1/P -0,1 0,8 0,09 0,1 0,6 P1/P3 0,4-0,37-0,3-0,14 0,4 3 P1/P4-0,0 0,36 0,0 0,65 0,6 4 P1/P5-0,57-0,14-0,05-0,67 0,8 5 P1/P6 0,6 0,3 0,4-0,34 0,8 6 P1/P7 0,39-0,1-0,16 0,1 0,5 7 P1/P8-0,9-0,59 0,0 0.00 0.7 8 P1/P9-0,31-0,54-0,08-0,09 0,7 9 P1/P10-0,56-0,4-0, -0,5 0,6 10 P/P3-0,69 0,05 0,67 0,31 0,5 11 P/P4 0,1 0,61 0,59-0,07 0,6 1 P/P5-0,01-0, -0,15 0,45 0,6 13 P/P6-0,01-0,1-0, -0, 0,7 14 P/P7-0,1-0,19 0,07-0,1 0,6 15 P/P8 0,11 0,33-0,5-0,05 0,7 16 P/P9 0,6-0,9-0,35 0, 0,7 17 P/P10 0,34-0,3-0,13-0,47 0,8 18 P3/P4-0,17-0,54-0,3-0,3 0,6 19 P3/P5 0,11-0, -0,3-0,1 0,6 0 P3/P6 0,44-0,1-0,01 0,1 0,8 1 P3/P7-0,6 0,16-0,41-0,19 0,6 P3/P8 0,06-0,3 0,7-0,9 0,8 3 P3/P9-0,9 0,06-0,16 0,13 0,8 4 P3/P10-0,87 0,03-0,8-0,37 0,7 5 P4/P5 0,18-0,14-0,05 0,33 0,6 6 P4/P6 0,51 0,3 0,07 0.00 0,6 7 P4/P7 1,31 0,3 0.00-0,4 0,7 8 P4/P8-0,71-0,09-0,31 0.00 0,8 9 P4/P9-0,56-0,87-0,08-0,5 0,7 30 P4/P10-0,31 0,76 0,14-0,5 0,7 31 P5/P6 0,13-0, 0.00-0,65 0,6 3 P5/P7-0,57-0,7-0,06-0,05 0,6 33 P5/P8-0,6 0,5-0,1 0,18 0,8 34 P5/P9-0,61 0,3-0,15-0,4 0,7 35 P5/P10 0,48 0,6 0,4-0,07 0,8 36 P6/P7 0,09-0,5-0,8 0,11 0,6 37 P6/P8-0,59-0,15-0,6 0,51 0,7 38 P6/P9-0,44 0,56 0,47-0,57 0,7 39 P6/P10-0,86 0,03-0,48-1,07 0,8 40 P7/P8-0,46-0,39-0,16-0,55 0,5 41 P7/P9-0,31-0,34-0,6 0, 0,6 4 P7/P10-0,39-0,04-0,1 0,36 0,7 43 P8/P9 1,01 1,18 0,5-0,57 0,5 44 P8/P10 0,76 0,65 0,14 0,76 0,5 45 P9/P10 0,58-0,64-0,3 0,51 0,4 SE (g ij -g kl ) 0,43 0,493 0,318 0,476 BK 1,88 1,376 1,105 1,35 Nilai efek DGK merupakan indikator terdapatnya aksi gen non aditif dan epistasis yang mengendalikan suatu karakter. Nilai daya gabung khusus yang cukup tinggi dan didukung dengan nilai ragam non aditif positif akan memberikan hasil lebih baik (Mangoendidjojo 003). -66-

Efek DGK untuk karakter ASI di lokasi Muneng dan Maros (Tabel 0) terlihat ada kecenderungan mengalami peningkatan interval waktu keluarnya bunga jantan dan betina pada kondisi lingkungan cekaman kekeringan, kecuali genotipe P4/P7 (PTBC 4-10-1-B/PTBC 4 ---B), dan P5/P6 (PTBC 4-15-1-B/PTBC 4-0-1-B) di Muneng memiliki kecenderungan turun dan bahkan nol pada kondisi lingkungan cekaman kekeringan, hal yang sama terjadi di Maros beberapa genotipe juga mengalami kecenderungan penurunan nilai efek daya gabung khusus diantaranya genotipe P1/P8 (PTBC 4-7-5-B/MSP(10)-8-1-B), P4/P6 (PTBC 4-10-1-B/PTBC 4-0-1-B), dan P4/P8 (PTBC 4-10-1-B/MSP(10)-10-1-B). Heterosis Hibrida yang dapat direkomendasikan sebagai kandidat hibrida terbaik adalah hasil dari persilangan tetua yang memiliki nilai efek daya gabung umum, daya gabung khusus dan nilai heterosis tinggi. Kondisi Lingkungan Tanpa Cekaman dan Cekaman Kekeringan Karakter Bobot Biji per Tanaman Penampilan tetua, F 1, dan jarak genetik karakter bobot biji per tanaman pada kondisi lingkungan tanpa cekaman dan cekaman kekeringan di Muneng dan Maros Tabel 1. Nilai tengah F 1 karakter bobot biji per tanaman pada kondisi lingkungan tanpa cekaman di Muneng dengan kisaran 98,6 189,3 gram memiliki kecenderungan menurun pada kondisi lingkungan tercekaman kekeringan kisaran 67,6 10,1 gram, kecuali 1 genotipe memberikan hasil yang cukup tinggi. Sedangkan nilai tengah F 1 karakter bobot biji per tanaman di Maros pada kondisi lingkungan tanpa cekaman memperlihatkan nilai rata-rata cukup tinggi dan relatif lebih konsisten memberikan hasil tinggi pada kondisi lingkungan tercekaman kekeringan walaupun hasilnya sedikit lebih rendah tetapi dapat dikatanakah bahwa semua genotipe memiliki mekanisme adaptasi terhadap perubahan lingkungan dan mampu mempertahankan potensi hasil. Menurut Banziger et al. (000) penentuan karakter seleksi toleransi genotipe jagung sebaiknya dapat mencirikan atau mengelompokkan toleransi genotipe jagung pada kondisi cekaman kekeringan dan berkorelasi dengan hasil. -67-

Tabel 1 Penampilan tetua, F 1, dan jarak genetik karakter bobot biji per tanaman persilangan diallel 10 x 10 genotipe jagung pulut pada kondisi lingkungan tanpa cekaman dan cekaman kekeringan di Muneng dan Maros pada MK008 Persilangan Muneng Maros Muneng Maros T. Cekaman T. Cekaman Cekaman Cekaman P 1 (g) P (g) F 1 (g) P 1 (g) P (g) F 1 (g) P 1 (g) P (g) F 1 (g) P 1 (g) P (g) F 1 (g) Jarak Genetik P1/P 75,6 63,8 131,3 98,1 61,4 18,8 63,1 41,1 75,6 7,4 59,1 141,3 0,6 P1/P3 75,6 8,4 150, 98,1 68,1 170,3 63,1 54,1 73, 7,4 53,0 176,0 0,4 P1/P4 75,6 93,9 133,9 98,1 9,9 139,6 63,1 44,5 84,8 7,4 99, 19, 0,6 P1/P5 75,6 77, 147,0 98,1 130,5 64,3 63,1 47,8 99,3 7,4 74,5 156,0 0,8 P1/P6 75,6 134,8 150,6 98,1 149,0 67,0 63,1 90,8 75,1 7,4 119,8 134,7 0,8 P1/P7 75,6 7,5 146,5 98,1 65, 197,4 63,1 5,3 8,6 7,4 90,6 155,7 0,5 P1/P8 75,6 69, 136,5 98,1 90,3 168,1 63,1 41,5 95,5 7,4 57,3 118,0 0,7 P1/P9 75,6 6,3 13,5 98,1 43,4 144,3 63,1 40,0 89,0 7,4 5,3 144,4 0,7 P1/P10 75,6 6,0 158,1 98,1 38,6 145,5 63,1 50,7 114,3 7,4 45,4 118,9 0,6 P/P3 63,8 8,4 164,8 61,4 68,1 18, 41,1 54,1 73,0 59,1 53,0 18,4 0,5 P/P4 63,8 93,9 171,5 61,4 9,9 150,0 41,1 44,5 99,8 59,1 99, 166,1 0,6 P/P5 63,8 77, 18,3 61,4 130,5 04, 41,1 47,8 84,4 59,1 74,5 151,5 0,6 P/P6 63,8 134,8 151,1 61,4 149,0 180,3 41,1 90,8 97,4 59,1 119,8 134, 0,7 P/P7 63,8 7,5 130,9 61,4 65, 171,3 41,1 5,3 86,6 59,1 90,6 117,3 0,6 P/P8 63,8 69, 16,9 61,4 90,3 147,7 41,1 41,5 97,4 59,1 57,3 110,4 0,7 P/P9 63,8 6,3 118,0 61,4 43,4 161,4 41,1 40,0 114,1 59,1 5,3 14,7 0,7 P/P10 63,8 6,0 138,0 61,4 38,6 15,3 41,1 50,7 111,9 59,1 45,4 11,7 0,8 P3/P4 8,4 93,9 145,6 68,1 9,9 178,6 54,1 44,5 100,4 53,0 99, 173,6 0,6 P3/P5 8,4 77, 170,6 68,1 130,5 194,0 54,1 47,8 87,5 53,0 74,5 10,3 0,6 P3/P6 8,4 134,8 187,6 68,1 149,0 175,8 54,1 90,8 74, 53,0 119,8 116,8 0,8 P3/P7 8,4 7,5 189,3 68,1 65, 189, 54,1 5,3 85, 53,0 90,6 114,9 0,6 P3/P8 8,4 69, 158,7 68,1 90,3 158,0 54,1 41,5 91,7 53,0 57,3 143,1 0,8 P3/P9 8,4 6,3 140,3 68,1 43,4 143,1 54,1 40,0 94,3 53,0 5,3 17,5 0,8 P3/P10 8,4 6,0 157,6 68,1 38,6 169,9 54,1 50,7 118,6 53,0 45,4 135,1 0,7 P4/P5 93,9 77, 165,5 9,9 130,5 181,3 44,5 47,8 86,1 99, 74,5 135,4 0,6 P4/P6 93,9 134,8 138, 9,9 149,0 139,4 44,5 90,8 79,0 99, 119,8 130,0 0,6 P4/P7 93,9 7,5 168,9 9,9 65, 191,9 44,5 5,3 98,5 99, 90,6 133,0 0,7 P4/P8 93,9 69, 146,8 9,9 90,3 149,6 44,5 41,5 97,6 99, 57,3 133,6 0,8 P4/P9 93,9 6,3 135,5 9,9 43,4 14, 44,5 40,0 85,4 99, 5,3 107,6 0,7 P4/P10 93,9 6,0 19,3 9,9 38,6 165,5 44,5 50,7 86,0 99, 45,4 15,7 0,7 P5/P6 77, 134,8 186, 130,5 149,0 191,7 47,8 90,8 11,3 74,5 119,8 16, 0,6 P5/P7 77, 7,5 163,9 130,5 65, 3,8 47,8 5,3 101,5 74,5 90,6 158, 0,6 P5/P8 77, 69, 150,3 130,5 90,3 168,8 47,8 41,5 10,1 74,5 57,3 138,0 0,8 P5/P9 77, 6,3 134,3 130,5 43,4 158,6 47,8 40,0 117,9 74,5 5,3 145,3 0,7 P5/P10 77, 6,0 145,3 130,5 38,6 170,5 47,8 50,7 11,4 74,5 45,4 119, 0,8 P6/P7 134,8 7,5 18, 149,0 65, 165,5 90,8 5,3 68,4 119,8 90,6 93,6 0,6 P6/P8 134,8 69, 137,4 149,0 90,3 184,4 90,8 41,5 95,4 119,8 57,3 114,4 0,7 P6/P9 134,8 6,3 19,1 149,0 43,4 196,9 90,8 40,0 94,7 119,8 5,3 135,5 0,7 P6/P10 134,8 6,0 16, 149,0 38,6 159,1 90,8 50,7 85,3 119,8 45,4 13,0 0,8 P7/P8 7,5 69, 131,1 65, 90,3 185,7 5,3 41,5 9,4 90,6 57,3 94,9 0,5 P7/P9 7,5 6,3 130,9 65, 43,4 143,4 5,3 40,0 117,5 90,6 5,3 11,5 0,6 P7/P10 7,5 6,0 146, 65, 38,6 139,7 5,3 50,7 109,8 90,6 45,4 144,3 0,7 P8/P9 69, 6,3 98,6 90,3 43,4 100,5 41,5 40,0 70,6 57,3 5,3 86,9 0,5 P8/P10 69, 6,0 101,7 90,3 38,6 109,4 41,5 50,7 67,6 57,3 45,4 83,4 0,5 P9/P10 6,3 6,0 15,3 43,4 38,6 116,3 40,0 50,7 85,0 5,3 45,4 104,0 0,4 Keterangan: P 1 = Parental 1, P = Parental Penampilan nilai heterosis rata-rata tetua (H MP ), dan heterosis rata-rata tetua tertinggi (H HP ) karakter bobot biji per tanaman pada kondisi lingkungan tanpa cekaman dan cekaman kekeringan di Muneng dan Maros Tabel. Nilai H MP berkisar antara 6,7-68-

sampai -37,1% dan nilai H HP berkisar antara 1,9 sampai -140,7% di Muneng pada kondisi lingkungan tanpa cekaman kekeringan tertinggi ditunjukkan oleh pasangan hibrida P/P5 (PTBC 4-9-3-B x PTBC 4-15-1-B) dengan nilai masing-masing H MP = 158,7% dan H HP = 136,3%, serta nilai jarak genetiknya 0,6 (tergolong jauh) (Tabel ). Hal tersebut memperlihatkan bahwa genotipe tersebut memiliki bobot biji per tanaman lebih tinggi dibandingkan rata-rata kedua tetua dan rata-rata tetua tertinggi. Terdapat delapan genotipe yang memiliki nilai H MP bernilai negatif memperlihatkan bahwa bobot biji per tanaman lebih rendah dibandingkan rata-rata tetuanya dan terdapat sebelas genotipe yang memiliki nilai positif serta menunjukkan nilai heterosis tertinggi artinya keturunan (F 1 ) menunjukkan potensi nilai heterosis tertinggi dibandingkan rata-rata kedua tetuanya dengan kisaran 1,7 sampai 58,1% lebih tinggi pada lingkungan tanpa cekaman. Menurut Bruce 1910; Jones 1917; 1945, 1958 dikutip Fehr 1987 bahwa nilai heterosis tertinggi diperoleh dari persilangan antara tetua yang mempunyai perbedaan frekuensi gen dominan tinggi, sehingga pada hibridanya akan terkumpul gen-gen yang baik dan dominan diberbagai losi serta alil-alil dominan yang menguntungkan akan menutupi alil-alil resesif yang merugikan. Di Muneng pada kondisi lingkungan tercekam kekeringan kisaran nilai H MP antara 181,3 sampai -4,4% dan tertinggi ditunjukkan oleh hibrida P/P9 (181,3%) menunjukkan bahwa genotipe tersebut memiliki bobot biji per tanaman lebih tinggi dibandingkan rata-rata kedua tetua. Nilai H HP berkisar antara 177,5 sampai -4,6%. Hibrida P/P9 (177,5%) dengan nilai jarak genetik 0,7 memiliki bobot biji per tanaman tertinggi dibandingkan rata-rata tetua tertinggi (Tabel ). Hal ini menunjukkan bahwa beberapa genotipe toleran terhadap cekaman kekeringan dengan nilai heterosis yang cukup tinggi. Heterosis rata-rata tetua (H MP ) bernilai negatif pada dua genotipe yakni P6/P7 (-4,4) dan P1/P6 (-,5) berturut-turut memiliki nilai jarak genetik 0,6 dan 0,8 mengindikasikan bahwa bobot biji per tanaman lebih rendah dibandingkan rata-rata tetua dan terdapat empat puluh tiga genotipe yang memiliki nilai positif serta menunjukkan nilai heterosis tinggi artinya keturunannya (F 1 ) menunjukkan potensi nilai heterosis tinggi dibandingkan rata-rata kedua tetua dengan kisaran,4 sampai 181,3% lebih tinggi pada lingkungan cekaman kekeringan. -69-

Tabel Nilai heterosis rata-rata tetua, heterosis rata-rata tetua tertinggi, dan nilai jarak genetik karakter bobot biji per tanaman persilangan diallel 10 x 10 genotipe jagung pulut pada kondisi lingkungan tanpa cekaman dan cekaman kekeringan di Muneng dan Maros MK008 Persilangan Muneng Maros Muneng Maros T. Cekaman T. Cekaman Cekaman Cekaman H MP (%) H HP (%) H MP (%) H HP (%) H MP (%) H HP (%) H MP (%) H HP (%) -70- Jarak Genetik P1/P 88,4 73,8 19, 86,3 45, 19,9 115,1 95,3 0,6 P1/P3 90, 8,3 105,0 150,3 4,9 16,0 180,7 143,3 0,4 P1/P4 58,1 4,6 46, 4,3 57,8 34,5 50,6 30, 0,6 P1/P5 9,5 90,5 131, 169,4 79,1 57,4 11,5 109,5 0,8 P1/P6 43,1 11,7 116,1 17,1 -,5-17,3 40, 1,5 0,8 P1/P7-15,8-46, 141,8 101, 43,1 30,9 91,0 71,7 0,5 P1/P8 88,5 80,6 78,5 71,3 8,7 51,4 8,0 63,1 0,7 P1/P9 9, 75,4 104,0 47,1 7,8 41, 131,5 99,5 0,7 P1/P10 19,7 109,1 11,8 48,3 100,9 81,1 101,8 64, 0,6 P/P3 15,3 99,9 37, 0,5 53,5 35,1 19,0 117,3 0,5 P/P4 117,5 8,7 94,5 61,4 133,3 14,4 109,9 67,4 0,6 P/P5 158,7 136,3 11,8 56,4 89,9 76,7 16,9 103,4 0,6 P/P6 5, 1,1 71,4 1,0 47,7 7,3 50,0 1,0 0,7 P/P7 -, -5,0 170,8 16,9 85,4 65,5 56,7 9,4 0,6 P/P8 90,8 83,4 94,8 140,7 135,8 134,8 89,6 86,9 0,7 P/P9 87,1 84,9 08,3 7,3 181,3 177,5 13,8 111,1 0,7 P/P10 119,3 116, 150,8 4,8 143,9 10,9 115,8 90,9 0,8 P3/P4 65, 55,1 11,8 9,1 103,8 85,7 18,0 75,0 0,6 P3/P5 113,8 107,0 95,4 185,0 7,0 6,0 60,4 37,3 0,6 P3/P6 7,8 39, 61,9 158,3,4-18,3 35, -,4 0,8 P3/P7 6,7-30,5 184,0 177,9 60,3 57,7 59,9 6,7 0,6 P3/P8 109,3 9,5 99,6 13,1 91,9 69,6 159,3 149,6 0,8 P3/P9 93,8 70, 156,8 110, 100,6 74,5 141,9 140,3 0,8 P3/P10 118,3 91,3 18,6 149,6 16,5 119,4 174,4 154,7 0,7 P4/P5 93,5 76, 6,3 38,9 86,7 80,3 55,9 36,4 0,6 P4/P6 0,8,5 15, -6,5 16,8-13,0 18,7 8,5 0,6 P4/P7-7,8-38,0 14,8 194,5 103,5 88,3 40,1 34,1 0,7 P4/P8 80,0 56,4 63,3 61,0 17,1 119,4 70,6 34,6 0,8 P4/P9 73,5 44,3 108,6 53,0 10, 91,9 41,9 8,4 0,7 P4/P10 65,9 37,7 151,6 78,0 80,8 69,8 111,1 53,9 0,7 P5/P6 75,7 66,6 37,1 46,9 6,0 3,6 9,9 5,3 0,6 P5/P7-6, -140,7 18,7 71,4 10,7 94,0 91,6 74,5 0,6 P5/P8 105,4 94,8 5,9 9,3 169,0 151,3 109,4 85,3 0,8 P5/P9 9,5 74,0 8,5 1,6 168,7 146,7 19, 95, 0,7 P5/P10 108,8 88,3 101,6 30,6 18,3 11,8 98,8 60,0 0,8 P6/P7-37,1-53,0 54,6 11,1-4,4-4,6-11,0-1,8 0,6 P6/P8 34,7 1,9 54,1 3,7 44, 5,0 9, -4,4 0,7 P6/P9 31,0-4, 104,7 3,1 44,8 4,3 57,4 13,1 0,7 P6/P10 8, -6,4 69,6 6,8 0,6-6,1 59,8 10, 0,8 P7/P8-3,3-51,9 139,0 185,0 97,0 76,6 8, 4,6 0,5 P7/P9-1,8-5,0 164, 10,0 154,7 14,7 69,9 34,0 0,6 P7/P10-1,6-46,3 169, 114,3 113,4 110,0 11,1 59, 0,7 P8/P9 50,0 4,5 50,4 131,8 73,3 70, 58,5 51,6 0,5 P8/P10 55,0 46,9 69,8 183,5 46,7 33,4 6,3 45,5 0,5 P9/P10 101,6 101,0 183,8 168, 87,5 67,7 11,7 98,7 0,4 Keterangan: H MP = Heterosis rata-rata tetua, H HP = Heterosis rata-rata tetua tertinggi Nilai heterosis tetua tertinggi (H HP ) pada lingkungan cekaman kekeringan dimiliki oleh dua genotipe yang bernilai negatif diantaranya P6/P7 (-4,6) dan P6/P10 (-6,06) serta terdapat 43 lainnya yang bernilai positif dengan kisaran nilai heterosis tetua tertinggi antara 4,3 sampai 177,5%.