22/07/2010 TUGAS AKHIR BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. Sandra Widya Setia P.

dokumen-dokumen yang mirip
Pemanfaatan Lahan pada Lokasi Bekas Tambang Tanah Urug di Kecamatan Ngoro, Mojokerto

OLEH : TOMI DWICAHYO NRP :

PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumberdaya alam,

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

JUDUL RUMUSAN INSENTIF DAN DISINSENTIF PENGENDALIAN KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN GIANYAR

Tugas Akhir PW Dosen Pembimbing : Ir. Heru Purwadio, MSP

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

PENGEMBANGAN PERMUKIMAN GOLONGAN MASYARAKAT PENDAPATAN MENENGAH BAWAH DI KECAMATAN DRIYOREJO, KABUPATEN GRESIK

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK PENAMBANGAN BAWAH TANAH

Studi Kelayakan Pengembangan Wisata Kolong Eks Tambang Kabupaten Belitung TA LATAR BELAKANG

Penentuan Nilai Insentif dan Disinsentif Pada Pajak Bumi dan Bangunan Sebagai Instrumen Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian di Sidoarjo

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

fungsi jalan, harga lahan, pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk dan ketersediaan sarana prasarana. C uste s r te I Cluster II

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG

ARAHAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI LESTI KABUPATEN MALANG

Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK PENAMBANGAN BAWAH TANAH

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print)

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR

Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN:

I. 0PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR...

TINJAUAN PUSTAKA. tahun, sebagian besar akibat kegiatan perambahan ilegal, sisanya karena

Oleh : CUCU HAYATI NRP Dosen Pembimbing Ir. Putu Rudy Setiawan, MSc

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI GIANYAR PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN GIANYAR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN

I. PENDAHULUAN. yang mendayagunakan sumberdaya alam dan diharapkan dapat. menjamin kehidupan di masa yang akan datang. Sumberdaya alam yang tidak

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI

TINJAUAN PUSTAKA. berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah,

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TERM OF REFERENCE (KERANGKA ACUAN KERJA) KEGIATAN PEMBUATAN PROFIL INVESTASI DI JATENG SERTA PENINGKATAN KERJASAMA DAN PROMOSI PERTAMBANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGARUH PERKEMBANGAN INDUSTRI MANUFAKTUR (SUBSEKTOR PENGGALIAN) TERHADAP PENDAPATAN PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI KABUPATEN TUBAN

Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan. Skala peta = 1: Jangka waktu perencanaan = 20 tahun

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI DI KEC. BANGOREJO KAB. BANYUWANGI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAHAPAN PENELITIAN & ALUR PIKIR

BUPATI MERAUKE PERATURAN BUPATI MERAUKE NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN. secara besar besaran, maka akan terjadi perubahan ekosistem yang mendasar. Agar

PELINGKUPAN (SCOPING) DAMPAK LINGKUNGAN PERTAMBANGAN

Arahan Peningkatan Ekonomi Masyarakat Petani Jeruk Siam berdasarkan Perspektif Petani di Kec. Bangorejo Kab. Banyuwangi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN. Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN KARS DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG

OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN DRIYOREJO BERDASARKAN KETERSEDIAAN SUMBERDAYA AIR

EKSEKUTIF INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan tanah dari tahun ke tahun semakin meningkat hal ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

ARAHAN ADAPTASI KAWASAN RAWAN ABRASI BERDASARKAN KERENTANAN MASYARAKAT DI PESISIR KABUPATEN TUBAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TATA RUANG KABUPATEN BANDUNG PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR

BAB III METODE PENELITIAN

Tenggara yakni Malaysia, Singapura, dan Brunai Darusalam. Oleh karena itu perlu ditetapkan berbagai langkah kebijakan pengendaliannya.

BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KONSEP PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA DILI TIMOR LESTE

Transkripsi:

TUGAS AKHIR BAB I PENDAHULUAN TUGAS AKHIR PW09 1333 1.1 LATAR BELAKANG Tidak ada penanganan pada lahan bekas (ditinggalkan) Sandra Widya Setia P. 3606 100 008 Dosen Pembimbing : Putu Gde Ariastita, ST, MT Lahan bekas 1. Degradasi Lingkungan (perubahan topografi, penurunan produktifitas lahan, erosi, longsor, penurunan citra kawasan) 2. Terjadi penyerobotan lahan Surabaya, 07 Juli 2010 Pada saat ini upaya yang dilakukan pemerintah Kab. Tuban belum bisa mengatasi nya lahan bekas di Kab. Tuban 1.2 RUMUSAN MASALAH BAB I PENDAHULUAN Adanya lahan bekas yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan, produktifitas lahan menurun dan penyerobotan lahan (okupasi ilegal) Upaya yang dilakukan pemerintah saat ini belum bisa mengatasi nya lahan bekas di Kab. Tuban PERTANYAAN PENELITIAN 1. Faktor faktor apa saja yang menyebabkan lahan bekas? 1.3 TUJUAN & BAB I PENDAHULUAN TUJUAN : merumuskan prioritas penggunaan lahan pada lahan bekas di Kabupaten Tuban : 1. Identifikasi karakteristik lahan bekas. 2. Menentukan tipologi lahan bekas. 3. Merumuskan prioritas penggunaan lahan bekas untuk masing masing tipologi. 4. Merumuskan instrument penanganan lahan bekas berdasarkan penyebabnya. 5. Merumuskan arahan pemanfaatan lahan bekas 1.4 MANFAAT PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN 1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN MANFAAT PENELITIAN TEORITIK Dapat memberikan pengetahuan mengenai pananganan lahan bekas yang. Sebagai rujukan kpd pemerintah Kab. Tuban untuk menyempurnakan arahan yang berkaitan dengan pengelolaan lahan bekas di Kabupaten Tuban. Ruang lingkup wilayah studi: Seluruh lahan bekas di Kabupaten Tuban. Ruang lingkup Pembahasan: Mengidentifikasi karakteristik lahan bekas Menentukan tipologi lahan bekas Merumuskan prioritas penggunaan lahan bekas PRAKTIS Memberikan informasi kpd masyarakat, khusunya pemilik lahan bekas bahwa lahan tidak hanya dapat memberikan manfaat pada saat kegiatan pertambnagan berlangsung tetapi juga setelah selesai. Ruang lingkup Substansi: Peran Lahan bekas. Lahan bekas yang Reklamasi Penggunaan lahan Penanganan lahan. 1

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA SINTESA TEORI SUBSTANSI PERTAMBANGAN LAHAN BEKAS TAMBANG YANG TERLANTAR PENGGUNAAN LAHAN PENGGUNAAN LAHAN BEKAS TAMBANG INSTRUMEN PENANGANAN LAHAN TERLANTAR 1 TEORI: Lahan bekas Lahan bekas yang Penggunaan lahan Penggunaan lahan bekas Disintesakan Indikator penelitian untuk mengidentifikasi karakteristik lahan bekas dan tipologi lahan bekas : Kondisi fisik lahan Kesuburan tanah Faktor pertimbangan ekonomi Resiko kerusakan lingkungan Lokasi Ukuran lahan bekas BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA SINTESA TEORI 2 TEORI: Penggunaan lahan Penggunaan lahan bekas Lahan Bekas Disintesakan Indikator penelitian untuk merumuskan prioritas penggunaan lahan bekas : Alternatif penggunaan lahan bekas Kemampuan ekonomi kota Ketersediaan sumberdaya mineral Investasi dan fasilitas usaha Kondisi fisik lahan Lokasi lahan Status kepemilikan lahan Modal Ijin uasaha Fungsi dokumen arahan Instrumen penanganan SINTESA TEORI 3 TEORI: Instrumen penanganan lahan bekas Disintesakan Indikator penelitian untuk merumuskan instrumen penanganan lahan bekas : Instrumen insentif Instrumen disinsentif BAB II KAJIAN PUSTAKA SINTESA TEORI 4 TEORI: Penggunaan lahan Penggunaan lahan bekas Lahan Bekas Instrumen penanganan lahan bekas Disintesakan Indikator penelitian untuk merumuskan arahan penggunaan lahan bekas : Alternatif penggunaan lahan bekas Kemampuan ekonomi kota Ketersediaan sumberdaya mineral Investasi dan fasilitas usaha Kondisi fisik lahan Lokasi lahan Status kepemilikan lahan Modal Ijin uasaha Fungsi dokumen arahan Instrumen penanganan Instrumen insentif Instrumen disinsentif 3.1 PENDEKATAN PENELITIAN Positivistik : suatu pendekatan yang memiliki kebenaran berdasarkan empiri sensual yakni kebenaran yang bersumber dari empiri fakta pada suatu obyek yang spesifik untuk melakukan analisis terhadap obyek yang spesifik pula. 3.2 JENIS PENELITIAN Deskriptif untuk membuat deskripsi secara sistematis, factual, dan akurat mengenai karakteristik lahan bekas di Kabupaten Tuban dilakukan untuk mengidentifikasi tipologi pada lahan bekas. Perskriptif digunakan untuk merumuskan langkah atau tindakan untuk memecahkan masalah merumuskan arahan penggunaan pada lahan bekas yang sesuai untuk dilakukan berdasarkan karakteristiknya dan kemampuan serta permintaan yang ada di wilayah studi. 2

PENELITIAN No. YANG INGIN DICAPAI 1 Identifikasi karakteristik kawasan bekas INDIKATOR DEFINISI OPERASIONAL kondisi fisik lahan jenis jenis galian C yang dapat berupa batu kapur, tanah liat, fosfat, pedel, pasir kuarsa, atau jenis golongan C lainnya. Luas lahan bekas jenis kerusakan lingkungan tingkat kesuburan tanah luasan yang dimiliki oleh lahan bekas berbagai jenis kerusakan/ gangguan lingkungan yang dialami lahan bekas. Tingkat kesuburan tanah pasca. Kesuburan rendah jika lapisan top soil telah hilang dan tidak memiliki kelembaban tanah (gersang) dan struktur lapisan t h t diid ibbt No. YANG INGIN DICAPAI 2 Menentukan tipologi lahan bekas INDIKATOR DEFINISI OPERASIONAL kondisi fisik lahan jenis jenis galian C yang dapat berupa batu kapur, tanah liat, fosfat, pedel, pasir kuarsa, atau jenis golongan C lainnya. Luas lahan bekas jenis kerusakan lingkungan tingkat kesuburan tanah luasan yang dimiliki oleh lahan bekas berbagai jenis kerusakan/ gangguan lingkungan yang dialami lahan bekas. Tingkat kesuburan tanah pasca. Kesuburan rendah jika lapisan top soil telah hilang dan tidak memiliki kelembaban tanah (gersang) dan struktur lapisan tanahnya terdiri dari bebatuan. K b d di i ik No. YANG INGIN DICAPAI 3 Perumusan prioritas pemanfaatan lahan bekas INDIKATOR jenis peruntukan lahan berdasarkan tipologi Perubahan struktur ekonomi kota Kegagalan pasar lahan jenis pemanfaatan lahan Ketersediaan sumber daya mineral kondisi fisik lahan terhadap kegiatan pemanfaatan lahan Lokasi lahan DEFINISI OPERASIONAL berbagai jenis pemanfaatan lahan berdasarkan tipologinya yang dapat berupa permukiman, industri, wisata, waduk, tempat penimbunan barang, pertanian, kawasan militer, fasum, perdagangan, maupun habitat satwa liar. kandungan sumber daya pada lahan bekas Dukungan kondisi fisik lahan bekas Lokasi lahan bekas Kendala Status kepemilikan Keterkaitan antara status YANG No. INGIN DICAPAI 4 Perumusan instrumen penanganan lahan bekas INDIKATOR instrumen pemanfaatan lahan insentif disinsentif DEFINISI OPERASIONAL tindakan pemerintah yang sifatnya mendorong ke arah perkembangan yang diinginkan seperti mempromosikan lahan, pemabngunan lahan terpadu, revitalisasi,rehabilitasi, pengurangan pajak, bantuan dana dan pemberian kredit, kemudahan administrasi. tindakan pemerintah yang sifatnya membatasi hal-hal yang bertentangan atau tidak mendukung kea rah perkembangan, seperti memperketat perijinan usaha, jaminan reklamasi, pencabutan hak atas lahan, teguran dan peringatan tertulis, keharusan menyewakan lahan, No. YANG INGIN DICAPAI 5 Perumusan arahan pemanfaatan lahan bekas INDIKATOR jenis peruntukan lahan berdasarkan tipologi Perubahan struktur ekonomi kota jenis pemanfaatan lahan Ketersediaan sumber daya mineral DEFINISI OPERASIONAL berbagai jenis pemanfaatan lahan berdasarkan tipologinya yang dapat berupa permukiman, industri, wisata, waduk, tempat penimbunan barang, pertanian, kawasan militer, fasum, perdagangan, maupun habitat satwa liar. kandungan sumber daya pada lahan bekas METODE ANALISIS DATA ALAT ANALISA Identifikasi karakteristik lahan Analisa deskriptif bekas Merumuskan tipologi lahan bekas Analisa kluster Merumuskan prioritas Analitical Hierarchy Proses (AHP) penggunaan lahan bekas pada masing masing tipologi Merumuskan instrumen Analisa skoring likert penanganan lahan bekas Kegagalan pasar lahan kondisi fisik lahan terhadap kegiatan pemanfaatan lahan Lokasi lahan Dukungan kondisi fisik lahan bekas Lokasi lahan bekas Kendala Status kepemilikan Keterkaitan antara status Merumuskan arahan pemanfaatan lahan bekas Analisa Deskriptif 3

4

PENYEBAB LAHAN BEKAS TAMBANG DI KAB. TUBAN TERLANTAR: 1. Habisnya sumber daya pada lahan bekas sehingga hasilnya tidak mampu untuk mendukung proses/kegiatan selanjutnya. 2. Kondisi fisik lahan tidak mendukung untuk digunakan kembali karena terjadi perubahan kondisi topografi. 3. Lokasi lahan bekas jauh dari pusat kota. 4. Status kepemilikan lahan sebagai hak milik menyebabkan sulitnya pemerintah memaksa pengusaha untuk melakukan kewajibannya mereklamasi lahan bekas. 5. Keterbatasan modal 6. Kemudahan dalam proses ijin usaha. 7. Kurang optimalnya fungsi dokumen AMDAL, RKl, dan RPL sebagai dokumen arahan dan pengendalian kegiatan peran. 8. Belum ada instrument penanganan lahan bekas yang sehingga semakin banyak lahan bekas yang. 4.2 ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.2.1 Karakteristik Lahan Bekas Tambang 4.2.1.1 Jenis Tambang Berdasarkan jenis nya, lahan bekas di Kabupaten Tuban dapat dikelopmpokkan menjadi 3 katagori: Lahan bekas pasir kwarsa Lahan bekas tanah liat lahan bekas golongan batu kapur (batu kapur, batu gamping, pedel, tanah urug, dan dolomite) JUMLAH 20 10 JUMLAH LAHAN BEKAS TAMBANG BERDASARKAN JENIS TAMBANGNYA 0 16 pasir kwarsa Jenis terbanyak yang ada di Kab. Tuban 12 tanah liat batu gamping 5 4 batu kapur LAHAN BEKAS TAMBANG 1 tanah urug 6 dolomit 2 pedel 4.2.1.2 Luas Lahan Bekas Tambang dikelopmpokkan menjadi 3 katagori: Luas 0 6 ha Luas 6,1 12,1 ha Luas > 12,1 ha PROPORSI LAHAN BEKAS TAMBANG BERDASARKAN LUASANNYA 9% 9% 82% 0 6 ha 6.1 12.1 ha lebih dari 12.1 ha 4.2.1.2 Luas Lahan Bekas Tambang dikelopmpokkan menjadi 3 katagori: Luas 0 6 ha Luas 6,1 12,1 ha Luas > 12,1 ha PROPORSI LAHAN BEKAS TAMBANG BERDASARKAN LUASANNYA 9% 9% 82% 0 6 ha 6.1 12.1 ha lebih dari 12.1 ha 4.2.1.3 Lokasi Lahan Bekas Tambang dikelopmpokkan menjadi 2 katagori: Dekat dengan pusat kota (apabila terletak di Kec. Tuban, Jenu, Merakurak, Semanding, Pal ang) Jauh dengan pusat kota (bila terletak pada kec. Selain yang telah disebutkan) (dapat dilihat pada peta persebaran) PROPORSI JUMLAH LAHAN BEKAS TAMBANNG BERDASARKAN JARAKNYA DENGAN PUSAT KOTA 33% 67% jauh dekat 4.2.1.3 Lokasi Lahan Bekas Tambang dikelopmpokkan menjadi 2 katagori: Dekat dengan pusat kota (apabila terletak di Kec. Tuban, Jenu, Merakurak, Semanding, Pal ang) Jauh dengan pusat kota (bila terletak pada kec. Selain yang telah disebutkan) (dapat dilihat pada peta persebaran) PROPORSI JUMLAH LAHAN BEKAS TAMBANNG BERDASARKAN JARAKNYA DENGAN PUSAT KOTA 33% 67% jauh dekat 4.2.1.4 Tingkat Kerusakan dikelopmpokkan menjadi 3 katagori tingkatan berdasarkan jenis kerusakannya: Tingkat kerusakan ringan yaitu lahan bekas yang mengalami perubahan topografi saja. Tingkat kerusakan sedang yaitu lahan bekas yang mengalami perubahan topografi dan berkurangnya jenis flora fauna Tingkat kerusakan berat yaitu lahan bekas yang mengalami perubahan topografi, berkurangnya jenis flora fauna dan memiliki potensi longsor. 4.2.1.5 Tingkat Kesuburan Tanah Pasca Tambang dikelopmpokkan menjadi 2 katagori: Tingkat kesuburan sedang Tingkat kesuburan rendah PROPORSI JUMLAH LAHAN BEKAS TAMBANG BERDASARKAN TINGKAT KERUSAKANNYA 76% 24% JUMLAH LAHAN BEKAS TAMBANG BERDASARKAN TINGKAT KERUSAKANNYA sedang rendah 20 18 16 JUMLAH 15 10 5 0 12 rendah sedang berat 4.2.1.6 Akses Ketersediaan akses pada lahan bekas di Kab. Tuban telah terpenuhi semua (100%) tingkat kerusakan 5

4.2.2 Tipologi Lahan Bekas Tambang Penentuan tipologi lahan bekas dilakukan dengan mengelompokkan lahan bekas berdasarkan karakteristiknya. Pengelompokkan ini dilakukan dengan alat analisa cluster hirarkhi. HASIL CLUSTER (DENDOGRAM) HASIL CLUSTER (DENDOGRAM) HASIL CLUSTER (DENDOGRAM) Berdasarkan dendogram (hasil analisa cluster) dengan memotong dendogram pada jarak 0 5 maka tipologi lahan bekas yang terbentuk ada 8 tipologi. Pada jarak 0 5 ini karakteristik lahan bekas masing masing anggota dalam cluster (tipologi) telah sesuai (spesifik) Adapun tipologi hasil analisa cluster yang terbentuk adalah sbb: TIPOLOGI I: Lahan Bekas Tambang Pasir Kwarsa Luasan Kecil Sedang Merupakan Lahan Bekas pasir Kwarsa Memiliki luasan 0 6 ha dan 6,1 12,1 ha Terletak pada lokasi yang Jauh dari Pusat Kota Memiliki tingkat kesuburan rendah Memiliki tingkat kerusakan berat Anggota tipologi : lahan bekas dengan nomor 1, 2, 3, 4, 5, 28, 29, 39, 40, 41, 42, 43, dan 44 TIPOLOGI II: Lahan Bekas Tambang Tanah Liat Dengan Luasan Kecil Jauh dari Pusat Kota Merupakan Lahan Bekas tanah liat Memiliki luasan 0 6 ha Terletak pada lokasi yang jauh dari pusat kota Memiliki tingkat kesuburan sedang Memiliki tingkat kerusakan sedang Anggota tipologi : lahan bekas dengan nomor 6, 11, 19, dan 26 TIPOLOGI III: Lahan Bekas Tambang Golongan Batu Kapur Dengan Luasan Kecil Jauh dari Pusat Kota Merupakan Lahan Bekas batu gamping, batu kapur, pedel, dan dolomit yang merupakan golongan batu kapur Memiliki luasan 0 6 ha Terletakpada lokasi yang jauh dari pusat kota Memiliki tingkatkesuburan rendah Memiliki tingkatkerusakan ringan Anggotatipologi : lahan bekas dengan nomor 7, 8, 9, 10, 27, 30, 31, 32, 33, 34, dan 35 6

TIPOLOGI IV: Lahan Bekas Tambang Pasir Kuarsa Dengan Luasan Sedang Besar Merupakan Lahan Bekas pasir kwarsa Memiliki luasan 6,1 12,1 ha dan >12,1 ha Terletak pada lokasi yang jauh dari pusat kota Memiliki tingkat kesuburan rendah Memiliki tingkat kerusakan berat Anggota tipologi : lahan bekas dengan nomor 12, 13, dan 36 TIPOLOGI V: Lahan Bekas Tambang Tanah Liat Luasan Sedang Besar Dekat dari Pusat Kota Merupakan Lahan Bekas tanah liat Memiliki luasan 6,1 12,1 ha dan >12,1 ha Terletak pada lokasi yang dekat dari pusat kota Memiliki tingkat kesuburan sedang Memiliki tingkat kerusakan sedang Anggota tipologi : lahan bekas dengan nomor 14, 15, dan 46 TIPOLOGI VI: Lahan Bekas Tambang Golongan batu Kapur Dengan Luasan Kecil Dekat dari Pusat Kota Merupakan Lahan Bekas batu gamping, tanah urug, dan pedel yang merupakan golongan batu kapur Memiliki luasan 0 6 ha Terletakpada lokasi yang dekatdari pusat kota Memiliki tingkatkesuburan rendah Memiliki tingkatkerusakan ringan Anggotatipologi : lahan bekas dengan nomor 16, 22, 23, 24 dan 25 TIPOLOGI VII: Lahan Bekas Tambang Tanah Liat Dengan Luasan Kecil Dekat dari Pusat Kota MerupakanLahanBekas tanah liat Memiliki luasan 0 6 ha Terletakpada lokasi yang dekatdari pusat kota Memiliki tingkatkesuburan sedang Memiliki tingkatkerusakan sedang Anggotatipologi : lahan bekas dengan nomor 17, 18, 20, 21, dan 45 TIPOLOGI VIII: Lahan Bekas Tambang Batu Kapur Dekat dari Pusat Kota MerupakanLahanBekas batu Kapur Memiliki luasan 0 6 ha, 6,1 12,1 ha dan >12,1 ha Terletakpada lokasi yang dekatdari pusat kota Memiliki tingkatkesuburan rendah Memiliki tingkatkerusakan ringan Anggotatipologi : lahan bekas dengan nomor 37 dan 38 Untuk proses selanjutnya ditetapkan tiga tipologi yaitu Tipologi IV, Tipologi V, dan Tipologi VIII. Ketiga tipologi ini ditetapkan untuk proses selanjutnya dengan dasar bahwa masing masing tipologi dapat menunjukkan karakteristik yang berbeda satu sama lain dan juga pada tipologi ini memiliki besaran luas sedang besar sehingga lebih utama untuk diselesaikan daripada tipologi lainnya. Adapun tipologi ini selanjtnya akan dinamai berdasarkan karakteristik yang dimiliki sebagai berikut: Tipologi IV disebut sebagai Tipologi A : Lahan Bekas Tambang Pasir Kwarsa. Tipologi V disebut sebagai Tipologi B : Lahan Bekas Tambang Tanah Liat. Tipologi VIII disebut sebagai Tipologi C : Lahan Bekas Tambang Batu Kapur. 4.2.3 Prioritas Penggunaan Lahan Bekas Tambang Pada Masing masing Tipologi Analisa yang digunakan adalah analisa AHP Pada penentuan prioritas penggunaan lahan ini, variabel yang akan di analisa yaitu jenis penggunaan lahan dan faktor penyebab lahan bekas terlntar. Tahap AHP 1. Penyusunan hirarki 2. Penilaian kriteria dan alternatif yang dilakukan melalui kuisioner dan diujikan kepada stakeholder (3 instansi pemerintahan dan 6 pemilik lahan). 3. Penentuan prioritas yang akan dilakukan melalui expert choice. 7

Untuk mencari prioritas penggunaan lahan terlebih dahulu ditentukkan alternatif penggunaan lahan yang sesiai dengan karakteristik masing masing tipologi lahan bekas. Alternatif penggunaan lahan ini ditentukkan berdasarkan studi terkait, rencana tata ruang wil. Kab. Tuban dan juga karakteristik lahan bekas. HASIL ANALISA TIPOLOGI A NO. 1 TIPOLOGI Tipologi A : Lahan Bekas Tambang Pasir Kwarsa Tipologi B : Lahan 2 Bekas Tambang Tanah Liat Tipologi C : Lahan 3 Bekas Tambang Batu Kapur Sumber : Hasil Analisis, 2010 ALTERNATIF PENGGUNAAN LAHAN o Perumahan o Peternakan o Pertanian o Tempat penimbunan bahan o Waduk o Tempat rekreasi o Tempat rekreasi o Perumahan HASIL ANALISA TIPOLOGI B HASIL ANALISA TIPOLOGI C 4.2.4 Instrumen Penanganan Lahan Bekas Tambang Terlantar Untuk menganalisa instrumen penanganan lahan bekas yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan lahan bekas berdasarkan penyebabnya digunakan analisa skoring likert, Tahap analisa skoring 1. Kuisioner 9 stakeholder (3 instansi pemerintahan dan 6 pemilik lahan ) 2. Penghitungan tingkat kemungkinannya Pada analisa ini tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas karena respondennya merupakan stakeholder (ahli) yang memiliki kepentingan dan pengaruh terhadap permasalahn lahan bekas di Kab. Tuban. 8

4.2.5 Arahan Pemanfaatan Lahan Bekas Tambang Mineral Non Logam Untuk merumuskan arahan pemanfaatan lahan bekas dilakukan dengan analisis deskriptif. Dengan prioritas penggunaan lahan (hasil analisis AHP) serta instrumen penanganan lahan bekas (hasil analisis skoring likert) sebagai input nya. arahan Pemanfaatan Lahan Bekas Tambang Tipologi A arahan Pemanfaatan Lahan Bekas Tambang Tipologi B arahan Pemanfaatan Lahan Bekas Tambang Tipologi C BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Sebagian besar lahan bekas bahan galian golongan C di Kabupaten Tuban merupakan lahan bekas pasir kwarsa, memiliki luas kecil (0 6 ha), terletak pada lokasi yang jauh dari pusat kota, memiliki tingkat kerusakan rendah, memiliki tingkat kesuburan rendah, dan telah terpenuhi akses untuk menuju lokasi lahan bekas. 5.1 KESIMPULAN 2. Berdasarkan karakteristiknya, pada lahan bekas bahan galian golongan C di Kabupaten Tuban ditemukan 8 (delapan) tipologi lahan bekas. Dan dari 8 tipologi ini ditentukan tipologi IV, V, dan VIII yang akan dirumuskan arahan pemanfaatan lahannya karena masing masing tipologi dapat menunjukkan karakteristik yang berbeda satu sama lain dan juga pada tipologi ini memiliki besaran luas sedang besar sehingga lebih utama untuk diselesaikan daripada tipologi lainnya 9

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 KESIMPULAN 5.1 KESIMPULAN 3. Instrument/perangkat penanganan lahan bekas digunakan untuk menangani lahan bekas sesuai dengan penyebabnya pada masing masing tipologi yang terbagi antara instrument regulasi yaitu jaminan reklamasi, teguran dan peringatan tertulis, memperketat perijinan usaha, keharusan menyewakan lahan, pengurangan pajak, pemberian kemudahan administrasi dan perijinan dan instrument teknis yang dapat digunakan untuk mengatasi lahan bekas adalah revitalisasi kawasan. 4. Arahan pemanfaatan lahan bekas tipologi A yang merupakan lahan bekas pasir kuarsa luas sedang besar adalah sebagai pertanian. Arahan pemanfaatan lahan bekas tipologi B yang merupakan lahan bekas tanah liat luas sedang besar adalah sebagai waduk, dan arahan pemanfaatan lahan bekas tipologi C yang merupakan lahan bekas batu kapur adalah sebagai perumahan. BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 REKOMENDASI Rekomendasi yang dapat diberikan berdasarkan hasil temuan yang telah dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Perumusan ARAHAN pemanfaatan lahan bekas mineral non logam di Kabupaten Tuban pada penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam merumuskan kebijakan terkait perencanaan peran sebagai arahan dan pengendalian kegiatan peran di Kabupaten Tuban, serta diterapkan secara tegas agar lahan bekas di Kabupaten Tuban tidak semakin banyak. 2. Perlu adanya kajian terhadap kebijakan formal dalam penerapan instrument penanganan lahan bekas. 3. Perlu adanya penelitian serupa dengan lokasi yang berbeda atau dengan jenis bahan galian yang berbeda (golongan A dan B). 10