Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

dokumen-dokumen yang mirip
KEY TO THE LACESSITTERMES HOLMGREN (TERMITIDAE: NASUTITERMITINAE) FROM SUMATRA

TERMITES SPECIES RICHNESS AND DISTRIBUTION AT RESIDENTIAL AREA IN PT ARUN LNG

Deskripsi ulang dan sarang Bulbitermes germanus (Haviland) (Isoptera: Termitidae) di Indonesia

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

CHECKLIST OF TERMITE (ISOPTERA) RECORDED FROM BUKIT LAWANG, NORTH SUMATRA

TERMITES ENDANGERED TRADITIONAL MEDICAL PLANTS

RAYAP KAYU (ISOPTERA) PADA RUMAH-RUMAH ADAT MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

Karakteristik Populasi Rayap Tanah Coptotermes spp (Blattodea: Rhinotermitidae) dan Dampak Serangannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Arthropoda merupakan filum terbesar dalam dunia Animalia yang mencakup serangga, laba-laba, udang,

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

I. PENDAHULUAN. Indonesia di pasaran dunia. Kopi robusta (Coffea robusta) adalah jenis kopi

BAB I PENDAHULUAN. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

Zulkaidhah 1), Abdul Hapid 1) dan Ariyanti 1) Staf Pengajar Jurusan Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako Palu,

PENGENALAN RAYAP PERUSAK KAYU YANG PENTING DI INDONESIA

SEBARAN DAN UKURAN KOLONI SARANG RAYAP POHON Nasutitermes sp (ISOPTERA: TERMITIDAE) DI PULAU SEBESI LAMPUNG SEBAGAI SUMBER BELAJAR BIOLOGI

EKOLOGI, DISTRIBUSI dan KONSERVASI ORANGUTAN SUMATERA

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

I. PENDAHULUAN. Deforestasi hutan tropis dan konversi hutan menjadi sistem penggunaan

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

KERAGAMAN JENIS RAYAP PADA HUTAN SEKUNDER DAN AGROFORESTRI DI TAMAN NASIONAL LORE LINDU, SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah

Rayap, Serangannya, dan Cara Pengendalian

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

Muhammad Sayuthi Laboratorium Hama Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya

Keanekaragaman Jenis Rayap Tanah dan Dampak Serangan Pada Bangunan Rumah di Perumahan Kawasan Mijen Kota Semarang

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman

*Penulis korespondensi. Tel: Diterima: 10 Maret 2014 Disetujui: 17 Mei Abstrak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

AGRIVITA VOLUME 28 No 3 OKTOBER 2006 ISSN : Fitri Khusyu Aini dkk. : Meningkatnya Potensi Sebaran Hama Rayap...

BIODIVERSITAS 3/31/2014. Keanekaragaman Hayati (Biodiversity) "Ragam spesies yang berbeda (species diversity),

A. JUDUL Keanekaragaman dan Klasifikasi Makhluk Hidup

IDENTIFIKASI TINGKAT SERANGAN DAN JENIS RAYAP YANG MERUSAK BANGUNAN DI KOTA AMBON

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

POLA AKTIVITAS ORANGUTAN (Pongo abelii) DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KETAMBE ACEH TENGGARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Species : Pinus merkusii (van Steenis, et al., 1972).

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhamad Adnan Rivaldi, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan

BIOLOGI DAN PENGENDALIAN RAYAP HAMA BANGUNAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

BAB I PENDAHULUAN. memiliki separuh keanekaragaman flora dan fauna dunia dan diduga sebagai

DAFTAR PUSTAKA. Anonim Obor. Biro Perencanaan Perum Perhutani Unit I. Jawa Tengah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SMP NEGERI 3 MENGGALA

KERAGAMAN SPESIES RAYAP DI KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG GUNUNGPATI SEMARANG

KAJIAN KEBERADAAN TAPIR (Tapirus indicus) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA. Surel :

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

KEPADATAN POPULASI IKAN JURUNG (Tor sp.) DI SUNGAI BAHOROK KABUPATEN LANGKAT

BAB I. PENDAHULUAN. bagi makhluk hidup. Keanekaragaman hayati dengan pengertian seperti itu

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Jenis-jenis Rayap (Isoptera) di Kawasan Hutan Bukit Tengah Pulau dan Areal Perkebunan Kelapa Sawit, Solok Selatan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki luas hutan terbesar di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB III KERAGAMAN SPECIES SEMUT PADA EKOSISTEM TERGANGGU DI KAWASAN CAGAR ALAM TELAGA WARNA JAWA BARAT

TULISAN PENDEK. Beberapa Catatan Tentang Aspek Ekologi Cacing Tanah Metaphire javanica (Kinberg, 1867) di Gunung Ciremai, Jawa Barat.

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

I. PENDAHULUAN. dan gajah yang keberadaannya sudah mulai langka. Taman Nasional. Bukit Barisan Selatan termasuk ke dalam taman nasional yang memiliki

POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E

III. METODOLOGI PENELITIAN. tiga tipe kebun kakao di Desa Cipadang. Secara administratif, Desa Cipadang

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

I. PENDAHULUAN. tiap tahunnya (Rachmawati, 1996), sedangkan menurut Wahyuni (2000), di Kabupaten

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota, berupa kawasan

Keanekaragaman Rayap Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi

BAB I PENDAHULUAN. hayati memiliki potensi menjadi sumber pangan, papan, sandang, obat-obatan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

KEANEKARAGAMAN LABA-LABA ( Arachnida ) PADA KETINGGIAN TEMPAT YANG BERBEDA DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Rayap Pada Kayu Umpan Di Kampung Babakan Cimareme Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur

GEMPA DAN TSUNAMI GEMPA BUMI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

BAB I PENDAHULUAN. rapat dan menutup areal yang cukup luas. Sesuai dengan UU No. 41 Tahun

PENDAHULUAN Latar Belakang

KOMPOSISI RAYAP DI KEBUN GAMBIR MASYARAKAT DI KANAGARIAN SIGUNTUR MUDA KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. dunia, termasuk juga keanekaragaman Arthropodanya. 1. Arachnida, Insecta, Crustacea, Diplopoda, Chilopoda dan Onychophora.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

Transkripsi:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: 978-602-60401-3-8 STRATEGI MENCARI MAKAN DAN BERSARANG RAYAP Longipeditermes longipes (HAVILAND, 1898) (NASUTITERMITINAE) DI EKOSISTEM LEUSER, SUMATERA Syaukani Syaukani Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Syiah Kuala, Darussalam 23111, Banda Aceh Email: syaukani@unsyiah.ac.id ABSTRAK Longipeditermes longipes merupakan salah satu jenis rayap yang tidak membutuhkan lorong kembara dalam melakukan aktivitas di lantai hutan. Dimporhism kasta prajurit merupakan ciri penting yang membedakan genus ini dengan Lacessititermes dan Hospitalitermes yang yang mempunayi kemiripan dalam morfologi dan ekologinya. Rayap ini meninggalkan sarang untuk mencari makanan dan kembali ke sarangnya dengan membawa makanan berupa bola-bola kecil dalam suatu iringan yang terdiri dari kasta pekerja dan dikawal oleh prajurit. Jumlah individu untuk dalam suatu iringan berkisar 300.000-500.000 dengan jarak antara sarang dengan sumber makanan mencapai 20 meter. Pemilihan waktu untuk beraktivitas, strategi habitat bersarang, warna kasta pekerja dan prajurit, serta pemanfaatan pergerakan diantara ranting dan serasah di lantai hutan merupakan strategi yang dilakukan untuk menghindari dari pemangsaan oleh predator. Kata Kunci: Rayap, Longipeditermes longipes, Serangga Sosial, Ekosistem Leuser PENDAHULUAN umatera merupakan salah satu pulau dengan keanekaragaman hayati yang tinggi di Indonesia. Laju deforestasi yang semakin tidak terkendali menjadikan banyak biota yang telah punah sebelum manusia mampu menginventarisasi dan memanfaatkan potensi yang dimilikinya. Ekosistem Leuser yang terletak di ujung paling Barat Pulau Sumatera dihuni oleh berbagai flora dan fauna yang unik dan beberapa tergolong ke dalam endemik. Ekosistem ini dipercaya sebagai salah satu tempat terakhir di bumi dimana orangutan, badak, gajah, harimau, beruang, serta macan dahan hidup bersama dalam suatu ekosistem (Whitten et al. 2000). Secara umum rayap dikenal sebagai serangga perusak bangunan atau hama dalam industri pertanian dan perkebunan (Chhotani 1997), akan tetapi serangga ini sangat menentukan dalam rantai ekosistem di hutan tropis (Wood dan Sands 1978, Collins 1989, Gathorne-Hardy et al. 2001). Kemampuannya dalam menguraikan selulosa sehingga pohon, ranting, serasah yang sangat melimpah di lantai hutan dapat didaurulang kembali dan meningkatkan kesuburan tanah (Syaukani 2017). Kepadatan populasi rayap dapat mencapai 10.000 individu/m 2 sehingga tidak dapat dipisahkan dari translokasi material kayu dan tanah dan berdampak terhadap ekologi biota makrofauna di hutan tropis (Collins 1984). Kemampuannya dalam mengorganisasi setiap kasta menjadikan serangga ini mampu melakukan perkarjaan yang tidak sebanding dengan ukuran morfologinya yang relatif kecil. Setiap kasta mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda yang dikontrol oleh kasta reproduktif (ratu) (Watson and Gay 1991, Pearce 1997, Eggleton 2000). Longipeditermes Homlgren termasuk ke dalam golongan rayap yang dapat bergerak bebas di lantai hutan karena tidak membutuhkan lorong kembara (Tho 1992; Hoare and Jones 1998; Syaukani 2008, Syaukani et al, 2011). Rayap ini lebih sering terlihat menjelang sore dan malam hari serta membawa gumpulangumpalam kecil makanan ketika kembali ke sarangnya (Syaukani 2000, 2017). Dari hampir 3.000 jenis rayap yang telah teridentifikasi di 132

Strategi Mencari Makan dan Bersarang Rayap Longipeditermes longipes... seluruh dunia, genus ini hanya terdiri dari dua jenis, yaitu Longipeditermes longipes (Haviland 1898) dan L kistneri (Akhtar dan Ahmad 1985). Thapa (1981) menambahkan Longipeditermes mandibulatus sebagai salah satu jenis rayap dari genus ini, akan tetapi kemudian Hoare dan Jones (1998) menyatakan bahwa rayap jenis ini merupakan junior sinonim dari L. longipes. Dalam artikel ini akan dibahas tentang beberapa aspek biologi dari rayap Longipeditermes longipes yang dikoleksi selama 18 tahun dari Ekosistem Leuser. METODE PENELITIAN Lokasi pengambilan sampel rayap meliputi Stasiun Penelitian Suaq Balimbing, Stasiun Penelitian Bengkung, Krueng Baro, Lawe Sawah, (Aceh Selatan), Stasiun Penelitian Ketambe, Gunung Kemiri, Pos Monitoring Agusan (Aceh Tenggara), dan Stasiun Rehabilitasi Orangutan Bahorok, Stasiun Penelitian Aras Napal (Sumatera Utara). Pengoleksian dan pengamatan rayap L. longipes dilakukan dengan kombinasi beberapa metode penelitian yang sudah umum diadopsi dalam studi biodiversitas dan keragaman rayap, yaitu Standardized Sampling Protocol, Finding Colony, serta Casual Collection (Jones dan Eggleton 2000, Gathorne-Hardy et.al. 2002, Syaukani dan Thompson 2011). Pengoleksian data dilakukan di berbagai tipe hutan (umunnya primer dan sekunder) dan ketinggian yang berbeda (100-1.000 m dpl). Jika ditemukan iring-iringan rayap di lantai hutan maka akan diikuti sampai ke sarangnya. Pengamatan perilaku dilakukan dengan mangamati rayap ketika mulai meninggalkan sarang sampai kembali lagi ke sarang. Data-data ekologi dan perilaku dicacat secara manual dan digital, setelah dilakukan pengdokumentasian. Sebanyak 50 individu dikoleksi ke dalam ethanol 70% setelah diberi label data secukupnya. Diusahakan untuk mengoleksi rayap dari kasta prajurit, pekerja, dam reprodukstif (laron) secara berimbang. HASIL DAN PEMBAHASAN Koloni Rayap Longipeditermes longipes Ditemukan 200 koloni atau bagian koloni rayap selama 18 tahun pengoleksian di Kawasan Ekosistem Leuser. Tidak semua koloni berhasil diikuti sampai ke sarangnya karena sering ketika rayap merasa terganggu maka mereka akan bersembunyi di bawah ranting dan serasah sehingga kita kehilangan jejak. Rayap ini mempunyai warna yang mirip dengan lingkungan sekitar sehingga sangat mudah untuk mengelabui mangsanya (Syaukani et al. 2016). Ukuran koloni tidak menunjukkan kosistensi yang diduga dipengaruhi oleh lokasi, usia, kondisi hutan, serta gangguan predator. Koloni yang ukuran yang relatif besar lebih sering ditemukan di hutan primer. Kondisi hutan primer dengan tutupan kanopi yang rapat menyediakan lingkungan yang teduh dan lembab sehingga sangat mendukung bagi kelangsungan hidup rayap ini. Tutupan kanopi dapat menghabat cahaya matahari langsung ke lantai hutan yang dapat mempengaruhi perubahan suhu tanah dan berpengaruh bagi rayap (Gathorne-Hardy et al. 2016). Tersedianya makanan berupa serasah dan ranting/dahan yang melimpah di lantai hutan menjadikan rayap mempunyai energi yang cukup untuk membesarkan sarangnya. Di samping itu, kondisi hutan primer juga dapat melindungi rayap dari acaman predator yang ummnya berupa kadal, tringiling, semut, katak, burung, serta orangutan. Preferensi lokasi koloni yang sering dipilih adalah sarang di bawah tanah berdekatan dengan pangkal pohon yang relatif besar dan sudah mati. 133

Syaukani Syaukani Gambar 1. Tunggak kayu (Shorea sp.) yang di bagian dalam dan pangkalnya dijadikan sebagai koloni rayap L. longipes Aktivitas Mencari Makan Longipeditermes longipes Longipeditermes, Lacessititermes dan Hospitalitermes merupakan kelompok rayap yang sangat mirip secara morfologi, strategi mencari makanan, serta perilaku dalam mempertahankan koloni dari serangan predator. Aktivitas di luar sarang yang tidak membutuhkan lorong-lorong kembara menjadikan rayap ini berbeda dengan berbagai kelompok rayap pada umumnya yang menjadikan lorong kembara sebagai media yang paling penting ketika berada di luar sarang. Rayap ini sering keluar dari sarang menuju ke sumber makanan dengan diawali oleh beberapa kasta pekerja yang memberi sinyal tentang lokasi tempat makanan yang ideal. Selanjutnya akan diikuti oleh kelompok rayap pekerja lainnya yang memotong dan membentuk serpihan material kayu menjadi gumpalangumpalan kecil sehingga mudah dibawa ke dalam sarang oleh rayap kasta pekerja lainnya. Selama berada di luar sarang maka rayap pekerja ini akan selalu dikawal oleh rayap kasta prajurit yang berbaris sepanjang jalur yang dilalui mulai dari keluar sarang sampai kembali ke dalam sarang. Diperkirakan jumlah individu untuk satu iring-iringan rayap ketika meninggalkan sarang menuju kesumber makanan berkisar 200.000-500.000 individu. Gambar 2. Rayap kasta pekerja L. longipes sedang dalam proses pengumpulan material makanan dari ranting kayu untuk dibawa ke sarangnya. Juga terlihat beberapa rayap kasta prajurit sedang berjaga di sekitar lokasi untuk melindungi pekerja dari gangguan. Ukuran dari rayap kasta prajurit terlihat sangat kontras antara yang prajurit besar dan prajurit kecil. Sealam aktivitas pencarian dan pengangkutan makanan maka jumlah prajurit kjecil terlihat lebih dominan di bandingkan dengan prajurit besar. Akan tetapi jika iringiringan barisan rayap diganggu dalam rentang waktu yang lama baru terlihat kemunculan dari prajurit besar. Jarak antara sarang dengan sumber makanan sangat bervariasi dan mencapai 20 m. Jarak yang ditempuh oleh L. longipes di Kalimantan dilaporkan lebih singkat 134

Strategi Mencari Makan dan Bersarang Rayap Longipeditermes longipes... yang hanya mencapai 14.5 m dari sarangnya (Hoare and Jones 1998). Rayap pekerja terlihat mempunyai pola yang khusus dalam mencapai sumber makanan dan kembali ke dalam sarang. Diduga perilaku ini berhubungan dengan pemilihan jalur yang aman dari gangguang predator walaupun terlihat kurang efisien. Sebagai serangga sosial maka setiap aktivitas yang dilakukan tidak terlepas dari kontrol dan perintah dari ratu KESIMPULAN Longipeditermes longipes merupakan salah satu jenis rayap yang berperan penting DAFTAR PUSTAKA Chhotani, O. B. 1997. Fauna of India-Isoptera (Termites) Vol. II. Zoological Survey of India, Calcuta, 800 pp. Collins. N. M. 1984. The termites (Isoptera) of the Gunung Mulu National Park, with a key to genera known from Sarawak. Sarawak Museum Journal 30: 65-87. Collins. N.M. 1989. Termites. In Lieth, H. and Werger, M.J.A. (eds.). Tropical Rain Forest Ecosystems. Biogeographical and Ecological Studies. Elsevier, Amsterdam, pp. 455-471. Eggleton, P. 2000. Global patterns of termite diversity. In Abe, T., Bignell, D.E. & Higashi, M. (eds.), Termites: evolution, sociality, symbiosis, ecology. Kluwer Academic Publishers, Dordrecht, the Netherlands, pp. 25-51. Gathorne-Hardy, F., Syaukani and Eggleton, P. 2001. The effects of altitude and rainfall on the composition of the termites (Isoptera) of the Leuser Ecosystem (Sumatra, Indonesia). Journal of Tropical Ecology, 17:379-393. Gathorne-Hardy, F., Jones, D.T. and Syaukani. 2002. A regional perspective on the effects oh human disturbance on the termites on Sundaland. Biodiversity and Cpnservation, 11: 1991-2006. Haviland, G.D. 1898. Observations on termites; with description on new species. Journal of the Linnean Society, Zoology, 26: 358-442. dalam ekosistem di hutan tropis. Sebanyak 200 koloni atau bagian koloni berhasil dikoleksi selama 18 tahun survei di Kawasan Ekosistem Leuser. Hutan primer merupakan habitat yang paling sesuai bagi L. longipes dalam mencari makan dan mendirikan koloninya. Dimporhism kasta prajurit merupakan ciri penting dalam membedakan Longipeditermes dengan Lacessititermes dan Hospitalitermes. Jarak yang ditempuh oleh L. longipes di Sumatera lebih jauh (20 m) dibandingkan dengan L. longipes yang terdapat di Borneo. Jones, D.T. and Eggleton, P. 2000. Sampling termites assemblages in tropical forest: testing a Pearce, M.J. 1997. Termites biology and pest management. CAB International, Willingford, United Kingdom, 172 pp. Syaukani. (2008) A new species of Lacessititermes (Isoptera, Termitidae, Nasutitermitinae) from the Mentawai islands, Indonesia. Sociobiology, 52, 459-469. Syaukani. (2010) Lacessititermes yamanei and Hospitalitermes seikii, two new species of open-air processional termites from West Sumatra, Indonesia. Malayan Nature Journal, 62, 349-358. Syaukani, Thompson, G.J., Yamane, Sk. (2011) Hospitalitermes krishnai, a new nasute termite (Nasutitermitinae, Termitidae, Isoptera), from southern Sumatra, Indonesia. Zookeys, 148, 161-169. Syaukani, Thompson, G.J., Zettel, H., Pribadi, T. (2016) A new species of open -air processional column termite, Hospitalitermes nigriantennalis sp. n. (Termitidae), from Borneo. Zookeys, 554, 27-36. Thapa, R.S. 1981. Termites of Sabah, Sabah Forest Record, 12: 1-374. Tho, Y.P. 1992. Termites of Peninsular Malaysia. Malayan Forest Records. Forest Research Institute Malaysia, Kepong. 36: 1-224. 135

Syaukani Syaukani Watson, J.A.L. and Gay, F.J. 1991. Isoptera (Termites). In Naumann, D., Carne, P.B., Lawrence, J.F., Nielsen, E.S., Spradbery, J.P., Taylor, R.W., Whitten, M.J., and Littlejohn, M.J. (eds.), The insects of Australia. A textbook for students and research workers. Vol. 1, Melbourne University Press, Australia, pp.330-347. Whitten, A.J., Damanik, S.J., Anwar, J. and Hisyam, N. 2000. The ecology of Sumatra. First Periplus edition, Singapore, 478 pp. 136