I. PENDAHULUAN. Pemeriksaan identifikasi memegang peranan cukup penting dalam ilmu

dokumen-dokumen yang mirip
I.PENDAHULUAN. tengkorak dan rahang berbeda. Pola tersebut sering kali dipengaruhi variasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan

Identifikasi Forensik Rekonstruktif Menggunakan Indeks Kefalometris. Reconstructive Forensic Identification Using Cephalometry Index

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan serangkaian pulau besar-kecil dengan lingkungan

DAFTAR PUSTAKA. Amir, A Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Kedua. Medan: Bagian Ilmu Kedokteran FK USU.

BAB I PENDAHULUAN. Susunan gigi dan penampilan wajah memainkan peranan yang penting dalam

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode analitik komparatif dengan pendekatan

BAB 3 METODE PENELITIAN

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 2014 terdapat banyak kasus mutilasi yang terungkap di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mengevaluasi keberhasilan perawatan yang telah dilakukan. 1,2,3 Kemudian dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengukuran Sefalik Indeks Etnis Batak dan Cina pada Siswa-Siswi Kelas X dan Kelas XI SMA Swasta Santo Thomas 1 Medan Tahun Pelajaran

Variasi Kefalometri pada Beberapa Suku di Sumatera Barat. Cephalometry variation of ethnics in West Sumatra

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN pulau dengan keanekaragaman suku yang tinggi (Kementerian

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh keadaan geografis dan demografisnya. Menurut Kementrian

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995)

ABSTRAK. Calvin Kurnia, 2011 Pembimbing I : drg. Susiana, Sp.Ort Pembimbing II: dr. Winsa Husin, M.Sc, M.Kes

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan bentuk wajah yang harmonis jika belum memperhatikan posisi jaringan

PENENTUAN INDEKS KEPALA DAN WAJAH ORANG INDONESIA BERDASARKAN SUKU DI KOTA MEDAN

Gambar 1. Fotometri Profil 16. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DATA PERSONALIA PENELITI

BAB I PENDAHULUAN. Epidemi obesitas adalah kencenderungan global dan. menjadi perhatian khusus pada anak-anak. Beberapa isu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perawatan ortodontik dapat dicapai jika diagnosis dan rencana perawatan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kejadiannya (Depkes, 2006). Perkembangan teknologi dan industri serta. penyakit tidak menular (Depkes, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diri atau tidak melalui bentuk gigi dan bentuk senyuman. Penting bagi dokter gigi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Skoliosis dapat didefinisikan sebagai kelainan lengkungan atau

untuk penduduk Sumatera Utara pada tahun 2000.

STUDI ANTROPOMETRI MENGGUNAKAN INDEKS SEFALIK PADA ETNIK MELAYU DAN INDIA MAHASISWA MALAYSIA FKG USU TA

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rasa. Istilah aesthetic berasal dari bahasa Yunani yaitu aisthetike dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN UKDW. al, 2008). Tempat-tempat predileksi acne vulgaris adalah wajah, leher,

II. TINJAUAN PUSTAKA. walaupun satu spesies, tetap bervariasi. Kenyataan ini mendorong orang untuk

BAB I PENDAHULUAN UKDW. perhatian utama, khususnya pada remaja. Acne Vulgaris atau yang disebut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. prognosis dan rencana perawatan khususnya pasien dengan pertumbuhan

Surat Persetujuan Menjadi Responden. menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Sumatera Utara. Penelitian

BAB I PENGANTAR. kesadaran akan kebersamaan yang sama (Cooper, 2003). bentuk rambut, bentuk wajah, dan bentuk badan.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii HALAMAN PERNYATAAN...iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GRAFIK...

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan lipatan anatomik berupa garis jaringan ikat fibrous yang iregular dan

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya sebagai sarana untuk bersosialisasi.

PERBEDAAN PADA PROPORSI TUBUH ETNIS BALI DENGAN ETNIS MADURA DI SURABAYA Rini Linasari

BAB 1 PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan wajah dan gigi-geligi, serta diagnosis,

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Pertumbuhan manusia merupakan proses dimana manusia. meningkatkan ukuran dan perkembangan kedewasaan dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. mayat korban susah untuk dapat diidentifikasi. yaitu adalah bencana alam. Kejadian bencana massal

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan

BAB 1 PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter

BAB I PENDAHULUAN. mana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapainya

STATUS PENELITIAN. Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan. 4.Hindu 5. Budha. 2. SD / sederajat. 5. Perguruan tinggi. 2.

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung maupun tidak langsung pada pasien. 1. indeks kepala dan indeks wajah. Indeks kepala mengklasifikasian bentuk kepala

LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR

BAB I PENDAHULUAN. Kalsium adalah mineral yang paling banyak kadarnya dalam tubuh manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi dalam melakukan diagnosa dan perencanaan perawatan gigi anak. (4,6,7) Tahap

BAB 1 PENDAHULUAN. Odontologi forensik adalah ilmu di kedokteran gigi yang terkait dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN UKDW. menstruasi pertama kali atau Menarche ( Nelson,2012). sudah menginjak haidnya yang pertama (Menarche). Datangnya haid ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sejak intra uterin dan terus berlangsung sampai dewasa. Pertumbuhan berlangsung

TIPS KOREKSI WAJAH KOTAK

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi. semakin merisaukan segala pihak.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi

BAB 1 PENDAHULUAN. Diantaranya adalah korban kriminalitas dan korban kecelakaan lalu lintas.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Ukuran lebar mesiodistal gigi permanen menurut Santoro dkk. (2000). 22

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara di dunia. Keadaan ini dapat berupa defisiensi makronutrien,

BAB I PENDAHULUAN. tersebut membuat orang lebih berpikir maju dan berwawasan tinggi. Pendidikan. majunya teknologi informasi dalam dunia pendidikan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi permanen bersamaan di dalam rongga mulut. Fase gigi bercampur dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Kejahatan merupakan perilaku anti sosial dan juga

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

SKRIPSI. Skripsi ini disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Melakukan Penelitian di Bidang Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh :

Bab 1. Pendahuluan. kosmetik telah berkembang dari sekedar perubahan penampilan fisik. Sebelumnya,

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemeriksaan identifikasi memegang peranan cukup penting dalam ilmu kedokteran forensik. Identifikasi diperlukan untuk mencari kejelasan identitas personal pada jenazah maupun pada orang hidup yang berusaha mengubah identitas aslinya atau ketidaktahuan akan identitasnya, misalnya pada tentara yang melarikan diri dari kesatuannya (desersi), pembunuh, pelaku penganiayaan/pemerkosaan, bayi yang tertukar, persengketaan anak, orang yang mengubah wajah dengan operasi plastik, jenis kelamin yang diragukan dan orang dewasa yang hilang ingatan (Amir, 2005). Metode identifikasi forensik yang biasa dilakukan dalam menentukan identitas personal adalah identifikasi forensik rekonstruktif dan komparatif. Identifikasi rekonstruktif adalah metode identifikasi dengan merekonstruksi data hasil pemeriksaan ke dalam perkiraan-perkiraan mengenai jenis kelamin, umur, ras, tinggi dan bentuk serta ciri-ciri spesifik tubuh. Identifikasi komparatif adalah metode identifikasi dengan membandingkan antara data ciri hasil pemeriksaan orang tak dikenal dengan data ciri orang

2 hilang yang pernah dibuat sebelumnya. Identifikasi forensik rekonstruktif dijadikan sebagai alternatif jika syarat dilakukannya identifikasi komparatif tidak terpenuhi, yaitu harus tersedianya data-data yang lengkap dan akurat untuk dapat dibandingkan (Dahlan, 2000). Agar dapat melihat perbedaan manusia secara lebih teliti dalam identifikasi forensik rekonstruktif, antropologi ragawi menciptakan indeks, salah satunya adalah indeks kefalometris (Dahlan, 2000). Indeks kefalometris terdiri atas indeks kepala (cephalic index), wajah (facial index), dahi (frontoparietal index) dan hidung (nasal index). Ukuran dalam antropometri hanya memberikan informasi tentang besar-kecilnya (size), sehingga untuk mengungkapkan bentuk (shape) diciptakan proporsi antara ukuran-ukuran yang disebut indeks (Suriyanto & Koeshardjono, 1999). Kelompok etnis yang berbeda cenderung memiliki pola bentuk tengkorak dan rahang yang berbeda (Mundiyah, 1983). Menurut Oliver (1969), etnis Asia bagian Timur atau keturunan Tionghoa memiliki kelopak mata mulus tanpa lipatan mata, hidung lebih besar dibanding etnis kulit putih, bentuk dagu lancip dibanding Etnis Asia Barat (Arab) dan Asia Selatan (India). Golongan Suku Melayu Tua atau Etnis Batak memiliki dagu yang kotak dan tulang rahang yang kokoh dan tegas (Daldjoeni, 1991). Pengelompokan manusia dari kelompok etnis yang berbeda ke dalam golongan dengan ciriciri yang sama menjadi lebih mudah dengan adanya indeks-indeks tersebut (Swasonoprijo & Susilowati, 2002). Indeks yang digunakan dalam

3 penelitian ini adalah indeks facialis dan nasalis yang termasuk parameter pengukuran dalam identifikasi forensik rekonstruktif (Dahlan, 2000). Indeks facialis adalah perbandingan antara panjang wajah dengan lebar wajah dikalikan 100. Indeks ini menggambarkan bentuk/tipe wajah. (Swasonoprijo & Susilowati, 2002). Indeks facialis wanita Suku Lampung mempunyai tipe wajah 77,5% mesoprosop, 20% europrosop dan 2,5% leptoprosop (Wintoko, 2008) sedangkan pada penelitian Rahmawati, dkk (2003), indeks facialis wanita Suku Jawa mempunyai tipe wajah leptoprosop. Indeks nasalis adalah perbandingan antara lebar hidung dengan panjang hidung dikalikan 100. Indeks ini menggambarkan bentuk/tipe hidung (Oliver, 1969). Pada penelitian Rahmawati, Punagi, & Akil (2006) terhadap suku-suku di Sulawesi Selatan dan Sulawesi, indeks nasalis laki-laki Suku Makassar termasuk ke dalam platyrrhine, sedangkan perempuan Suku Makassar termasuk ke dalam mesorrhine. Indeks nasalis laki-laki dan perempuan Suku Toraja termasuk ke dalam mesorrhine. Selain penelitian terhadap indeks facialis dan nasalis, pernah pula dilakukan penelitian terhadap indeks kefalometris lainnya, seperti indeks cephalic pada siswa-siswi Etnis Batak dan Tionghoa di SMA Santo Thomas Medan oleh HNG (2010). Pada penelitian tersebut, didapatkan perbedaan indeks cephalic antara Etnis Batak (67,9) dan Etnis Tionghoa (85,5), baik laki-laki

4 maupun perempuan. Penelitian terhadap indeks kefalometris lainnya, pernah dilakukan oleh Irsa, Syaifullah, & Tjong ( 2013) pada beberapa suku di Sumatera Barat dengan kesimpulan Suku Minang, Mentawai dan Nias memperlihatkan adanya variasi karakter kefalometri yang berbeda nyata. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, belum ada penelitian yang membandingkan indeks facialis dan nasalis antara Etnis Batak dan Tionghoa di Bandar Lampung. Penelitian dilakukan di SMA Fransiskus Bandar Lampung tahun pelajaran 2015/2016 karena terdapat 50% siswasiswi yang beretnis Batak dan Tionghoa. Selain karena keterjangkauan ruang dan waktu peneliti dalam mengambil sampel dari populasi Etnis Batak dan Tionghoa di Bandar Lampung, penelitian ini dilakukan pada siswa-siswi SMA Fransiskus usia 15 18 tahun karena pada usia tersebut sudah terjadi perlambatan laju pertumbuhan wajah setelah mencapai puncaknya pada masa pubertas, sehingga subjek penelitian dikhususkan pada masa remaja pertengahan ini (Hurlock, 2004; Foster, 1997). 1.2. Perumusan Masalah Identifikasi personal secara tepat sangat diperlukan pada suatu proses penyidikan. Identifikasi yang di dalamnya terdapat informasi berupa suku bangsa, etnis dan jenis kelamin, beberapa di antaranya dapat diperoleh dengan mengukur indeks facialis dan nasalis. Etnis pada penelitian ini

5 dikhususkan pada Etnis Batak dan Tionghoa di Bandar Lampung. Dengan demikian, masalah penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Apakah terdapat perbedaan indeks facialis siswa-siswi SMA Fransiskus Bandar Lampung antara yang beretnis Batak dan Tionghoa, baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan? 2) Apakah terdapat perbedaan indeks nasalis siswa-siswi SMA Fransiskus Bandar Lampung antara yang beretnis Batak dan Tionghoa, baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui perbedaan indeks facialis dan indeks nasalis siswa-siswi SMA Fransiskus Bandar Lampung antara yang beretnis Batak dan Tionghoa, baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan 1.3.2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Mengukur indeks facialis dan indeks nasalis siswa-siswi SMA Fransiskus Bandar Lampung yang beretnis Batak

6 2) Mengukur indeks facialis dan indeks nasalis siswa-siswi SMA Fransiskus Bandar Lampung yang beretnis Tionghoa 3) Mengetahui perbedaan indeks facialis siswa-siswi SMA Fransiskus Bandar Lampung antara yang beretnis Batak dan Tionghoa 4) Mengetahui perbedaan indeks nasalis siswa-siswi SMA Fransiskus Bandar Lampung antara yang beretnis Batak dan Tionghoa 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1) Membantu pihak penyidik dan tenaga kesehatan di bidang kedokteran forensik dalam proses identifikasi personal berdasarkan indeks facialis dan indeks nasalis, khususnya identifikasi forensik secara rekonstruktif 2) Sebagai bahan pertimbangan untuk penatalaksanaan rekonstruksi dan reparasi pada pasien dengan cedera maksilofasial 3) Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dalam penerapan ilmu yang didapat selama proses pembelajaran 4) Sebagai acuan atau bahan pustaka bagi penelitian selanjutnya bilamana ingin melihat hubungan indeks facialis dan/atau indeks nasalis terhadap variabel tertentu dari etnis lainnya