BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam beberapa hal, organisasi sektor publik memiliki kesamaan dengan sector

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bougette (Perancis) yang berarti sebuah tas kecil. Menurut Indra Bastian (2006),

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2004:62) menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baru dapat dicapai jika seluruh tingkat pimpinan menyelenggarakan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai wujud dari

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 88 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI BANYUMAS, TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH. menetapkann. Sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah menuntut pemerintah harus memberikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011

Apa sebenarnya SPI dan SPIP?

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR : 05 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH KABUPATEN BIMA BUPATI BIMA,

BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Otonomi Daerah di Pemerintahan Indonesia, sehingga setiap

Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

SPIP adalah sistem pengendalian intern diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Peraturan dan Perundang-undangan yang Berkaitan dengan Keuangan Daerah

PERANAN APIP DALAM PELAKSANAAN SPIP

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Tetapi untuk pelaksanaan fungsi birokrasi pemerintah, keberadaan sektor publik

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. tidak berorientasi pada kinerja, dapat menggagalkan perencanaan yang telah

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) KABUPATEN SITUBONDO

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB I PENDAHULUAN. membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi akan perwujudan dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government). Good governance. yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Menimbang. Mengingat. Menetapkan

Materi kuliah ASP dapat di unduh (download) di : Agus Widarsono, SE.,M.Si, Ak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. Menurut Coso dalam Hartadi (1999: 92) pengendalian intern

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

2012, No.51 2 Indonesia Tahun 2004 Nomor 5; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Peme

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan sejak adanya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintahan Kota Surakarta) dalam penelitiannya menyimpulkan sebagai berikut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Ulum, 2004). (Stanbury, 2003 dalam Mardiasmo, 2006).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BUPATI PURWOREJO, PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 9 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan (purposive

BAB I PENDAHULUAN. manajemen pemerintah pusat dan daerah (propinsi, kabupaten, kota). Hal tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Purnomo (2015) melakukan penelitian tentang Penilaian Kinerja Berbasis

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 5 TAHUN 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kesatuan yang utuh (Mahmudi, 2011). Menurut Mardiasmo (2009), keilmuan jika memenuhi tiga karakteristik dasar, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun

TENTANG TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI

2017, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembar

PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel Penelitian

A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB II LANDASAN TEORI. A. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah sarana atau alat untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 22 TAHUN 2011

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWATENGAH NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH

Pada hakekatnya reformasi birokrasi pemerintah merupakan proses

BAB I PENDAHULUAN. Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak. perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik.

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 11 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akuntansi Sektor Publik 2.1.1 Pengertian Akuntansi Sektor Publik Dari sudut pandang ilmu ekonomi, sektor publik dapat dipahami sebagai suatu entitas yang aktivitasnya berhubungan dengan usaha untuk menghasilkan barang dan pelayanan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik. Dalam beberapa hal, organisasi sektor publik memiliki kesamaan dengan sector swasta. Keduanya menggunakan sumber daya yang sama dalam mencapai tujuannya dan memiliki kemiripan dalam proses pengendalian. Akan tetapi, untuk tugas tertentu keberadaan sektor publik tidak dapat digantikan oleh sektor swasta, misalnya fungsi birokrasi pemerintahan. Menurut Indra Bastian (2010 : 6) mendefinisikan Akuntansi Sektor Publik sebagai berikut : Akuntansi Sektor Publik adalah mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen di bawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM dan yayasan sosial pada proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta. 10

11 Sedangkan menurut Mardiasmo (2007 : 14) mendefinisikan Akuntansi Sektor Publik sebagai berikut : Akuntansi Sektor Publik merupakan alat informasi baik bagi pemerintah sebagai manajemen maupun alat informasi bagi publik. Sedangkan menurut Abdul Halim (2004:18) mendefinisikan Akuntansi Sektor Publik sebagai berikut : Akuntansi Sektor Publik adalah sebuah kegiatan jasa dalam rangka penyediaan informasi kuantitatif terutama yang bersifat keuangan dari entitas pemerintah guna pengambilan keputusan ekonomi yang nalar dari pihak-pihak yang berkepentingan atas berbagai alternatif arah tindakan. Berdasarkan definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Akuntansi Sektor Publik merupakan mekanisme teknik, alat informasi akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat informasi baik bagi pemerintah sebagai manajemen maupun alat informasi bagi publik. 2.1.2 Tujuan Akuntansi Sektor Publik American Accounting Association (1970) dalam Glynn (1993) yang dikutif yang dikutip oleh Indra Bastian (2010 : 77) menyatakan bahwa tujuan akuntansi pada organisasi sektor publik adalah untuk : 1. Memberikan informasi yang diperlukan untuk mengelola secara tepat, efisien dan ekonomis atas suatu operasi dan alokasi sumber daya yang dipercayakan kepada organisasi.

12 2. Memberikan informasi yang memungkinkan bagi manjer untuk melaporkan pelaksanaan tanggung jawab mengelola secara tepat dan efektif program dan penggunaan sumber daya yang menjadi wewenangnya dan memungkinkan bagi pegawai pemerintah untuk melaporkan kepada publik atas hasil operasi pemerintah dan penggunaan dana publik. Akuntansi Sektor Publik terkait dengan tiga hal pokok, yaitu penyediaan informasi, pengendalian manajemen, dan akuntabilitas. Dimana, bagi pemerintah, informasi akuntansi digunakan dalam proses pengendalian manajemen mulai dari perencanaan stratejik, pembuatan program, penganggaran, evaluasi kinerja, dan pelaporan kinerja. 2.2 Anggaran Sektor Publik 2.2.1 Pengertian Anggaran Sektor Publik Menurut Government Accounting Standards Board (GASB) yang dikutip oleh Indra Bastian (2010 : 79), definisi anggaran adalah : Rencana operasi keuangan yang mencakup estimasi yang diusulkan dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya dalam periode tertentu. Anggaran menjadi penghubung antara sumber daya keuangan dengan perilaku manusia dalam rangka pencapaian tujuan keuangan sehingga tujuan utama anggaran kemudian adalah untuk mengalokasikan dan menggunakan sumber daya yang terbatas dalam mencapai tujuan baik di dalam organisasi sektor swasta maupun publik.

13 Anggaran sektor publik yang mempunyai fungsi yang berbeda dengan anggaran sektor swasta, karena anggaran sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik. Anggaran sektor publik lebih banyak batasan dari pada anggaran sektor swasta. 2.2.2 Fungsi Anggaran Sektor Publik Menurut Mardiasmo (2007 : 63) Anggaran Sektor Publik mempunyai beberapa fungsi utama, yaitu : 1. Alat Perencanaan 2. Alat Pengendalian 3. Alat Kebijakan Fiskal 4. Alat Politik 5. Alat Koordinasi dan Komunikasi 6. Alat Penilaian Kinerja 7. Alat Motivasi 8. Alat menciptakan Ruang Publik Fungsi anggaran sektor publik diatas dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Alat Perencanaan, merupakan alat perencanaan manajemen untuk mencapai tujuan organisasi, apa yang akan dilakukan, berapa biayanya dan berapa hasilnya.

14 2. Alat Pengendalian, anggaran memberikan rencana detail atas pendapatan dan pengeluaran pemerintah. Anggaran merupakan alat untuk memonitor kondisi keuangan dan pelaksanaan operasional program. 3. Alat Kebijakan Fiskal, melalui anggaran dapat diketahui arah kebijakan fiskal pemerintah dapat digunakan untuk menstabilkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. 4. Alat Politik, anggaran sebagai bentuk kesepakatan antara eksekutif dan legislatif atas penggunaan dana publik. 5. Alat Koordinasi dan Komunikasi, yang menghubungkan berbagai unit kerja dan mekanisme kerja antar atasan dan bawahan. 6. Alat Penilaian Kinerja, kinerja eksekutif akan dinilai berdasarkan pencapaian target dan efisiensi pelaksanaan anggaran. 7. Alat Motivasi bagi pemerintah untuk bekerja secara ekonomis, efektif dan efisien dalam mencapai target dan tujuan organisasi. 8. Alat menciptakan Ruang Publik, kelompok masyarakat bisa terlibat dalam proses penganggaran publik. 2.2.3 Jenis-Jenis Anggaran Menurut Nafarin (2008:38), anggaran dapat dikelompokkan dari beberapa sudut pandang, antara lain: 1. Menurut dasar penyusunan Menurut dasar penyusunan, anggaran terdiri dari anggaran variabel dan anggaran tetap.

15 2. Menurut cara penyusunan Menurut cara penyusunan, anggaran terdiri dari anggaran periodik dan anggaran kontinu 3. Jangka waktu dan menurut bidangnya. Menurut jangka waktu, anggaran terdiri dari anggaran jangka pendek dan anggaran jangka panjang. Sedangkan menurut bidangnya, anggaran terdiri dari anggaran 2.3 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD ) 2.3.1 Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Seperti halnya Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, pengurusan keuangan daerah juga diatur dengan membaginya menjadi pengurusan umum dan pengurusan khusus. Dengan demikian pada Pemerintah Daerah terdapat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam pengurusan umum nya dan kekayaan milik daerah yang dipisahkan pada pengurusan khusus nya Penyusunan APBD bukan hanya untuk memenuhi ketentuan konstitusional yang dimaksud dalam Undang- Undang 1945 akan tetapi dimaksudkan pula sebagai rencana kerja yang akan dilaksanakan oleh pemerintah dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Berdasarkan pasal 64 ayat (2) Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah APBD di definisikan sebagai berikut : Rencana operasional keuangan Pemerintah Daerah, di mana di suatu pihak menggambarkan perkiraan setinggi-tingginya guna membiayai

16 kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam 1 tahun anggaran tertentu, dan pihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaranpengeluaran dimaksud. Dalam melaksanakan pengurusan keuangan Negara ini Pemerintah menyusun dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintahan Pusat dan Daerah dinyatakan dalam pasal 1 butir (17): Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan daerah tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah menurut Peraturan Pemerintah No.105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban keuangan Daerah dinyatakan dalam pasal 1 butir (2): Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana Keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD.

17 APBD adalah suatu Anggaran Daerah. Kedua definisi APBD diatas menunjukan bahwa suatu Anggaran Daerah, termasuk APBD, memiliki unsurunsur sebagai berikut : 1. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci. 2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaranpengeluaran yang akan dilaksanakan 3. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka. 4. Periode Anggaran, yaitu biasanya 1 (satu) tahun. Rancangan APBD terbagi dalam tiga pos yaitu pos satu adalah Pendapatan dan pos dua adalah Belanja Daerah dan pos tiga Pembiayaan. Pendapatan Daerah diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan yang berasal dari pemberian pemerintah/instansi yang lebih tinggi yang sekarang dikenal dengan nama Dana Perimbangan, dan Dana Pinjaman Daerah. Pengeluaran dana atau Belanja dalam APBD ini secara garis besar dikelompokan ke dalam empat kelompok yaitu : Belanja Aparatur, Belanja Publik, Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan dan Belanja Tidak Tersangka, salah satu pengeluaran dalam APBD yang di anggarkan yaitu Anggaran Belanja Publik. Anggaran Belanja Publik disusun atas dasar kebutuhan nyata masyarakat No.903/2735/SJ perihal Pedoman Umum Penyusunan dan Pelaksanaan APBD Tahun anggaran 2001, penyusunan APBD hendaknya mengacu pada norma dan prinsip anggaran sebagai berikut :

18 1. Transportasi dan Akuntabilitas Anggaran Transparansi tentang anggaran daerah merupakan salah satu persyaratan paling utama untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih, dan bertanggungjawab. Mengingat anggaran daerah merupakan salah satu sarana evaluasi pencapaian kinerja dan tanggungjawab pemerintah mensejahterakan masyarakat, maka APBD harus dapat memberikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan/proyek yang dianggarkan. 2. Disiplin Anggaran Anggaran yang disusun harus dilakukan berlandaskan atas asas efisiensi, tepat guna, tepat waktu dan dapat dipertanggungjawabkan. 3. Keadilan Anggaran Pembiayaan pemerintah daerah dilakukan melalui mekanisme pajak dan retribusi yang dipikul oleh segenap lapisan masyarakat untuk itu perintah wajib mengalokasikan penggunaan secara adil agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan. 4. Efisiensi dan efektivtias Anggaran Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilakn peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat. Oleh karena itu untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran, maka dalam

19 perencanaan perlu ditetapkan secara jelas tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang akan diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan / proyek yang diprogamkan. 5. Format Anggaran Pada dasarnya APBD disusun berdasarkan format Anggaran Defisit (Defisit Budget Format). Selisih antara Pendapatan dan Belanja mengakibatkan terjadinya surplus dan defisit anggaran, apabila terjadi surplus, daerah dapat membentuk dana cadangan. Sedangkan bila terjadi defisit, dapat ditutupi melalui sumber pembiayaan pinjaman dan atau penerbitan obligasi daerah sesuai pembiayaan pinjaman perundangundangan yang berlaku. 2.3.2 Karakteristik Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Karakteristik APBD di era reformasi menurut Abdul Halim (2004 : 16) antara lain adalah : a. APBD disusun oleh DPRD bersama-sama Kepala Daerah (Pasal 30 Undang-undang Nomor 5/1975). b. Pendekatan yang dipakai dalam penyusunan anggaran adalah pendekatan line-item atau pendekatan tradisional. Dalam pendekatan ini anggaran disusun berdasarkan jenis penerimaan dan pengeluaran. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling tradisional (tertua) di antara berbagai pendekatan penyusunan anggaran. Pendekatan yang lebih maju misalnya adalah :

20 1. Program Budgeting Anggaran disusun berdasarkan pekerjaan atau tugas yang akan dijalankan. Pendekatan ini mengutamakan efektivitas. 2. Performance Budgeting Penekanan pendekatan ini ada pada pengukuran hasil pekerjaan (kinerja) sehingga output (keluaran)dapat dibandingkan dengan pengeluaran dana yang telah dilakukan. Pendekatan ini memperhatikan efisiansi. 3. Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS) Pendekatan ini merupakan variasi dari performance budgeting. PPBS menggabungkan 3 unsur, yaitu perencanaan hasil, pemrograman kegiatan untuk mencapai hasil yang diinginkan, dan penganggaran (alokasi dana) untuk mencapai hasil yang diinginkan. 4. Zero Base Budgeting Pendekatan penganggaran dasar nol juga merupakan variasi dari performance budgeting yang menitikberatkan kepada efisiensi anggaran. Oleh karenanya, menurut pendekatan ini, penyusunan anggaran dengan didasarkan pada anggaran tahun lalu mengandung resiko tersusunnya anggaran yang tidak efisien. Karena tidak dapat menggunakan anggaran tahun lalu sebagai dasar penyusunan anggaran tahun berjalan, maka pendekatan ini menuntut perencanaan yang baik. Hal ini dapat dicapai melalui pengkoordinasian bagian perencanaan dan penganggaran dalam satu wadah organisasi.

21 c. Siklus APBD terdiri atas perncanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemeriksaan, dan penyusunan dan penetapan perhitungan APBD. Penyusunan dan penetapan perhitungan APBD merupakan pertanggungjawaban APBD. Pertanggungjawaban itu dilakukan dengan menyampaikan perhitungan APBD kepada Menteri Dalam Negeri untuk Pemerintah Daerah Tingkat I dan kepada Gubernur untuk Pemerintah Daerah Tingkat II. Jadi, pertanggungjawaban bersifat vertikal. d. Dalam tahap pengawasan dan pemeriksaan dan tahap penyusunan dan penetapan perhitungan APBD, pengendalian dan pemeriksaan / audit terhadap APBD bersifat keuangan. Hal ini tampak pada pengawasan APBD berdasarkan objek yang meliputi pengawasan pendapatan daerah dan pengawasan pengeluaran daerah. Pengawasan tersebut tidak memperhitungkan pertanggungjawaban dari aspek lain, misalnya dari aspek kinerja. e. Pengawasan terhadap pengeluaran daerah dilakukan berdasarkan ketaatan terhadap tiga unsur utama, yaitu unsur ketaatan pada peraturan perundangan yang berlaku, unsur kehematan dan efisiensi,dan hasil program (untuk proyek-proyek daerah). f. Sistem akuntansi keuangan daerah menggunakan stelsel cameral (tata buku anggaran). Menurut stelsel (system pembukuan ) ini, penyusunan anggaran dan pembukuan saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Dasar pemilihan stelsel kameral dan bukannya stelsel komersial (tata buku kembar/berpasangan) adalah tujuan pembukuan. Karena tujuan

22 pembukuan keuangan daerah di era pra reformasi adalah pembukuan pendapatan, maka stelsel yang cocok digunakan adalah stelsel komersial. Pada stelsel kameral, diperolehnya pendapatan adalah pada saat penerimaan, sedangkan pembiayaan terjadi pada saat dilakukan pembayaran. Oleh karena itu stelsel kameral ini disebut juga tata buku kas 2.3.3 Proses Penyusunan dan Penetapan APBD Proses penyusunan APBD menurut Laporan Kemajuan Kegiatan Implementasi Otonomi Daerah Tahun 2000 yang disusun oleh Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah pada Bab III tentang penyusunan dan penetapan APBD pasal 21 dijelaskan proses penyusunan APBD sebagai berikut : (1) Dalam rangka menyiapkan rancangan APBD, Pemerintah Daerah bersama-sama DPRD menyusun arah dan kebijakan umum APBD. (2) Berdasarkan arah dan kebijakan umum APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah Daerah menyusun strategi dan prioritas APBD. (3) Berdasarkan strategi dan prioritas APBD sebagaiman dimaksud dalam ayat (2) dan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan Keuangan Daerah, Pemerintah Daerah menyiapkan rancangan APBD. Sedangkan Proses Penetapan APBD menurut Laporan Kemajuan Kegiatan Implementasi Otonomi Daerah Tahun 2000pada Bab III pasal 22, dijelaskan sebagai berikut : (1) Kepala Daerah menyampaikan rancangan APBD kepada DPRD untuk mendapatkan persetujuan

23 (2) Apabila rancangan APBD tidak disetujui DPRD, Pemerintah Daerah berkewajiban menyempurnakan rancangan APBD tersebut. (3) Penyempurnaan rancangan APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), harus disampaikan kembali kepada DPRD. (4) Apabila rancangan APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak disetujui DPRD, pemerintah Daerah menggunakan APBD tahun sebelumnya sebagai dasar pengurusan Keuangan Daerah. 2.4 Anggaran Berbasis Kinerja Menurut Sony Yuwono,dkk. (2005 : 34) mendefinisikan Anggaran Kinerja sebagai berikut : Anggaran Kinerja adalah sistem anggaran yang lebih menekankan pada pendayagunaan dana yang tersedia untuk mencapai hasil yang optimal. Sistem anggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem yang mencakup kegiatan penyusunan program dan tolak ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Dengan anggaran kinerja akan terlihat juga hubungan yang jelas antara input, output dan outcome yang akan mendukung terciptanya sistem pemerintahan yang baik. Untuk dapat mengukur anggaran berbasis kinerja, pemerintah daerah terlebih dahulu harus memiliki Renstra. Menurut Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) mendefinisikan rencana stratejik sebagai berikut :

24 Perencanaan stratejik merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu satu taun sampai dengan lima tahun dengan memperhitungkan potensi, peluang dan kendala. Jadi Renstra merupakan kegiatan dalam mencari tahu dimana organisasi berada pada saat ini, arahan kemana organisasi harus menuju, dan bagaimana cara (strategi) untuk mencapai tujuan itu. Oleh karena itu, Renstra merupakan analisis dan pengambilan keputusan strategi untuk masa depan organisasi untuk menempatkan dirinya pada masa yang akan datang. Pada prinsipnya, terdapat beberapa langka h yang lazim dalam melakukan perencanaan stratejik yaitu, merumuskan visi dan misi, memutuskan tujuan dan sasaran, dan merumuskan stratejik-stratejik untuk mencapai tujuan dan sasaran. Menurut Sony Yuwono,dkk. (2005 : 37) menjelaskan bahwa untuk dapat melaksanakan anggaran kinerja dengan baik di lembaga pemerintah daerah diperlukan syarat utama, yaitu: 1. Keterlibatan DPRD dalam perencanaan anggaran DPRD sebagai wakil masyarakat peran yang sangat penting dalam ikut menyusun perencanaan anggaran. 2. Adanya desentralisasi wewenang hingga ke level unit kerja sebagai pusat pertanggungjawaban. Menurut Darise (2008:146), penganggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggararan yang dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara keluaran dan hasil yang diharapkan dari kegiatan dan program termasuk efisiensi

25 dalam pencapaian keluaran dari hasil tersebut. Siklus anggaran meliputi empat tahap yang diungkapkan menurut Mardiasmo (2009:70) yang terdiri atas: 1. Tahap Persiapan Pada tahap persiapan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar taksiran pendapatan yang tersedia. Yang didasari oleh visi, misi, dan tujuan organisasi. Terkait dengan hal tersebut, perlu diperhatikan bahwa sebelum menyetujui taksiran pengeluaran, hendaknya dilakukan penaksiran pendapatan terlebih dahulu. 2. Tahap Ratifikasi Tahap ini merupakan tahap yang melibatkan proses politik yang cukup rumit. Pimpinan eksekutif dituntut memiliki integritas serta kesiapan mental yang tinggi. Hal tersebut penting karena dalam tahap ini pimpinan eksekutif harus mempunyai kemampuan untuk menjawab dan memberikan argumentasi yang rasional atas segala pertanyaan dan bantahan dari pihak legislatif. 3. Tahap Implementasi Dalam tahap pelaksanaan anggaran, hal terpenting yang diperhatikan oleh manajer keuangan publik adalah dimilikinya sistem (informasi) akuntansi dan sistem pengendalian manajemen. Manajer keuangan publik dalam hal ini bertanggungjawab untuk menciptakan sistem akuntansi yang memadai dan handal untuk perencanaan dan pengendalian anggaran yang telah disepakati, dan bahkan diandalkan untuk tahap penyusunan anggaran periode berikutnya.

26 4. Tahap Pelaporan dan Evaluasi Tahap persiapan, ratifikasi, dan implementasi anggaran terkait dengan aspek operasional anggaran, sedangkan tahap pelaporan dan evaluasi terkait dengan aspek akuntabilitas. Jika tahap implementasi telah didukung dengan sistem akuntansi dan sistem pengendalian manajemen yang baik, maka diharapkan tahap pelaporan dan evaluasi tidak akan menemui banyak masalah. 2.5 Penilaian Kinerja Menurut Indra Bastian (2010:329) mendefinisikan Kinerja sebagai berikut: Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi. Sedangkan menurut Mardiasmo (2007:122) menjelaskan bahwa Penilaian Kinerja memiliki tujuan atau manfaat bagi manajemen untuk : a) Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen ; b) Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang tela ditetapkan ; c) Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan membandingkannya dengan target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja ;

27 d) Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward & punishment) secara objektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati ; e) Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi ; f) Membantu mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi 2.6 Sistem Pengendalian Internal Pemerintah Undang-undang di bidang keuangan negara membawa implikasi perlunya sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan. Hal ini baru dapat dicapai jika seluruh tingkat pimpinan menyelenggarakan kegiatan pengendalian atas keseluruhan kegiatan di instansi masing-masing. Dengan demikian maka penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban, harus dilaksanakan secara tertib, terkendali, serta efisien dan efektif. Untuk itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah dapat mencapai tujuannya secara efisien dan efektif, melaporkan pengelolaan keuangan negara secara andal, mengamankan aset negara, dan mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sistem ini dikenal sebagai Sistem Pengendalian Intern yang dalam penerapannya harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah tersebut.

28 Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara memerintahkan pengaturan lebih lanjut ketentuan mengenai sistem pengendalian intern pemerintah secara menyeluruh dengan Peraturan Pemerintah. Sistem Pengendalian Intern dalam Peraturan Pemerintah ini dilandasi pada pemikiran bahwa Sistem Pengendalian Intern melekat sepanjang kegiatan, dipengaruhi oleh sumber daya manusia, serta hanya memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan mutlak. Berdasarkan pemikiran tersebut, dikembangkan unsur Sistem Pengendalian Intern yang berfungsi sebagai pedoman penyelenggaraan dan tolok ukur pengujian efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern. Pengembangan unsur Sistem Pengendalian Intern perlu mempertimbangkan aspek biaya-manfaat (cost and benefit), sumber daya manusia, kejelasan kriteria pengukuran efektivitas, dan perkembangan teknologi informasi serta dilakukan secara komprehensif. 2.6.1 Pengertian Sistem Pengendalian Internal Dijelaskan oleh Mahmudi (2010: 20) bahwa sistem akuntansi berkaitan erat dengan sistem pengendalian internal organisasi. Sistem akuntansi yang baik adalah sistem akuntansi yang di dalamnya mengandung sistem pengendalian yang memadai. Pengertian sistem pengendalian intern adalah proses yang integral dari tindakan dan kegiatan yang dilakukan oleh manajemen (eksekutif) dan jajarannya untuk memberikan jaminan atau keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan

29 organisasi dalam melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan laporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundangundangan. Menurut PP No. 60 tahun 2008 dijelaskan bahwa Sistem Pengendalian Internal adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP, adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. 2.6.1.1 Tujuan Pengendalian Internal Untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan berpedoman pada SPIP sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. SPIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan

30 pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Tujuan penyelenggaraan tersebut adalah untuk menentukan apakah pengendalian telah berjalan seperti yang dirancang dan apakah orang yang melaksanakan memiliki kewenangan serta kualifikasi yang diperlukan untuk melaksanakan pengendalian secara efektif, sedangkan tujuan dibangunnya sistem pengendalian intern menurut Mahmudi (2010:20) adalah : 1. Untuk melindungi aset (termasuk data) negara 2. Untuk memelihara catatan secara rinci dan akurat 3. Untuk menghasilkan informasi keuangan yang akurat, relevan, dan andal 4. Untuk menjamin bahwa laporan keuangan disusun sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku (Standar Akuntansi Pemerintah/SAP) 5. Untuk efisiensi dan efektifitas operasi 6. Untuk menjamin ditaatinya kebijakan manajemen dan peraturan perundangan yang berlaku. 2.6.1.2 Unsur-Unsur Pengendalian Internal Menurut PP No 60 tahun 2008 bahwa SPIP terdiri atas unsur: 1. Lingkungan pengendalian; 2. Penilaian risiko; 3. Kegiatan pengendalian; 4. Informasi dan komunikasi; dan 5. Pemantauan pengendalian intern.

31 Penerapan unsur SPIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan menyatu dan menjadi bagian integral dari kegiatan Instansi Pemerintah. 1. Lingkungan Pengendalian Pada PP No. 60 tahun 2008 pasal 4 di jelaskan bahwa Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern dalam lingkungan kerjanya, melalui: a. Penegakan integritas dan nilai etika; b. Komitmen terhadap kompetensi; c. Kepemimpinan yang kondusif; d. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan; e. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat; f. Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan SDM 2. Penilaian Risiko Dalam rangka penilaian risiko, pimpinan Instansi Pemerintah dapat menetapkan tujuan pada tingkatan kegiatan, dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Penilaian risiko ini terdiri atas: a. Penetapan tujuan instansi secara keseluruhan b. Penetapan tujuan pada tingkatan kegiatan c. Identifikasi risiko d. Analisi risiko e. Mengelola risiko selama perubahan

32 3. Kegiatan Pengendalian Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dari sifat, tugas dan fungsi yang bersangkutan. Kegiatan pengendalian sebagaimana yang dimaksud pada PP NO. 60 tahun 2008 pasal 18 ayat (3) terdiri atas: a. Reviu atas kinerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan; b. Pembinaan sumber daya manusia; c. Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi; d. Pengendalian fisik atas aset; e. Penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja; f. Pemisahan fungsi; g. Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting; h. Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian; i. Pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya; j. Akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan k. Dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting. Menurut Mahmudi (2010:22) Komponen penting yang terkait dengan sistem pengendalian internal khususnya kegiatan pengendalian antara lain: a. Sistem dan prosedur akuntansi b. Otorisasi c. Formulir, dokumen dan catatan d. Pemisahan tugas

33 4. Informasi dan Komunikasi Pimpinan Instansi Pemerintah wajib mengidentifikasi, mencatat dan mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat. Komunikasi atas informasi sebagaimana dimaksud wajib diselenggarakan secara efektif. Untuk menyelenggarakan komunikasi yang efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah harus sekurang-kurangnya: a. Menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi; dan b. Mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi secara terus menerus. 5. Pemantauan Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan pemantauan Sistem Pengendalian Intern. Pemantauan Sistem Pengendalian Intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya. Pemantauan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) diselenggarakan melalui kegiatan pengelolaan rutin, supervisi, pembandingan, rekonsiliasi, dan tindakan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas. 2.6.1.3 Pihak Yang Bertanggung Jawab Atas Pengendalian Internal Menurut Jalu Aribowo (2009) peran dan tanggung jawab orang-orang dalam organisasi terhadap SPIP adalah: a. Manajemen

34 Dalam hal ini adalah Menteri/Pimpinan, lembaga, Gubernur, dan bupati/walikota serta jajaran manajemen di lingkungannya. Para pimpinan inilah yang paling bertanggungjawab menyelenggarakan SPIP dilingkungan kerjanya. Disamping itu pimpinan memegang peranan penting dalam penerapan SPIP yang memerlukan keteladanan dari pimpinan yang mempengaruhi integritas, etika dan faktor lainnya dari lingkungan pengendalian yang positif. b. Seluruh pegawai SPIP dengan berbagai tingkatan, menjadi tanggungjawab semua pegawai dalam suatu instansi dan seharusnya ada dalam uraian pekerjaan setiap pegawai. Setiap pegawai menghasilkan informasi yang digunakan dalam sistem pengendalian intern atau melakukan tindakan lain yang diperlukan untuk mempengaruhi pengendalian. Setiap pegawai juga harus bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan masalah dalam pelaksanaan kegiatan instansi, ketidakpatuhan terhadap aturan prilaku, serta pelanggaran kebijakan atau tindakan-tindakan yang illegal lainnya. c. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) memiliki peran yang penting untuk mengevaluasi efektivitas penerapan SPIP, dan memberikan kontribusi terhadap efektivitas SPIP yang sedang berlangsung. Karena posisi organisasi APIP independen dari manajemen serta otoritas yang disandangnya, APIP sering berperan dalam fungsi pemantauan. d. Auditor Eksternal dan Pihak Luar Instansi

35 Sejumlah pihak luar sering memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan instansi. Auditor eksternal membawa pandangan yang objektif dan independen, mengkontribusikan langsung melalui pernyataan audit atas laporan keuangan dan tidak langsung menyediakan informasi penting untuk manajemen dalam menjalankan tanggung jawabnya termasuk sistem pengendalian intern. Pihak lain yang juga memberikan pengaruh kepada instansi adalah legislator, regulator dan stakeholders lainnya yaitu pihak-pihak yang berkepentingan atau terkait dengan instansi. Namun pihak luar tidak bertanggung jawab atau tidak menjadi bagian dalam sistem pengendalian intern. 2.6.1.4 Keterbatasan Pengendalian Internal Menurut Hiro Tugiman (2006:9) menyatakan bahwa permasalahan pengendalian yang merupakan keterbatasan, antara lain: 1. Banyak pengendalian yang ditetapkan memiliki tujuan yang tidak jelas. 2. Pengendalian lebih diartikan sebagai tujuan akhir yang harus dicapai bukan sebagai atau sasaran untuk mencapai tujuan organisasi. 3. Pengendalian ditetapkan terlalu berlebihan (over controlling) tanpa memperhatikan sisi manfaat dan biayanya 4. Penerapan yang tidak tepat dari pengendalian juga mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya inisiatif dan kreatifitas setiap orang.

36 5. Pengendalian tidak memperhitungkan aspek perilaku (behavioral ) padahal faktor manusia merupakan kunci utama untuk berhasilnya suatu pengendalian. 2.6.1.5 Efektivitas Pengendalian Internal Efektivitas adalah ukuran keberhasilan suatu kegiatan atau program yang dikaitkan dengan tujuan yang ditetapkan. Suatu pengendalian internal dikatakan efektif bila memahami tingkat sejauh mana tujuan operasi entitas tercapai, laporan keuangan yang diterbitkan dipersiapkan secara handal, hukum, dan regulasi yang berlaku dipatuhi. Menurut Mardiasmo (2010: 134) pengertian efektivitas adalah sebagai berikut: Efektivitas adalah ukuran berhasil atau tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi mencapai tujuan, maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan efektif. Hal terpenting yang perlu dicatat adalah bahwa efektivitas tidak menyatakan tentang besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut. Biaya boleh jadi melebihi apa yang telah dianggarkan, boleh jadi dua kali lebih besar daripada yang telah dianggarkan. Efektivitas hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan telah mncapai tujuan yang telah ditetapkan.

37 Berdasarkan pengertian diatas jika dikaitkan dengan penerapan pengendalian internal dapat dikatakan bahwa tercapainya tujuan suatu organisasi ditetapkan oleh pihak manajemen melalui penerapan sistem pengendalian internal. Tujuan sistem pengendalian internal pemerintah sendiri memiliki tujuan untuk mencapai kegiatan pemerintahan yang efektif dan efisien, perlindungan aset negara, keterladanan laporan keuangan, dan kepatuhan pada perundang-undangan dan peraturan serta kebijakan yang berlaku 2.7 Penelitian Sebelumnya Tabel 2.1 Penelitian sebelumnya No Penulis Judul Hasil penelitian Perbedaan 1 Komang Sri Pengaruh penerapan Variabel Endrayani, Penerapan anggaran berbasis dependen pada I Made Anggaran kinerja penelitian ini Pradana Berbasis Kinerja berpengaruh yaitu Adiputra, Terhadap positif dan Akuntabilitas Nyoman Ari Akuntabilitas signifikan Kinerja Instansi Surya Kinerja Instansi terhadap Pemerintah. Darmawan Pemerintah akuntabilitas Sedangkan yang (2014) (Studi Kasus pada kinerja instansi penulis lakukan Dinas Kehutanan pemerintah. adalah Sistem UPT KPH Bali Pengendalian

38 Tengah Internal Kota Singaraja) Pemerintah 2 Sumantri,2013 Penerapan Secara statistik Variabel Anggaran tidak terjadi dependen pada Berbasis Kinerja pengaruh kualitas penelitian ini Badan Layanan sumber daya yaitu kualitas Umum manusia dan sumber daya Berdasarkan Kualitas SDM penerapan anggaran berbasis manusia. Sedangkan yang kinerja, tetapi penulis lakukan secara teknis adalah Sistem berpengaruh. Pengendalian Internal Pemerintah 3 Bakrie Wahid, Pengaruh Hasil penelitian Anggaran (2015) Efektivitas menunjukkan Berbasis Kinerja Pengendalian bahwa Efektifitas dijadikan Anggaran Pengendalian sebagai variabel Terhadap Anggaran (X) dependen, Pelaksanaan berpengaruh pengendalian Anggaran positif dan anggaran Berbasis Kinerja signifikan sebagai variabel Pada Dinas terhadap independen.

39 Pendidikan Kabupaten Pelaksanaan Anggaran Sedangkan yang penulis lakukan Boalemo Berbasis Kinerja adalah Sistem (Y) Pengendalian Internal Pemerintah variabel dependen Anggaran Berbasis Kinerja 4 Pengaruh Hasil pengujian Variabel Venni Anggaran menunjukkan dependen pada Avionita, 2013 Berbasis Kinerja bahwa penelitian ini Terhadap Kinerja implementasi yaitu kinerja Program anggaran berbasis program Peningkatan Disiplin Aparatur kinerja berpengaruh peningkatan disiplin aparatur Instansi positif terhadap instansi Pemerintah kinerja program pemerintah Daerah peningkatan daerah. disiplin instansi aparatur Sedangkan yang penulis lakukan pemerintah adalah Sistem

40 daerah. Pengendalian Internal Pemerintah 5 Haspiarti Pengaruh Penerapan Variabel (2012) Penerapan anggaran dependen: Anggaran berbasis kinerja Akuntabilitas Berbasis Kinerja berpengaruh Kinerja Instansi Terhadap positif Pemerintah Akuntabilitas terhadap Variabel Kinerja Instansi akuntabilitas independen: Pemerintah (Studi kinerja instansi Penerapan Pada Pemerintah pemerintah Anggaran Kota Parepare) Berbasis Kinerja 2.8 Kerangka Pemikiran Pemerintah Daerah sekarang ini dihadapkan oleh banyaknya tuntutan baik dari segi internal, yaitu peningkatan kinerja yang optimal dan segi eksternal yaitu adanya tuntutan masyarakat yang menghendaki agar pemerintah daerah mampu menciptakan tujuan masyarakat daerah yang sejahtera sebagai suatu implikasi dari penerapan otonomi daerah yang mengedepankan akuntabilitas kinerja dan peningkatan pelayanan publik (Abdul Halim, 2007). Pemerintah dalam sebuah negara demokrasi mewakili kepentingan rakyat, uang yang dimiliki pemerintah adalah uang rakyat, dan anggaran yang

41 menunjukkan rencana pemerintah untuk membelanjakan uang rakyat tersebut (Indra Bastian, 2010). Menurut Deddi Nordiawan (2007), kegunaan anggaran adalah sebagai alat penilaian kinerja, artinya anggaran merupakan suatu ukuran yang bisa menjadi patokan apakah suatu bagian atau unit kerja telah memenuhi target, baik berupa terlaksananya aktifitas maupun terpenuhinya efisiensi biaya. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dialokasikan ke unit organisasi pemerintah daerah berupa SKPD (Mahmudi, 2011). APBD merupakan amanat rakyat kepada Pemerintah Daerah untuk mewujudkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat dalam satu tahun fiskal tertentu yang dinyatakan dalam satuan mata uang. Perwujudan amanat rakyat di sisi pemerintah daerah ini dinyatakan dalam bentuk rencana kerja yang akan dilaksanakan pemerintah daerah dengan menggunakan sumber daya yang dimilikinya. Dengan demikian, penyusunan anggaran daerah harus berorientasi pada kepentingan masyarakat/ publik (Indra Bastian, 2006) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan reformasi anggaran daerah dan reformasi dalam pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah. Reformasi yang dilakukan adalah dengan menggunakan pola penganggaran berbasis kinerja dan laporan pertanggungjawaban yang juga bersifat kinerja.

42 Melalui sistem penganggaran berbasis kinerja ini, penetapan besarnya alokasi anggaran daerah lebih mempertimbangkan nilai uang dan nilai uang yang mengikutifungsi sesuai dengan kebutuhan nyata setiap unit kerja. Hal ini karena APBD merupakan penjabaran kuantitatif dari program kebijakan serta usaha pembangunan yang dituangkan dalam bentuk aktifitas yang dimiliki oleh unit kerja terkecil sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang telah dibebankan dalam setiap tahun. Setiap pemerintah daerah akan diketahui kinerjanya dengan menggunakan anggaran berbasis kinerja. Kinerja ini akan tercermin pada laporan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan prestasi kerja SKPD. Ketentuan penerapan anggaran berbasis kinerja telah dinyatakan dalam Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan ini disebutkan tentang penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD). Adanya RKA-SKPD ini berarti telah terpenuhinya kebutuhan tentang anggaran berbasis kinerja dan akuntabilitas, dimana anggaran berbasis kinerja menuntut adanya output optimal atau pengeluaran yang dialokasikan sehingga setiap pengeluran harus berorientasi atau bersifat ekonomi, efisien, dan efektif didalam pelaksanaannya dan mencapainya suatu hasil (outcome). Instansi dituntut untuk membuat standar kinerja pada setiap anggaran kegiatan sehingga jelas tindakan apa yang akan dilakukan, berapa biaya yang dibutuhkan, dan berupa hasil yang diperoleh (fokus pada hasil). Anggaran berbasis kinerja merupakan sistem penganggaran yang berorientasi pada output

43 organisasi dan berkaitan sangat erat dengan visi, misi, dan rencana strategis organisasi. Anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang telah disusun (Indra Bastian, 2006). Menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2003, pengertian anggaran berbasis kinerja adalah suatu pendekatan dalam penyusunan anggaran yang didasarkan pada kinerja atau prestasi kerja yang ingin dicapai. Penerapan dengan pendekatan kinerja didalam kegiatan rencana kinerjanya, instansi pemerintah harus mematuhi unsur-unsur anggaran kinerja yang bisa dipahami dengan baik oleh semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja. Secara umum unsur-unsur yang harus dipahami menurut Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK, 2008) diantaranya: pengukuran kinerja, penghargaan dan hukuman, kontrak kinerja, kontrol eksternal dan internal, serta pertanggungjawaban manajemen agar bisa dilaksanakan sesuai tujuan pelaksanaan kinerjanya. Pengendalian internal pemerintah daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah. Pada dasarnya pengendalian intern merupakan suatu proses yang dijalankan dan dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan yaitu, a) efektifitas dan efisiensi operasi, b) keandalan laporan keuangan, c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku menurut Coso dalam Bastian (2009).

44 Definisi di atas memberikan pengertian bahwa pengendalian internal adalah proses yang dapat dipengaruhi manajemen dan karyawan dalam menyediakan secara layak suatu kepastian mengenai prestasi yang diperoleh secara objektif dalam penerapannya tentang bagian laporan keuangan yang dapat dipercaya, diterapkannya efisiensi dan efektifitas dalam kegiatan operasi perusahaan dan diterapkannya peraturan dan hukum yang berlaku agar ditaati oleh semua pihak. Masih ditemukannya penyimpangan dan kebocoran di dalam laporan keuangan oleh BPK, menunjukkan bahwa Laporan Keuangan Pemerintah Daerah belum memenuhi karakteristik nilai informasi yang disyaratkan. Representasi kewajaran dituangkan dalam bentuk opini itu sendiri dengan mempertimbangkan kriteria kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP); kecukupan pengungkapan; kepatuhan terhadap peraturan perundang - undangan dan efektivitas pengendalian intern ( BPK, 2009). BPK memberikan opini Disclaimer diantaranya disebabkan oleh kelemahan sistem pengendalian internal. Permasalahan penting yang masih ditemukan BPK dalam pemeriksaan LKPD mengenai pengendalian intern antara lain adalah: 1. Pengendalian atas pengelolaan pendapatan daerah belum memadai, di antaranya penatausahaan piutang pajak dan retribusi daerah tidak tertib, penggunaan langsung atas pendapatan daerah, adanya kekurangan penetapan dan penerimaan pajak dan retribusi daerah, penyetoran retribusi daerah tidak dilakukan secara tepat waktu, dan piutang pajak

45 yang telah kadaluarsa serta tunggakan pajak yang berpotensi tidak tertagih 2. Sistem pengendalian intern yang lemah atas pengelolaan hibah, bantuan sosial dan bantuan keuangan yang pada umumnya belum didukung dengan laporan pertanggungjawaban dari para penerima hibah, bantuan sosial dan bantuan keuangan. Dalam penyusunan keuangan daerah yang baik, selain SKPD harus memiliki sumber daya manusia yang kompeten, SKPD juga harus memiliki sistem pengendalian intern yang baik. Lemahnya sistem pengendalian intern dapat mempengaruhi kualitas laporan keuangan daerah yang dihasilkan. Dan salah satu tolak ukur apakah sudah tercapainya tujuan SPIP terhadap keandalan laporan keuangan adalah ditaatinya peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dicerminkan melalui opini BPK yang menjadi ukuran lain mengenai kualitas laporan keuangan pemerintah. Gambar 2.1 Kerangka Penelitian Anggaran Berbasis Kinerja Efektivitas Sistem Pengendalian Internal Pemerintah

46 2.9 Hipotesis Penelitian Hipotesis berdasarkan kajian teori maka hipotesis yang ingin dibuktikan dari penelitian ini adalah: H0:Tidak ada Pengaruh Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Efektivitas Sistem Pengendalian Internal Pemerintah. Ha:Ada Pengaruh Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Efektivitas Sistem Pengendalian Internal Pemerintah.