BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infeksi bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam tifoid merupakan suatu infeksi tropis yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi penyakit infeksi memiliki kecenderungan yang masih cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai contoh, setiap tahunnya pengeluaran United States (US) health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. konsolidasi paru yang terkena dan pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Antibiotik merupakan obat yang sering diberikan dalam menangani

Peranan KARS dalam mengatasi Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit. Dr Henry Boyke Sitompul,SpB Komisi Akreditasi Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasien dengan kasus infeksi dan penggunaannya dapat bersifat empiris atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kualitas hidup pasien dan menimbulkan masalah ekonomi (Ducel dkk., 2002). Pada

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pelayanan kesehatan umum seperti rumah sakit dan panti jompo. Multidrugs

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Community Acquired Pneumonia (CAP) adalah penyakit saluran

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

ALUR GYSSEN Analisa Kualitatif pada penggunaan Antibiotik

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan masyarakat maupun dalam lingkungan rumah sakit. Penggunaan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang. Obat-obat andalan

BAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Kesehatan Anak dan Farmakologi. dari instansi yang berwenang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare,

Fransiska Yovita Dewi, M.Sc., Apt Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di. seluruh dunia. Pneumonia menyebabkan 1,1 juta kematian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. konsolidasi paru yang terkena dan pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan kasus per penduduk per tahun, atau kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dalam tubuh yang menyebabkan sakit yang disertai. dengan gejala klinis baik lokal maupun sistemik.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. Kata kunci: Infeksi saluran kemih akibat kateterisasi, antibiotik, rasionalitas, luaran klinik, metode Gyssens ABSTRACT

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1. Diajukan Oleh : RIA RIKI WULANDARI J

KAJIAN DRUG RELATED PROBLEMs PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG TESIS

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Obat merupakan salah satu intervensi medis yang paling efektif, jika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kesehatan yang memadai di kalangan masyarakat. Kesehatan harus

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting khususnya di negara berkembang (Kemenkes, 2011). Di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

HUBUNGAN TINGKAT KEPATUHAN PELAKSANAAN PROTAB PERAWATAN LUKA DENGAN KEJADIAN INFEKSI LUKA POST SECTIO CAESAREA (SC) DI RUANG MAWAR I RUMAH SAKIT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di berbagai negara khususnya negara berkembang, peranan antibiotik dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Antibiotik merupakan pengobatan utama dalam. manajemen penyakit infeksi. Namun, akibat penggunaan

EVALUASI POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RS SLAMET RIYADI SURAKARTA TAHUN SKRIPSI

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mempengaruhi kesembuhan penyakit dan komplikasi yang mungkin timbul.

GAMBARAN PELAKSANAAN PERAWATAN LUKA POST OPERASI SECTIO CAESAREA (SC) DAN KEJADIAN INFEKSI DI RUANG MAWAR I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.A. Latar Belakang. Staphylococcus aureus merupakan bakteri kokus gram. positif yang dapat menyebabkan penyakit dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

Pseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen oportunistik yang dapat

ANALISIS KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIK GOLONGAN SEFALOSPORIN DI RUMAH SAKIT X KUPANG

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB I PENDAHULUAN UKDW. keseluruhan yang memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

PERBEDAAN KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA ANAK DENGAN DEMAM TIFOID DI KELAS III DAN NON KELAS III JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf.

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Nursing error sering dihubungkan dengan infeksi nosokomial, salah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya masih tinggi, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ringkasan dalam bahasa Indonesia (Indonesian summary)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang Ilmu. Mikrobiologi Klinik dan ilmu penyakit infeksi.

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah. kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

BAB I PENDAHULUAN. invasif secara umum dikenal sebagai infeksi daerah operasi (IDO). 1. dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Rumah Sakit di Australia, sekitar 1 % dari seluruh pasien mengalami adverse

BAB 1 PENDAHULUAN. kuman Salmonella Typhi (Zulkoni, 2011). Demam tifoid banyak ditemukan. mendukung untuk hidup sehat (Nani dan Muzakir, 2014).

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati infeksi bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dalam merespon pemberian obat-obatan ini. Bakteri yang resisten dapat menginfeksi manusia dan hewan, dan menyebabkan pengobatan yang lebih sulit daripada infeksi oleh bakteri yang belum resisten. Resistensi antibiotik menyebabkan biaya pengobatan yang lebih tinggi, perawatan di rumah sakit yang berkepanjangan, dan peningkatan mortalitas (WHO, 2016). Pemberi pelayanan kesehatan perlu segera mengubah cara mengatur dan menggunakan antibiotik. Tanpa adanya perubahan tersebut, resistensi antibiotik akan tetap menjadi ancaman utama walaupun obat baru dikembangkan. Perubahan perilaku juga harus mencakup tindakan untuk mengurangi penyebaran infeksi melalui vaksinasi, cuci tangan, mempraktekkan seks yang lebih aman, dan kebersihan makanan yang baik (WHO, 2016). Di Indonesia, peresepan antibiotik yang cukup tinggi dan kurang bijak akan meningkatkan kejadian resistensi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa telah muncul mikroba yang resisten antara lain Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA), resistensi multi obat pada penyakit tuberkulosis (MDR TB) dan lain-lain. Dampak resistensi terhadap antibiotik adalah meningkatnya morbiditas, mortalitas dan biaya kesehatan (Kementrian Kesehatan RI, 2011a). 1

Hasil studi fase awal dari AMRIN study (September 2000- September 2002) yang dilaksanakan di RS Dr Soetomo, RS Kariadi Semarang, Puskesmas Pucung, Puskesmas Mojo, dan Puskesmas Mijen membuktikan bahwa saat ini kita menghadapi masalah yang serius yang berkaitan dengan penggunaan antibiotik yang tidak tepat, munculnya mikroorganisme yang multiresisten terhadap antimikroba, dan penyebaran mikoorganisme yang resisten terhadap antimikroba pada beberapa bagian dari rumah sakit (AMRIN, 2005). Dalam penelitian yang sama, ditemukan pemberian antibiotik dalam terapi tanpa indikasi di Surabaya sebanyak 45-76%, sedangkan di Semarang 56-76%. Di samping itu pemberian antibiotik profilaksis tanpa indikasi di Surabaya sebanyak 13-55%, dan di Semarang sebanyak 43-76% (AMRIN, 2005). Pada penelitian lain, tercatat sebanyak 84% pasien di Rumah sakit mendapatkan satu atau lebih antibiotik, sebagian besar antibiotik aminopenisilin (54%) dan sefalosforin (17%). Setelah dilakukan analisa oleh ahli, hanya 21% pemberian antibiotik tersebut sesuai, 15 % tidak sesuai karena pemilihan agen antibiotik yang tidak tepat, dosis dan durasi pemberian. Penemuan lain yang cukup ekstrim adalah tedapat 42% peresepan antibiotik yang diberikan untuk profilaksis dan demam yang tidak disertai dengan indikasi terjadinya infeksi (Lestari dan Severin, 2009). Di samping itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Katarnida dkk (2016) dilaporkan bahwa terdapat penggunaan antibiotik secara tepat 338 (40,9%), tidak tepat 362 (43,8%) dan tidak berdasarkan indikasi 119 (14,4%). 2

Di rumah sakit, penggunaan antibiotik yang tidak perlu atau berlebihan mendorong berkembangnya resistensi dan multipel resisten terhadap bakteri tertentu yang akan menyebar melalui infeksi silang. Terdapat hubungan antara penggunaan (atau kesalahan penggunaan) antibiotik dengan timbulnya resistensi bakteri penyebab infeksi nosokomial. Resistensi tidak dapat dihilangkan, tetapi dapat diperlambat melalui penggunaan antibiotik yang bijak. Hal tersebut membutuhkan kebijakan dan program pengendalian antibiotik yang efektif (Kementrian Kesehatan RI, 2011a). Komite Farmasi Rumah Sakit (KFT), Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (KPPI-RS), Tim Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) merupakan kepanitiaan di rumah sakit yang berperan dalam menentapkan kebijakan penggunaan antibiotik, pencegahan dan penyebaran bakteri yang resisten serta pengendalian resistensi bakteri terhadap antibiotik. Penggunaan antibiotik yang terkendali dapat mencegah munculnya resistensi antimikroba dan menghemat penggunaan antibiotik yang pada akhirnya akan mengurangi beban biaya perawatan pasien, mempersingkat lama perawatan, penghematan bagi rumah sakit sera meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit (Kementrian Kesehatan RI, 2011a). Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wonosari sebagai satu satunya rumah sakit pemerintah di Kabupaten Gunungkidul juga berfungsi sebagai rumah sakit rujukan di wilayah kabupaten Gunungkidul, sehingga dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Instalasi Farmasi sebagai salah 3

satu instalasi penunjang yang bertanggung jawab dalam menjalankan pelayanan kefarmasian mempunyai tanggung jawab untuk menjalankan fungsinya sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian yang telah ditetapkan (Anonim, 2015). Menurut laporan persediaan Instalasi Farmasi RSUD Wonosari periode Januari sampai dengan Juni 2016, 5 antibiotik parenteral terbanyak yang dipergunakan adalah Seftriakson 1 gram injeksi (9549 vial), cefotaxin 1 gr injeksi (1849 vial), ampicillin 1 gr injeksi (1774 vial), metronidazole 500 mg injeksi (1611 botol), dan gentamisin 80 mg injeksi (1274 ampul) (Anonim, 2016). Namun demikian pemakaian ini belum diketahui rasionalitasnya. Diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui rasionalitas penggunaan antibiotik di RSUD Wonosari sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas pemberian obat kepada pasien di rumah sakit. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan penggunaan antibiotik di RS maka dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pola penggunaan antibiotik di bangsal penyakit dalam RSUD Wonosari? 2. Bagaimana hasil analisa kualitatif penggunaan antibiotik berdasarkan dengan metode Gyssens? 3. Apakah ada hubungan antara ketepatan pengunaan antibiotik berdasarkan metode Gyssens dengan outcome terapi pada pasien? 4

C. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian Nama Peneliti Judul Metode Hasil Penelitian (Harlina, 2015) Evaluasi penggunaan Deskriptif, prospektif Antibiotik pada pasien Sepsis di Ruang ICU RSUD Serang (Dewi, 2015) Evaluasi Kualitatif Penggunaan Antibiotik dengan Metode Gyssens di Ruang Rawat Intensive Care Unit (ICU) RSUD Dr. Moewardi, Surakarta (Wulandari, 2016) Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik terhadap Outcome Klinik pada Pasien Catheter Associated Urinary Tract Infection (CAUTI) di Bangsal Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Deskriptif, Cross Sectional, Retrospektif Cohort Retrospektif Penggunaan antibiotik tepat/bijak 6,9 % ; kategori IIA tidak tepat dosis 13,8% ; Kategori IIIA antibiotik terlalu lama 3,4% ; Kategori IIIB antibiotik terlalu singkat 10,4% ; kategori IV A 65,5%. Parameter luaran klinik 51,7 % baik, 48,3% buruk. Pemakaian antibiotik yang kurang tepat (kategori I-V); adalah pemakaian antibiotik tanpa adanya indikasi, kategori V sebesar 18,75% ; ada antibiotik lain yang lebih efektif, kategori IVa sebesar 38,24%; durasi antibiotik terlalu singkat, kategori IIb sebesar 3,31% ; dosis antibiotik yang kurang tepat, kategori IIa sebesar 1,84%. Sedangkan pemakaian antibiotik yang sudah tepat sesuai kriteria Gyssens sebanyak 11,40% Penggunaan antibiotik yang rasional (kategori 0) 77,77%, dan 22,22 % tidak rasional meliputi 11,11 % kategori IIIB, 6,35 % kategoi IIB, 3,17 % kategori I dan 1,59% kategori IIA. Penggunaan antibiotik yang rasional memberikan outcome klinik lebih baik dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan antibiotik tidak rasional (P<0,05; RR= 1,76; 95% CI 1,03-2,99) 5

Nama Peneliti Judul Metode Hasil Penelitian (Rahmawati, Evaluasi rasionalitas Cross-sectional Berdasarkan kriteria Gyssens antibiotik rasional 44,63%, 2016) penggunaan antibiotik analitik, tidak rasional 55,37%. Jenis ketidakrasionalan : kategori pada pasien anak di RS Panti rapih yogyakarta retrospektif IVA 4,13%; IVD 28,10%; IIA 4,13% dan IIB 4,13%. Hasil analisis luaran terapi diperoleh hasil terapi sembuh dan membaik pada penggunaan antibiotik yang rasional maupun yang tidak rasional. (Ningsih, 2013) (Pamela, 2012) Audit Peresepan Antibiotik di Bangsal Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP DR. Sardjito Periode Desember 2011 - Februari 2012 Evaluasi Kualitatif Penggunaan Antibiotik dengan metode Gyssens di Ruang Kelas 3 Infeksi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM Secara Prospektif Desktriptif observasional, dengan rancangan crosssectional, secara prospektif. Deskriptif, Prospektif Hasil audit kualitatif berdasarkan kesepakatan ketiga reviewer : terapi empiris 30 kasus rasional dan 27 kasus tidak rasional. Terapi definitive antibiotik sebanyak 46 kasus rasional dan 19 kasus tidak rasional. Audit kuantitatif rasionalitas antibiotik menunjukkan seftriakson dan metronidazol memiliki nilai PDD sama dengan DDD. Hasil analisis menunjukkan reliabilitas yang baik dengan nilai rata-rata koefisien kappa anatara 0,61 0,81. Penggunaan antibiotik 78,82%, sefotaksim, kloramfenikol dan ampisilin merupakan 3 antibiotik terbanyak. Berdasar metode Gyssens 60,4% rasional. Jumlah obat, antibiotik, lama rawat, dan asal ruangan berpengaruh terhadap penggunaan antibiotik. Terdapat perbedaan kualitas penggunaan antibiotik setelah dilakukan intervensi apoteker Kualitas penggunaan antibiotik berpengaruh terhadap outcome terapi, namun tidak demikian dengan kualitas pengobatan yang tidak rasional. 6

Nama Peneliti Judul Metode Hasil Penelitian (Katarnida Evaluasi Penggunaan Deskriptif, Di antara 619 (41,7%) subjek penelitian yang mendapat dkk., 2016) Antibiotik Secara Retrospektif antibiotik, terbanyak kelompok bayi umur 1 bulan-1 tahun Kualitatif di RS 234 (37, 8%). Penggunaan antibiotik secara tepat 338 Penyakit Infeksi Sulianti Saroso, Jakarta (40,9%), tidak tepat 362 (43,8%) dan tidak berdasarkan indikasi 119 (14,4%). Penggunaan antibiotik secara empirik 821 (99,4%), terapi definitif 4 (0,5%) dan terapi profilaksis 1 (0,1%). Antibiotik yang paling banyak digunakan sefotaksim 308 (37,3%), seftriakson 189 (22,9%) dan kloramfenikol 131 (15,9%). Sefotaksim digunakan secara tepat 106 (34,4%), tidak tepat 144 (46,8%) dan tanpa indikasi 55 (17,9%). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah : 1. Populasi dalam penelitian ini tidak dibatasi pada penyakit tertentu, namun seluruh pasien bangsal penyakit dalam yang mendapatkan antibiotik diamasukkan dalam populasi. 2. Memasukkan Indeks Charlson sebagai salah satu faktor yang dinilai untuk melihat karakteristik pasien. 3. Periode dan tempat penelitian. 7

D. Manfaat Penelitian 1. Memberikan gambaran tentang pola penggunaan antibiotik di bangsal Penyakit Dalam RSUD Wonosari. 2. Memberikan data dalam menentukan kebijakan RSUD Wonosari dalam penggunaan antibiotik. 3. Meningkatkan rasionalitas penggunaan antibiotik di RSUD Wonosari dalam upaya memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien. E. Tujuan penelitian 1. Mengetahui pola penggunaan antibiotik di bangsal penyakit dalam RSUD Wonosari. 2. Mengetahui rasionalitas penggunaan antibiotik berdasarkan dengan metode Gyssens. 3. Mengetahui hubungan antara ketepatan penggunaan antibiotik berdasarkan metode Gyssens dengan outcome terapi pada pasien. 8