Analisis Penguat EDFA dan SOA pada Sistem Transmisi DWDM dengan Optisystem 14

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM) Pada mulanya, teknologi Wavelength Division Multiplexing (WDM), yang

PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE

Analisis 1,28 Tbps Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) Menggunakan Modulasi Eksternal dan Deteksi Langsung

Analisis Perbandingan CWDM Dengan Modulasi Eksternal Menggunakan Penguat EDFA dan Tanpa Penguat

Makalah Seminar Kerja Praktek POWER KALKULASI PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE JAWA LINK PURWOKERTO - YOGYAKARTA

ANALISIS DAN SIMULASI EFEK NON LINIER THREE WAVE MIXING PADA LINK DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

PERENCANAAN JARINGAN NG-PON2 MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TWDM PADA PERUMAHAN GRAND SHARON BANDUNG

PERANCANGAN DAN ANALISIS JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM UNTUK PERUMAHAN PERMATA BUAH BATU I BANDUNG

BAB III PEMODELAN DAN SIMULASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III PERANCANGAN MODEL JARINGAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Makalah Seminar Kerja Praktek DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) PADA SISTEM TRANSMISI FIBER OPTIK

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK. Perkembangan teknologi telekomunikasi memungkinkan penyediaan

Kontingensi Kabel Optik non-homogen Tipe G.652 dan G.655 Abstrak Kata Kunci PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

± voice bandwidth)

Makalah Seminar Kerja Praktek APLIKASI DWDM PADA SERAT OPTIK DI PT.TELEKOMUNIKASI INDONESIA,Tbk NETWORK REGIONAL SEMARANG

Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) sebagai Solusi Krisis Kapasitas Banwidth pada Transmisi Data

ANALISA KINERJA SISTEM KOMUNIKASI OPTIK JARAK JAUH DENGAN TEKNOLOGI DWDM DAN PENGUAT (EDFA)

DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING ( DWDM )

PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI KABEL LAUT SANGATTA-TOWALE

ZTE ZXWM M900 SEBAGAI PERANGKAT DWDM BACKBONE

ANALISIS EFEK NON LINIERITAS FIBER PADA LINK SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi dari penelitian ini diskemakan dalam bentuk flowchart seperti tampak

Pengertian Multiplexing

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO KOPO KE NATA ENDAH KOPO UNIVERSITAS TELKOM

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.1 April 2017 Page 132

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.2 Agustus 2017 Page 1907

PERANCANGAN DAN ANALISIS JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) UNTUK PERUMAHAN PESONA CIWASTRA VILLAGE BANDUNG MENGGUNAKAN SOFTWARE SIMULASI OPTISYSTEM

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.2 Agustus 2016 Page 1560

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO AHMAD YANI KE APARTEMEN GATEWAY

ANALISIS PERFORMANSI JENIS FORMAT MODULASI PADA NG-PON2 MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TWDM

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.1, No.1 Desember 2014 Page 36

ANALISA DAN PERANCANGAN MIGRASI JARINGAN DWDM BACKBONE

BAB III CROSSTALK PADA JARINGAN DWDM. (tersaring). Sebagian kecil dari daya optik yang seharusnya berakhir di saluran

BAB I PENDAHULUAN. perangkat yang berfungsi sebagai transmitter dan receiver melalui suatu sistem

Makalah Seminar Kerja Praktek OPTIX BWS 1600G Sebagai Perangkat Transmisi di PT. Telekomunikasi Seluler (TELKOMSEL) Regional Central Java

PENGGUNAAN KOMPENSATOR DISPERSI PADA JARINGAN BERBASIS OPTIK ANTARA STO LEMBONG DAN STO CIANJUR MENGGUNAKAN FIBER BRAGG GRATING

BAB I PENDAHULUAN. pada abad ini. Dengan adanya telekomunikasi, orang bisa saling bertukar

11/9/2016. Jenis jenis Serat Optik. Secara umum blok diagram transmisi komunikasi fiber optik. 1. Single Mode Fiber Diameter core < Diameter cladding

ANALISIS PERANCANGAN JARINGAN SERAT OPTIK DWDM (DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING) UNTUK LINK MEDAN LANGSA (Studi Kasus di PT.

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

RENCANA PENGEMBANGAN JARINGAN KOMUNIKASI BACKBONE BAWAH LAUT BERBASIS SERAT OPTIK JALUR 40G UNTUK JALUR SURABAYA BANJARMASIN

Analisis Redaman Pada Jaringan Ftth (Fiber To The Home) Dengan Teknologi GPON (Gigabit Passive Optical Network) Di PT MNC Kabel Mediacom

TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) PADA JARINGAN OPTIK. Yamato & Evyta Wismiana. Abstrak

Analisis Parameter Signal to Noise Ratio dan Bit Error Rate dalam Backbone Komunikasi Fiber Optik Segmen Lamongan-Kebalen

BAB I PENDAHULUAN.

TRANSMISI DATA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) Abstraksi

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO CIJAWURA KE BATUNUNGGAL REGENCY CLUSTER ELOK

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.2 Agustus 2017 Page 1780

BAB IV ANALISA SISTEM PROTEKSI MS-SP RING PADA RING 2

BAB II LANDASAN TEORI Sistem komunikasi kabel laut dengan repeater. akan menguatkan efek dispersi dan gangguan lainnya pada link.

ROMARIA NIM :

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYTEM PADA LINK STO GEGERKALONG KE PERUMAHAN CIPAKU INDAH

BAB IV ANALISA SISTEM SETELAH UPGRADE. optik yang dikirim atau yang diterima oleh SLTE Alcatel Dari pengukuran

ANALISIS PERFORMANSI JARINGAN AKSES FIBER TO THE HOME (FTTH) LINK STO GEGERKALONG KE PERUMAHAN CIPAKU INDAH

ANALISIS PERBANDINGAN PULSA GAUSSIAN DENGAN PULSA SECANT HIPERBOLIK PADA TRANSMISI SOLITON UNIVERSITAS TELKOM

BAB IV ANALISA KINERJA DWDM HUAWEI BWS1600 PADA LINK KEBAGUSAN JAMPANG

KOMUNIKASI DATA SUSMINI INDRIANI LESTARININGATI, M.T

BAB IV ANALISIS DAN PENGUJIAN

Aplikasi In-line Amplifier EDFA Pada Sistem Transmisi Panjang Gelombang Tunggal dan Transmisi Berbasis WDM

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) A-199

Pada gambar 2.1, terdapat Customer Premises Equipment (CPE) adalah peralatan telepon atau penyedia layanan lain yang terletak di sisi user.

SIMULASI PERANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DI PERUMAHAN LEGOK INDAH MENGGUNAKAN SIMULASI OPTISYSTEM

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan sangat cepat. Ini diakibatkan adanya permintaan dan peningkatan

ANALISIS PENGARUH CROSSTALK PADA SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK TERHADAP JARINGAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM)

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO CIJAWURA KE PERUMAHAN JINGGA

STUDI PERANCANGAN SISTEM RoF-OFDM POLARISASI TIDAK SEIMBANG MENGGUNAKAN MODULASI QPSK DAN QAM

MULTIPLEXING DE MULTIPLEXING

BAB II KONSEP DASAR SERAT OPTIIK DAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING. Teknologi serat optik adalah suatu teknologi komunikasi yang

BAB II SISTEM TRANSIMISI KABEL SERAT OPTIK. telekomunikasi yang cepat maka kemampuan sistem transmisi dengan menggunakan

ANALISA PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM UNTUK TOWER A BANDUNG TECHNOPLEX LIVING

BAB III. Perencanaan Upgrade Kapasitas. dengan Tuas (Singapura ) memiliki kapasitas trafik sebesar 8 X 2.5 Gbps yang

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.1 April 2017 Page 124

PERFORMANSI MODULASI 16-QAM OPTICAL OFDM PADA JARINGAN RADIO OVER FIBER DENGAN METODE PENDETEKSIAN KOHEREN TUGAS AKHIR

ANALISA SIMULASI RANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO BANJARAN KE GRIYA PRIMA ASRI BANDUNG. Yara romana rachman

SIMULASI PENINGKATAN KEAMANAN JARINGAN MENGGUNAKAN KOMBINASI PENGUAT SINYAL OPTIK

PERANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) MENGGUNAKAN GIGABIT PASSIVE OPTICAL NETWORK (GPON) UNTUK PERUMAHAN JINGGA BANDUNG

BAB IV HASIL KELAYAKAN PERANCANGAN JARINGAN

SIMULASI PERBANDINGAN PENGUATAN PADA PANJANG GELOMBANG 1310 nm DENGAN PENGUATAN PADA PANJANG GELOMBANG 1550 nm DALAM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

Prodi S1 Teknik Telekomunikasi, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom

SIMULASI DAN ANALISIS JARINGAN TIME AND WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING PASSIVE OPTICAL NETWORK MENUJU NEXT GENERATIO NETWORK

BAB III CROSSTALK PADA OPTICAL CROSS CONNECT MENGGUNAKAN WAVELENGTH CONVERTER

ANALISIS DAN PERANCANGAN JARINGAN OPTIK MENGGUNAKAN TEKNOLOGI GPON STUDI KASUS CENTRAL OFFICE TURANGGA

Topologi Jaringan Transport Optik

EVALUASI PENERAPAN PENGUAT OPTIK EDFA RAMAN PADA SISTEM KOMUNIKASI FIBER OPTIK

ANALISIS PANJANG GELOMBANG DOWNSTREAM DAN UPSTREAM PADA SISTEM JARINGAN NG-PON 2 DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TWDM

Optimalisasi Jaringan Komunikasi Serat Optik Melalui Analisa Power Budget (Studi Kasus PT. Telkom di STO Padang)

Kata kunci: radio over fiber, optical add drop multiplexer, wavelength division multiplexing, komunikasi jarak jauh

DASAR SISTEM KOMUNIKASI (DSK) TE 1206

ANALISIS PENERAPAN OPTICAL ADD-DROP MULTIPLEXER (OADM) MENGGUNAKAN FIBER BRAGG GRATING (FBG) PADA TEKNIK DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM)

SIMULASI KINERJA PENGUAT OPTIS TIPEERBIUM DOPED FIBER AMPLIFIERS (EDFA) BERDASARKAN TEKNIK PEMOMPAAN

ANALISIS LINK BUDGET JARINGAN SERAT OPTIK GIGABIT PASSIVE OPTICAL NETWORK

Kata Kunci : Radio Link, Pathloss, Received Signal Level (RSL)

LAPORAN SKRIPSI ANALISIS UNJUK KERJA MODULASI EKSTERNAL OPTIS DALAM MODEL DETEKSI KOHEREN PADA SISTEM BASEBAND OVER FIBER

Transkripsi:

Analisis Penguat EDFA dan SOA pada Sistem Transmisi DWDM dengan Optisystem 14 Dewiani Djamaluddin #1, Andani Achmad #2, Fiqri Hidayat *3, Dhanang Bramatyo *4 #1,2 Departemen Teknik Elektro, Universitas Hasanuddin Jl. Poros malino Km. 6, Bontomarannu Gowa, Sulawesi Selatan 1dewiani@unhas.ac.id, andani60@yahoo.com, fqrihidayat93@gmail.com, dhanangtyo@gmail.com Abstrak Dense Wavelenght Division Multiplexing (DWDM) sebagai salah satu teknologi transmisi serat optik dengan penyediaan kapasitas bitrate dan bandwidth yang besar dalam melayani akses informasi yang tinggi. Teknologi ini memanfaatkan panjang gelombang (λ) yang berbeda sebagai kanal untuk beragam jenis informasi, kemudian di multiplexing lalu dilewatkan pada satu saluran trasnsmisi fiber optik. Dalam penelitian ini dilakukan analisis performansi sistem DWDM, dengan jarak total sebesar 150 km yang ditransmisikan pada 40 channel (40 λ), dimana tiap channel memiliki spacing sebesar 100 GHz dan memiliki kapasitas transmisi sebesar 10 Gbps dengan menggunakan jenis penguat EDFA dan SOA yang dikombinasikan pada penempatan booster amplifier, inline amplifier, dan pre amplifier. Untuk memaksimalkan kinerja sistem DWDM diperlukan jenis dan penempatan penguat yang tepat, maka dilakukannya simulasi untuk membandingkan dan menganalisis hasil perhitungan parameter power link budget dengan hasil simulasi, jarak maksimum transmisi sistem DWDM tanpa menggunakan penguat, perbandingan performansi penguatan antara EDFA dan SOA berdasarkan parameter Optical Signal to Noise Ratio (OSNR), dan Quality factor (Q factor), dan Bit Error Rate (BER). Pada perhitungan parameter link budget yang didasarkan pada tiga skema penempatan penguat didapatkan power penerima sebesar -17,6 dbm untuk booster inline, -17,25 dbm untuk booster - pre amp, dan -14,18 dbm untuk inline pre amp dengan sensitivitas penerima sebesar -18 dbm. Dengan toleransi minimal BER sebesar 10-11, penggunaan penguat EDFA-EDFA pada skema booster inline memiliki hasil BER paling baik yaitu 10-23 pada hasil perhitungan dan 10-19~10-32 pada hasil simulasi. Kata kunci DWDM, Power link budget, EDFA, SOA, Q factor, OSNR, BER I. PENDAHULUAN Dunia telekomunikasi saat ini mengalami perkembangan yang teramat pesat, untuk itu dibutuhkan teknologi Next Generation Network (NGN) untuk memenuhi permintaan dan peningkatan kebutuhan akan informasi. Salah satu masalah yang timbul adalah permintaan akan jaringan transmisi dengan bitrate yang tinggi dan bandwith yang lebar. Teknologi ini memiliki kapasitas bandwidth yang lebar dan bitrate yang tinggi [1]. Teknologi Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM merupakan teknik transmisi yang memanfaatkan cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda beda sebagai kanal-kanal informasi, sehingga setelah dilakukan proses multiplexing seluruh panjang gelombang tersebut dapat di transmisikan melalui suatu media serat optik, namun jarak transmisi antara Transmitter dan Receiver yang terlalu jauh sering kali membuat tingkatan daya sinyal pada sistem DWDM menurun, hal ini tentunya sangat merugikan karena adanya rugi-rugi sepanjang lintasan [2]. Sehingga dibutuhkan sebuah optical amplifier untuk mengatasi hal tersebut, yang dikenal memiliki kemampuan untuk menguatkan daya sinyal yang mengalami pelemahan. Adapun yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah perancangan simulasi pada sistem transmisi Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) pada jarak 150 km dengan menggunakan optical amplifier jenis Erbium Doped Fiber Amplifier (EDFA) dan Semiconductor Optical Amplifier (SOA). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui design yang optimal untuk sistem transmisi DWDM pada jarak 150 km dengan membandingkan data hasil perhitungan dan data dari hasil simulasi serta diharapkan menjadi bahan pembelajaraan yang akan digunakan di kegiatan perkuliahan untuk di kemudian hari. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Komunikasi Serat Optik Prinsip dasar dari sistem komunikasi serat optik adalah pengiriman sinyal informasi dalam bentuk sinyal cahaya. Pemancar, kabel serat optik dan penerima merupakan komponen dasar yang digunakan dalam sistem komunikasi serat optik. Pemancar berfungsi mengubah sinyal listrik menjadi sinyal optik, kabel serat optik berfungsi sebagai media transmisi dan penerima berfungsi mengubah sinyal optik yang diterima menjadi sinyal listrik kembali [3], [4]. Proses pengiriman informasi yang melalui serat optik menggunakan prinsip pemantulan sinyal optik yang berupa cahaya dengan panjang gelombang tertentu. Secara umum, konfigurasi sistem transmisi serat optik ditunjukkan seperti pada Gambar 1 di bawah ini. 59

elektronik dalam penguat tidak mungkin ada [8]. Optical amplifier ada beberapa jenis, yaitu : 1) Erbium Doped Fiber Amplifier (EDFA) 2) Semiconductor Optical Amplifier (SOA) 3) Fiber Raman Amplifier (FRA) Gambar 1 Konfigurasi Sistem Transmisi Serat Optik Selama perambatannya dalam serat optik, gelombang cahaya akan mengalami redaman di sepanjang serat dan pada titik persambungan serat optik. Oleh karena itu, untuk transmisi jarak jauh diperlukan adanya penguat yang berfungsi untuk memperkuat gelombang cahaya yang mengalami redaman. B. Dense Wavelenght Division Multiplexing 1) Pengertian DWDM Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) merupakan suatu teknik transmisi yang memanfaatkan cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda sebagai kanal-kanal informasi, sehingga setelah dilakukan proses multiplexing seluruh panjang gelombang tersebut dapat ditransmisikan melalui sebuah serat optik. Pada dasarnya, DWDM merupakan pemecahan dari masalah-masalah yang ditemukan pada WDM. 2) Komponen Penting dalam DWDM Adapun komponen-komponen penting DWDM adalah sebagai berikut [7]: a) Transmitter yaitu komponen yang menjembatani antara sumber sinyal informasi dengan multiplekser pada sistem DWDM. b) Receiver yaitu komponen yang menerima sinyal informasi dari demultiplekser untuk dapat dipilah berdasarkan macam-macam informasi. c) DWDM terminal multiplexer. Terminal mux sebenarnya terdiri dari transponder converting wavelength untuk setiap sinyal panjang gelombang tertentu yang akan dibawa. d) Intermediate optical terminal (amplifier). Komponen ini merupakan amplifier jarak jauh yang menguatkan sinyal dengan banyak panjang gelombang yang ditransfer sampai sejauh 140 km atau lebih. e) DWDM terminal demux. Terminal ini mengubah sinyal dengan banyak panjang gelombang menjadi sinyal dengan hanya 1 panjang gelombang dan mengeluarkannya ke dalam beberapa fiber yang berbeda untuk masing-masing client untuk dideteksi. C. Optical Amplifier Optical amplifier adalah sebuah alat yang memiliki penguatan dan menguatkan sinyal optik secara langsung tanpa membutuhkan konversi ke sinyal listrik. Dalam optical amplifier tidak ada konversi sinyal dari optik ke listrik atau sebaliknya, sehingga degradasi sinyal akibat konversi dan penguatan secara D. Implementasi Optical Amplifer 1) Booster Amplifier Booster Amplifier merupakan jenis penguat optik yang ditempatkan pada sisi pemancar. Penguat optik ini memiliki karakteristik memiliki noise figure yang kecil sehingga memberikan nilai signal to noise ratio yang besar. Hal ini memberikan keuntungan karena dengan memiliki signal to noise ratio yang besar artinya ketahanan yang dihasilkan oleh sinyal lebih baik daripada noise yang terkandung di dalam sinyal tersebut. 2) Inline Amplifier Inline amplifier jenis aplikasi penguat optik yang mana penguat optic diletakkan diantara serat optik. Penguat optik inline dapat digunakan untuk memperkuat pelemahan sinyal cahaya, sehingga regenerasi sinyal cahaya tidak perlu lagi. Inline amplifier memiliki konsumsi daya yang rendah dan mode operasi yang mudah. Inline amplifier memiliki konsumsi daya yang rendah dan mode operasi yang mudah. 3) Pre Amplifier Penguat optik pre amplifier adalah jenis aplikasi penguat optik yang diletakan setelah serat optik atau pada sisi penerima. Pre amplifier berfungsi memperkuat sinyal cahaya yang dikirim melalui serat optik sebelum sinyal cahaya tersebut diterima oleh photodetector sehingga pelemahan signal to noise ratio yang disebabkan olehthermal noise di photodetector dapat ditekan. Kenaikan tingkat daya dapat meningkatkan sensitivitas penerima sehingga meningkatkan power link budget. III. PERENCANAAN SIMULASI Simulasi yang di buat yaitu sistem transmisi DWDM, dengan kapasitas channel sebesar 40 λ dan tiap channel nantinya akan ditransmisikan sepanjang 150 km dengan bit rate 10 Gb/s dengan menggunakan software Optisystem 14. Blok diagram sistem DWDM seperti ditunjukkan pada Gambar 2 dibawah ini : Gambar 2 Blok diagram sistem DWDM 60

A. Optisystem 14 Optisystem merupakan software simulasi modern yang dikembangkan oleh Perusahaan Optiwave, yang membuat kontribusi yang tak terhitung jumlahnya untuk optiksistem komunikasi dan aplikasi praktis dari jaringan optik. Dalam software optisystem ada beberapa alat untuk mengukur dan menganalisis hasil antara lain : 1) Eye diagrams, BER, Q-Factor, and Signal chirp. 2) Signal power, gain, noise figure, OSNR. 3) Polarization state, Constellation diagrams. 4) Data monitors, report generation. B. Skenario Kerja 1) Perancangan Simulasi Tanpa Penguat Pada tahapan skenario kerja ini, dilakukan proses simulasi yang bertujuan untuk menentukan panjang maksimum dari serat optik tanpa adanya penguatan. Pada proses simulasi tersebut akan dilakukan iterasi, dimana iterasi dibuat sebanyak 10 iterasi dengan setiap iterasi berjarak 10 km. Gambar 3 dibawah adalah perancangan simulasi tanpa penguat. 3) Perancangan Simulasi Booster Pre Amp Pada skenario kerja yang ketiga ini menggunakan penguat optik EDFA dan SOA ditempatkan sebagai booster dan pre amplifier, dimana boosteramplifier diletakkan setelah transmitter dan pre amplifier adalah penguat optik yang diletakkan setelah fiber optik atau sebelum penerima, sebagaimana gambar 5 dibawah ini : Gambar 5 Perancangan simulasi booster pre amp 4) Perancangan Simulasi Inline Pre Amp Pada skenario kerja yang keempat ini penempatan penguat optik EDFA dan SOA ini sebagai inline dan pre amplifier, dimana inline amplifier diletakkan setelah transmitter dan pre amplifier adalah penguat optik yang diletakkan setelah fiber optik atau sebelum penerima (gambar 6) Gambar 3 Perancangan simulasi tanpa penguat 2) Perancangan Simulasi Booster - Inline Pada skenario kerja yang kedua ini, terlihat pada gambar 4, penguat optik EDFA dan SOA ditempatkan sebagai booster dan inline amplifier. Seperti diketahui bahwa booster amplifier merupakan jenis penguat yang diletakkan tepat setelah transmitter dan sebelum serat optik dan inline amplifier adalah jenis penguat yang diletakkan diantara serat optik. Dengan ditambahkannya penguat maka diharapkan sistem komunikasi ini dapat bekerja lebih maksimal dari pada tanpa penguat dan dapat menempuh jarak yang lebih jauh. Gambar 4 Perancangan simulasi booster inline IV. Gambar 6 Perancangan simulasi inline pre amp V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam sistem komunikasi serat optik DWDM pada jarak 150 Km dengan menggunakan dua jenis penguat optik yaitu Semiconductor Optical Amplifier (SOA) dan Erbium Doped Fiber Amplifier (EDFA) ini, masing masing penguat optik tersebut dimodelkan kedalam tiga aplikasi, yaitu booster amplifier, inline amplifier, dan pre amplifier. Dari ketiga pengaplikasian tersebut dihasilkan 12 model penempatan penguat. Parameter performansi sistem yang dianalisis meliputi parameter transfer daya tiap perangkat, Optical Signal to Noise Ratio (OSNR), Q faktor, dan Bit Error Rate (BER). A. Analisis Hasil Link Power Budget Perhitungan dan Simulasi Pada perhitungan ini diketahui 1 λ mewakili 1 channel informasi, sedangkan di dalam desain simulasi 61

yang dilakukan memiliki 40 λ dengan total power sebesar 23 dbm. Maka setelah dilakukan perhitungan hasil yang didapatkan untuk total power single channel adalah sebesar 7 dbm. 1) Power Output Multiplexer (P n OMU) Diketahui power output transmitter dari sistem sebesar -6 dbm, dan insertion loss pada mux sebesar 6 dbm, maka setelah dilakukan perhitungan maka didapatkan hasil P n OMU untuk 40 λ sebesar 4 dbm. perbandingan hasil perhitungan dan simulasi diperlihatkan pada Tabel I. TABEL I DATA HASIL PERHITUNGAN DAN SIMULASI P n OMU Dari nilai total power single channel sebesar 7 dbm, kemudian dilakukan perhitungan jumlah total power output OMU untuk 40 channel didapatkan hasil perhitungan sebesar 4 dbm. Terlihat pada Tabel 1 terdapat selisih antara hasil perhitungan dan hasil simulasi sebesar 0,06 dbm hal ini dikarenakan pada simulasi memiliki nilai redaman multiplexer yang sedikit lebih besar. 2) Jarak Maksimum Tanpa Penguat Parameter yang dipakai untuk menentukan jarak maksimum tanpa penguat adalah BER, dengan nilai yang sesuai dengan spesifikasi DWDM yaitu 10-11. Perbandingan hasil perhitungan dan hasil simulasi diperlihatkan pada Tabel II dibawah ini. TABEL II DATA HASIL PERHITUNGAN DAN SIMULASI TANPA PENGUAT Parameter ukur Hasil Perhitungan (Km) Terlihat ada perbedaan jarak antara hasil perhitungan dan hasil simulasi sebesar 4 Km. Hal ini dikarenakan pada simulasi pertambahan jarak (iterasi) yang dilakukan per 10 Km. 3) Power Input Booster (P i OBU) Hasil Simulas i (Km) Jarak (Lsist) 54 50 Dari tabel 3.1 diketahui nilai Gain pada OBU sebesar 23 db dan nilai power output pada OBU sebesar 23 dbm. Maka perbandingan hasil perhitungan dan hasil simulasi untuk P i OBU 40 λ diperlihatkan pada Tabel III. TABEL III DATA HASIL PERHITUNGAN DAN SIMULASI P i OBU Berdasarkan Tabel III dapat disimpulkan hasil perhitungan dan hasil simulasi yang didapatkan memiliki selisih yang cukup kecil untuk kedua skema simulasi yaitu 0,6 dbm pada skema booster inline dan 0,1 dbm pada skema inline pre amp. 4) Attenuator Berdasarkan hasil perhitungan P n OMU didapatkan nilai 4 dbm, sedangkan nilai P i OBU sebesar 0 dbm agar mendapatkan penguatan sebesar 23 db, maka diperlukan attenuator untuk menurunkan level daya pada P n OMU. Setelah dilakukan perhitungan maka nilai attenuator yang didaptkan sebesar 4 dbm. 5) Power Input Inline Amplifier (P i OAU) Berdasarkan hasil perhitungan jarak transmisi dengan tambahan booster amplifier didapatkan jarak maksimal 114 Km, sedangkan jarak transmisi sistem adalah 150 Km. Hal ini yang mendasari dibutuhkan adanya penguat inline agar sinyal dapat sampai di penerima. Untuk penempatan inline amplifier ditempatkan pada tempat dimana gain yang dibutuhkan paling sedikit dalam hal ini 23 db, maka berdasarkan hasil perhitungan didapatkan jarak 80 Km sebagai dasar penempatan penguat inline. Nilai P i OAU didapatkan dari P n OBU yang dikurangkan dengan rugi-rugi fiber optik pada jarak 80 Km. Pada Tabel IV di bawah ini merupakan perbandingan hasil perhitungan dan hasil simulasi. TABEL IV DATA HASIL PERHITUNGAN DAN SIMULASI P i OAU Pada skema booster inline terdapat selisih antara hasil perhitungan dan hasil simulasi sebesar 0,5 dbm, hal ini disebabkan karena pada simulasi memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi terhadap koefisien redaman fiber. Pada skema inline pre amp nilai pada hasil perhitungan lebih kecil dari hasil simulasi, namun kedua nilai tersebut masih berada pada range nilai P i OAU 105 yaitu sebesar (-34 dbm ~ 0 dbm). 6) Power Output Inline Amplifier (P n OAU) Jika mengacu pada perhitungan penempatan inline amplifier nilai gain OAU 105 yang digunakan sebesar 23 db maka nilai P n OAU didapatkan dengan menjumlahkan P i OAU dengan Gain. Maka 62

perbandingan nilai hasil perhitungan dengan hasil simulasi ditunjukkan pada Tabel V. TABEL V DATA HASIL PERHITUNGAN DAN SIMULASI P n OAU Berdasarkan Tabel V dapat disimpulkan hasil perhitungan dan hasil simulasi yang didapatkan memiliki selisih yang cukup kecil untuk kedua skema simulasi yaitu 0,6 dbm pada skema booster inline dan 0,1 dbm pada skema inline pre amp. 7) Power Input Pre Amplifier (P i OPU) Jika mengacu pada skema booster pre amp nilai P i OPU didapatkan dari selisih P n OBU dengan rugi-rugi fiber sepanjang 150 Km, namun berbeda pada skema inline pre amp dimana nilai P i OPU didapatkan dari lisih P n OAU dengan rugi-rugi fiber sepanjang 70 Km yang merupakan selisih jarak total 150 Km dengan jarak pada penempatan inline amplifier yaitu 80 Km. Perbandingan nilai hasil perhitungan dengan hasil simulasi ditunjukkan pada Tabel VI. TABEL VI DATA HASIL PERHITUNGAN DAN SIMULASI P i OPU Terlihat bahwa hasil simulasi lebih kecil dari hasil perhitungan dengan selisih masing-masing 0,05 dbm untuk booster pre amp dan 0,02 dbm pada skema inline pre amp. 8) Power Input Demultiplexer (P i ODU) Untuk skema booster inline nilai P i ODU ini merupakan nilai P n OAU yang dikurangi dengan rugirugi fiber sepanjang 70 Km. Untuk skema inline pre amp dan booster pre amp nilai P i ODU merupakan nilai P n OPU. Nilai P n OPU didapatkan dengan cara menjumlahkan P i OPU dengan gain yaitu sebesar 23 db. Perbandingan hasil perhitungan dan hasil simulasi ditunjukkan pada Tabel VII. TABEL VII DATA HASIL PERHITUNGAN DAN SIMULASI P i ODU Pada Tabel VII terlihat selisih hasil perhitungan dan hasil simulasi pada skema booster inline, booster pre amp, dan inline pre amp masing- masing yaitu 0,6 dbm, 0,05 dbm, dan 0,03 dbm. 9) Power Output Demultiplexer (Pn ODU) Nilai P n ODU didapatkan dengan cara mengubah P i ODU 40 channel menjadi 1 channel. Nilai P n ODU ini juga merupakan nilai yang menjadi inputan blok penerima yang memiliki sensitivitas sebesar -18 dbm, artinya nilai P n ODU tidak boleh lebih kecil dari -18 dbm. Perbandingan hasil perhitungan dan hasil simulasi ditunjukkan pada Tabel VIII. TABEL VIII DATA HASIL PERHITUNGAN DAN SIMULASI P n ODU Berdasarkan Tabel VIII dapat diketahui bahwa P n ODU yang menjadi P i R x memiliki nilai untuk ketiga skema yaitu booster inline, booster pre amp, dan inline pre amp masih diatas nilai sensitivitas perangkat penerima. B. Analisis Perbandingan Hasil Perhitungan dan Hasil Simulasi Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan maka didapatkan untuk sistem DWDM 40 λ dengan jarak 150 Km penempatan penguat yang paling baik adalah pada skema booster inline. Pada skema ini didapatkan nilai OSNR akhir berada pada range 33-34 db, dari nilai OSNR itu didapatkan Q faktor yang berada pada range 9-10 db dan menghasilkan nilai BER sebesar 10-23. Dari hasil tersebut didapatkan beberapa analisis yaitu : 1) Nilai OSNR berbanding lurus dengan nilai Q faktor dan berbanding terbalik dengan nilai BER yang dihasilkan, semakin besar nilai OSNR akhir maka akan menghasilkan nilai Q faktor yang juga semakin besar dan menghasilkan nilai BER yang semakin kecil. 2) Nilai OSNR sangat dipengaruhi oleh nilai power inputan pada penguat. 3) Penempatan penguat yang salah akan sangat berpengaruh pada BER yang dihasilkan dikarenakan redaman yang terjadi disepanjang lintasan transmisi. Sedangkan pada hasil simulasi didapatkan bahwa untuk system DWDM 40 λ dengan jarak 150 Km penempatan penguat yang paling baik adalah pada skema booster inline dengan menggunakan jenis penguat EDFA booster EDFA inline, hal ini dapat dilihat dari nilai OSNR akhir yang dihasilkan berada pada range 33-35 db, nilai Q faktor yang berada pada range 8-10 db, dan nilai BER yang paling baik yaitu berada pada range 10-19 -10-32. Dari hasil simulasi didapatkan beberapa analisis yaitu : 1) Penempatan penguat yang paling baik untuk system DWDM 40 λ dengan jarak 150 Km dengan 2 penguat adalah skema booster inline 63

2) Jenis penguat yang paling baik untuk system DWDM 40λ dengan jarak 150 Km dengan 2 penguat adalah EDFA booster yang dikombinasikan dengan EDFA inline. Hal ini didasari dengan mengacu pada parameter OSNR, Q faktor dan BER 3) Penguat jenis SOA akan menghasilkan nilai OSNR yang tinggi namun tidak stabil untuk system DWDM 40λ, nilai yang tidak stabil ini akan menghasilkan Q faktor yang rendah dan BER yang tinggi. Penguat jenis EDFA yang dikombinasikan dengan SOA akan menghasilkan OSNR yang stabil namun Q faktor yang dihasilkan rendah dan BER yang tinggi dikarenakan karakteristik penguat SOA yang tidak stabil pada sistem DWDM yang memiliki multi channel. [5] Leza, Y., M., 2011. Analisis Perencanaan Sistem Transmisi Serat Optik DWDM PT. Telkom Indonesia, Tbk, Skripsi, Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia. [6] Siddiq, Y., M., 2014, Power Kalkulasi dan Link Budget Perangkat DWDM ZTE Pada Sistem Transmisi Serat Optik Untuk Wilayah Semarang Hingga Solo, Skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia. [7] Hastawan, F., A., 2011, DWDM Pada Sistem Transmisi Serat Optik, Jurnal, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia. [8] Sunarto, 2005, Pengenalan Optical Amplifier di Dalam Sistem Komunikasi Optik, Jurnal, Jakarta, Indonesia. [9] Pramono, S., H., 2009, Peretaan Penguatan Erbium Doped Fiber Amplifier (EDFA) C-Band Dengan Metode Pengaturan Daya Sinyal Masukan Pada Daya Pompa, Skripsi, Jakarta, Indonesia. [10] Nasrendra, Y., 2013, Studi Perbandingan Performansi Semiconductor Optical Amplifier Dengan Erbium Doped Fiber Amplifier, Skripsi, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, Pekanbaru, Riau. V. KESIMPULAN Dari analisis link power budget didapatkan hasil dari ketiga skema desain penguatan yaitu booster inline sebesar -17,6 dbm, booster pre amp sebesar - 17,25 dbm, dan inline pre amp sebesar -14,18 dbm masih berada diatas nilai sensitivitas penerima yang ditentukan yaitu -18 dbm. Berdasarkan hasil simulasi, penguat yang paling baik digunakan adalah dengan mengkombinasikan EDFA pada sisi booster dan EDFA pada sisi inline dengan hasil BER berada pada range 10-19 ~10-32. Skema penempatan penguat booster inline merupakan skema penguat yang baik digunakan, berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai BER sebesar 10-23 dan hasil simulasi didapatkan nilai BER 10-19 ~10-32. Penguat EDFA memiliki performansi yang lebih baik dan lebih stabil dari penguat SOA pada sistem DWDM 40 channel. DAFTAR PUSTAKA [1] Keiser, Gerard, 1991, Optical Fiber Communication 3rd Edition, Mc.Graw-Hill Inc. [2] Rochmah, 2009. Diktat Perencanaan Sistem Transmisi, Departemen Teknik Elektro Universitas Indonesia, Depok, Indonesia. [3] Batara, C., G., Djauhari, A. 2013. Rencana Pengembangan Jaringan Komunikasi Backbone Bawah Laut Berbasis Serat Optik Jalur 40 G Untuk Jalur Surabaya-Banjarmasin, skripsi, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia. [4] Dwiputro, T., S., 2012. Analisis Penggunaan Teknologi DWDM Pada Jaringan Backbone Jawa Barat, skripsi, Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia. 64