LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK Nama : Wahid Muhammad N Nim : 10.01.2733 Kelas : D3 TI 2A SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA
I ABSTRAK Pengembangan usaha ternak itik di Indonesia cukup terbuka, baik untuk pasar dalam negeri maupun ekspor. Hal ini didukung oleh ketersediaan berbagai aneka sumber bahan pakan dan keanekaragaman genetik yang dimiliki cukup banyak. Indonesia sebagai negara agraris, sangat banyak tersedia bahan pakan dengan harga yang relatif murah berupa sisa atau hasil sampingan produk pertanian, demikian juga potensi bahan pakan berasal dari usaha perikanan, contohnya dedak, bungkil kedelai, pallard, kepala udang, dan tepung kepala ikan. Bahan pakan utama itik berupa dedak, pollard, jagung, sagu, ikan dan berbagai bungkil banyak tersedia hampir diseluruh Indonesia. Ketersediaan konsentrat pabrik dengan kandungan protein kasar 36% telah banyak tersedia, hal ini semakin memudahkan pertenak dalam menyiapkan ransum untuk itik. Dengan teknologi pakan yangkita miliki dan kemudahan mencari sumber bahan pakan murah sangan membantu efisiensi usaha ternak itik. Di samping potensi bahan pakan lokal, kita memiliki banyak ragam itik lokal yang mempunyai keunggulan adaptasi dan produksi yang tinggi. Dengan seleksi yang ketat untuk tujuan pemurnian dan pembentukan galur, dapat dilakukan persilangan antar jenis itik untuk menghasilkan itik hirbrida. Saat ini telah dihasilkan itik hibrida dengan daya
adaptasi, kecepatan tumbuh, dan produktivitas yang lebih tinggi dari kedua induknya. Ini merupakan harapan baru untuk melakukan seleksi dari itik-itik lokal ternyata mempunyai keunggulan dari persilangannya seperti pada ayam ras. II ISI Ternak itik berperan cukup besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani, karena selain penghasil telur juga berfungsi sebagai penghasil daging. Kontribusi telur itik terhadap kebutuhan telur di Indonesia adalah 19,35 %, sedangkan kontribusi dalam penyediaan daging hanya 0,94 %. Kebutuhan daging itik terus meningkat, dan bahkan beberapa rumah makan, restoran, café dan warung tenda di perkotaan sudah banyak menyajikan menu bebek goreng, bebek panggang dan sate bebek sebagai menu unggulan. Salah satu jenis itik pedaging yang saat ini banyak diminati dan mulai berkembang adalah itik serati/tiktok, yang dihasilkan dari perkawinan silang antara entok jantan dan itik petelur betina melalui proses inseminasi buatan (IB). Pemeliharaan serati/tiktok sebagai itik pedaging memiliki beberapa keunggulan, yaitu cepat tumbuh sehingga bobot potong lebih besar, tekstur daging lebih empuk, rasanya gurih dan tidak amis, serta kadar lemaknya rendah yaitu hanya 1,5 %. Selain itu, masa pemeliharaan juga relatif pendek yaitu 8 10 minggu.
Selain budidaya intensif, itik pedaging serati/tiktok juga dapat dipelihara secara terpadu dengan padi sawah. Pemeliharaan terpadu di lahan sawah dapat mengurangi biaya produksi, karena sebagian sumber pakan dapat diperoleh dari lingkungan sawah yaitu berupa rumput, serangga, keong, katak kecil dan sebaginya. Pemeliharaan tiktok secara terpadu dengan padi sawah (3.500 ekor/ha) selama 75 hari dapat mencapai bobot 2,5 kg/ekor dengan mortalitas 5 %. TENISI BUDIDAYA 1. Pengadaan Bibit Pemilihan bibit (DOD) merupakan salah satu kunci keberhasilan usaha pembesaran. DOD yang baik harus sehat dan baik yang dicirikan oleh : tubuh tegap, gesit dan lincah; kaki kokoh; fisik tidak cacat dan nafsu makan tinggi. Anak itik serati/tiktok yang baru lahir (DOD) memiliki bobot badan 26 53 gram (rataan 40,03 g). Bibit serati/tiktok dapat diperoleh dari Balitnak Ciawi- Bogor atau tempat pembibitan lainnya. 2. Penyediaan Pakan Pada budidaya itik pedaging secara intensif, penyediaan pakan sering menjadi kendala karena sebagian besar masih mengandalkan pakan pabrik yang menghabiskan 60-70% biaya produksi.
ANALISA USAHA Bobot potong minimal itik pedaging adalah 1,2 kg, maka pemeliharaan itik serati/tiktok secara intensif dapat terpenuhi pada umur 5-6 minggu. Tingkat produksi itik pedaging secara teknis ditentukan oleh kualitas bibit, kualitas pakan dan tenaga kerja. Dilain pihak, skala produksi sangat menentukan besarnya pendapatan, sedangkan tingkat pendapatan dipengaruhi oleh biaya produksi dan harga jual. Dalam analisis usaha diperlukan beberapa asumsi dasar sebagai berikut : harga bibit (DOD) adalah Rp. 7.500,- /ekor, harga pakan Rp. 2.500,-/kg, tingkat kematian 10 % dan tenaga kerja 1-2 orang. Berdasarkan asumsi tersebut, maka keuntungan usaha budidaya itik pedaging serati/tiktok secara intensif dengan skala usaha 250-750 ekor berkisar antara Rp. 3.450.000-8.700.000,- dengan nilai R/C ratio 1,37 1,47. III REFERENSI Akoso, B.T. Manual Kesehatan Unggas : Panduan Bagi Petugas Teknis, Penyuluh dan. Petrnak, (Jakarta : Kanisius,1993) Dijaya, A S., Penggemukan Itik Jantan Potong (Jakarta: Penebar Swadaya, 2003)