BAB I PENDAHULUAN. menyangkut hubungan manusia dengan Tuhannya (habl min Allah) maupun hubungan manusia dengan sesama atau lingkungannya (habl min

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM.. yang berarti jual atau menjual. 1. Sedangkan kata beli berasal dari terjemahan Bahasa Arab

I. PENDAHULUAN. maupun manfaat untuk dimiliki oleh penerima wasiat sebagai pemberian yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS APLIKASI PEMBERIAN UPAH TANPA KONTRAK DI UD. SAMUDERA PRATAMA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Allah melalui Rasulullah Muhammad SAW, untuk disampaikan kepada

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan sehari-hari setiap individu memiliki kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BABI PENDAHULUAN. iman.puasa adalah suatu sendi (rukun) dari sendi-sendi Islam. Puasa di fardhukan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NADZIR. Kata nadzir secara etimologi berasal dari kata kerja nazira. yandzaru yang berarti menjaga dan mengurus.

BAB IV\ ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PENGUPAHAN PEMOLONG CABE DI DESA BENGKAK KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. Fitrah manusia bahwa mereka diciptakan oleh Allah dengan bersukusuku. dan berbangsa-bangsa sehingga satu sama lain saling mengenal.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN

STUDI ANALISIS ISTINBATH HUKUM IBNU QUDAMAH TENTANG SAKSI DALAM WASIAT

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGALIHAN DANA TABARRU UNTUK MENUTUP KREDIT MACET DI KJKS SARI ANAS SEMOLOWARU SURABAYA

BAB IV ANALISIS MENGENAI PANDANGAN IMAM SYAFI I TENTANG STATUS WARIS ANAK KHUNTSA MUSYKIL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada hakikatnya Allah menciptakan manusia di dunia ini tidak lain

Pendidikan Agama Islam

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK HUTANG PIUTANG DALAM TRADISI DEKEKAN DI DESA DURUNGBEDUG KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN AHLI WARIS

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN HUTANG BERUPA AKTA KELAHIRAN ANAK DI DESA WARUREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

Pendidikan Agama Islam

B A B I P E N D A H U L U A N. Puasa di dalam Islam disebut Al-Shiam, kata ini berasal dari bahasa Arab

BAB 1 PENDAHULUAN. mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan

BAB IV SUMUR DENGAN SISTEM BORONGAN DI DESA KEMANTREN KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERUBAHAN HARGA SECARA SEPIHAK DALAM JUAL BELI DAGING SAPI DI PASAR PLOSO JOMBANG

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau

KAIDAH FIQHIYAH. Pendahuluan

waka>lah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI

RAHN, DAN KETENTUAN FATWA DEWAN SYARIAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONTRAK OPSI SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. sedang menjamur di kalangan masyarakat desa Sidomulyo kecamatan. Silo kabupaten Jember, di mana kasab (penghasilannya) mereka

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam masyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain. 2 Firman

Hibah di Bawah Tangan tanpa Sepengetahuan Pemilik Harta Hibah Ditinjau Berdasarkan Hukum Islam (Studi Kasus Putusan Nomor: 1000/Pdt.G/2011/PA.

BAB IV ANALISIS A. Pelaksanaan Pembayaran Upah Buruh Tani Oleh Pemberi Kerja

REVIEW. Disampaikan pada perkuliahan PENDIDIKAN AGAMA ISLAM kelas PKK. Dr. Dede Abdul Fatah, M.Si. Modul ke: Fakultas EKONOMI. Program Studi AKUNTANSI

Ji a>lah menurut masyarakat Desa Ngrandulor Kecamatan Peterongan

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN TABUNGAN PAKET LEBARAN DI KJKS BMT-UGT SIDOGIRI CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI TUKAR-MENUKAR RAMBUT DENGAN KERUPUK DI DESA SENDANGREJO LAMONGAN

dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus be

FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KOMERSIALISASI DOA DI PEMAKAMAN UMUM JERUK PURUT JAKARTA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB IV ANALISIS JUAL BELI MESIN RUSAK DENGAN SISTEM BORONGAN DI PASAR LOAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UPAH BORONGAN PADA BURUH PABRIK PT INTEGRA INDOCABINET BETRO SEDATI SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON

BAB IV UPAH (IJARAH) MENURUT HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. waris, dalam konteks hukum Islam, dibagi ke dalam tiga golongan yakni: 3

ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARADAWI TENTANG MENYERAHKAN ZAKAT KEPADA PENGUASA YANG ZALIM DALAM KITAB FIQHUZ ZAKAT

BAB I PENDAHULUAN. dunia maupun di akhirat. Secara garis besar ajaran Islam berisi kandungan-kandungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKAD JI ALAH. Berarti: gaji/upah. 1 Ji'alah suatu istilah dalam ilmu fiqh,

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGGUNAAN AKAD BMT AMANAH MADINA WARU SIDOARJO. Pembiayaan di BMT Amanah Madina Waru Sidoarajo.

BAB IV ANALISIS. A. Persamaan dan Perbedaan Pendapat Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanbali Tentang Hukum Menjual Reruntuhan Bangunan Masjid

BAB II WAKAF DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS MENURUT EMPAT MAZHAB TERHADAP JUAL BELI CABE DENGAN SISTEM UANG MUKA DI DESA SUMBEREJO KECAMATAN BANYUPUTIH KABUPATEN SITUBONDO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ALIH FUNGSI WAKAF PRODUKTIF KEBUN APEL DI DESA ANDONOSARI KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan adalah suatu perjanjian perikatan antara laki-laki dan

BAB IV ANALISIS SADD AL-DH>ARI< AH TERHADAP JUAL BELI PESANAN MAKANAN DENGAN SISTEM NGEBON OLEH PARA NELAYAN DI DESA BRONDONG GANG 6 LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WASIAT MENURUT FIQH SYAFI IYYAH DAN KHI

BAB I PENDAHULUAN. Alquran dan hadis Nabi yang menerangkan betapa pentingnya mendirikan ibadah

BAB IV. A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah di BMT Mandiri Sejahtera Jl. Raya Sekapuk Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP GADAI GANDA KENDARAAN BERMOTOR DI KELURAHAN PAGESANGAN KECAMATAN JAMBANGAN KOTA SURABAYA

BAB II TEORI TENTANG ASH SHIHHAH WA AL BUTHLAN. sehat, tidak sakit, sembuh, benar dan selamat. 1

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1

BAB I PENDAHULUAN. dan keadaan, mengangkat dan menghilangkan segala beban umat. Hukum

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. dengan manusia diciptakan berpasangan antara laki-laki dengan perempuan

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM MALIK DAN IMAM SHAFI I TERHADAP. A. Komparasi Pendapat Imam Malik dan Imam Shafi i terhadap Ucapan

Otopsi Jenazah Dalam Tinjauan Syar'i

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, dan dalam hukum Islam jual beli ini sangat dianjurkan

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB III PENDAPAT SYEKH ZAKARIA AL-ANSHARI TENTANG SAHNYA WASIAT ORANG MABUK. Bin Zakaria al-anshari, dan Syekh Zakaria al-anshari merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Ibadah haji merupakan syari at yang ditetapkan oleh Allah kepada. Nabi Ibrahim. Dan hal ini juga diwajibkan kepada umat Islam untuk

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu persoalan berada pada tangan beliau. 2. Rasulullah, penggunaan ijtihad menjadi solusi dalam rangka mencari

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dianggap batal. Dalam Kompilasi Hukum Islam (pasal 14), rukun

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama Islam adalah agama rahmatan lil alamin, di dalamnya berisi ajaran dan tuntunan mengenai kehidupan manusia baik yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhannya (habl min Allah) maupun hubungan manusia dengan sesama atau lingkungannya (habl min an-nas). Adapun hubungan kepada manusia atau yang disebut dengan muamalah erat kaitannya dengan harta, yaitu meliputi bagaimana cara mendapatkan harta dan juga membelanjakannya sesuai ajaran syari at Islam. Harta adalah salah satu benda berharga yang dimiliki manusia. Dengan harta, manusia dapat memperoleh apapun yang dikehendakinya. Harta dapat diperoleh dengan peralihan hak milik seseorang kepada orang lain. Adapun peralihan hak milik bisa dengan jalan waris ataupun wasiat. Adapun wasiat pada dasarnya merupakan kewajiban moral bagi seseorang untuk memenuhi hak orang lain atau kerabatnya, karena orang itu telah banyak berjasa atau membantu kehidupannya, sedangkan orang tersebut tidak termasuk keluarga yang memperoleh bagian dari harta waris. Maka wasiat merupakan penyempurnaan dari hukum kewarisan yang telah disyari atkan, sesuai firman Allah SWT dalam Al-Qur an surat Al-Baqarah ayat 180:

2 Artinya: Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah:180) 1 Disyariatkannya wasiat oleh Allah SWT kepada kepada hamba- Nya mengandung hikmah yang besar yaitu merupakan salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan akan memperbanyak amal kebajikan yang akan mendapatkan balasan kelak di hari akhir. Melalui wasiat seseorang diharapkan dapat berbuat adil kepada sesamanya, karena dalam wasiat terdapat nilai kebajikan dan juga pertolongan kepada manusia. Sebagaimana difirmankan Allah SWT dalam surat An-Nahl ayat 9: Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl:90) 2 1 Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemah, Bandung: Jabal, 2010, h. 27. 2 Ibid, 277.

3 Selain agar umat Islam berbuat adil dan memberikan sesuatu kepada kaum kerabat, disyariatkannya wasiat juga sebagai sarana untuk mempererat tali persaudaraan agar selalu harmonis. Firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 1: Artinya: Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An-Nisa : 1) 3 Ayat tersebut menjelaskan tentang pentingnya silaturahmi. Silaturahmi dapat dilakukan dengan berbagai hal, salah satunya adalah dengan wasiat. Jika wasiat dilaksanakan sesuai dengan hukum Islam maka akan terjalin silaturahmi, dan dengan adanya silaturahmi maka hubungan antara sesama akan terjaga keharmonisan, kerukunan dan kekerabatannya. Maka Allah SWT juga akan selalu melindungi, dan menjaganya dari perselisihan yang akan menjadi sebab keretakan dan perpecahan dalam kehidupan. Dalam wasiat terdapat unsur pemindahan hak milik dari seseorang kepada orang lain, maka wasiat juga harus disaksikan minimal oleh dua orang. Sebagaimana yang disebutkan di dalam Al-Qur an surat Al-Maidah ayat 106: 3 Ibid, h. 77.

4 Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan dimuka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. kamu tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah, jika kamu ragu-ragu: "(Demi Allah) kami tidak akan membeli dengan sumpah ini harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa". (QS. Al- Maidah:106) 4 Dan disebutkan di dalam hadits Rasulullah saw: 4 Ibid, h. 125

5 Artinya: Telah bercerita Abu Khaitsamah Zuhair bin Harb bin Muhammad bin Mutsanna Al-Anzy (lafal ibnu Mutsanna) mereka berdua telah berkata: Yahya telah bercerita kepada kami (yaitu anak said Al-Qatthan) dari Ubaidillah telah memberi kabar kepadaku Nafi Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Tidaklah menjadi hak orang Islam, ia mempunyai suatu keinginan berwasiat bermalam selama dua malam melainkan wasiatnya ditulis disisinya. 5 Perintah mengambil dua orang saksi dalam mengambil wasiat menunjukkan urgensinya disyariatkan wasiat. 6 Dengan keberadaan wasiat yang disaksikan oleh dua orang dan ditulisnya wasiat maka akan kuat di mata hukum. Wasiat adalah tindakan seseorang menyerahkan hak kebendaan kepada orang lain, yang berlakunya apabila yang menyerahkan itu meninggal dunia. Apabila seseorang meninggal dunia, semasa hidupnya berwasiat atas sebagian harta kekayaan kepada suatu badan hukum atau orang lain, wajib dilaksanakan sebelum harta peninggalannya dibagi oleh ahli warisnya. 7 Wasiat di samping bersifat ibadah, juga bersifat sosial atau ibadah yang berhubungan dengan manusia. Maka agar wasiat dapat terlaksana dengan baik, sesuai dengan kehendak syari at, maka diperlukan syarat dan 5 Imam Muslim, Sahih Muslim juz III, Beirut: Dar Al kutub Al-Alamiyah, 1992, h. 1249 6 Fatchur Rahman, Ilmu Waris, Bandung: Al Ma arif, 1981, h. 50. 7 Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998, h. 42.

6 rukunnya. Para ulama sepakat bahwa orang yang berwasiat adalah setiap orang yang memiliki barang manfaat secara sah dan tidak ada paksaan. 8 Pengertian wasiat secara istilah ialah pernyataan atau perkataan seseorang kepada orang lain untuk memberikan hartanya, membebaskan hutang atau memberikan manfaat suatu barang miliknya setelah meninggal dunia. 9 Diberlakukannya syarat dan rukun dalam melakukan wasiat adalah agar pelaksanaannya tidak merugikan para ahli waris yang tidak memperoleh pemberian melalui wasiat. Dalam hal ini pula hukum Islam membatasi kekuasaan seseorang untuk menentukan kehendak terakhirnya melalui wasiat agar ia tidak mengesampingkan anak sebagai ahli waris. Menurut jumhur Ulama fiqih rukun wasiat terdiri atas: a. Al-Mushi (orang yang berwasiat) b. Al-Musha lah (orang yang menerima wasiat) c. Al-Musha bih (barang yang diwasiatkan) d. Shighat (ijab dan qabul) Sebagian Ulama mazhab Hanafi ada yang keberatan untuk menetapkan shighat sebagai salah satu unsur dalam wasiat. Menurut mazhab Hanafi dalam wasiat hanya diperlukan pernyataan pemberian wasiat dari pemilik harta yang akan wafat. Karena wasiat adalah akad yang 1997, h. 194. 8 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001, h. 450. 9 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,

7 hanya mengikat pihak yang berwasiat, sedangkan bagi pihak yang menerima wasiat akad itu tidak bersifat mengikat. 10 Mengenai syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang berwasiat Syekh Nawawi al-bantani menyebutkan bahwa pewasiat haruslah orang yang mukallaf dan merdeka. Maka tidak sah wasiat anak kecil yang belum baligh, orang gila, orang yang tidak sadarkan diri dan juga orang yang dipaksa. 11 Para ahli hukum Islam berbeda pendapat tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pewasiat. Salah satu yang menjadi perbedaan di kalangan para ulama adalah wasiat orang mabuk. Ulama Syafi iyah Syekh Zakaria Al Anshari mengatakan bahwa wasiat orang yang mabuk adalah sah, karena orang yang mabuk dihukumi sebagaimana orang mukallaf. 12 Sedangkan dalam kitab fiqih mazhab Hanabilah yang berjudul asy syarkh al kabir, para ulama mazhab Hanabilah menyebutkan bahwa wasiat orang mabuk ada dua pendapat, dan pendapat yang lebih shahih adalah wasiat orang mabuk tidak sah karena orang mabuk dianggap seperti orang gila yang perkataannya tidak dapat dihukumi. Adapun pendapat yang menghukumi sah wasiat orang mabuk adalah berdasarkan atas talak orang mabuk. Dan talak orang mabuk itu tetap sah karena orang itu melakukan maksiat, serta dianggap sah talaknya sebagai hukuman baginya. Maka hal 10 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004, h. 129. 11 Abu Abdi al-mu thi Muhammad Bin Umar Bin Ali Nawawi al-bantani, Nihayah az- Zain Fi Irsyad al-mubtadiin, Beirut: Dar al-fikr, tt. h. 178. 12 Syaikhul Islam Abi Yahya Zakaria Al Anshari, Fathul Wahab, Jilid 2, Surabaya: Maktabah Ahmad Bin Sa id, tt., h. 13.

8 ini tidak bisa disamakan dengan wasiat orang mabuk karena tidak ada madharat bagi orang tersebut. Akan tetapi ahli warisnya lah yang akan mendapatkan kemadharatan. 13 Mazhab Maliki telah menyebutkan bahwa orang gila dan orang mabuk tidak sah melakukan wasiat karena tidak dapat membedakan yang baik dan yang buruk ketika berwasiat. 14 Sayyid Muhsin Thabathaba i Al Hakim salah satu ulama besar mazhab Syiah juga berpendapat bahwa wasiat dalam keadaan mabuk adalah tidak sah. 15 Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 194 juga disebutkan bahwa: 1. Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga. 2. Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat. 3. Pemilikan terhadap harta benda seperti dimaksud dalam ayat (1) pasal ini baru dapat dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia. 16 Berdasarkan pendapat di atas maka Syekh Zakaria Al Anshari mempunyai pendapat yang berbeda dari ulama mazhab yang lain, dan tidak sama dengan syarat pewasiat yang ada dalam Kompilasi Hukum Islam. Dikarenakan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 194 ayat (1) disebutkan 13 Abdurrahman Bin Qudamah, Asy Syarkh Al Kabir Ala Matan Al-Muqni, Jilid 6, Kairo: Darul Hadits, 1996, h. 419. 14 Abu Al Barakat Ahmad bin Muhammad bin Ahmad Ad Dardir, Asy Syarh Al Kabir, Jilid 4, Mesir: Al Mathba ah Al Amirah, 1392 H, h. 422. 15 Sayyid Muhsin Al Hakim, Mustamsik Al Urwah Al Wustqa, Jilid 14, Najaf: Mathba ah Al Adab An Najaf, h. 583. 16 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Akademika Pressindo, 1992, h. 160.

9 bahwa orang berakal sehatlah yang dapat berwasiat. Atas dasar tersebut, penulis tertarik untuk lebih spesifik meneliti masalah tersebut yang berjudul Studi Analisis Terhadap Pendapat Syekh Zakaria Al Anshari Tentang Sahnya Wasiat Orang Yang Mabuk. B. Perumusan Masalah Rumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pendapat Syekh Zakaria Al Anshari tentang wasiat orang yang mabuk? 2. Bagaimana metode istimbat hukum yang digunakan Syekh Zakaria Al Anshari tentang sahnya wasiat orang yang mabuk? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berangkat dari permasalahan di atas, penulis hendak mencapai beberapa tujuan dari penelitian ini, yaitu: 1. Tujuan Fungsional a. Untuk mengetahui bagaimana pendapat Syekh Zakaria Al Anshari tentang wasiat orang yang mabuk. b. Untuk mengetahui bagaimana istimbat hukum yang digunakan Syekh Zakaria Al Anshari sehingga berpendapat bahwa wasiat orang yang mabuk adalah sah. 2. Tujuan Formal

10 Untuk memenuhi syarat guna meraih gelar sarjana pada jenjang strata satu (S1) di Fakultas Syari ah UIN Walisongo Semarang. Adapun manfaat penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritik, yaitu diharapkan dapat memberikan sumbangan di bidang kajian ilmu fiqih, dalam hal ini khususnya pada fakultas Syariah jurusan Akhwalus Syakhsiyah (AS). 2. Manfaat Praktik, yaitu hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap hukum Islam di masa mendatang, khususnya dalam pembahasan tentang wasiat. D. Tinjauan Pustaka Penelitian dengan judul Studi Analisis Terhadap Pendapat Syekh Zakaria Al Anshari Tentang Sahnya Wasiat Orang Yang Mabuk sejauh pengetahuan penulis belum pernah dilakukan. Namun, setelah melakukan beberapa penelusuran terhadap literatur-literatur dari buku dan berbagai karya ilmiah ada beberapa penelitian terdahulu yang ada relevansinya dengan penelitian ini. Diantara penelitian tersebut adalah skripsi yang ditulis oleh Thowilan (2199119) yang berjudul Studi Analisis Pendapat Imam Malik Tentang Wasiat Kepada Pembunuh, dalam skripsinya tersebut Towilan menyimpulkan terhadap pendapat Imam Malik bahwa berwasiat kepada seorang pembunuh secara tidak sengaja, baik wasiat itu diberikan sebelum

11 terjadi upaya pembunuhan atau sesudah upaya pembunuhan, maka wasiat itu sah. Alasan yang digunakan Imam Malik adalah sebagai penebus keteledoran dalam menjalankan kewajiban-kewajiban syari at Islam dan juga sebagai penambah amal yang sebanyak-banyaknya, dengan cara melakukan wasiat sebagian hartanya kepada orang lain yang telah menganiayanya, maka tercapailah ihsan yang akan membuat pahala yang diharapkannya. Hal itu merupakan niat baik dalam kerelaan hati dari seorang pemberi wasiat untuk diberikan kepada orang lain. 17 Berbeda dengan Asaroh (2100261) yang meneliti tentang pendapat Imam Malik tentang kebolehan wasiat anak kecil yang belum baligh, skripsi tersebut berjudul Studi Analisis Terhadap Pendapat Imam Malik Tentang Kebolehan Wasiat Anak Kecil Yang Belum Baligh. Dalam skripsinya Asaroh menyebutkan bahwa Imam Malik berpendapat, wasiat anak kecil yang belum baligh adalah sah dengan syarat mengerti tentang wasiat. Dalam hal ini Imam Malik mendasarkan pendapatnya pada qaul ash shahabi (pernyataan sahabat) yaitu Umar ibn Khattab tentang kebolehan wasiat anak kecil. Akan tetapi hal tersebut akan membawa implikasi yaitu tercerai-berai urusannya dan dapat menimbulkan kerusakan dalam kehidupan, maka Asaroh menyimpulkan bahwa alasan Imam Malik membolehkan wasiat anak kecil adalah tidak kuat untuk dijadikan hujjah hukum. 18 17 Thowilan, Studi Analisis Pendapat Imam Malik Tentang Wasiat Kepada Pembunuh, Skripsi Sarjana Fakultas Syari ah IAIN Walisongo tahun 2004, td. 18 Asaroh, Studi Analisis Terhadap Pendapat Imam Malik Tentang Kebolehan Wasiat Anak Kecil Yang Belum Baligh, Skripsi Sarjana Fakultas Syari ah IAIN Walisongo tahun 2005, td.

12 Sedangkan Nurul Fuadah (2100028) menyebutkan dalam skripsinya bahwa Imam Malik mengatakan orang yang lemah akal, orang safih bahkan orang gila yang terkadang sadar mereka boleh berwasiat dengan syarat tahu dan mengerti tentang wasiat. Imam Malik berpendapat bahwa orang safih sah melakukan wasiat karena beliau menyamakan orang safih dengan anak kecil yang belum baligh. Memang hal tersebut tidak terdapat landasan normatifnya baik dari al-qur'an maupun hadist, akan tetapi para sahabat itu tidak akan memberi fatwa kecuali atas dasar apa yang difahami dari Rasulullah SAW. Dalam penggunaan qaul sahabat sesuai dengan prinsipnya Imam Malik lebih mendahulukan qaul sahabat sebagai dalil syar'i, meskipun Imam Malik mensyaratkan bahwa fatwa sahabat tersebut harus tidak bertentangan dengan hadits marfu'. Nurul Fuadah juga menyimpulkan bahwa alasan Imam Malik membolehkan wasiat orang safih adalah tidak rajih (tidak kuat) untuk dijadikan hujjah hukum. Sebab qaul sahabat itu tidak sekuat al-qur'an maupun hadits. 19 Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang membahas tentang wasiat orang yang belum baligh ataupun orang yang safih, dan berdasarkan penelusuran terhadap buku-buku atau karya ilmiah yang ada, belum ada penelitian yang membahas secara khusus tentang wasiat orang yang mabuk. Maka sangat penting bagi penyusun untuk melakukan penelitian guna menambah ilmu pengetahuan khususnya mengenai hukum wasiat orang yang mabuk. Atas dasar itu penyusun mengambil pendapat 19 Nurul Fuadah, Studi Analisis Pendapat Imam Malik Tentang Kebolehan Wasiat Orang Safih (Bodoh), Skripsi Sarjana Fakultas Syari ah IAIN Walisongo tahun 2004, td.

13 Syekh Zakaria Al Anshari tentang sahnya wasiat orang mabuk sebagai bahan penelitian. E. Metode Penelitian Metode yang akan penulis gunakan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan Library Research atau penelitian literatur/ penelitian pustaka, dan datanya berupa konsep, teori dan ide. Sedangkan pendekatannya menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu data yang digambarkan dengan kata-kata atau kalimat yang dipisahpisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan. 20 2. Sumber Data a. Sumber Data Primer Sumber data primer yaitu yang membahas tema penelitian secara langsung. 21 Adapun sumber data tersebut adalah kitab Fathul Wahab karangan Syaikhul Islam Abu Yahya Zakaria Al Anshari, kitab Tuhfat al-muhtaj Fi Syarh al-minhaj karya murid Syekh Zakaria Al-Anshari yaitu Ibnu Hajar Al-Haitami dan Hasyiyah al- Jamal Ala Syarh al-minhaj. 20 Suharsimi Arikunto, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 1998, h. 246 21 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi, Semarang: Fakultas Syari ah IAIN Walisongo, 2010, h. 12.

14 b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder adalah tulisan ilmiah, penelitian atau buku-buku yang mendukung tema penelitian. 22 Dalam hal ini penulis menggunakan data sekunder seperti: Shahih Muslim, Fiqih Sunnah, Ushul Fiqih, serta beberapa kitab dan buku-buku lain yang sesuai dengan pembahasan ini. 3. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi (documentation), yang artinya bahan-bahan yang tertulis. Dalam melakukan teknik ini, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti, buku, makalah, dokumen, peraturan-peraturan, dan sebagainya. 23 4. Teknik Analisis Data Setelah terkumpulnya data, maka selanjutnya penulis akan menyusun secara sistematis dan menganalisis secara kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif, yaitu metode yang menggambarkan sifat atau keadaan yang dijadikan obyek dalam penelitian. 24 Sebab dalam skripsi ini penulis akan menggambarkan pemikiran Syekh Zakaria Al Anshari. 22 Ibid. 23 Suharsimi, Op. cit., h. 135. 24 Tim Penyusun, Op. Cit, h. 14

15 F. Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran secara umum dan untuk memudahkan dalam pembahasan mengenai penelitian ini, penyusun membuat sistematika pembahasan sebagai berikut: Bab pertama. Bab ini merupakan bagian pendahuluan, dimana dalam hal ini penulis akan menguraikan beberapa hal, yaitu: Latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Setelah memahami duduk permasalahan yang akan dibahas dan pokok masalah yang akan diteliti, kemudian pada bab selanjutnya penulis akan mengulas bagaimana tinjauan umum tentang wasiat. Bab kedua. Bab ini merupakan landasan teori bab-bab berikutnya, karena dalam penelitian ini lebih menonjol pada sah atau batalnya wasiat orang mabuk, maka dalam bab II akan dibahas tentang teori sah dan batal serta fasid, dan juga tentang taklif. Bab ketiga. Dalam bab ini penulis akan membahas secara khusus tentang biografi Syekh Zakaria Al Anshari termasuk di dalamnya ialah guru-guru serta murid-murid beliau juga berbagai karya peninggalannya, dan istimbat hukum Syekh Zakaria Al Anshari tentang wasiat orang yang mabuk. Bab keempat. Bab ini berisi tentang analisis pendapat Syekh Zakaria Al Anshari tentang wasiat orang yang mabuk. Bab ini merupakan inti pembahasan dalam skripsi ini, agar dapat diperoleh jawaban kongkrit

16 dari pokok masalah serta mengantar pada bab selanjutnya yaitu kesimpulan. Bab kelima. Merupakan bab terakhir dalam pembahasan skripsi ini, dalam bab ini berisikan mengenai kesimpulan untuk menjawab pokok masalah yang diteliti. Setelah itu, penulis juga akan memaparkan saransaran terkait dengan persoalan yang penyusun kaji.