BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pengambilan data sekunder dari rekam medis di RS KIA Rachmi Yogyakarta 2015. Pengambilan sampel data dilakukan pada tanggal 23 Januari 2016. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode total populasi yang dilakukan dengan cara mengambil sampel berdasarkan data rekam medis pada bulan Januari 2015 sampai Desember 2015. Jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diperoleh dengan hasil sebanyak 67 pasien. Tabel 4. Karakteristik dasar subjek No Variabel N (%) Usia 12-35 Bulan 48 (70,6) 36-59 Bulan 19 (27,9) Jenis kelamin Laki-laki 32 (47,1) Perempuan 35 (51,5) Status gizi Status gizi baik 52 (76,5) Status gizi kurang 15 (22,1) 37 (54,4) Tidak diare 30 (44,1) Pekerjaan Ibu Bekerja 24 (35,3) Ibu Rumah Tangga 43 (63,2 ) Hasil analisis menggunakan uji Fisher exact dengan hasil perhitungan tabel 2x2 didapatkan : 27
Tabel 5. Hasil analisis penghitungan hubungan status gizi terhadap diare Ya Tidak Total Nilai P RP 95% Cl Status gizi Baik 25 27 52 0,039 0,23 0,58-0,917 Kurang 12 3 15 Dari tabel 5 berdasarkan perhitungan kategori status gizi terhadap diare yang didapatkan nilai p=0,039 (p<0,05) maka H0 ditolak artinya secara statistik terdapat hubungan yang bermakna (signifikan) antara status gizi dengan kejadian diare pada Balita di RS KIA Rachmi Yogyakarta. Nilai rasio prevalens (RP) dengan convidence interval (CI) 95% dari kedua variabel yaitu sebesar 0,23 yang artinya Balita dengan status gizi kurang akan mengalami diare 4,32 kali lebih besar dibandingkan dengan Balita dengan status gizi baik. Tabel 6. Hasil analisis penghitungan hubungan usia Balita terhadap diare Ya Tidak Total Nilai p Usia 12-35 Balita Bulan 28 20 48 0,430 36-59 Bulan 9 10 19 Dari tabel 6 berdasarkan perhitungan didapatkan nilai p=0,430 (p>0,05) maka H0 diterima artinya secara statistik tidak ada hubungan antara usia Balita dengan kejadian diare pada Balita di RS KIA Rachmi Yogyakarta. Tabel 7. Hasil analisis penghitungan hubungan perkerjaan ibu terhadap diare Pekerjaan Ibu Ya Tidak Total Nilai p Bekerjan 15 9 24 0,447 IRT 22 21 43 Dari tabel 7 berdasarkan perhitungan didapatkan nilai p=0,447 (p>0,05) maka H0 diterima artinya secara statistik tidak ada hubungan antara pekerjaan ibu terhadap terjadinya diare pada Balita RS KIA Rachmi Yogyakarta. 28
4.2 PEMBAHASAN Sesuai hasil penelitian yang telah dilakukan di RS KIA Rachmi Yogyakarta diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi baik dan kurang dengan kejadian diare pada Balita. Penelitian ini sesuai dengan Hamisah (2011) secara analisis statistik terdapat hubungan status gizi dengan kejadian diare akut pada Balita dengan uji Chi-square didapatkan p=0,001 (p<0,05), OR=3,46 dan Cl 95%= 1,647-7,292. Notoatmodjo (2011) status gizi kurang pada bayi dan Balita dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan, perkembangan dan pertahanan tubuh sehingga bayi dan Balita sangat rentan terhadap penyakit-penyakit infeksi seperti diare dan Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) bahkan dapat mengakibatkan kematian. Rosari, dkk, (2013) dan Patel, et al, (2012), menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang timbal balik antara diare dan status gizi kurang atau malnutrisi seperti pada diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya malnutrisi pada Balita dan sebalinya kekurangan gizi dapat menyebabkan terjadinya diare yang berkepanjangan dan dehidrasi. Malnutrisi merupakan faktor resiko predisposisi terjadinya infeksi yang disebabkan karena malnutrisi dapat menurunkan pertahanan tubuh dan menganggu fungsi kekebalan tubuh manusia sehingga mudah seorang dengan status gizi yang kurang terserang penyakit infeksi. Penyakit infeksi juga dapat mempengaruhi status gizi melalui penurunan asupan makanan, penurunan absorpsi makanan di usus, meningkatkan katabolisme, dan mengambil nutrisi yang diperlukan tubuh untuk sintesis jaringan dan pertumbuhan. Namun pada kenyataanya status gizi yang baik relatif lebih banyak terjadi pada Balita. Dalam hal ini bahwa seorang dengan status gizi baik belumtentu dapat menurunkan angka kejadian diare pada Balita. Dari semua data tersebut bahwa status gizi tidak selalu menjadi penyebab terjadinya diare tetapi terdapat faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya diare terutama pada Balita. 29
Depkes RI, (2011), Secara klinis penyakit diare pada Balita lebih sering disebabkan oleh infeksi seperti bakteri, virus, atau parasit, penyakit diare juga dapat disebabkan malabsopsi, tidak ASI Eksklusif, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan penyakit campak. selain semua faktor tersebut penyakit diare juga dapat disebabkan oleh faktor lingkungan, faktor prilaku seorang ibudan tingkat pendidikan orang tua. Faktor lingkungan merupakan faktor prediposisi terjangkitnya penyakit seperti kebiasaan membuang kotoran yang tidak semestinya, banyaknya genangan air sebagai akibat musim hujan, dan sampah yang tidak dikelola dengan baik sehinggga menjadi sumber pencemaran tanah, air, permukaan dan penularan penyakit terutama penyakit diare. Faktor prilaku juga dapat menyebabkan terjadinya diare yaitu dengan kurangnya kepedulian orang tua dalam menjaga kebersihan seperti mencuci tangan anak sebelum dan sesudah makan dan mencuci tangan sebelum memberikan makanan anak. Hasil penelitian Purba (2012) untuk kategori usia Balita terhadap terjadinya diare yang didapatkan nilai p=0,440 (p>0,05) maka H0 diterima. Usia Balita tidak selalu sebagai faktor resiko terjadinya diare, karena usia Balita dapat menyebabkan terjadinya diare jika dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang mendukung Balita rentan untuk terserang penyakit diare seperti Balita dengan usia 1 tahun sampai 2 tahun yang tidak diberikan ASI akan mudah terserang penyakit infeksi tetapi jika diberikan ASI sehingga anak tidak rentan terhadap penyakit infeksi dan usia 3 tahun sampai 5 tahun seorang anak sudah dapat memilih dan mengambil makanan sendiri sehingga kebersihan makanan yang dimakan kurang untuk diketahui. Pentingnya kepedulian seorang ibu terhadap konsumsi dan kebersihan makanan yang diberikan kepada Balita merupakan faktor kesehatan bagi Balita. Saat usia Balita merupakan usia dimana anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan aktivitas sehari-hari seperti bermain, makan, mandi maupun buang air besar dan buang air kecil. Balita yang berusia 3 sampai 5 merupakan usia anak mulai bergaul dengan lingkungan diluar rumah atau disekolah sehingga pentingnya seorang ibu dalam memperhatikan maupun 30
mengenalkan makanan-makanan yang baik untuk dikonsumsi Balita terutama dalam kebersihan makanan yang dikonsumsi Balita sehingga Balita dapat terhindar dari makanan-makanan yang kurang higienis yang dapat menyebabkan Balita menderita diare, karena penularan diare bisa didapatkan dari lingkungan rumah maupun diluar rumah dan makan-makanan yang dimakan (Wong,2009). Selain faktor lingkungan sekitar, faktor konsumsi makanan juga dapat menyebabkan Balita mudah untuk terserang diare seperti pada Balita yang tidak diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan akan menyebabkan ketahanan tubuh menurun untuk menghadapi patogen-patogen yang menyebabkan timbulnya penyakit kepada Balita. Selain pemberian ASI eksklusif, kurangnya pemberian jumlah makanan yang diberikan kepada Balita dapat menyebabkan Balita menderita malnutrisi yang akan mengakibatkan kekebalan tubuh Balita menurun (Wong, 2009). Selain lingkungan didalam rumah diare pada Balita terutama usia lebih dari dua tahun bisa didapatkan dari luar lingkungan seperti dengan lingkungan yang kurang baik dan penular dari teman bermain yang menderita diare serta Balita yang suka membeli jajan makanan yang memiliki sanitasi yang kurang bersih sehingga Balita mudah terserang patogen-patogen yang menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit infeksi. Penelitian Wulandari (2009) dengan hasil uji statistic Chi-square menunjukkan nilai p=0,623 (p>0,05) yang artinya tidak ada hubungan antara jenis pekerjaan ibu dengan kejadian diare pada Balita. Hasil ini disebabkan bahwa seorang ibu yang tidak bekerja maupun yang bekerja bukanlah selalu menjadi faktor terjadinya diare pada Balita, karena seorang ibu yang tidak bekerja belum bisa dipastikan dapat menerapatkan prilaku hidup bersih kepada anaknya dan dirinya sendiri sedangkan pada ibu yang bekerja juga belum bisa dipastikan selalu menyebabkan diare, karena seorang ibu yang bekerja masih memiliki waktu untuk mengasuh Balitanya jika pekerjaan tersebut tidak membutuhkan waktu lama untuk meninggalkan Balita dirumah. 31
Faktor pekerjaan ibu merupakan faktor resiko yang tidak selalu menyebabkan diare. Ibu bekerja jika tidak membiasakan perilaku hidup bersih, maka Balita dapat terserang penyakit infeksi. Perilaku hidup bersih seperti mencuci tangan sebelum makanan, menjaga lingkungan rumah agar tetap bersih, selalu tetap memperhatikan kebersihan Balita dan tidak meninggalkan Balita terlalu lama (Wong, 2009). 32