Dini Widianingrum 1, Ruhyat Kartasudjana 2, Hendi Setiyatwan 5 ABSTRAK. I. Pendahuluan

dokumen-dokumen yang mirip
PengaruhImbanganEnergidan Protein RansumterhadapKecernaanBahanKeringdan Protein KasarpadaAyam Broiler. Oleh

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

Peningkatan Energi Metabolis Produk Fermentasi Campuran Bungkil Inti Sawit dan Dedak Padi

Nilai Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ransum...Setyo Parmesta

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai

Pendahuluan Ayam kampung super JJ 101 adalah hasil rekayasa genetik yang pada umur 8 minggu pertumbuhannya hampir sama dengan umur 5-6

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU.

RETENSI NITROGEN DAN ENERGI METABOLIS RANSUM YANG MENGANDUNG CACING TANAH (Lumbricus rubellus) PADA AYAM PEDAGING

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH TEMPERATUR DAN KADAR AIR PEMBUATAN PELLET TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN PROTEIN RANSUM AYAM BROILER FASE FINISHER

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

I. PENDAHULUAN. Peningkatan keberhasilan suatu usaha peternakan akan di pengaruhi oleh

PENGARUH DOSIS DAN LAMA FERMENTASI BUAH KETAPANG (Ficus lyrata) OLEH Bacillus licheniformis TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

Mairizal 1. Intisari. Kata Kunci : Fermentasi, Kulit Ari Biji Kedelai, Aspergillus Niger, Ayam Pedaging.

Umumnya bungkil kedelai didatangkan dari beberapa negara seperti Amerika, Argentina, Brazil, Cina dan India., sehingga mutu dan komposisinyapun sangat

Tepung Ampas Tahu Dalam Ransum, Performa Ayam Sentul... Dede Yusuf Kadasyah

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai frekuensi penyajian ransum yang berbeda terhadap kualitas

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

EFFECT OF ADDITION OF DURIAN SEED MEAL IN FEED TO THE FEED CON- SUMPTION, HEN DAY PRODUCTION AND FEED CONVERSION ON QUAIL (Coturnix-coturnix japonica)

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan,

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

Nilai Kecernaan Protein Ransum yang Mengandung Bungkil Biji Jarak (Ricinus communis, Linn) Terfermentasi pada Ayam Broiler (Tjitjah Aisjah)

EFEK PENGOLAHAN SECARA KIMIAWI DAN BIOLOGIS TERHADAP KANDUNGAN GIZI DAN NILAI ENERGI METABOLIS LIMBAH IKAN TUNA (Thunnus atlanticus) PADA AYAM BROILER

HASIL DAN PEMBAHASAN

SUPARJO Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Univ. Jambi PENDAHULUAN

PENDAHULUAN. telurnya karena produksi telur burung puyuh dapat mencapai

I. PENDAHULUAN. pakan ternak. Produksi limbah perkebunan berlimpah, harganya murah, serta tidak

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

PENINGKATAN NILAI KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN LEMAK KASAR PRODUK FERMENTASI CAMPURAN BUNGKIL INTI SAWIT DAN DEDAK PADI PADA BROILER

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di

KANDUNGAN LEMAK KASAR, BETN, KALSIUM DAN PHOSPOR FESES AYAM YANG DIFERMENTASI BAKTERI Lactobacillus sp

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4.

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

BAB III MATERI DAN METODE. November 2015 di Kandang Ayam Fakultas Peternakan dan Pertanian,

METODE PENELITIAN. Materi

Effect of Hydrogen Peroxide (H2O2) on white degree and nutrient value of the black swiftlet nest ABSTRACT ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

BAB III MATERI DAN METODE. 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 Januari 2017 di kandang

PEMANFAATAN TEPUNG LIMBAH ROTI DALAM RANSUM AYAM BROILER DAN IMPLIKASINYA TERHADAP EFISIENSI RANSUM SERTA

BAB III MATERI DAN METODE. Pertanian, Universitas Diponegoro pada tanggal 22 Oktober 31 Desember 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

PAPER BIOKIMIA PANGAN

ENERGI METABOLIS DAN DAYA CERNA BAHAN KERING RANSUM YANG MENGANDUNG BERBAGAI PENGOLAHAN DAN LEVEL CACING TANAH (LUMBRICUS RUBELLUS)

AGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017

Level Tepung Kulit Ubi Kayu Fermentasi dalam Ransum terhadap Performa Produksi Puyuh Umur 1-8 minggu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk mensejahterakan kehidupan makhluknya termasuk manusia agar dapat

MENINGKATKAN NILAI NUTRISI FESES BROILER DAN FESES PUYUH DENGAN TEKNOLOGI EFEKTIVITAS MIKROORGANISME SEBAGAI BAHAN PAKAN BROILER

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

EFEK PENGUKUSAN TERHADAP KANDUNGAN GIZI TEPUNG BIJI DURIAN (Durio zibethinus Murr) (Steaming effect of durian seed powder for nutrition content) oleh:

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO S E M A R A N G

KADAR HEMATROKRIT, GLUKOSA DAN UREA DARAH SAPI JAWA YANG DIBERI PAKAN KONSENTRAT DENGAN TINGKAT YANG BERBEDA

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang

PEMAKAIAN ONGGOK FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM BURAS PERIODE PERTUMBUHAN

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN PEPAYA TERHADAP TAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER (The Effect of Papain Extract on the Broiler Performance)

PENGARUH LEVEL LIMBAH UDANG PRODUK FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP BIOLOGICAL VALUE PADA AYAM KAMPUNG

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

PENGARUH PERBEDAAN PENGOLAHAN LIMBAH IKAN SEBAGAI BAHAN PAKAN LARVA IKAN LELE (Clarias gariepinus) Hatta.

Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal

MATERI DAN METODE. Materi

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan

BAB III METODE PENELITIAN. konversi pakan ayam arab (Gallus turcicus) ini bersifat eksperimental dengan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

PENGGUNAAN TEPUNG LIMBAH PENGALENGAN IKAN DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA BROILER. Arnold Baye*, F. N. Sompie**, Betty Bagau**, Mursye Regar**

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

TINJAUAN PUSTAKA. betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuaan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam tipe petelur yang jantan dikenal dengan sebutan ayam jantan tipe medium,

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG

Pengaruh Penggunaan...Trisno Marojahan Aruan

PENGARUH IMBANGAN ENERGI DAN PROTEIN RANSUM TERHADAP BOBOT KARKAS DAN BOBOT LEMAK ABDOMINAL AYAM BROILER UMUR 3-5 MINGGU

DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

Pengaruh Dosis Inokulum dan Lama Fermentasi Buah Ketapang (Ficus lyrata) oleh Aspergillus niger terhadap Bahan Kering, Serat Kasar, dan Energi Bruto

BAB III MATERI DAN METODE

ENERGI METABOLIS DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI RANSUM AYAM BROILER YANG MENGANDUNG LIMBAH RESTORAN SEBAGAI PENGGANTI DEDAK PADI

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

Transkripsi:

Pengaruh Suhu dan Lama Waktu Pengeringan terhadap Kualitas Kimia dan Biologi Tepung Limbah Ikan Lele (Clarias sp.) sebagai Sumber Protein Hewani dalam Ransum Ayam Broiler Dini Widianingrum 1, Ruhyat Kartasudjana 2, Hendi Setiyatwan 5 ABSTRAK Penelitian yang berjudul pengaruh suhu dan lama waktu pengeringan terhadap kualitas kimia dan biologi tepung limbah ikan lele (TLIL) sebagai sumber protein hewani dalam ransum ayam broiler. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan kombinasi suhu dan lama waktu pengeringan limbah ikan lele dengan kualitas kimia dan biologi yang paling baik. Pengeringan TLIL dengan menggunakan 3 taraf suhu 5 o C, 65 o C, 8 o C, 3 taraf waktu 4, 5 dan 6 jam, yang diulang 3 kali. Energi metabolis, kecernaan bahan kering dan kecernaan protein kasar diuji dengan menggunakan ayam broiler finalstock strain Cobb berumur 5 minggu sebanyak 27 ekor yang dialokasikan ke dalam Rancangan acak lengkap pola faktorial. Hasil penelitian disimpulkan bahwa pengeringan limbah ikan lele pada suhu 65 o C dan selama 5 jam merupakan kombinasi yang paling baik menghasilkan protein kasar 46,33 +,41 %, energi metabolis 2993,33 + 36,5 kkal/kg, kecernaan bahan kering 61,38 + 1,17 % dan kecernaan protein kasar 73,38 + 1,7 %. Kata kunci : Pengeringan limbah ikan lele, Uji kimia dan biologi, I. Pendahuluan Limbah ikan lele terdiri atas kepala, jeroan, sirip, duri dan ekor yang dihasilkan dari sisa pembuatan abon ikan lele. Limbah ikan lele mengandung kadar air 1,79%, abu 15,7%, protein kasar 45,3%, khitin 1,41%, lemak kasar 17,49%, kalsium 2,29% dan phosfor 1,2% (Dini, 213). Limbah ikan lele mempunyai kandungan protein cukup tinggi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein hewani dalam ransum ayam broiler. Limbah ikan lele mempunyai kekurangan yaitu bakteri merugikan yang berasal dari ikan lele. Bakteri sangat berbahaya sehingga harus dihentikan aktivitasnya dengan cara pengeringan. Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara mengeluarkan sebagian kadar air yang terdapat dalam limbah ikan lele (Soeseno, 1984). Tujuan pengeringan adalah untuk mencegah pembusukan, menghindari adanya off-flavor dan meningkatkan kualitas (Fennema, 1976). Metode pengeringan menggunakan oven mampu meningkatkan kualitas limbah ikan lele. Proses pengeringan limbah ikan lele dipengaruhi oleh kombinasi suhu dan waktu. Pengeringan dengan suhu rendah dan waktu yang lama akan memberi peluang kepada mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang sehingga merusak kualitas tepung limbah ikan lele seperti tengik dan beracun. Pengeringan dengan suhu terlalu tinggi dalam waktu lama dapat mengakibatkan denaturasi protein. Denaturasi protein menyebabkan protein limbah ikan lele sulit dicerna dalam saluran pencernaan ayam broiler sehingga akan menghambat pertumbuhan. Dengan demikian pengeringan harus dilakukan dengan kombinasi suhu dan waktu yang tepat. 1 Dosen Tetap Fakultas Pertanian UNMA 2 Dosen Fakultas Peternakan UNPAD 1

II. Bahan dan Metode A. Bahan Bahan penelitian menggunakan limbah ikan lele yang terdiri atas kepala, sirip, dan duri. Limbah ikan lele dikeringkan dengan menggunakan oven kemudian dihaluskan menjadi tepung. Uji kimia dilakukan dengan analisis protein kasar menggunakan metode Kjeldahl (Tillman, dkk., 1998). Uji biologi dilakukan untuk mendapatkan energi metabolis berdasarkan metode Sibbald dan Morse (1983), kecernaan bahan kering dan kecernaan protein kasar berdasarkan metode Ranjhan (198). Ternak yang digunakan adalah ayam broiler final stock finalstock Cobb sebanyak 27 ekor, berumur 6 minggu dengan koefisien variasi 4,4%. Ayam dikelompokan ke dalam 27 buah unit kandang individu secara acak tanpa pemisahan jenis kelamin. Pemberian TLIl pada ayam broiler secara force feeding sebanyak 5 gram/ekor. Ayam ditempatkan dalam kandang individu sebanyak 27 unit yang dilengkapi oleh penampung feses. B. Metode Metode penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap Pola Faktorial dengan 3 taraf suhu pengeringan yaitu 5 o C, 65 o Cdan 8 o C yang dikombinasikan dengan 3 taraf lama waktu pengeringan yaitu 4 jam, 5 jam, dan 6 jam, yang diulang 3 kali. III. Hasil dan Pembahasan 1. Protein Kasar Rataan protein kasar tepung limbah ikan lele hasil pengeringan dicantumkan pada Gambar 1. 47 46 45 44 44,86 45,16 45,1 45,72 46,33 45,61 44,39 44,18 43,51 43 42 Protein Kasar (%) Gambar 1. Rataan Protein Kasar TLIL Hasil Pengeringan Gambar 1 menunjukkan rataan protein kasar TLIL hasil pengeringan 5 o C pada lama waktu pengeringan 4 jam, 5 jam dan 6 jam tidak berbeda nyata. Hal demikian sejalan dengan penelitian Restiani (21) yang mengatakan bahwa suhu pengeringan 5 o C, 6 o C dan 7 o C tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan protein kasar. Rataan protein kasar TLIL hasil pengeringan pada suhu 65 o C dengan lama waktu pengeringan 5 jam lebih tinggi dari pada yang 4 jam dan 6 jam. Hal demikian disebabkan oleh aktivitas enzim proteolitik yang optimal (Cordova, dkk., 25). Rataan protein kasar TLIL hasil pengeringan pada suhu 8 o C dengan lama waktu pengeringan 6 jam lebih rendah dibandingkan dengan yang 4 jam dan 5 jam. Hal demikian 2

disebabkan oleh denaturasi protein. Denaturasi protein pada proses pengeringan ditandai dengan adanya reaksi pencoklatan (Maynard, dkk, 1981). Hal demikian terjadi karena adanya reaksi Maillard yaitu reaksi asam amino lisin dengan karbohidrat terutama glukosa (Winarno, 21). 2. Energi Metabolis Rataan energi metabolis TLIL hasil pengeringan dicantumkan dalam Gambar 2. 35 3 25 2 15 1 5 2643,33 2698 271,67 2767,67 2993,33 2743 2597,33 2573 2456,33 Energi Metabolis (kkal/kg) Gambar 2. Rataan Energi Metabolis TLIL Hasil Pengeringan Gambar 2 menunjukan bahwa rataan energi metabolis tepung limbah ikan lele hasil pengeringan pada suhu 5 o C pada berbagai waktu pengeringan tidak memberikan pengaruh nyata. Rataan energi metabolis TLIL hasil pengeringan pada suhu 65 o C dengan lama waktu pengeringan 5 jam lebih tinggi dibandingkan dengan lama waktu pengeringan 4 jam dan 6 jam. Hal demikian disebabkan oleh pengeringan pada suhu 65 o C struktur molekul lipida TLIL mengalami pembesaran ikatan lipida secara optimum (Muchtadi dan Palupi, 1992). Rataan energi metabolis TLIL hasil pengeringan pada suhu pengeringan 8 o C dengan lama waktu pengeringan 6 jam lebih rendah dibandingkan dengan lama waktu pengeringan 4 jam dan 5 jam. Hal demikian disebabkan oleh pembesaran ikatan lipida lebih besar yang menyebabkan kelonggaran ikatan lipida (Muchtadi dan Palupi, 1992). 3. Kecernaan Bahan Kering Rataan kecernaan bahan kering TLIL hasil pengeringan dicantumkan dalam Gambar 3. 7 6 5 4 3 2 1 61,38 56,79 52,28 52,82 53 55,9 48,47 48,55 45,85 Kecernaan Bahan Kering (%) 3

Gambar 3. Rataan Kecernaan Bahan Kering TLIL Hasil Pengeringan Gambar 3 menunjukan bahwa rataan kecernaan bahan kering TLIL hasil pengeringan pada suhu 5 o C dan 8 o C pada berbagai lama waktu pengeringan tidak menghasilkan pengaruh nyata terhadap kecernaan bahan kering TLIL. Rataan kecernaan bahan kering hasil pengeringan dengan suhu 65 o C dengan lama waktu pengeringan 5 jam lebih tinggi dibandingkan dengan lama waktu pengeringan 4 jam dan 6 jam. Hal demikian disebabkan oleh limbah ikan lele yang sudah mengalami proses pengolahan, selain mempunyai nilai gizi yang tinggi juga memberikan rasa dan aroma yang khas, mempunyai daya cerna tinggi serta kandungan asam amino yang tersedia menjadi lebih baik. Perbedaan nilai kecernaan bahan kering disebabkan pula oleh adanya perbedaan pada sifat-sifat makanan yang diproses, termasuk kesesuaiannya untuk dihidrolisis oleh enzim pencernaan broiler (Wahju, 1997). 4. Kecernaan Protein Kasar Rataan kecernaan protein kasar TLIL hasil pengeringan dicantumkan dalam Gambar 4. 8 7 6 5 4 3 2 1 56,89 59,15 59,47 73,38 64,6 66,78 57,1 52,71 49,86 Kecernaan Protein Kasar (%) Gambar 4. Rataan Kecernaan Protein Kasar TLIL Hasil Pengeringan Gambar 4 menunjukan bahwa kecernaan protein kasar TLIL hasil pengeringan pada suhu 5 o C dengan lama waktu pengeringan 6 jam lebih tinggi dibandingkan dengan lama waktu pengeringan 4 jam dan 5 jam. Hal demikian disebabkan oleh kecernaan protein kasar dipengaruhi oleh kecernaan asam amino yang terdapat dalam protein. Rataan kecernaan protein kasar TLIL hasil pengeringan 65 o C dengan lama waktu pengeringan 5 jam lebih tinggi dibandingkan dengan lama waktu pengeringan 4 jam dan 6 jam. Hal demikian disebabkan oleh suhu pengeringan sampai 65 o C tidak menghambat aktivitas enzim, bahkan pada suhu pengeringan ini protein terhidrolisis dengan mudah dan diasimilasi oleh sistem pencernaan (Cahu dkk.,1999). Rataan kecernaan protein kasar TLIL hasil pengeringan pada suhu 8 o C dengan lama waktu pengeringan 6 jam lebih rendah dibandingkan dengan lama waktu pengeringan 4 jam dan 5 jam. Hal demikian disebabkan oleh pada suhu 8 o C semakin lama waktu pengeringan maka semakin rendah kecernaan protein kasar. Hal demikian disebabkan oleh pengurangan kadar air dalam protein sehingga berpengaruh terhadap kelarutan protein (Lassen, 1965). Kelarutan merupakan sifat fungsional dari protein dimana semakin tinggi kelarutan protein maka kecernaan protein kasar akan semakin baik. Kelarutan protein berhubungan dengan dengan permukaan hidrofobik (protein-protein) dan hidrofilik (protein-pelarut) interaksi (Ophart, 23). 4

IV. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh bahwa TLIL dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein hewani dalam ransum ayam broiler. Hasil tersebut ditunjang oleh data sebagai berikut kombinasi suhu dan lama waktu pengeringan TLIL yang paling baik yaitu 65 o C dan 5 jam merupakan kombinasi yang paling baik menghasilkan protein kasar 46,33 +,41 %, energi metabolis 2993,33 + 36,5 kkal/kg, kecernaan bahan kering 61,38 + 1,17 % dan kecernaan protein kasar 73,38 + 1,7 %. Daftar Pustaka Cahu, C. L., Zambonino infante, J. L., Quazuguel, P., & Le Gall, M.M. 1999. Protein hydrolysate vs. fish meal in compound diets for 1-day old sea bass Dicentrachus labrax larvae. Aquaculture, 171, 19 119. Cordova, JHM., Maria, ANT., Carreno, FG., 25. Concentrates of Fish Protein from Bycatch Species Produced by Various Drying Processes. Elsevier. Food Chemistry. 1 (27) 75-711. Dini, W. 213. Hasil Analisis Proksimat Tepung Limbah Ikan Lele dan Tepung Ikan Teri. Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Sumedang. Fennema, O.R. 1976. Principles of Food Science. Marcel Dekker, inc. New York. Lassen, S. 1965. Technological Problems in the Heat Treatment of Requiring More Knowlwdge From Fundamental Research, In : The Technology n Fish Utilization, Kreuzer, Ed., Fishing News (Books), London. Maynard, L.A., J.K. Loosli, H.F. Hintz, and R.G. Warner. 1979. Animal Nutrition. Seventh Edition McGraw- Hill Book Company, Philippine. Muchtadi D. dan Palupi N.S. 1992. Metoda Kimia Biokimia dan Biologi dalam Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. Ophart, CE., 23. Virtual Chembook. Elmhurst College. Ranjhan, S.K. 198. Animal Nutrition in the Tropic. Vikas Publishing House PVT Ltd., New Delhi. Restiani, B. 21. Pengeringan Ikan Rucah dengan Tray Dryer : Pengaruh Suhu Dan Lama Pengeringan terhadap Kualitas Tepung Ikan. Tesis. Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Sibbald, I.R. dan P.M. Morse. 1983. Effect of The Nitrogen Correction and Feed Intake on True Metabolizable Energy Value. Poultry Sci. 62 : 138-142. Soeseno, S. 1984. Teknik Penangkapan dan Teknologi Ikan. CV Yasaguna. Jakarta. Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodja, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cerakan keempat. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Winarno, F.G. 21. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia, Jakarta. 5