BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang terdiri dari banyak pulau. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut yang cukup luas. Wilayah yang luas inipun kemudian memunculkan problematika tersendiri terhadap pemerintahan Indonesia. Salah satunya adalah kesulitan Indonesia dalam mengawasi semua pulau yang ada didalam wilayah negaranya. Hal ini kemudian merujuk kepada masalah yang lebih besar, yaitu masalah perbatasan dengan negara-negara yang ada disekitar Indonesia. Masalah perbatasan ini bisa muncul karena ketidakjelasan status dari beberapa pulau yang ada di daerah terluar Indonesia. Ketidakjelasan status kepemilikan serta batas yang kurang paten dapat menimbulkan kesalahpahaman dan bahkan konflik. Misalnya saja, sengketa yang marak dibicarakan pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, yaitu sengketa Laut Sulawesi. Laut Sulawesi yang dipersengketakan berada diantara teritorial Indonesia dan Malaysia. Kedua negara ini saling mengajukan klaim atas wilayah tersebut. Ambalat adalah salah satu blok laut di Laut Sulawesi yang diperebutkan antara Indonesia dan Malaysia. Ada setidaknya dua alasan yang kemudian membuat Blok Ambalat ini menjadi penting dan krusial untuk diperebutkan. Pertama, jika dilihat dari segi ekonomi, Blok Ambalat memiliki potensi yang sangat besar. Blok laut seluas 15.235 kilometer persegi yang terletak di Laut Sulawesi atau Selat Makassar itu terdeteksi mengandung cadangan minyak yang cukup besar. Blok yang dikelola oleh perusahaan minyak dan gas bumi asal Italia (ENI) tersebut mampu memproduksi sekitar 30.000-40.000 barel setiap harinya. 1 Alasan kedua adalah masalah masalah teritorial, dimana sebenarnya kawasan Ambalat menurut pengukuran ahli 1 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Blok Ambalat Terindikasi Mengandung Cadangan Minyak Cukup Besar (online), 20 April 2009, http://www.esdm.go.id/berita/migas/40- migas/2437-blok-ambalat-terindikasi-mengandung-cadangan-minyak-cukup-besar.html, diakses pada 21 Desember 2015 1
yang mendasarkan pengukurannya pada UNCLOS, merupakan sebuah special circumstances dimana adalah wilayah yang berada di garis pembagian yang perlu didiskusikan lebih lanjut. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemudian menerapkan berbagai cara agar Blok Ambalat tidak jatuh ke tangan Malaysia seperti yang terjadi pada kekalahan yang dialami oleh Indonesia dalam usahanya mendapatkan Pulau Sipadan dan Ligitan sebelumnya melalui International Court of Justice (ICJ) pada tahun 2002. Malaysia maupun Indonesia menyatakan dengan klaim masing-masing bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan merupakan milik mereka. Dari segi sejarah, Indonesia mengajukan klaim bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah Indonesia karena berdasarkan Konvensi yang dilakukan antara Great Britain (Inggris Raya) dan Belanda pada tanggal 20 Juni 1891 dalam rangka penentuan batas antara Pulau Borneo (Kalimantan) yang diduduki oleh Belanda dan suatu negara (Malaysia) yang berada dalam perlindungan Inggris Raya. Jika klaim tersebut gagal, maka Indonesia akan menggunakan klaim bahwa daerah tersebut dulunya merupakan daerah yang dikuasai oleh Sultan Bulungan. Disisi lain, Malaysia mempunyai klaim bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan merupakan kepunyaan dari Sultan Sulu dengan kepemilikan yang berpindah-pindah dan kembali ke Sultan Sulu. 2 Banyak konflik yang terjadi diantara kedua negara yang menyebabkan ketegangan diantara kedua negara semakin besar. Misalnya seperti pada tanggal 21 Februari 2005, 17 warga Indonesia ditangkap oleh kapal perang milik Malaysia yang bernama KD Sri Malaka di daerah Karang Unarang yang mana wilayah tersebut masih di wilayah Ambalat. Hal ini kemudian dilanjutkan oleh pengejaran yang dilakukan oleh kapal perang milik Malaysia terhadap nelayan-nelayan Indonesia sampai keluar wilayah Ambalat. Pada tanggal 8 April 2005, kapal perang milik RI yang bernama KRI Tedong Naga menyerempet Kapal Diraja Rencong milik Malaysia sebanyak tiga kali, 2 Summary of Judgments Advisory Opinions and Orders of the International Court of Justice, 2002, Case Concerning Sovereignty over Pulau Ligitan dan Pulau Sipadan (Indonesia v. Malaysia), accessed from http://www.icjcij.org/docket/index.php?p1=3&p2=3&k=df&case=102&code=inma&p3=5, on 14 th April 2016 2
walaupun tidak sampai melakukan hantam meriam. Masa tegang terus berlanjut sejak saat itu hingga pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini. 3 Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui bagaimanakah usaha diplomasi Indonesia khususnya pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rangka menangani isu Ambalat, serta usahausaha diplomasi untuk memenangkan klaim atas blok perairan Ambalat ini. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana doktrin yang diterapkan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono berpengaruh terhadap upaya diplomasi Indonesia menetapkan batas maritim di Laut Sulawesi khususnya Ambalat? 1.3 Landasan Konseptual 1.3.1 Track-One Diplomacy (Diplomasi Jalur Satu) Track-One Diplomacy atau yang sering disebut official diplomacy mempunyai sejarah yang panjang dimana berakar pada sejarah panjang manusia. Seorang ilmuwan politik bernama De Magalhaes pada tahun 1988 menyampaikan sebuah pengertian atas official diplomacy sebagai instrumen kebijakan luar negeri untuk membentuk serta membangun kontak dan hubungan dengan pemerintahan negara lain melalui sebuah perantara yang diakui oleh pihak-pihak yang terlibat. Yang membedakan diplomasi ini dengan jalur yang lain adalah bahwa jalur ini mengutamakan diplomasi negara ke negara dengan menggunakan diplomat, pejabat tinggi negara, atau bahkan kepala negara untuk membina hubungan antara negara-negara. 4 Dengan adanya kepala negara serta berbagai pejabat 3 Kusumadewi. Anggi, Sejarah Panjang Kemelut RI-Malaysia di Ambalat, CNN Indonesia (online), 17 Juni 2015, http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150617140454-20- 60584/sejarah-panjang-kemelut-ri-malaysia-di-ambalat/, diakses tanggal 23 Maret 2016 4 Mapendere. Jeffrey, Track One and a Half Diplomacy and the Complementarity of Tracks, 2000, COPOJ Culture of Peace Online Journal, 2(1), p. 67 3
tinggi negara yang mempunyai keahlian dibidangnya, jalur ini akan memiliki bargaining position yang tinggi serta kekuatan untuk bernegosiasi yang tinggi karena mewakili negara secara langsung. Track-One Diplomacy memiliki banyak kelebihan, namun yang penting untuk diperhatikan ada empat hal, yaitu: 1. Track-One Diplomacy memiliki kemampuan untuk menggunakan kekuatan politik untuk mempengaruhi arah negosiasi serta hasil yang akan keluar. Kekuatan ini misalnya saja seperti menggunakan ancaman kekuatan militer bagi pihak yang melanggar peraturan internasional. 5 2. Track-One Diplomacy memiliki akses terhadap sumber daya material serta finansial yang memberikan fleksibilitas tinggi terhadap negosiasi. 6 3. Track-One Diplomacy mampu menerjunkan orang-orang yang menguasai dengan dalam kasus yang dibicarakan agar dapat mempengaruhi negosiasi karena jalur ini mempunyai sumber intelegensi yang sangat beragam. 7 4. Mediator dari Track-One Diplomacy memiliki kemampuan untuk menggunakan pengetahuannya tentang kebijakan luar negeri negaranya serta kebijakan luar negeri dari pihak yang berkonflik. 8 5 Sanders, H.H. (1991). Officials and citizens in international relations. In V. D. Volkan M.D., J. Montville, & D. A. Julius (Eds.), The Psychodynamics of International Relations: Vol. 2. Unofficial diplomacy at work (pp.41-69). Massachusetts: Lexington Books in Mapendere. Jeffrey, Track One and a Half Diplomacy and the Complementarity of Tracks, 2000, COPOJ Culture of Peace Online Journal, 2(1), p.67 6 Bercovitch, J., & Houston, A. (2000). Why do they do it like this? An analysis of the factors influencing mediation behavior in international conflicts. Journal of Conflict Resolution, 44, pp.170-202 in Mapendere. Jeffrey, Track One and a Half Diplomacy and the Complementarity of Tracks, 2000, COPOJ Culture of Peace Online Journal, 2(1), p. 67 7 Stain, W. K. & Lewis, W. S. (1996). Mediation in the Middle East. In C. A. Crocker, F. O. Hampson & P. Aall (Eds.), Managing global chaos: Sources of and Responses to international conflict (pp. 463-473). Washington DC: United States Institute of Peace in Mapendere. Jeffrey, Track One and a Half Diplomacy and the Complementarity of Tracks, 2000, COPOJ Culture of Peace Online Journal, 2(1), p. 67 8 Mapendere. Jeffrey, Track One and a Half Diplomacy and the Complementarity of Tracks, 2000, COPOJ Culture of Peace Online Journal, 2(1), p. 67 4
dicapai. 9 2. Misi diplomatik biasanya ditutup saat konflik mencapai Disamping semua kekuatan itu, Track-One Diplomacy juga memiliki beberapa kekurangan, seperti: 1. Kekuatan negara adalah hal yang wajib untuk mempertahankan perdamaian, daripada hanya menjadi alat fasilitator. Kekuatan negara ini kemudian dapat digunakan untuk menekan masalah pokok dari pihak yang lebih lemah, sehingga hal ini kemudian dapat meruntuhkan perjanjian internasional yang telah puncak, dengan kata lain mengurangi komunikasi saat hal itu paling dibutuhkan. 10 3. Perwakilan tidak bisa berbicara melawan negara yang diwakilinya, maka dari itu biasanya negosiasi tergantung pemimpinnya. 11 4. Yang terakhir adalah bahwa One-Track Diplomacy biasanya dipengaruhi oleh siklus pemilihan umum. 12 1.3.2 Negosiasi (Perundingan) Dalam rangka penyelesaian konflik / sengketa diantara kedua pihak atau lebih, negosiasi dibutuhkan untuk melakukan tawarmenawar antara pihak-pihak yang bersengketa. Dalam hal ini kemudian negosiasi berperan untuk melihat berbagai proses diplomasi dan negosiasi yang dilakukan serta komponen-komponen yang digunakan masing-masing pihak untuk meraih keuntungan terhadap 9 Diamond, L. & McDonald, J. (1996). Multi track diplomacy (3rd Ed.). Connecticut: Kumarian Press, Inc. in Mapendere. Jeffrey, Track One and a Half Diplomacy and the Complementarity of Tracks, 2000, COPOJ Culture of Peace Online Journal, 2(1), p. 68 10 Ziegler, W.D. (1984). War, Peace, and International Politics. (3rd Ed.). Boston: Little, Brown and Company, p.27 in Mapendere. Jeffrey, Track One and a Half Diplomacy and the Complementarity of Tracks, 2000, COPOJ Culture of Peace Online Journal, 2(1), p. 68 11 Sanders, H.H. (1991). Officials and citizens in international relations. In V. D. Volkan M.D., J. Montville, & D. A. Julius (Eds.), The Psychodynamics of International Relations: Vol. 2. Unofficial diplomacy at work (pp.41-69). Massachusetts: Lexington Books in Mapendere. Jeffrey, Track One and a Half Diplomacy and the Complementarity of Tracks, 2000, COPOJ Culture of Peace Online Journal, 2(1), p. 68 12 Mapendere. Jeffrey, Track One and a Half Diplomacy and the Complementarity of Tracks, 2000, COPOJ Culture of Peace Online Journal, 2(1), p. 68 5
perjanjian yang dibuat. Negosiasi bisa sangat efektif untuk pihakpihak yang ingin menyelesaikan sengketa melalui jalur perundingan damai, karena dengan melihat aspek-aspek serta komponen yang mendukung keberhasilan negosiasi, masing-masing pihak yang bersengketa bisa lebih mengetahui secara matang apa sumber daya yang dimiliki serta apa yang dibutuhkan untuk memenangkan sengketa. Dalam hal ini penulis akan meneliti bagaimana cara bekerja dari negosiasi tingkat tinggi yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam usahanya menetapkan batas-batas wilayah maritimnya dengan Malaysia di Laut Sulawesi. 1.4 Hipotesis Hipotesis yang bisa diberikan oleh penulis adalah bahwa dengan adanya doktrin yang diberikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyebabkan pengaruh dalam arah diplomasi Indonesia yang menggunakan cara-cara yang cinta damai dan kooperatif. Hal ini bersifat positif karena bisa menghindarkan adanya perang dan membina hubungan baik dengan negaranegara tetangga, khususnya Malaysia yang merupakan pihak yang bersengketa dengan Indonesia. 1.5 Metode Penelitian Berdasarkan uraian-uraian yang sudah disampaikan sebelumnya, data yang akan dikumpulkan akan lebih bersifat kualitatif dan deskriptif. Menurut Miles dan Huberman dalam Analisis Data Kualitatif, metode ini menggunakan data yang diambil dari deskripsi yang luas dan berlandaskan kokoh, serta memuat penjelasan mengenai proses-proses yang terjadi dalam 6
lingkup setempat. 13 Variabel-variabel yang penulis gunakan adalah bentukbentuk kerjasama yang terjalin, aspek apa yang tercakup, serta outcome apa saja yang telah didapatkan oleh Indonesia sejauh ini. Hal tersebut akan memungkinkan penulis melihat pemenuhan kepentingan Indonesia di dalam kerjasama tersebut. 1.6 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang paling sesuai untuk digunakan adalah studi literatur / studi pustaka dan wawancara. Teknik ini akan menggunakan berbagai data yang bersumber dari beberapa buku, terbitan pemerintah (seperti peraturan pemerintah, hukum, dan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam bentuk dokumen), jurnal akademis, dan beberapa artikel dari berita dunia maya yang memiliki validitas data yang terpercaya dan bisa diuji sebagai sumber utama dalam penulisan ini. Serta juga akan menggunakan data yang diperoleh dari wawancara dengan orang yang ahli dalam bidangnya. Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan pihak Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. 1.7 Sistematika Penulisan Penelitian yang berjudul Diplomasi Indonesia DALAM Penetapan Batas Maritim di Laut Sulawesi pada masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono: Studi Kasus Ambalat akan dibagi menjadi 5 Bab. Pada Bab I akan disajikan pendahuluan penelitian yang mengulas latar belakang, gambaran awal permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini, konsep yang akan digunakan untuk menjawab permasalahan yang diajukan, argumentasi utama yang diajukan, hingga metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian. 13 Mathew B. Miles dan A. Michael Huberman, Analisis Data Qualitatif, Terjemahan Tjetjep Rohindi Rohidi, UI-Press, Depok, 1992 7
Pada Bab II akan dielaborasikan mengenai kronologi sengketa Ambalat serta klaim-klaim yang diajukan oleh Malaysia dan Indonesia tentang kepemilikan Ambalat serta dasar-dasar dan bukti-bukti yang mendasari klaim mereka terhadap wilayah yang dipersengketakan. Pada Bab III akan membahas lebih jauh tentang bagaimana sebenarnya prinsip dan pandangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berpengaruh terhadap gaya serta cara Indonesia berdiplomasi dengan negara lain, yang akan menjawab pertanyaan Bagaimana doktrin yang diterapkan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono berpengaruh terhadap upaya diplomasi Indonesia menetapkan batas maritim di Laut Sulawesi khususnya Ambalat? Kemudian pada Bab IV dari sini akan dilihat berbagai cara diplomasi yang kemudian diterapkan oleh Indonesia dengan berdasar doktrin yang dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada Bab V akan disajikan kesimpulan dari seluruh pembahasan yang telah diberikan pada bab-bab yang sudah dibahas sebelumnya. 8