BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dari perekonomian yang modern dapat dilihat dari kebutuhan hidup manusia yang semakin meningkat. Salah satu kebutuhan itu adalah tentang kebutuhan akan jasa pengiriman atau pengangkutan barang. Pengangkutan menjadi hal yang sangat vital dalam perkembangan mobilitas masyarakat yang semakin tinggi di era globalisasi sekarang ini. Pengangkutan mempunyai peranan yang menentukan karena memperlancar arus lalu lintas barang dari suatu tempat ke tempat yang lain. Pengiriman barang juga menjadi salah satu kebutuhan masyarakat karena masyarakat memerlukan pengiriman barang yang cepat dan aman. Pertumbuhan dunia usaha dalam hal pengangkutan harus mendapatkan kepastian atas barang dan/atau jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian pada konsumen. Kebutuhan manusia dalam hal pengiriman barang sangat berkembang. Kebutuhan hidup yang ditimbulkan dari tingginya mobilitas penduduk untuk menggunakan jasa pengiriman barang yang cepat ke tempat tujuan dengan proses yang efisien dan efektif ini menyebabkan banyaknya pendirian perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang jasa pengiriman barang. Salah satunya adalah PT. Citra Van Titipan Kilat (TIKI) atau yang lebih sering kita dengar dengan sebutan TIKI. PT. Citra Van Titipan Kilat (TIKI) adalah suatu perusahaan yang salah satu kegiatannya adalah 1
2 memberikan jasa pengantaran/pengiriman dokumen atau barang. Banyak sekali layanan-layanan yang bisa digunakan sesuai dengan kebutuhan. Salah satunya adalah jasa pengiriman barang. Berbagai barang dapat dikirim menggunakan jasa PT. Citra Van Titipan Kilat (TIKI). Salah satu jenis barang yang sering dikirim oleh customer (pelanggan TIKI) adalah barang pecah belah. Tentu saja barang pecah belah ini membutuhkan kekhususan dalam pengirimannya. Pembungkusan barang pecah belah termasuk penempatan barang pecah belah tersebut ke dalam suatu wadah yang mungkin disediakan TIKI biasanya merupakan tanggung jawab customer. 1 Kebutuhan seseorang terhadap pengiriman barang yang benar, cepat, aman dan tepat terus meningkat. Penggunaan jasa pengiriman barang membuat masyarakat tidak perlu terbebani lagi dengan cara mengantarkan sendiri barang tersebut ke tempat yang jauh. Ia hanya perlu datang ke kantor pengiriman barang dan menyerahkan barangnya menggunakan jasa expedisi tersebut. Usaha di bidang jasa pengangkutan barang dan dokumen yang semakin berkembang ini menimbulkan persaingan dalam memperoleh konsumen karena sekarang sudah banyak perusahaan pengiriman barang. Hal tersebut dapat membuat suatu perusahaan pengiriman barang dapat memberikan penawaran seperti memberikan harga yang terjangkau namun pengemasan barang ditanggungkan kepada konsumen. 1 Hasil wawancara (pra penelitian) dengan Bapak Wayan Mariana, di Kantor Operasional TIKI, pada hari Rabu, tangal 27 Januari 2016, Pukul 10.00 WIB.
3 Pengangkutan adalah proses kegiatan memuat barang atau penumpang kedalam alat pengangkutan, membawa barang atau penumpang dari tempat pemuatan ketempat tujuan, dan menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkutan ketempat yang ditentukan. 2 Sedangkan, pengusaha pengangkutan (transport ordernemer) adalah perusahaan yang mengusahakan pekerjaannya untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dengan kendaraan umum keseluruhan dari tempat barang itu dimuat atau diterima dari tangan pengirim (pemilik) barang diangkut sampai tempat tujuan dengan bertanggung jawab sepenuhnya dengan memperhitungkan biaya pengangkutan. 3 Maksud dan tujuan diadakan pengangkutan barang itu adalah untuk memindahkan barang dari satu tempat asal ke tempat tujuan dimana perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi. Pengangkutan itu dilakukan karena nilai barang akan lebih tinggi di tempat tujuan dari pada di tempat asalnya. Oleh karena itu pengangkutan dikatakan memberi nilai terhadap barang yang diangkut. Nilai itu akan lebih besar dari biaya yang di keluarkan. Nilai yang diberikan berupa nilai tempat (place utility), dan nilai waktu (time utility). Kedua nilai tersebut diperoleh jika barang yang diangkut ketempat dimana nilainya lebih tinggi dan dapat dimanfaatkan tepat pada waktunya. Dengan 2 Abdulkadir Muhammad, 1991, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, Ctk.Pertama, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.19. 3 Soegijatna Tjakranegara,1995, Hukum Pengangkutan Barang Dan Penumpang,Ctk. Pertama, PT Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 74.
4 demikian pengangkutan dapat memberikan jasa kepada masyarakat yang disebut jasa angkutan. 4 Tanggung jawab PT. Citra Van Titipan Kilat (TIKI) selaku penyelenggara pengangkutan dimulai sejak customer menyerahkan barangnya untuk dikirim atau ditransportasikan oleh PT. Citra Van Titipan Kilat (TIKI) hingga barang tersebut sampai kepada alamat konsumen yang dituju. Tanggung jawab dihitung berdasarkan kerugian yang nyata dialami oleh konsumen. Para customer dianggap telah menerima dan setuju dengan syarat-syarat dan ketentuan yang menjadi Bukti Tanda Terima Kiriman Barang TIKI (selanjutnya disebut BTTKB). 5 Pihak pengangkut yang menyebabkan kelalaian membuat pihak konsumen selaku pengguna jasa angkutan sebagai pihak yang dirugikan berhak menuntut haknya yang dilanggar. Tuntutan yang diajukan biasanya dalam bentuk permintaan ganti rugi, namun dalam hal keadaan di luar kelalaian atau kesalahan pihak pengangkut, maka pihak pengangkut dapat dibebaskan dari tanggung jawabnya dalam pengangkutan. Proses dalam perjanjian pengangkutan menjadikan pihak pengangkut mempunyai posisi tawar yang lebih tinggi dari pada konsumen, hal tersebut dapat dilihat dari penggunan klausul perjanjian baku yang di tawarkan pihak pengangkut terhadap konsumen dan konsumen tidak mempunyai posisi tawar dalam merumuskan isi dari klausul perjanjian 4 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hlm. 27. 5 Hasil wawancara (pra penelitian) dengan Bapak Wayan Mariana, di Kantor Operasional TIKI, pada hari Jumat, tangal 29 Januari 2016, Pukul 10.00 WIB.
5 pengangkutan tersebut. Pengertian perjanjian standar adalah perjanjian yang memuat didalamnya klausula-klausula yang sudah dibakukan dan dicetak dalam bentuk formulir dengan jumlah yang banyak serta dipergunakan untuk semua perjanjian yang sama. Ciri-ciri perjanjian standar antara lain: a. Bentuk perjanjian tertulis; b. Format perjanjian distandarisasi; c. Syarat-syarat perjanjian (term) ditentukan oleh pengusaha; d. Konsumen hanya menerima atau menolak; e. Penyelesaian sengketa melalui musyawarah atau badan peradilan; dan f. Perjanjian standar biasanya menguntungkan pengusaha. Syarat sahnya suatu perjanjian standar adalah sama halnya dengan syarat sahnya suatu perjnjian pada umumnya seperti yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang selanjutnya disebut dengan KUHPerdata, yaitu: a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri; b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; c. Suatu hal tertentu; dan d. Suatu sebab yang halal. Pelaksanaan perjanjian pengiriman barang pecah belah pada dasarnya tidak dilakukan diatas suatu perjanjian secara tertulis. Pelaksanaan perjanjian pengiriman barang pecah belah dalam hukum kebiasaan didasarkan kepada dokumen-dokumen pengiriman saja, yang didalamnya
6 menerangkan tujuan pengiriman, nama pengirim, nama pengangkut serta biaya pengiriman. Berdasarkan hukum kebiasaan tersebut para pihak melakukan kewajiban-kewajibannya sehingga apabila terjadi suatu sengketa dikemudian hari maka yang diajukan sebagai bukti adalah dokumen-dokumen tersebut, sedangkan hubungan antara pengirim dan jasa pengiriman barang diikat dengan perjanjian. Pengiriman barang pecah belah mewajibkan customer harus membungkus barang pecah belah tersebut dengan sempurna. Selain itu, harga pengiriman barang pecah belah juga lebih mahal daripada pengiriman barang lainnya. Pihak TIKI tidak bertanggung jawab atas kehilangan atau kerusakan barang pecah belah yang diakibatkan ketidaksempurnaan pembungkusan oleh customer. Hal ini memperlihatkan bahwa pihak jasa pengiriman barang memang sengaja berlindung dari klausula baku (standard terms) yang sudah dibuatnya. Peristiwa hukum banyak terjadi dalam kaitannya dengan jasa pengiriman barang pecah belah, khususnya yang berkaitan dengan tanggungjawab pihak jasa pengiriman barang terhadap rusak atau pecahnya barang kiriman tersebut. Pada kenyataannya, sering ditemukan bahwa klaim yang diajukan oleh pengirim barang kurang ditanggapi oleh pihak jasa pengiriman sehingga kadang menimbulkan persengketaan. Sengketa tersebut timbul karena konsumen atau pengguna jasa mengajukan komplain terhadap layanan jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha.
7 Pengaturan pencantuman klausula baku terdapat dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Menurut Pasal 1 angka 10, klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Ketidakberdayaan konsumen dalam menghadapi pelaku usaha ini jelas sangat merugikan masyarakat. Pada umumnya, pelaku usaha berlindung dibawah standard contract atau perjanjian baku yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak antara pelaku usaha dengan pihak konsumen, ataupun melalui berbagai informasi semu yang diberikan pelaku usaha kepada konsumen. 6 Konsumen berada pada posisi tawar yang lemah dan cenderung menjadi korban dalam transaksi dengan produsen, sehingga konsumen harus dilindungi. Di daerah Surakarta dan Yogyakarta sendiri ada badan dan lembaga non litigasi yang mengurus tentang perlindungan terhadap konsumen, terutama terhadap pengaduan hak-hak konsumen yang dilanggar, antara lain yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM). Perundang-undangan yang mengatur adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (disingkat dengan UUPK). 6 Gunawan, 2001, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 2.
8 Perjanjian antara pelaku usaha dan konsumen menurut Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen harus ditafsirkan sebagaimana penafsiran perjanjian pada umumnya menurut KUHPerdata. Selain itu perjanjian juga harus memperhatikan asas-asas yang berlaku dalam hal perlindungan terhadap konsumen sebagai pihak yang lemah dalam posisi tawar. Konsumen dihadapkan pada persoalan lemahnya kesadaran dan ketidakmengertian mereka terhadap hak-haknya sebagai konsumen. Hakhak yang dimaksud, misalnya bahwa konsumen ternyata tidak memiliki bargaining position (posisi tawar) yang berimbang dengan pihak pelaku usaha. Hal ini terlihat sekali pada perjanjian baku yang tidak informatif dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Atas dasar uraian latar belakang di atas, maka untuk menyusun penulisan hukum, penulis memilih judul PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGIRIMAN BARANG PECAH BELAH MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (STUDI KASUS PADA PT. CITRA VAN TITIPAN KILAT (TIKI) DI SURAKARTA).
9 B. Rumusan Masalah Latar belakang yang telah diuraikan oleh penulis di atas melahirkan dua permasalahan yang kemudian akan dikaji dan dianalisa lebih lanjut. Permasalahan tersebut yaitu: 1. Bagaimanakah bentuk perlindungan konsumen terhadap pelaksanaan perjanjian pengiriman barang pecah belah di PT. Citra Van Titipan Kilat (TIKI) di Surakarta? 2. Bagaimana penyelesaian perselisihan terhadap kerugian yang di derita oleh konsumen dalam pernjanjian pengiriman barang pecah belah tersebut apabila dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh Penulis melalui penelitian ini dapat dibagi menjadi 2 (dua) hal, yaitu: 1. Tujuan Objektif a. Mengetahui dan mengkaji bagaimana bentuk perlindungan konsumen terhadap pelaksanaan perjanjian pengiriman barang pecah belah di PT. Citra Van Titipan Kilat (TIKI) di Surakarta. b. Mengetahui dan menganalisa penyelesaian perselisihan terhadap kerugian yang diderita oleh konsumen dalam perjanjian pengiriman barang pecah belah tersebut apabila dikaitkan dengan
10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 2. Tujuan Subjektif Tujuan subjektif dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data yang diperlukan sebagai bahan untuk penulisan hukum sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Sepanjang pengetahuan penulis melalui penelitian kepustakaan di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, penulis menemukan penelitian yang hanya membahas sebagian unsur penelitian dengan kajian yang berbeda. Apabila ada penulisan hukum yang membahas tentang pelaksanaan perjanjian pengiriman barang maupun perlindungan konsumen terhadap perjanjian baku, tentu saja judul dan rumusan masalahnya berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Berikut adalah beberapa penelitian yang membahas tentang pelaksanaan perjanjian pengiriman barang maupun perlindungan konsumen terhadap perjanjian baku: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Yunita Shinta Dewi, tahun 2015, dengan nomor induk mahasiswa 11/311623/HK/18629 dengan judul Pelaksanakaan Perjanjian Kerjasama Keagenan Antara PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (PT. JNE) Dengan Agennya Dalam Pengiriman Barang (Studi Kasus Di CV. X Yogyakarta). Penelitian tersebut
11 membahas mengenai bentuk-bentuk wanprestasi yang terjadi pada pelaksanaan perjanjian kerjasama serta upaya penyelesaian wanprestasi pada pelaksanaan perjanjian kerjasama keagenan antara PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (PT. JNE) dengan agennya dalam pengiriman barang. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Wardatul Fitri, tahun 2012, dengan nomor induk mahasiswa 08/26701/HK/17736 dengan judul Perjanjian Standar Dalam Usaha Jasa Laundry Dikaitkan Dengan Undang- Undang Perlindungan Konsumen Di Wilayah Kabupaten Sleman Yogyakarta. Penelitian tersebut membahas mengenai perumusan perjanjian standar dalam usaha laundry serta upaya terhadap konsumen atas adanya kalusula eksonerasi dalam perjanjian standar tersebut. 3. Penelitian yang telah dilakukan oleh Ratna Puspita Sari, tahun 2012, dengan nomor induk mahasiswa 08/265040/HK/17694 dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Pengiriman Barang Antara Konsumen Dengan PT. Citra Van Titipan Kilat (TIKI) Cabang Yogyakarta. Peneitian tersebut membahas mengenai kesesuaian syarat dan pedoman yang termuat dalam perjanjian pengiriman barang dengan undang-undang perlindungan konsumen serta penyelesaian sengketa akibat pencantuman klausula eksonerasi ketika terjadi wanprestasi pada perjanjian pengiriman barang.
12 Berdasarkan hal tersebut penelitan ini dianggap asli, namun jika masih terdapat penelitian serupa diluar sepengetahuan penulis, diharapkan penelitian ini dapat melengkapi. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik kepada peneliti maupun bagi pihak lain yang terkait dalam penelitian ini. Manfaat dari penelitian ini antara lain: 1. Manfaat Teoritis: a. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dibidang hukum, khususnya dalam ranah hukum perdata. b. Untuk menambah pengetahuan bagi mahasiswa yang ingin memperdalam pengetahuan mengenai pelaksanaan pengiriman barang pecah belah yang dikaitkan dengan perlindungan konsumen. 2. Manfaat Praktis: a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen yang menggunakan layanan jasa pengiriman barang. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihakpihak terkait yaitu konsumen maupun pelaku usaha.