1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Perceived Value (Nilai yang diterima) Perceived Value merupakan penukaran yang menjadi pokok dalam pemasaran dengan nilai sebagai pengukur yang tepat dari penukaran apapun baik pantas maupun tidak (Kotler dan Keller, 2011). Customer perceived value adalah selisih antara penilaian pelanggan prospektif atas semua manfaat dan biaya dari suatu penawaran terhadap alternatifnya. Jadi, produk dikatakan memiliki nilai yang tinggi jika sesuai dengan kebutuhan, keinginan, dan permintaan pelanggan (Kotler dan Keller, 2011). Sedangkan menurut Syamsiah, 2009 Nilai yang dirasakan (perceived value) merupakan akibat atau keuntungankeuntungan yang diterima pelanggan dalam kaitannya dengan total biaya (termasuk didalamnya adalah harga yang dibayarkan ditambah biaya-biaya lain terkait dengan pembelian). Kebanyakan peneliti mendefinisikan Perceived Value sebagai dasar persepsi konsumen dalam evaluasi mereka yang membandingkan antara manfaat yang mereka terima dari penyedia layanan dengan pengorbanan yang mereka keluarkan uantuk mendapatkan layanan tersebut (Hallowell, 1996; Kotler dan Keller, 2011; Slater dan Narver, 1994; Woodruff,1997; Zeithaml, 1988). Perceived Value (Persepsi Nilai) merupakan langkah awal kesuksesan transaksi serta motivasi konsumen untuk melakukan pembelian ulang (Holbrook, 1994). Apabila ekspektasi tidak dikomfirmasi memberikan kesan konsumen yang mempunyai pengalaman kepuasan dengan sebuah produk, mereka mempunyai ekspektasi yang lebih baik dan cenderung untuk melakukan pembelian ulang pada produk yang sama di masa yang akan datang daripada melakukan swicth pada produk lain (Yeh et,al, 2014). Apabila seorang
2 konsumen yang mempunyai Perceived Value yang tinggi dapat melakukan pembelian ulang dimasa mendatang yang akan memunculkan Brand Loyalty pada produk tersebut. Sehingga perceived value merupakan hal yang penting dalam pemahaman perilaku konsumen, karena persepsi konsumen tentang value berpengaruh terhadap keputusan pembelian mereka yang pada akhirnya mampu menciptakan loyalitas merek (Parasuraman, 1997). 2.1.2. Customer Satisfaction (Kepuasan Konsumen) Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesan terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya. Jadi, kepuasan merupakan fungsi dari persepsi atau kesan atas kinerja dan harapan. Jika kinerja berada dibawah harapan maka pelanggan tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan maka pelanggan akan puas. Jika kinerja melebihi harapan maka pelanggan akan amat puas atau senang. Kunci untuk menghasikan kesetian pelanggan adalah memberikan nilai pelanggan yang tinggi (Kotler, 2003) Hal itu dapat diartikan konsumen merasakan bahagia menggunakan produk yang diproduksi perusahaan apabila produk sesuai dengan harapan. Jika perusahaan ingin mengetahui tingkat kepuasan konsumen, terlebih dahuu perusahaan harus menyelidiki keinginan dan harapan konsumen lalu menawarkan produk dan layanan yang sesuai dengan keinginan dan harapan tersebut. Banyak bisnis yang berkembang dengan memanfaatkan peluang yakni aktif memperhatikan kepuasan konsumen dalam intensive competitive market. Dengan mengetahui perasaan dari banyak konsumen setelah melakukan pembelian dan menggunakan produk tersebut, kemudian menyimpulkan apakah produk dan layanan tersebut sesuai dengan ekpektasi atau tidak (Chandio, 2015). Chandio, 2015 mengatakan dasar dari kepuasan ialah pengalaman singkat konsumen setelah menggunakan suatu produk sehingga secara keseluruhan kepuasan atas
3 produk tersebut dapat dinilai (Lam, et al, 2004; Tian, 1998; Yang, 2004; Li dan Vogelsong, 2003). Menurut (Love Lock, 1996) kepuasan pelanggan merupakan pendorong penting bagi loyalitas pelanggan dan menujukan korelasi positif ditandai antara keduanya dalam Hu dan Huang (2011). Beberapa penelitian menunjukan bahwa loyalty merupakan akibat dari kepuasan, dimana level kepuasan dapat diprediksi dari intensitas pembelian dan perilaku konsumen terhadap brand produk tersebut (Eggert, A dan Ulaga, 2002 dalam Chandio, 2015). Dalam penentuan keputusan melakukan pembelian ulang suatu produk merupakan efek intensitas proses keputusan konsumen yang disebabkan salah satunya dari kepuasan. 2.1.3. Brand Trust ( Kepercayaan terhadap Merek) Brand trust adalah keinginan pelanggan untuk bersandar pada sebuah merek dengan risiko-risiko yang dihadapi karena ekspektasi terhadap merek itu akan menyebabkan hasil yang positif (Lau dan Lee, 1999; Schurr dan Ozanne 1985). Morgan dan Hunt (1994) menunjukan bahwa kepercayaan dalam diri seseorang dengan mitranya terlihat saat melakukan bekerja sama dengan jujur dan penuh keyakinan didalamnya. Apabila kepercayaan dilakukan dengan sebuah Produk, kepercayaan didefinisikan sebagai ketergantungan pelanggan pada kualitas layanan dalam kehandalan yang ditawarkan oleh produk (Garbarino dn Johnson, 1999) dalam Lin dan Liu (2010). Chaudhuri dan Holbrook (2001) berhipotesis bahwa kepercayaan merek mempengaruhi komponen sikap dan perilaku loyalitas, pada merek terpercaya lebih sering dibeli serta dapat membangkitkan sikap komitmen lebih tinggi. Hal tersebut diduga disebabkan kepercayaan pada merek didasarkan pada pengalaman pelanggan dengan merek. Oleh karena itu, Loyalitas akan dipengaruhi oleh konsumen dengan evaluasi kontak secara langsung atau tidak langsung dengan merek sehingga dapat disimpulkan, bahwa di antara hal-hal lain, kepercayaan merek dapat dipengaruhi oleh faktor kepuasan konsumen - persepsi kualitas dan nilai yang dirasakan, atau pelanggan kepuasan itu sendiri (Ganesan,
4 1994). Dengan demikian, kepuasan dapat dilihat sebagai syarat untuk kepercayaan (Hess dan Story, 2005). Hal ini umumnya percaya bahwa kepercayaan adalah konsep dua dimensi yang melibatkan kredibilitas dan kebajikan (Shirin, 2011). 2.1.4. Brand Loyalty Brand loyalty adalah preferensi konsumen secara konsisten untuk melakukan pembelian pada merek yang sama pada produk yang spesifik atau kategori pelayanan tertentu (Schiffman dan Kanuk dalam Manurung, 2009). Arjun dan Moris (dalam Utami, 2009) mendefinisikan brand loyalty dalam arti kondisi dimana konsumen mempunyai sikap positif terhadap sebuah merk, komitmen pada merk tersebut, dan berniat meneruskan pembelian dimasa yang akan datang. Morgan dan Hunt (1994) menganggap kepercayaan sebagai faktor kunci dari setiap hubungan jangka panjang. Brand loyalty sebagai konsekuensi penting dari kepercayaan merek telah dikonsep baik sebagai niat perilaku terhadap merek atau sebagai pola perilaku pembelian aktual, atau keduanya. Grundlach et al, (1995) dalam Matzler et al 2008, dan Chaudhuri Holbrook mengusulkan dampak yang kuat dari kepercayaan merek dan pengaruh merek (brand affect) berpengaruh pada loyalitas sikap dan loyalitas pembelian. kepercayaan merek (brand trust) memimpin ke tingkat yang lebih tinggi pada loyalitas sebagai kepercayaan menciptakan pertukaran hubungan yang sangat dihargai (Morgan dan Hunt, 1994). Menurut Ahmed, 2014 menyatakan konsumen saat ini memiliki kemampuan lebih tentang merek, mereka akan membeli merek dari kategori produk tertentu ketika mereka merasa bahwa produk tersebut memiliki karakteristik, kualitas dan harga yang tepat. Selain itu mereka tidak berpindah pada produk lain. Meskipun merek lain tersebut menyediakan kualitas yang lebih tinggi dan harga yang lebih murah, konsumen akan tetap setia dengan merek mereka. Jika perusahaan ingin mecapai profitabilitas dan bersaing dengan produk
5 pesaingan maka loyalitas merek berperan penting (Aaker, 1995, 1997; Reichheld, Markey, dan Hopton, 2000). 2.2. Hipotesis dan Teori Pendukung 2.2.1. Perceived Value terhadap Customer Satisfaction dan Brand Trust Konsep dari perceived value menyiratkan relasi antara pelanggan/konsumen dengan produk.( Kotler dan Keller 2009) menyatakan bahwa customer perceived value adalah selisih antara penilaian pelanggan prospektif atas semua manfaat dan biaya dari suatu penawaran terhadap alternatifnya. Jadi, produk dikatakan memiliki nilai yang tinggi jika sesuai dengan kebutuhan, keinginan, dan permintaan pelanggan. Nilai yang dirasakan (perceived value) merupakan akibat atau keuntungankeuntungan yang diterima pelanggan dalam kaitannya dengan total biaya (termasuk didalamnya adalah harga yang dibayarkan ditambah biaya-biaya lain terkait dengan pembelian) (Syamsiah, 2009). Kepuasan pelanggan menjadi topik penelitian karena konsep kepuasan pelanggan akan mendorong meningkatkan profit ini karena anggapan bahwa pelanggan yang merasa puas akan mau membayar harga yang lebih. Kepuasan atau rasa senang yang tinggi menciptakan ikatan emosional dengan merek atau perusahaan, jadi tidak hanya sekedar kelebih senangan rasional (kottler and keller, 2006). (Ahmed,2014) Nilai yang dirasakan didefinisikan sebagai nilai dari produk menurut harga dalam pikiran pelanggan. Pelanggan tidak mengetahui biaya yang dikeluarkan pada produk. Pelanggan hanya secara internal setelah menggunakan produk dapat menganalisis
6 melalui perasaan harga produk lebih baik dari itu layak atau tidak. Ini adalah titik yang membuat pelanggan bersedia membayar untuk produk atau tidak. sehingga produsen situasi seperti atau produsen menerapkan strategi pemasaran untuk menciptakan nilai yang tinggi dari produk dan jasa di mata pelanggan. Ia juga memberitahu niat pembelian pos dan perasaan pelanggan tentang nilai produk. Selanjutnya pelanggan kemudian membuat gambar dari produk dalam pikiran positif atau mungkin negatif. (Hellier et al., 2003) menyarankan bahwa itu adalah pengamatan pelanggan bahwa keuntungan yang diberikan kepada mereka yang sesuai dengan harga atau mereka memuaskan dari produk itu atau tidak. Ketika pelanggan membeli sebuah produk yang diinginkan mendapatkan nilai lebih dari biaya yang dikeluarkan adalah tingkat kepuasan dan harapan pelanggan untuk produk. Ada hubungan antara nilai yang dirasakan dan kepuasan yang disarankan oleh Cronin et al. (2000). Selain itu hasil diberitahu bahwa hubungan yang signifikan antara nilai dan kepuasan yang dirasakan. Nilai produk di mata pelanggan akan tinggi jika pelanggan mendapat kepuasan yang lebih dari merek produk tertentu. Beberapa Peneliti mempelajari bahwa ada hubungan yang signifikan antara nilai dan merek yang dirasakan kepercayaan Chaudhuri dan Holbrook (2001). Nilai produk di mata pelanggan akan meningkat jika kepercayaan dari pelanggan pada merek yang tinggi. Dengan demikian hipotesis yang kita dapatkan dari literatur adalah sebagai berikut: H1: Perceived Value berpengaruh positif terhadap Customer Satisfaction H2: Perceived Value berpengaruh positif terhadap Brand Trust 2.2.2 Customer Satisfaction Terhadap Brand Trust Brand Trust merupakan sebuah jaminan perasaan terhadap brand ketikan sesuai dengan ekspektasi konsumen (belgado-ballester & Munuera-Aleman, 2011). Taylor 2014 menjelaskan Brand Trust memberikan pengaruh terbesar dalam formasi Brand Loyalty.
7 Loyalitas akan dipengaruhi oleh konsumen dengan evaluasi kontak secara langsung atau tidak langsung dengan merek sehingga yang dapat disimpulkan, bahwa di antara halhal lain, kepercayaan merek dapat dipengaruhi oleh faktor kepuasan konsumen - persepsi kualitas dan nilai yang dirasakan, atau pelanggan kepuasan itu sendiri (Ganesan, 1994). Dengan demikian, kepuasan dapat dilihat sebagai syarat untuk kepercayaan (Hess dan Story, 2005). Hal ini umumnya percaya bahwa kepercayaan adalah konsep dua dimensi yang melibatkan kredibilitas dan kebajikan (Doney dan Cannon, 1997; Ganesan, 1994) dalam Shirin, 2011. Delgado et al. (2003) mengacu pada niat yang sama seperti keandalan merek dan niat merek. Mantan dimensi mengeksplorasi perasaan bahwa merek akan menepati nilai yang dijanjikan (Doney dan Cannon, 1997; Morgan dan Hunt, 1994), sedangkan penawaran terakhir dengan konsumen "keyakinan bahwa penyedia layanan berinteraksi dengan komitmen konsumen" dengan sepenuh hati. Hipotesis yang dirumuskan : H3 : Customer satisfaction berpengaruh poisitif terhadap Brand Trust 2.2.3 Customer Satisfaction terhadap Brand Loyalty Dalam teori literatur kepuasan konsumen dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe : kepuasan transaksi yang spesific dan kepuasan keseluruhan. Seperti yang dikatakan Palmer (1998) dalam Aydin dan Ozer (2005), bahwa pelanggan tidak akan mempertahankan hubungan dengan produsen apabila dibandingkan dengan alternatif lain terdapat kekurangan pada beberapa tingkat kepuasannya. Dengan demikian, penelitian terus menegaskan hubungan yang signifikan antara kepuasan dan pembelian berulang, loyalitas merek yang lebih besar dan menyebarkan kata positif. Selain itu,kepuasan pelanggan adalah landasan dari konsep pemasaran (Shirin, 2011). Loyalitas akan dipengaruhi oleh konsumen dengan evaluasi kontak secara langsung atau tidak langsung dengan merek sehingga yang dapat disimpulkan, bahwa di antara hal-
8 hal lain, kepercayaan merek dapat dipengaruhi oleh faktor kepuasan konsumen-persepsi kualitas dan nilai yang dirasakan, atau pelanggan kepuasan itu sendiri. Dengan demikian, kepuasan dapat dilihat sebagai syarat untuk kepercayaan (Hess dan Story, 2005). Hal ini umumnya percaya bahwa kepercayaan adalah konsep dua dimensi yang melibatkan kredibilitas dan kebajikan (Shirin, 2011). Penelitian terdahulu menemukan adanya hubungan yang besar antara customer satisfaction dengan brand loyalty (Anderson dan Srivian, 2003). Jika konsumen merasa terpuaskan hal itu dapat dijadikan alasan merekan untuk memelihara kepercayaannya dan akan mengulanginya dimasa yang akan datang (Dong Lee, et al 2015). Anderson dan Srinivasan, 2003 menjelaskan bahwa ketidakpuasan konsumen akan ditunjukan dengan mencari alternatif dari penawaran pesaing dimana dapat memberikan kepuasan. Sehingga dalam penelitian ini konsumen akan tetap menggunakan produk Larissa secara kontinyu apanila mereka telah terpuaskan. Dari uraian diatas hipotesis dapat dirumushan : H4: Customer Satisfaction berpengaruh positif terhadap Brand Loyalty 2.2.4 Pengaruh Brand Trust berpengaruh terhadap Brand loyalty Morgan dan Hunt (1994) menganggap kepercayaan sebagai faktor kunci dari setiap hubungan jangka panjang. Jika seseorang percaya pihak lain ada kemungkinan bahwa dia akan mengembangkan beberapa bentuk niat perilaku positif terhadap pihak lain (Lau dan Lee, 1999). Kepercayaan Merek merupkan janji dari merek dengan pelanggan mereka untuk memenuhi harapan mereka. Kepercayaan Merek adalah item penting yang membantu kesetiaab pelanggan terhadap merek. Tanpa kepercayaan pada pelanggan merek tidak dapat masuk dalam loyalitas. Sehingga untuk membangun kepercayaan itu penting bagi konsumen untuk mengambil dan mempelajari informasi dari produk. Perusahaan dapat membangun kepercayaan emosional jika mereka dapat membuktikan bahwa merek adalah
9 hanya untuk pelanggan dan memenuhi harapan mereka serta konsisten menunjukkan perilaku tertentu (Ahmed, 2014). Para pelanggan percaya pada fungsi merek tertentu dan kemauan untuk membeli merek dari kelas produk (Moorman et al 1993). Situasi yang tidak pasti dapat mengurangi kepercayaan tetapi produsen masih tetap bisa mempengaruhi pelanggan dengan mengandalkan merek produk terpercaya tertentu. Loyalitas merek adalah hasil dari kepercayaan merek atau janji yang membangun koneksi sangat dihargai Morgan dan Hunt 1994, Chaudhuri dan Holbrook, 2001) Beberapa pakar mendefinisikan komitmen sebagai keinginan abadi untuk menjaga dan menghargai hubungan (Moorman, Zaltman, dan Deshpande 1992) sehingga janji/ kepercayaan adalah penyebab yang konsisten untuk pergi dan mempertahankan, membangun hubungan antara perusahaan dan konsumen. Dari uraian diataska hipotesis yang dirumuskan : H5 : Brand trust berpengaruh positif dengan Brand Loyalty 2.3 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu dapat dijelaskan melalui variabel-variabel yang digunakan untuk mengkonstruksi model. Perbedaan ini meliputi obyek studi, dan variabel-variabel amatan berserta hubungan kausalitasnya. Tabel II.1. Ringkasan dari beberapa studi tentang Brand Loyalty Peneliti (Tahun) Artyom Shirin et, al. (2011) Zhoahua Deng et, al. (2011) Zohaib Ahmed (2014) Zafar Ullah Chandio Variabel Independen Varibel Mediasi Variabel Dependen Alat Analisis 1. Perceived Quality, 1. Value Loyalty, SEM 2. Customer 2. 2.Trust Switching Expextation 3. Customer Tendencis 3.,Variety Seeking Satisfaction 1. Trust 1. Satisfaction Loyalty SEM 2. Service Quality 3. Percieved Value 1. Service Quality 2. percived quality 3. percieved value 1. Service quality 2. perceived quality 3. perceived value 1. Brand Trust 2. Customer satisfaction 1. Brand Trust 2..Customer satisfaction Brand Loyalty Brand Loyalty Regresi Regresi
10 et, (2015) al. Penulis 1. Percieved value 1. Brand Trust 2. Customer satisfaction Sumber : hasil olahan penulis, 2016 Brand Loyalty SEM Tabel 2.1 menyajikan variabel-variabel yang teridentifikasi dari studi-studi yang terdahulu. Selain variabel-variabel yang disajikan, dalam tabel tersebut masih dimungkinkan terdapat variabel-variabel lain yang belum teridentifikasi berpotensi sebagai pembentuk model. Studi ini diharapkan membentuk model baru dari variabel-variabel yang menjadi kostruksi modelmodel yang telah ada. 2.4. Model penelitian Model penelitian pada penelitian ini menjelaskan hubungan antara variabel. Variabel variabel terdiri dari perceived value, brand loyalty, customer satisfaction dan brand trust. Gambar II.1 Model Penelitian H1 Customer Satisfaction H4 Perceived Value H2 H3 H5 Brand Loyalty Brand Trust Sumber : hasil konstruksi peneliti, 2016