BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker serviks atau kanker leher rahim merupakan salah satu kanker yang paling sering menyerang perempuan dan menjadi ancaman berbahaya bagi para perempuan di seluruh dunia bahkan sekitar 500.000 perempuan di seluruh dunia di diagnosa menderita kanker leher rahim (Groom,2007). Kanker leher rahim ini menduduki urutan nomor dua penyakit kanker didunia dan rata-rata 270.000 meninggal tiap tahun(depkesri,2008). Di Indonesia terdapat 90-100 kasus kanker mulut rahim per 100.000 penduduk. Kanker leher rahim mengakibatkan kematian nomor satu yang sering terjadi pada perempuan Indonesia (Novel, 2010) Kanker serviks disebabkan oleh infeksi HPV (Human Papilomavirus ) 16 dan 18 yang diperoleh melalui kontak sexual dan terjadi pada usia reproduktif antara 20-50 tahun. Pada usia ini perempuan masih produktif dan aktif melakukan hubungan seksual ( Novel,2010). Gejala awal yang timbul bersifat asimptomatis yaitu perdarahan sedikit setelah kontak sexual, setelah berkembang menimbulkan sekresi vagina kehitaman, bau dan rasa nyeri pada bagian pelvis (Baradero,2006). Bila kanker serviks sudah menyebar jauh, menginvasi mukosa rektum dan keluar panggul maka pengobatan yang diberikan dengan pengobatan kemoterapi (Baradero, 2006). Manfaat kemoterapi selain sebagai pengobatan, juga sebagai kontrol untuk menghambat perkembangan kanker agar tidak membesar,serta bertujuan untuk mengurangi gejala nyeri yang timbul. Efek samping dari kemoterapi yang sering terjadi
adalah rambut rontok, mual-mual, muntah, nyeri seluruh tubuh, keletihan, stomatitis, demam, menoupause dini, sterilitas permanen, dan disfungsi sexual. Dimana efek samping tersebut menimbulkan kecemasan pada pasien kanker serviks, selain cemas akan kematian ( Smeltzer & Bare, 2001). Kecemasan yang dialami oleh pasien kanker serviks inilah yang mempengaruhi pasien untuk menjalani pengobatan kemoterapi. Hal ini dapat kita lihat berdasarkan data di RS Dr. Karyadi jumlah pasien yang dirawat dengan kanker serviks pada tahun 2010 dari bulan juli sampai dengan oktober adalah 310 pasien. Dan data pasien yang menjalani kemoterapi dari bulan juli sampai dengan oktober adalah 275 pasien. Dari data ini dapat diambil kesimpulan bahwa pasien yang tidak menjalani pengobatan kemoterapi selama 4 bulan adalah 35 pasien. Dari fenomena yang terjadi ada sebagian pasien cemas akan dampak toksisitas yang terjadi dari pengobatan kemoterapi sebelumnya. Kecemasan pasien timbul dari rasa kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti, tidak berdaya serta objek yang tidak spesifik. Dan kecemasan ini dimanifestasikan secara langsung melalui perubahan fisiologis (seperti gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat, nyeri abdomen, sesak nafas) dan perilaku (seperti gelisah, bicara cepat,reaksi terkejut) dan secara tidak langsung melalui timbulnya gejala sebagai upaya untuk melawan kecemasan (Stuart,2002). Pasien dapat mengatasi kecemasannya dengan menggunakan sumber koping di lingkungan sekitarnya. Sumber koping tersebut adalah aset ekonomi, kemampuan dalam menyelesaikan masalah, dukungan sosial keluarga, dan keyakinan budaya dapat membantu individu dalam menggunakan mekanisme koping yang adaptif.
Sumber koping yang penting bagi pasien adalah dukungan sosial keluarga terutama dari pasangan hidup atau suami. (Stuart,2002). Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang tergabung karena hubungan darah, perkawinan, dan adopsi, dalam satu rumah tangga berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya (Bailon dan Maglaya, 1989), sehingga fungsi keluarga sangat diperlukan dalam dukungannya terhadap perawatan pasien. Dukungan keluarga terutama suami dapat memberikan rasa senang, rasa aman, rasa nyaman dan mendapat dukungan emosional yang akan mempengaruhi kesehatan jiwa (Setiadi,2008). Karena itu, dukungan keluarga terutama suami sangat diperlukan dalam perawatan pasien, dapat membantu menurunkan kecemasan pasien, meningkatkan semangat hidup dan komitmen pasien untuk tetap menjalani pengobatan kemoterapi. Dukungan keluarga terutama suami dapat diketahui pada saat pengkajian awal pada tanggal 24 oktober 2010, didapatkan jumlah pasien 12 orang, yang didampingi suaminya ada 7 pasien, yang didampingi anak dan saudara dekatnya ada 5 pasien. Pasien yang didampingi suaminya pada saat akan kemoterapi menyatakan merasa nyaman, senang dan bahagia. Sedangkan pasien yang didampingi anak dan saudara dekatnya, merasa cemas, gelisah dan selalu menanyakan suaminya. Bahkan jadwal pengobatan kemoterapi bisa mundur karena pasien ingin didampingi keluarga terutama suaminya saat pasien menjalani pengobatan kemoterapi Dukungan sosial keluarga merupakan sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit dan keluarga selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Aplikasi dukungan keluarga berupa dukungan informatif, emosional, instrumental maupun penilaian (Friedman,1998).
Menurut pendapat Kuntjoro, 2002 bahwa bentuk-bentuk dukungan suami yang dapat diberikan pada istri adalah adanya kedekatan emosional, berbagi perasaan, perhatian, suami menghargai atas kemampuan dan menerima keadaan istri, suami dapat diandalkan ketika istri membutuhkan bantuan, dan suami merupakan tempat bergantung untuk menyelesaikan masalah istri. Dengan adanya dukungan suami, segala sesuatu yang tadinya terasa berat menjadi lebih ringan dan membahagiakan (http:// www.psychology.com/dukungan suami/1862649. Dukungan suami sangat bermanfaat dalam pengendalian seseorang terhadap tingkat kecemasan dan dapat mengurangi tekanan-tekanan pada konflik yang terjadi pada pasien sendiri (Setiadi,2008) Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka penulis ingin mengetahui lebih lanjut tentang Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Kanker Serviks Yang Menjalani Kemoterapi Di Ruang ginekologi Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, penulis ingin mengajukan rumusan masalah yaitu sebagai berikut : Adakah hubungan dukungan keluarga (informatif, emosional, penilaian dan instrumental ) dengan kecemasan? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum : Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kecemasan pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi di ruang ginekologi
2. Tujuan Khusus : a. Mendeskripsikan dukungan keluarga informatif pada pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi b. Mendeskripsikan dukungan keluarga emosional pada pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi c. Mendeskripsikan dukungan keluarga penilaian pada pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi d. Mendeskripsikan dukungan keluarga instrumental pada pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi e. Menganalisis hubungan dukungan keluarga informatif dengan kecemasan f. Menganalisis hubungan dukungan keluarga emosional dengan kecemasan g. Menganalisis hubungan dukungan keluarga penilaian dengan kecemasan h. Menganalisis hubungan dukungan keluarga instrumental dengan kecemasan D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Profesi keperawatan
a. Memberikan gambaran bagi tenaga kesehatan untuk memberikan penyuluhan tentang pentingnya dukungan suami yang dapat mengurangi kecemasan. b. Mengoptimalkan fungsi perawat dalam memberikan asuhann keperawatan kepada pasien yang mengalami kecemasan, dengan memperhatikan aspek psikologis pasien. 2. Bagi Rumah sakit Dapat memberikan informasi dan masukan untuk meningkatkan pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien 3. Bagi suami pasien Memberikan masukan pada suami tentang manfaat dukungan suami yang dapat mengurangi kecemasan pasien 4. Bagi peneliti Menambah ilmu pengetahuan dan masukan bahwa dukungan suami sangat diperlukan dalam proses penyembuhan pasien