Pengaruh Menyimak Cerita terhadap Kemampuan Bercerita Fiksi pada Anak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

METODE PENGENALAN BAHASA UNTUK ANAK USIA DINI*

MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE SCRIPT SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMAK DONGENG SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. pikiran, pendapat, imajinasi, dan berhubungan dengan manusia laninnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Marfuah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. membiasakan peserta didik aktif dalam kegiatan berbahasa secara lisan.

BAB I PENDAHULUAN. didik (siswa), materi, sumber belajar, media pembelajaran, metode dan lain

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran sastra disekolah. Salah satu tujuan pelajaran bahasa Indonesia di

Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pengalaman dan gambaran dalam bermasyarakat.

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS CERPEN DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS X-2 SMA PGRI 1 KARANGMALANG SRAGEN TAHUN AJARAN 2009/2010.

BAB I PENDAHULUAN. kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena. kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009: 1).

PENGGUNAAN MODEL COOPERATIVE SCRIPT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK SISWA KELAS V SDN BULAK 1 BENDO MAGETAN. Cerianing Putri Pratiwi 1

BAB I PENDAHULUAN. berbicara, membaca, dan menulis. Dari ke empat aspek berbahasa tersebut yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUN. Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang terpadu dan

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan materi agar pembelajaran berlangsung menyenangkan. Pada saat

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan menulis merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor hakiki yang membedakan manusia dari makhluk lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB IV ANALISIS TENTANG IMPLEMENTASI METODE CERITA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK

2015 PENERAPAN TEKNIK COPY THE MASTER BERORIENTASI SILANG WATAK DALAM PEMBELAJARAN MENULIS CERITA MORAL/FABEL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

NILAI MORAL NOVEL TAHAJUD CINTA DI KOTA NEW YORK KARYA ARUMI EKOWATI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

BAB 1 PENDAHULUAN. bertujuan agar peserta didik memiliki keterampilan (1) berkomunikasi secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Mardwitanti Laras, 2014 Penerapan Teknik Parafrase dengan Pengandaian 180 Derajat berbeda dalam pembelajaran

Prakata. iii. Bandung, September Penulis

BAB 1 PENDAHULUAN. kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi

PENGGUNAAN MEDIA AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK CERITA RAKYAT DI MI AL ISLAM KALISALAK KECAMATAN SALAMAN KABUPATEN MAGELANG

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam seluruh proses pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB I PENDAHULUAN. dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dalam meningkatkan hal tersebut,

BAB IV ANALISIS TENTANG PELAKSANAAN METODE CERITA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SOSIALISASI

MENDONGENG DI SEKOLAH Oleh: Eko Santosa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan yang penting untuk menjamin

BAB II LANDASAN TEORI. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan nasional yang ingin dicapai dicantumkan dalam UUD 45 yaitu. mencapai tujuan tersebut adalah melalui pendidikan.

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS CERPEN DENGAN PEMANFAATAN LAGU RELIGI CIPTAAN LETTO PADA SISWA KELAS X MA SALAFIYAH PENJALINAN MAGELANG

BAB I PENDAHULUAN. Menyimak (Listening Skill), Berbicara (Speaking Skill), Membaca (Reading Skill),

BAB I PENDAHULUAN. dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain, memengaruhi atau dipengaruhi orang lain. Melalui bahasa, orang dapat

PENERAPAN TEKNIK BERCERITA DALAM MENENTUKAN UNSUR INTRINSIK DONGENG SISWA KELAS V SDN 1 SUWAWA KABUPATEN BONE BOLANGO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

K A R M I NIM. A53B111043

BAB I PENDAHULUAN. langsung tetapi juga dapat memahami informasi yang disampaikan secara

BAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya anggapan bahwa keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PESERTA DIDIK KELAS V SDN 2 PURWOSARI BABADAN PONOROGO TAHUN PELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. dimengerti dan digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain. Adapun cara-cara

2014 PENERAPAN METODE MENULIS BERANTAI DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sumber manusia itu tergantung pada kualitas pendidikan. Peran

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI UNSUR-UNSUR CERITA PENDEK MELALUI METODE JIGSAW

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Berbicara Pengertian Kemampuan Berbicara

KAJIAN PUSTAKA. Secara etimologi, metode berasal dari kata method yang artinya suatu cara kerja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan seni tari seyogyanya mengarah pada pencapaian tiga domain

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (2001: 289), bercerita merupakan salah satu bentuk tugas kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Hari-hari di Rainnesthood..., Adhe Mila Herdiyanti, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (Bandung: C.V Diponegoro, 1984), hlm Yus Rusyana, Bahasa dan Sastra dalam Gempita Pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. beberapa unsur. Unsur-unsur tersebut sengaja dipadukan pengarang dan dibuat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) mempunyai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.

BAB I PENDAHULUAN. Anak pada zaman sekarang umumnya lebih banyak menghabiskan waktu

JURNAL PENERAPAN METODE BERCERITA DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK CERITA RAKYAT PADA SISWA KELAS V SDN PANYINGKIRAN 3 KABUPATEN SUMEDANG

Eka Nurjanah Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia. Kata kunci: e-book interaktif, menyimak, unsur-unsur intrinsik cerpen, kearifan lokal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERANAN METODE BERCERITA DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANAK BERBAHASA LISAN DI KELOMPOK B1 TK TUNAS BANGSA DESA SIDERA KABUPATEN SIGI

MODEL SIMULASI KREATIF BERBANTU MEDIA VIDEO SEBAGAI ALTERNATIF PEMBELAJARAN INOVATIF

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat terlepas dari kegiatan

I. PENDAHULUAN. bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Reni Febriyenti, 2015

2015 PENERAPAN MODEL SINEKTIK DALAM PEMBELAJARAN MENULISKAN KEMBALI DONGENG

2015 PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN MELALUI TRANSFORMASI FILM DOKUMENTER

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan. Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan dasar yang

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeyen Yeni Aminah, 2014

ANALISIS NILAI MORAL NOVEL CINTA SUCI ZAHRANA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Indonesia di Internasional kini menginjak tahap

DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menjadi daya tarik itu sendiri yaitu bahasa Indonesia. Dewasa ini, banyak

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan bahasa yang digunakan dalam kelompok terebut.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu keterampilan bersastra adalah keterampilan menulis. Selain

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di

Transkripsi:

Pengaruh Menyimak Cerita terhadap Kemampuan Bercerita Fiksi pada Anak Tri Wahyono Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Abstrak Penulisan makalah ini bertujuan untuk 1) mengetahui apakah menyimak cerita dapat memengaruhi kemampuan anak bercerita fiksi 2) mengetahui bagaimana proses menyimak mampu memengaruhi kemampuan anak dalam bercerita fiksi. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah teknik observasi, wawancara, dan studi pustaka. Subjek penelitian ini adalah siswa kelompok bermain B rentang umur 3 tahun di Pendidikan Anak Usia Dini Islam Terpadu Zaid bin Tsabit, Kabupaten Magelang. Hasil penelitian ini menunjukkan 1) menyimak cerita dapat memengaruhi kemampuan anak dalam bercerita fiksi dan 2) proses menyimak cerita yang dilakukan oleh anak mampu meningkatkan daya imajinasi sehingga anak mampu berpikir kreatif dan mampu bercerita fiksi dengan jelas. Kata kunci: menyimak, cerita, bercerita, fiksi A. Pendahuluan Mengamati kemampuan anak dalam berbicara merupakan aktivitas yang menarik. Kehidupan anak-anak pada fase ini sangat menyenangkan karena melihat mereka melakukan aktivitas bermain, belajar, dan berbicara. Dalam melewati fase ini, anak-anak mengalami banyak perkembangan baik dalam bidang kognitif, maupun psikomotor. Dalam perkembangan psikomotor anak, dapat terlihat dari sikap dan pola respon menghadapi situasi yang dialami sedangkan dalam bidang kognitif anak, dapat terlihat dari kemampuan berpikir dalam merespon pertanyaan secara lisan (berbicara) yang sangat dipengaruhi oleh keterampilan bahasa. Salah satu faktor yang sangat memengaruhi keterampilan berbicara anak adalah input yang diterima yaitu input yang muncul dari lingkungan. Lingkungan keluarga, bermain, dan pendidikan anak sangat memengaruhi perkembangan keterampilan berbicara anak. Bahasa didapatkan dalam kondisi sosial yang tidak dapat didapatkan dalam kondisi mengurung diri. Pembelajar harus berinteraksi dengan orang lain sebagai pengguna bahasa. Dengan memahami jenis situasi dan pola interaksi di mana anak mendapat pengalaman bahasa. Dalam hal ini, guru lebih mampu menciptakan suasana kelas yang dapat memelihara perkembangan dan keterampilan bahasa (Beverly Otto, 2015). Dalam hal ini, perkembangan keterampilan berbicara anak sangat dipengaruhi oleh input bahasa dalam bentuk lisan/verbal yang diterima oleh anak. Keterampilan berbicara anak terdiri dari berbagai macam di antaranya, menjawab pertanyaan, bertanya, meminta sesuatu, mengomentari, dan bercerita. Salah satu keterampilan berbicara yang akan dikaji dalam makalah ini adalah kemampuan bercerita anak. Bercerita merupakan kegiatan menyampaikan pengalaman yang dialami oleh anak, baik pengalaman di lingkungan bermain, maupun pengalaman di lingkungan pendidikan. Jenis cerita yang diceritakan pun beragam seperti cerita pengalaman liburan, bepergian dengan keluarga, bermain dengan teman, peristiwa di sekolah hingga terkadang gabungan antara peristiwa yang dialami dengan rekaan sendiri (fiksi). Menurut Burhan Nurgiyantoro (2010:2-3), cerita fiksi merupakan cerita yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada, dan peristiwa yang tidak terjadi sungguh-sungguh sehingga tidak perlu dibuktikan kebenarannya. Selain itu, cerita fiksi merupakan karya 117

118 Seminar Nasional Pendidikan Bahasa Indonesia 2015 imajinatif yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawabdari segi kreativitas sebagai sebuah karya seni dalam bentuk cerita. Jika cerita fiksi dilihat dari sudut pandang anak-anak, cerita fiksi harus dikaitkan dengan ajaran moral. Hal tersebut dijelaskan oleh Burhan Nurgiyantoro (2005: 217) bahwa cerita fiksi pada hakikatnya mengandung suatu ajaran moral dan di situlah letak moral utama ceritanya bahwa tokoh yang tidak baik mesti dikalahkan dengan tokoh yang baik. Kondisi tersebut harus disampaikan dengan sangat hati-hati kepada anak agar pola pikir anak tentang hal baik dan tidak baik mulai terbuka sehingga dalam kehidupan nyata anak dapat membedakan hal yang baik dan tidak baik. Dengan citra dan gambaran kehidupan itu, sastra melalui gambaran anak dapat dipahami sebagai penggambaran secara konkret tentang model-model kehidupan sebagaimana yang dijumpai dalam kehidupan sesungguhnya sehingga mudah diimajinasikan oleh anak. Oleh karena itu, segala keterbatasan dalam penggambaran imajinasi dan metafor kehidupan sebaiknya diakomodasikan dalam cerita fiksi anak sesuai tingkat perkembangan dan kejiwaan anak (Burhan Nurgiyantoro, 2005:218-219). Banyak hal yang dapat dilakukan untuk memberikan stimulus untuk meningkatkan kemampuan bercerita pada anak. Salah satu stimulus atau input yang dapat diberikan kepada anak untuk meningkatkan kemampuan bercerita adalah kegiatan menyimak. Kegiatan menyimak merupakan aktivitas mendengarkan dengan sungguh-sungguh setiap informasi yang diterima. Keterampilan menyimak merupakan keterampilan dasar seseorang dalam berbahasa. Seseorang secara tidak sadar akan mengalami perkembangan kemampuan bahasa dalam kehidupan sehari-hari melalui aktivitas menyimak. Demikian pula yang terjadi pada anak-anak. Anak-anak cenderung cepat menerima input yang dalam bentuk suara/audio daripada input dalam bentuk visual. Bambang Yudi Cahyono (1997: 21) menjelaskan, Keberhasilan pembelajaran dalam meningkatkakn keterampilan menyimak mempunyai dua implikasi penting. Pertama, dengan kemampuan mendengarkan yang cukup baik, pembelajaran dapat menangkap pesan yang disampaikan oleh penutur asli. Kedua, pembelajar dapat memperoleh model pengucapan dari penutur asli yang akan berguna sebagai model tuturan. Fenomena yang dialami oleh setiap anak adalah modal yang dimiliki anak-anak untuk mampu memproduksi bahasa dalam bentuk lisan. Padahal, input tersebut belum diajarkan secara langsung oleh orang tua atau guru/pengasuh di kelompok bermain. Kemungkinan besar input yang didapat oleh anak melalui lingkungan, teman-teman, televisi, atau orang lain yang secara tidak sadar didengar oleh anak. Berdasarkan hal tersebut, menyimak merupakan salah satu cara yang dimungkinkan efektif untuk meningkatkan kemampuan bercerita fiksi pada anak. Tujuan kegiatan mendengarkan menurut Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2007: 230) dapat dibedakan menjadi dua aspek, yaitu: 1) persepsi, yakni ciri kognitif dari proses mendengarkan yang didasarkan pada pemahaman pengetahuan tentang kaidah-kaidah kebahasaan, 2) resepsi, yakni pemahaman pesan atau penafsiran pesan yang dikehendaki oleh pembicara. Dalam aktivitas menyimak dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti menyimak cerita atau dongeng, menyimak lagu, menyimak video, dan menyimak pembicaraan orang lain. Pada penulisan ini, jenis menyimak yang akan diamati adalah menyimak cerita atau dongeng. Pemilihan menyimak cerita atau dongeng dikarenakan dalam menyimak cerita, seorang anak akan tampak sikap dan kemampuan fokusnya. Selain itu, menyimak cerita juga dianggap dapat melatih siswa untuk fokus mendengarkan informasi yang disampaikan oleh pencerita dibanding menyimak video yang dapat memecah fokus anak karena terdapat dua input di dalamnya yaitu input audio dan visual. Hal tersebut dapat mengurangi tingkat kefokusan anak dalam menerima input yang dapat memengaruhi kemampuan bercerita pada anak.

119 Berdasarkan hal tersebut, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 1) apakah menyimak cerita dapat memengaruhi kemampuan anak bercerita fiksi dan 2) mengetahui bagaimana proses menyimak cerita mampu memengaruhi kemampuan anak dalam bercerita fiksi. Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis menambah metode peningkatan keterampilan bercerita fiksi pada anak. Selain itu, diharapkan juga bermanfaat bagi para pendidik atau pengasuh pada fase pendidikan anak usia dini dan kelompok bermain anak agar dalam proses perkembangan kemampuan berbicara anak agar input yang diterima oleh anak dapat dikontrol dan dikendalikan jenisnya. B. Metode Penulisan makalah ini menggunakan teknik observasi, wawancara, dan studi pustaka untuk memperkuat hasil yang didapat. Penulisan didasarkan pada penelitian yang dilakukan di lingkungan Pendidikan Anak Usia Dini Zaid bin Tsabit, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang. Subjek penelitian ini adalah siswa pendidikan anak usia dini. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa pendidikan anak usia dini kelompok B pada rentang umur 3 tahun yang berjumlah 32 anak. Sampel pada penelitian ini adalah kelompok Asma binti Abu Bakar dengan jumlah 16 anak. Pelaksanaan wawancara dilakukan kepada responden yang bertugas sebagai pengasuh di Pendidikan Anak Usia Dini Zaid bin Tsabit. Selanjutnya, observasi dilakukan ketika proses belajar berlangsung pada kelompok yang dijadikan sampel dan studi pustaka dilakukan untuk memperkuat landasan berpikir secara teoretis. C. Pembahasan 1. Pengaruh Menyimak Cerita terhadap Perkembangan Bahasa Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, kondisi kemampuan bercerita fiksi anak pada kelompok belajar di PAUD IT Zait bin Tsabit terdapat perbedaan pada anak yang fokus menyimak ketika pengasuh bercerita dan anak yang tidak fokus dalam menyimak cerita yang disampaikan oleh pengasuh. Hal tersebut dijelaskan oleh responden ketika penulis mewawancarai responden di sela-sela kegiatan pembelajaran. Penjelasan responden kemudian dibuktikan dengan kondisi kemampuan bercerita fiksi pada anak selama mengikuti kegiatan pembelajaran yang diterapkan di pendidikan anak usia dini tersebut. Selain itu, hasil tersebut juga penulis buktikan dengan melakukan observasi ketika kegiatan pembelajaran berlangsung. Dalam proses pembelajaran, terlihat juga terdapat interaksi dengan pola bahasa yang diproduksi oleh anak-anak yang menunjukkan adanya kemampuan anak untuk bercerita fiksi. Hal tersebut terlihat pada kemampuan anak yang mampu bercerita dengan kerangka imajinasi di luar kenyataan. Berdasarkan hasil pengamatan penulis, kerangka imajinasi yang diproduksi oleh anak sudah memiliki struktur dan gagasan yang sistematis meskipun terkadang sedikit berlebihan. Kondisi tersebut sangat menguatkan responden bahwa terjadi peningkatan kemampuan bercerita pada anak selama mengikuti proses pembelajaran di PAUD IT Zaid bin Tsabit yang menekankan pada metode bercerita. Proses pembelajaran dengan metode bercerita dilakukan dengan berbasis tema. Selain itu, terdapat juga berbagai metode belajar lain yang diterapkan seperti permainan, bernyanyi, dan olahraga. Dalam penulisan makalah ini, penulis lebih fokus pada salah satu satu metode yang penulis observasi untuk mengamati pengaruhnya terhadap kemampuan bercerita fiksi adalah metode bercerita. Kegiatan bercerita yang dilakukan oleh pengasuh atau guru di kelompok bermain PAUD IT Zaid bin Tsabit berbasis tema. Tema yang dipelajari dalam kegiatan pembelajaran meliputi anggota tubuh, keluarga, kebutuhanku, dan mainanku. Semua tema

120 Seminar Nasional Pendidikan Bahasa Indonesia 2015 yang diajarkan kepada siswa disampaikan dengan metode bercerita. Jenis cerita yang dipilih berupa cerita nyata yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari atau dikaitkan dengan cerita binatang (fabel) untuk menambah ketertarikan anak agar mendengarkan cerita yang disampaikan oleh pengasuh. Berdasarkan hasil pengamatan penulis, metode bercerita yang dilakukan oleh pengasuh/guru dalam menyampaikan pengetahuan tentang tema yang disampaikan dapat memengaruhi kemampuan bercerita fiksi anak. Dengan bercerita, anak-anak pada kelompok bermain tersebut mengalami peningkatan dalam kemampuan menyusun kerangka imajinasi. Hal tersebut dapat terlihat ketika siswa mampu memproduksi gagasan dan membangun kerangka imajinasi sehingga mempu membentuk cerita fiksi sederhana yang tidak terbayang oleh orang dewasa. Terkadang alur cerita disesuaikan dengan kondisi dan suasana yang dialami dalam kehidupan sehari-hari dengan struktur alur dan latar yang tepat. Situasi atau suasana yang menyenangkan, bebas, dan tidak terikat (dalam ruang terbuka) akan lebih membantu anak dalam menyimak dongeng dan menceritakan atau melanjutkan dongeng dengan imajinasi sendiri. Selain itu, metode bercerita juga dapat melatih anak untuk berpikir imajinatif dalam bercerita dengan menceritakan kisah fiktif yang direkayasa secara mandiri sesuai dengan imajinasi yang dibangun dan ditangkap oleh anak setelah menyimak informasi dari pengasuh/guru. 2. Proses Kemampuan Bercerita Fiksi Proses kemampuan bercerita fiksi pada anak yang dipengaruhi oleh metode menyimak cerita berlangsung secara alamiah. Pengasuh atau guru sebagai pihak yang menyampaikan informasi melakukannya dengan berbagai cara agar pesan atau informasi yang disampaikan dapat diterima dengan mudah oleh siswa. Beberapa cara yang dilakukan oleh pengasuh atau guru dalam menyampikan pesan adalah dengan penekanan nada suara atau intonasi, gesture, mimik wajah, sampai dengan menggunakan alat peraga. Hal tersebut dilakukan pada setiap pembelajaran agar anak dapat menerima informasi atau pesan yang dimaksud dengan mudah. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara penulis, cara tersebut dapat diterima dengan mudah oleh anak sehingga anak dapat cepat memahami pesan yang ingin disampaikan. Hal tersebut dikarenakan cara yang dilakukan oleh pengasuh atau guru terkadang ditiru oleh anak baik ketika di kelas, maupun di rumah. Ternyata, dengan cara tersebut mampu mempermudah anak untuk memahami dan menghafal pengetahuan atau informasi yang disampaikan oleh pengasuh atau guru. Dengan demikian, anak mampu membangun gagasan dan menyusunnya dalam bentuk cerita fiksi yang sederhana dan memiliki alur yang jelas. Selain itu, dengan menyimak cerita, anak mampu menceritakan kembali dengan kemampuan bahasa anak sendiri, mampu menentukan topik utama cerita, mampu melanjutkan cerita dengan imajinasi anak, dan mampu membangun cerita baru yang bersifat fiktif. Anak juga mampu memunculkan gagasan cerita, struktur alur, dan latar serta objek yang tepat sesuai dengan pesan yang dimaksud oleh anak dapat dipahami dengan mudah oleh pendengar/ lawan bicara. Berdasarkan hal tersebut informasi atau pengetahuan yang disampaikan melalui metode bercerita dengan menerapkan gesture, intonasi, mimik wajah, dan alat peraga dapat meningkatkan kemampuan bercerit fiksi anak. Dalam proses pembelajaran dengan metode bercerita, terkadang beberapa siswa tidak dapat menyimak dengan fokus karena lebih menikmati aktivitas pribadi dengan bermain atau berlarian. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara penulis kepada responden, kondisi anak yang demikian kurang mampu menerima informasi secara lengkap sehingga input informasi yang disampaikan oleh pengasuh atau guru tidak dapat diserap dengan baik. Akibatnya, anak tersebut tidak mampu berpikir kreatif dan fiktif sehingga anak tidak mampu mengembangkan kemampuan berimajinasinya seperti anak yang lain. Anak tersebut

121 cenderung tidak fokus karena kemampuan pengendalian diri dan sikap dalam menerima informasi dalam bentuk simakan lemah. Akibatnya, anak cenderung tidak fokus dalam menerima berbagai informasi dalam bentuk verbal. Kondisi yang demikian akan berdampak pada kemampuan memproduksi bahasa yang kurang optimal, dan kurang fokus dalam menyerap atau memahami informasi dalam kehidupan sehari-sehari. Hal tersebut senada dengan Sheila D Shipley (2010: 1-2) menyatakan, The concept of listening is acknowledged as an essential component of effective communication by many disciplines. That active listening may be used to improve supervisorsubordinate relationship. The central component of active learning are listening attitude and listening skill. Hal tersebut menjelaskan bahwa keterampilan menyimak merupakan keterampilan yang penting dalam segala disiplin ilmu. Selain itu, keterampilan menyimak juga dapat digunakan untuk berimprovisasi dalam membangun relasi. D. Penutup Simpulan dalam penelitian ini adalah 1) menyimak cerita dapat memengaruhi kemampuan anak dalam bercerita fiksi dan 2) proses menyimak cerita yang dilakukan oleh anak mampu meningkatkan daya imajinasi sehingga anak mampu berpikir kreatif dan mampu bercerita fiksi dengan jelas. Berdasarkan hasil tersebut diharapakan pengasuh pendidikan anak usia dini di manapun dapat mengoptimalkan aktivitas bercerita agar kemampuan berbicara anak dapat meningkat sesuai dengan pertumbuhan usianya. Selanjutnya, keterampilan menyimak juga diharapkan selalu diterapkan dalam berbagai aktivitas pembelajaran karena dapat melatih anak untuk fokus dalam menerima informasi dan pengetahuan. Selain itu, orang tua dan pengasuh atau guru juga diharapkan dapat mengawasi pemilihan media cerita untuk anak agar input yang diterima oleh anak dapat terkontrol dan terkendali jenis input bahasa yang akan diserap dan kualitas bacaannya. Daftar Pustaka Bambang Yudi Cahyono. 1997. Pengajaran Bahasa Inggris, teknik, strategi, danhasil penelitian. Malang: IKIP Malang Beverly Otto. 2015. Perkembangan Bahasa pada Anak Usia Dini. (Terjemahan Tim Penerjemah Prenadamedia Group). Jakarta: Prenadamedia Group. Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, 2009. Strategi pembelajaran bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nurgiyantoro, Burhan. (2005). Sastra Anak. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.. (2010). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Shipley, Sheila D. 2010. Listening: A concept analysis. Nursing Forum; Apr-Jun 2010; 45,2; ProQuest Research Library