BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Demokrasi di Indonesia Definisi demokrasi menurut Murod (1999:59), sebagai suatu policy di mana semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat, mempunyai hak yang sama di depan hukum, dan kebebasan untuk menjalankan agama yang dipeluknya. Demokrasi berasal dari kata dua kata demos yang berarti rakyat dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan. Indonesia menganut sistem demokrasi berdasarkan pancasila yang berdasarkan pada kekeluargaan dan gotongroyong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, mengandung unsur-unsur kesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan. Dalam Batang Tubuh UUD 1945, prinsip-prinsip yang terkandung dalam sistem pemerintahan demokrasi pancasila adalah sebagai berikut: 1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan hukum. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machsstaat). Hal ini mengandung arti bahwa baik pemerintah maupun lembaga-lembaga negara lainnya dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan tindakannya bagi rakyat harus ada landasan
hukumnya. Persamaan kedudukan dalam hukum bagi semua warga negara harus tercermin di dalamnya 2. Indonesia menganut sistem konstitusional. Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi, di samping oleh ketentuan-ketentuan hukum lainnya yang merupakan pokok konstitusional, seperti TAP MPR dan Undangundang. 3. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi. Seperti telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu, bahwa (kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Dengan demikian, MPR adalah lembaga negara tertinggi sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi MPR mempunyai tugas pokok, yaitu: menetapkan UUD, menetapkan GBHN, memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden.
4. Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah yang tertinggi di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Di bawah MPR, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi. Presiden selain diangkat oleh majelis juga harus tunduk dan bertanggung jawab kepada majelis. Presiden adalah mandataris MPR yang wajib menjalankan putusanputusan MPR. 5. Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR mengawasi pelaksanaan mandat (kekuasaan pemerintah) yang dipegang oleh presiden dan DPR harus saling bekerja sama dalam pembentukan undang-undang termasuk APBN. Untuk mengesahkan undang-undang, presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Hak DPR di bidang legislative ialah hak inisiatif, hak amandemen, dan hak budget. Hak DPR di bidang pengawasan meliputi: hak tanya/bertanya kepada pemerintah, hak interpelasi, yaitu meminta penjelasan atau keterangan kepada pemerintah, hak Mosi (percaya/tidak percaya) kepada pemerintah, hak Angket, yaitu hak untuk menyelidiki sesuatu hal, dan hak Petisi, yaitu hak mengajukan usul/saran kepada pemerintah. 6. Menteri Negara adalah pembantu presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR. Presiden memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan menteri negara. Menteri ini tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi kepada presiden.
Berdasarkan hal tersebut, berarti sistem kabinet kita adalah kabinet kepresidenan/presidensil. Kedudukan Menteri Negara bertanggung jawab kepada presiden, tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa, menteri ini menjalankan kekuasaan pemerintah dalam prakteknya berada di bawah koordinasi presiden. 7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas. Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia bukan diktator, artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR kuat karena tidak dapat dibubarkan oleh presiden dan semua anggota DPR merangkap menjadi anggota MPR. DPR sejajar dengan presiden. 2.2. Fakta Sosial Paradigma fakta sosial di ambil dari karya Durkheim The Rules of Sociological Method (1895) dan Suicide (1897). Fakta sosial bersifat eksternal, umum (general), dan memaksa (coercion). Paradigma fakta sosial memiliki kajian struktur sosial dan pranata sosial. Struktur sosial adalah jaringan hubungan sosial dimana interaksi terjadi dan terorganisir serta melalui mana posisi sosial individu dan sub-kelompok dibedakan. Sedangkan pranata sosial adalah norma atau pola nilai yang mndukung kelompok. Sistem politik merupakan organisasi melalui masyarakat, merumuskan dan berusaha mencapai tujuan-tujuan bersama. Untuk melaksanakan kegiatankegiatannya, sistem politik mempunyai lembaga-lembaga atau struktur-struktur seperti parlemen, birokrasi, badan peradilan, partai-partai politik yang semuanya menjalankan fungsi-fungsinya. Konsep sistem dalam hubungan ini untuk
memberikan pemahaman bagaimana politik dipengaruhi oleh lingkungannya (masyarakat) dan bagaimana politik mempengaruhi masyarakat.struktur yang ada dalam sistem politik yaitu kelompok-kelompok kepentingan, partai-partai politik, lembaga-lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif (badan peradilan). Menurut Gabriel.A.Almond partai politik memiliki fungsi-fungsi yang harus dijalankan yaitu (1) sebagai media sosialisasi politik yang membentuk nilai-nilai politik yang menunjukkan bagaimana seharusnya masing-masing anggota masyarakat berpartisipasi dalam sistem politiknya. Sosialisasi politik merupakan proses-proses pembentukan sikap-sikap politik dan pola-pola tingkah laku. (2) sebagai artikulasi kepentingan yaitu berkaitan erat dengan masalah kepentingan-kepentingan, aspirasiaspirasi, kehendak yang terdapat dalam masyarakat. Untuk dapat memenuhi kepentingan tersebut, maka diperlukan suatu tindakan berupa yang harus diartikulasikan ( diungkapkan ) kepada badan-badan politik atau pemerintah yang berwenang untuk membuat keputusan. Kepentingan-kepentingan masyarakat tersebut diartikulasikan atau dikemukakan oleh berbagai macam lembaga, badan atau kelompok dengan berbagai macam cara. (3) sebagai agregasi kepentingan yaitu berfungsi untuk mengubah atau mengkonversikan tuntutan-tuntutan sampai menjadi alternatif-alternatif kebijakan umum. Jadi dengan melalui tahapan-tahapan yang tertentu di dalam sistem politik kepentingan-kepentingan masyarakat yang telah diartikulasikan ditampung dijadikan alternatif-alternatif atau tuntutan tersebut dirumuskan ke dalam sebutan agregasi kepentingan.
Fakta sosial mempengaruhi tindakan-tindakan manusia. Tindakan individu merupakan hasil proses pendefinisian realitas sosial, serta bagaimana orang mendefinisikan situasi. Masalah-masalah realita sosial yang ada dapat mempengaruhi seseorang untuk bertindak. Fakta dapat dikategorikan sebagai sesuatu yang membuat pernyataan benar atau salah. Pemerintah yang menjadi kepercayaan rakyat selama ini, yaitu sebagai amanat rakyat, aspirasi yang berada pada pihak rakyat, dinilai tidak terwujud secara faktual. Kepercayaan yang dibangun oleh pemerintah sendiri, legitimasi yang berusaha digalang dari rakyat berupa janji-janji politik, menjadi suatu kesalahan ketika tidak ditemukan bukti yang mampu mendukungnya sebagai kebenaran. Pemerintah yang mempunyai otoritas dalam pengaturan urusan publik dinilai tidak mampu mewujudkan apa yang sudah mereka tawarkan kepada rakyat sebagai mekanisme penggalangan dukungan rakyat. Selain itu partai politik yang memiliki fungsi Realita yang ada, berpengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat pada pemilihan umum. Realita tersebut seperti masih banyak masyarakat Indonesia yang berada dibawah garis kemiskinan dan juga banyaknya pengangguran yang dapat mengakibatkan terjadinya tindak kriminalitas sehingga terciptanya rasa tidak aman di kalangan masyarakat. 2.3. Pilihan Rasional Tahun 1989 Coleman mendirikan jurnal Rationality and society yang bertujuan menyebarkan pemikiran yang berasal dari perspektif rasional. Coleman menerbitkan buku yang berpengaruh foundationals of society theory, dimana buku tersebut berdasarkan perspektif purasional. Teori pilihan rasional Coleman adalah tindakan
perseorangan mengarah kepada sesuatu tujuan dan tujuan itu (juga tindakan) ditentukan oleh nilai atau pilihan. Coleman sangat dipengaruhi Robert K. Merton (teori struktural fungsional modern) dan dipengaruhi juga oleh durkheim (teori struktural fungsional klasik) dalam faktor sosial sebagai penentu pelaku individu. Coleman dalam teori rasionalnya menerangkan dan menganalisa masalah tingkat mikro dan makro maupun peran yang dimainkan oleh faktor tingkat mikro dalam pembentukan fenomena tingkat makro dipengaruhi oleh faktor individual sedangkan tingkat mikro dipengaruhi oleh perilaku kolektif. Coleman menyatakan teori pilihan rasional dapat menjelaskan semua fenomena makro, tidak hanya yang teratur dan stabil saja. Coleman dalam teorinya memusatkan pada sistem sosial yaitu fenomena makro yang dipengaruhi oleh faktor individual. Fenomena golongan putih merupakan pembentukan fenomena tingkat makro dimana fenomena ini sangat dipengaruhi oleh individual yaitu seseorang memilih tidak menggunakan hak pilih suaranya dalam pemilihan umum dengan berbagai alasan dan cenderung rasional dalam menentukan pilihannya yang dipengaruhi dengan realita sosial yang ada saat ini. Para pemilih cenderung rasional di dalam menentukan pilihan-pilihannya dengan mempertimbangkan keuntungan-keuntungan yang di dapatnya dari pemerintah. Ada 2 unsur utama dalam teori Coleman yaitu aktor dan sumber daya. Sumber daya sebagai penarik perhatian dan dapat dikontrol oleh aktor. Pemerintah merupakan sumber daya sebagai penarik perhatian yang dapat membuat masyarakat untuk dapat berpartisipasi pada setiap pemilihan umum yang dilaksanakan 5 tahun sekali. Selama masa kepemimimpinan masyarakat sebagai aktor yang mengkontrol baik tidaknya pemerintahan tersebut. Coleman menjelaskan interaksi antara aktor dan sumber daya
menuju ke tingkat sosial. Pemusatan perhatian pada tindakan rasional individu dilanjutkan pada masalah hubungan mikro ke makro atau dapat dikatakan pula bagaimana cara gabungan tindakan individual menimbulkan perilaku sistem sosial. Dalam hubungan masyarakat dengan pemerintah dimana masyarakat sebagai pengontrol jalannya pemerintahan dapat menentukan pilihan melalui pemilihan umum. Pada pemilihan umum masyarakat dapat menentukan pilihan untuk memilih pemimpin yang layak atau tidak untuk memimpin. Coleman juga memperhatikan hubungan mikro ke makro bagaimana cara sistem memaksa orientasi aktor. Hasil akhir pasti perhatiannya dilihat pada aspek hubungan mikro ke makro dampak tindakan individual terhadap tindakan individu lain. Maka dapat dilihat satu kunci gerakan dari mikro ke makro adalah mengakui wewenang dan hak yang dimiliki oleh seorang individu terhadap individu lain. Perilaku kolektif norma dan aktor korporat merupakan pendekatan yang dilakukan Coleman dalam menganalisis fenomena makro. Jadi ketiga-tiganya merupakan bagian fenomena makro. 2.4. Prilaku Sosial Paradigma prilaku sosial memusatkan perhatiannya kepada hubungan antara individu dan lingkungannya yang terdiri atas bermacam-macam obyek sosial dan non sosial. Ada dua teori yang termasuk ke dalam paradigma prilaku sosial yaitu teori behavior dan teori exchange. Pokok persoalan sosiologi dalam teori behavior (prilaku) ini adalah tingkah laku individu yang berlangsung dalam hubungannnya dengan faktor lingkungan yang menghasilkan akibat-akibat atau perubahan dalam faktor lingkungan yang menimbulkan perubahan terhadap tingkah laku. B.F. Skinner
(1953,1957,1974) membantu fokus prilaku (behavior) melalui percobaan yang dinamakan operant behavior dan reinforcement. Yang dimaksud dengan operant condition adalah setiap perilaku yang beroperasi dalam suatu lingkungan dengan cara tertentu, lalu memunculkan akibat atau perubahan dalam lingkungan tersebut. Perilaku politik pada umumnya ditentukan oleh faktor internal dari individu sendiri seperti idealisme, tingkat kecerdasan, kehendak hati dan oleh faktor eksternal (kondisi lingkungan) seperti kehidupan beragama, sosial, politik, ekonomi dan sebagainya yang mengelilinginya. Salah satu perilaku politik masyarakat dapat dilihat dari keikutsertaan atau partisipasi dalam pemilihan umum. Partisipasi politik adalah suatu usaha terorganisasi para warganegara untuk mempengaruhi bentuk dan jalannya kebijaksanaan umum. Partisipasi politik dapat diwujudkan dalam bentuk : dapat berupa pemberian hak suara dalam pemilihan umum, demonstrasi, diskusi politik, kampanye, pemberian usul menyangkut pembuatan keputusan politik, menyusun rancangan kebijakan publik. Partisipasi dapat ditinjau dari 2 tingkat yaitu: tingkat makro dan tingkat mikro. Analisis tingkat makro adalah analisis mencakup unit sosial luas seperti bangsa, sistem politik dan organisasi. Analisis tingkat mikro adalah analisis mencakup individu dan perilakunya. Partisipasi pada dasarnya adalah tindakan politik yang aktif atau menunjuk pada keterlibatan seseorang pada kegiatan politik yang berhubungan dengan banyak faktor ( Rohman, 2002:62-63 ). Menurut Ramlan Surbakti, partisipasi seseorang dalam politik tidak sama. Sebagian memiliki tingkat partisipasi politik tinggi sementara sebagian yang lain memiliki tingkat partisipasi politik rendah.tinggi rendahnya tingkat partisipasi politik individu sangat dipengaruhi oleh 2 hal:
1. Kesadaran politik yaitu kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warganegara. 2. Kepercayaan kepada pemerintah atau sistem politik, yaitu penilaian seseorang terhadap pemerintah apakah dianggap dipercaya dan dapat dipengaruhi atau tidak. Jeffry M. Paige 26 membagi partisipasi politik menjadi 4 yaitu: 1. Partisipasi politik aktif, apabila seseorang memiliki kesadaran poltik dan kepercayaan kepada pemerintah yang tinggi. 2. Partisipasi politik apatis, apabila seseorang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah yang rendah. 3. Partisipasi politik militan-radikal, apabila seseorang memiliki kesadaran politik tinggi akan tetapi kepercayaan kepada pemerintah rendah. 4. Partisipasi politik pasif, apabila seseoran memiliki kesadaran politik rendah akan tetapi kesadaran kepada pemerintah tinggi ( Rohman, 2002:63-64 ).