BAB 1 : PENDAHULUAN. upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan cara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. adanya peningkatan kulitas tenaga kerja yang maksimal dan didasari oleh perlindungan hukum.

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu, upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat perlu. Dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kulit akibat kerja (occupational dermatoses) adalah suatu peradangan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan akibat lingkungan kerja. Lingkungan kerja dikaitkan dengan segala. dibebankan padanya (Suma mur, 2009).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang International Labour Organization (ILO), pada tahun 2008 memperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja serta terlindung dari penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. erat dengan keefisienan kerja seorang karyawan. Tingkat produktifitas

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 432

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. tahun (Kementrian Perindustrian, 2015). Bahan baku plastik terdiri atas

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44 Tahun 2009 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagian besar negara Indonesia adalah laut. Berbagai ukuran geostatistik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap ahli kesehatan khususnya dokter seharusnya sudah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data International Labour Organization (ILO) tahun 2012, angka

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya bagi kesehatan pekerja (Damanik, 2015). cacat permanen. Jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula

BAB I PENDAHULUAN. dengan hiperemia konjungtiva dan keluarnya discharge okular (Ilyas, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. gangguan kesehatan maupun penyakit, seperti penyakit kulit.

BAB I PENDAHULUAN. saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri.

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah-masalah baru yang harus bisa segera diatasi apabila perusahaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. ataupun jenis pekerjaan dapat menyebabkan penyakit akibat kerja. 1

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu. ada pengaruhnya terhadap kesehatan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. kurang maksimalnya kinerja pembangunan kesehatan (Suyono dan Budiman, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan masyarakat pekerja Indonesia di masa depan, yang penduduknya

BAB 1 : PENDAHULUAN. nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pada pasal 86, menjelaskan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan masalah tersebut adalah dermatitis kontak akibat kerja. 1

adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki

BAB I PENDAHULUAN. bulan Agustus 2014 berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik berjumlah sekitar

BAB I PENDAHULUAN. besar. Salah satu industri yang banyak berkembang yakni industri informal. di bidang kayu atau mebel (Depkes RI, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak pabrik yang mengolah bahan mentah. menjadi bahan yang siap digunakan oleh konsumen. Banyaknya pabrik ini

KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : S

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut

BAB 1 LATAR BELAKANG. signifikan bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2006, luas lahan areal kelapa

BAB 1 : PENDAHULUAN. maupun pemberi kerja, jajaran pelaksana, penyedia (supervisor) maupun manajemen,

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena mempunyai fungsi sebagai tempat

BAB I PENDAHULUAN. maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa. udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja.

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. salon, dan pekerja tekstil dan industri rumahan (home industry). Pada. pekerja per tahun. (Djuanda dan Sularsito, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,

BAB I PENDAHULUAN. yang bekerja mengalami peningkatan sebanyak 5,4 juta orang dibanding keadaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan kerja merupakan salah satu faktor penunjang untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat

No. kuesioner. I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Pendidikan : 4. Lama Bekerja : 5. Sumber Informasi :

BAB I PENDAHULUAN. petani, sehingga Indonesia dikenal sebagai negara agraris.

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyebabkan penyakit paru (Suma mur, 2011). Penurunan fungsi paru

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya sangat cepat. Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia baik dampak positif maupun dampak negatif. Dampak

KUESIONER PENELITIAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. kapasitas kerja fisik pekerja, serta melindungi pekerja dari efek buruk pajanan hazard di

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah pulau sebanyak buah yang dikelilingi oleh garis pantai

BAB 1 : PENDAHULUAN. meningkat tinggi setelah aplikasi pestisida. Penggunaan bahan-bahan beracun itu pada

BAB I PENDAHULUAN. dan dikondisikan oleh pihak perusahaan. Dengan kondisi keselamatan kerja

BAB I PENDAHULUAN. perhatian terhadap aspek keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Lemahnya

BAB I PENDAHULUAN. bahaya tersebut diantaranya bahaya faktor kimia (debu, uap logam, uap),

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan, dan keturunan. Berdasarkan ke empat faktor tersebut, di negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dermatitis berasal dari kata derm atau o- (kulit) dan itis (radang atau

Promotif, Vol.1 No.1, Okt 2011 Hal PENERAPAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PADA PETUGAS PENANGANAN SAMPAH DI RUMAH SAKIT KOTA PALU

BAB 1 PENDAHULUAN. pekerja seperti yang tercantum dalam UU No.13 Tahun 2003 pasal 86 ayat 1

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan terdepan sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten atau

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan lingkungan merupakan faktor penting dalam kehidupan sosial

BAB I PENDAHULUAN. melindungi pekerja dari mesin, dan peralatan kerja yang akan menyebabkan traumatic injury.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan

PENDAHULUAN. yang memiliki peran penting dalam kegiatan perusahaan. dari potensi bahaya yang dihadapinya (Shiddiq, dkk, 2013).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan dipelajari. Morgan et.al dalam Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa perilaku

BAB 1 PENDAHULUAN. pekerja yang terpapar pada bahan-bahan iritatif, alegenik atau faktor fisik khusus

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukanoleh : DIAH RIFQI SUSANTI J Kepada : FAKULTAS KEDOKTERAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di Indonesia, alih fungsi lahan pertanian merupakan masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikonsumsi masyarakat dapat menentukan derajat kesehatan masyarakat tersebut. (1) Selain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. melaksanakan pembangunan nasional telah berhasil. meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi pada

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku tujuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia adalah salah satu negara berkembang dan negara agraris yang

BAB I PENDAHULUAN. klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papula, vesikel, skuama) dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebiasaan lain, perubahan-perubahan pada umumnya menimbulkan beberapa

BAB II LANDASAN TEORI. dan proses produksi (Tarwaka, 2008: 4). 1. Mencegah dan Mengurangi kecelakaan.

Definisi dan Tujuan keselamatan kerja

BAB 1 : PENDAHULUAN. teknologi serta upaya pengendalian risiko yang dilakukan. Kecelakaan kerja secara

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh tenaga kerja di bengkel las (Widharto, 2007). Industri pengelasan merupakan industri informal yaitu industri yang

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusaan.

BAB I PENDAHULUAN. membantu tercapainya tujuan perusahaan dalam bidang yang dibutuhkan.


BAB 1 : PENDAHULUAN. perusahaan.undang-undang No. 1 Tahun 1970 menjelaskan bahwa setiap tenaga kerja

MEMPELAJARI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) DI CV. INOTEK KIMIA UTAMA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kulit akibat kerja merupakan peradangan kulit yang disebabkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. nasional, selain dapat meningkatkan perekonomian nasional juga dapat

I. PENDAHULUAN. Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat 2 Ditetapkan bahwa Setiap warga

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan rumah sakit. menimbulkan dampak negatif dan mempengaruhi derajat kesehatan mereka.

BAB I PENDAHULUAN. unsur-unsur lingkungan hidup untuk kelangsungan hidupnya. Kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan sebaliknya kesehatan dapat mengganggu pekerjaan. Tujuan pengembangan

BAB 1 : PENDAHULUAN. unsur penunjang keberhasilan pembangunan nasional. Ratusan tenaga kerja

BAB I PENDAHULUAN. memakai peralatan yang safety sebanyak 32,12% (Jamsostek, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. rumah responden beralaskan tanah. Hasil wawancara awal, 364

Transkripsi:

1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan tenaga kerja sebagai sumber daya manusia sangat penting. Oleh karena itu, upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan cara memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan tenaga kerja sehingga pencapaian kinerja para pekerja akan lebih maksimal. Hal ini dijelaskan dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, pada pasal 86 ayat (1), setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Pada ayat (2) dijelaskan untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal, diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. (1) Industri yang ada pada saat ini ditinjau dari modal kerja yang digunakan dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok yaitu industri besar, industri menengah, dan industri kecil. Industri kecil dengan teknologi sederhana atau tradisional dengan jumlah modal yang relatif terbatas adalah industri yang banyak bergerak disektor informal. Pekerja pada kelompok ini merupakan kelompok kerja yang tergolong biasanya belum mendapatkan pelayanan kesehatan kerja yang baik. (2) Kenyataan ini berbeda dari ketentuan yang ada, yaitu berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, pada Bab XII mengenai Kesehatan Kerja pasal 164 ayat (1), yang menjelaskan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan, dan ayat (2) berbunyi upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pekerja di sektor formal dan informal. (3)

2 Menurut Departemen kesehatan Republik Indonesia, ciri-ciri pekerja informal antara lain pola kegiatan sederhana, modal maupun omset kecil, biasanya memperkerjakan pekerja dari keluarga, kenalan, atau masyarakat satu daerah, serta pada umumnya tidak tersentuh oleh peraturan pemerintah. Sehingga kesehatan dan keselamatan kerja pada sektor informal belum mendapat perhatian besar dari pemerintah, pemilik, maupun para pekerja. (2) Berbagai risiko dalam keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah kemungkinan terjadinya penyakit akibat kerja (PAK), penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dan kecelakaan kerja yang dapat menyebabkan kecacatan dan kematian. Menurut Yudistira, bahaya potensial yang sering muncul pada pekerja adalah yang menyerang kulit. Berdasarkan jenis organ tubuh yang dapat mengalami kelainan akibat pekerjaan seseorang, maka kulit merupakan organ tubuh yang paling sering terkena yakni 50% dari jumlah seluruh penderita (4, 5) PAK. Penyakit kulit merupakan penyakit akibat kerja yang sangat sering ditemukan dan biasanya disebabkan oleh zat kimia seperti asam/basa, pelarut, logam yang dapat mengakibatkan iritasi, alergi atau luka bakar, akibat gesekan atau tekanan pada kulit dan infeksi. Penyakit kulit yang sering ditemukan pada pekerja adalah dermatitis. (6) Prevalensi penyakit kulit akibat kerja di dunia mencapai 68,2% dan di Amerika, penyakit kulit akibat kerja dilaporkan sebagai gangguan kesehatan kerja yang paling umum dengan jumlah melebihi 45% dari seluruh PAK yang dilaporkan. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2010, diperoleh kasus gangguan kulit sebanyak 122.076 kasus. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, prevalensi penyakit kulit khususnya dermatitis di Indonesia mencapai 6,8% dan prevalensi Sumatera Barat mencapai 9,2%. Data laporan tahunan Dinas Kesehatan Kota (DKK) Padang Tahun 2014 menyatakan bahwa penyakit kulit termasuk ke dalam 10 penyakit terbanyak dan berdasarkan data rekapitulasi laporan bulanan DKK tahun 2014, jumlah penyakit kulit mencapai 15.556 kasus. (7-11)

3 Gangguan kulit terjadi pada pekerja informal yang umumnya kurang memperhatikan sanitasi dan perlindungan diri bagi dirinya. Salah satunya ada pekerja pembuat tahu. Pembuat tahu memiliki risiko terkena gangguan kulit akibat dari pemaparan zat-zat yang digunakan dalam proses penggumpalan dan zat-zat dari limbah cair tahu. Zat penggumpal yang digunakan adalah asam cuka/asam asetat (CH 3 COOH), Kalsium Sulfat CaSO 4, dikenal sebagai batu tahu atau sioko, dan biang tahu (cairan bekas perasan tahu yang diinapkan). Bahan penggumpal tersebut dipakai salah satu saja sebagai penggumpal dan zat penggumpal ini rata-rata berkadar asam 90%. (4, 5, 12) Pemaparan zat-zat kimia yang digunakan dalam proses penggumpalan mengakibatkan iritasi dan gangguan kulit lainnya dalam bentuk gatal-gatal, kulit kering, dan pecah-pecah, kemerah-merahan, dan koreng yang sulit sembuh. Kerusakan kulit seperti ini akan memudahkan masuknya zat-zat kimia yang bersifat beracun ke dalam tubuh melalui kulit yang terluka. (12) Pada tahun 2010, tercatat jumlah industri tahu di Indonesia mencapai 84.000 unit usaha, dengan produksi lebih dari 2,56 juta ton per hari, penyebaran industri tahu sekitar 80 % terdapat di Pulau Jawa. Di Kota Padang jumlah pabrik tahu yang tercatat dan masih aktif sebanyak 6 pabrik yang didapatkan dari data Dinas Perindustrian, Perdagangan, Pertambangan, dan Energi Kota Padang dan Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Padang. (13, 14) Hasil penelitian pada perajin tahu di Medan Deli menunjukkan bahwa kejadian penyakit kulit disebabkan karena proses pembuatannya yang tidak melalui steam terlebih dahulu pada bahan kedelai sebelum dicampurkan dengan pati kental sehingga hal ini memungkinkan jamur lebih mudah berkembang dan dapat menimbulkan reaksi pada kulit. Penelitian lain oleh Elisandri pada pengrajin tahu di Binjai menyebutkan, bahwa 72% dari mereka mengalami reaksi akibat kontak dengan bahan pembuat tahu dalam waktu yang lama.

4 Beberapa dari mereka juga menyebutkan gatal-gatal yang dialami tidak akan kunjung sembuh apabila tidak menghentikan pekerjaannya dalam waktu yang lama. Demikian pula dengan yang terjadi pada pembuat tahu di Lamongan Jawa Timur dimana pembuat tahu mengalami gatal-gatal didaerah tangan dan kaki akibat sering berkontak dengan bahan pembuat tahu. Beberapa menyebutkan bahwa penyakit kulit yang dialami diakibatkan oleh karena mereka tidak menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan pada saat melakukan proses pembuatan tahu. (4, 12) Alat pelindung diri (APD) sangat penting untuk mencegah terjadinya penyakit kulit karena dengan pemakaian APD yang tidak sesuai atau tidak tepat dapat menyebabkan suatu gangguan saat berkontak dengan bahan berbahaya. Masa kerja juga dapat berpengaruh terhadap gangguan kulit. Menurut Suma mur, semakin lama seseorang bekerja maka semakin besar kemungkinan terkena gangguan kulit. Selain itu, usia merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dipisahkan dari individu. Pekerja tahu yang usianya lebih tua memiliki risiko untuk terkena gangguan kulit karena pada usia tua kulit beregenerasi dan lebih rentan terhadap infeksi. Faktor lainnya adalah personal hygiene, pekerja yang tidak baik kebersihan dirinya seperti tidak membersihkan badan setelah bekerja dapat mudah terkontaminasi dengan bahan kimia yang menempel pada pakaian kerja. (15, 16) Gangguan kulit pada dasarnya dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan kulit secara umum dapat terbagi atas faktor zat (lama paparan), faktor lingkungan (suhu dan kelembaban) serta faktor individu sendiri (umur, jenis kelamin, masa kerja, riwayat penyakit sebelumnya, personal hygiene, penggunaan APD). (17) Studi pendahuluan dilaksanakan pada tanggal 04 Maret dan 07 Maret 2016 di empat pabrik yang ada di Kota Padang. Hal ini dikarenakan dua pabrik lainnya tidak dapat memberikan izin penelitian. Dari 10 orang pekerja didapatkan hasil 60% pekerja pernah

5 mengalami keluhan gangguan kulit berupa gatal-gatal pada telapak tangan, kulit terasa panas, dan kulit menjadi kemerahan disertai timbulnya bentol-bentol/ bula-bula yang berisi cairan bening. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik pabrik tahu, diperoleh hasil bahwa beberapa pekerja pembuat tahu pernah mengalami keluhan gangguan kulit. Hal tersebut dirasakan oleh para pekerja setelah kontak dengan cairan yang bersifat asam selama proses pembuatan tahu yakni asam cuka/asam asetat (CH3COOH), Kalsium Sulfat CaSO4, dikenal sebagai batu tahu atau sioko, dan biang tahu. Berdasarkan observasi yang dilakukan, para pekerja pabrik tahu dalam proses kerjanya masih banyak yang tidak menggunakan APD secara lengkap, yakni pada umumnya lebih banyak hanya menggunakan sepatu boots saja. Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan diatas, penulis tertarik untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan terjadinya keluhan gangguan kulit pada pekerja pembuat tahu yang ada di Kota Padang pada tahun 2016. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, diketahui bahwa beberapa pekerja pembuat tahu pernah mengalami keluhan gangguan kulit. Maka dari itu peneliti ingin mengetahui apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan gangguan kulit pada pekerja pembuat tahu di kota Padang? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan gangguan kulit pada pekerja pembuat tahu di kota Padang tahun 2016.

6 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Diketahuinya distribusi frekuensi keluhan gangguan kulit yang terjadi pada pekerja pembuat tahu di Kota Padang. 2. Diketahuinya distribusi frekuensi masa kerja pada pekerja pembuat tahu di Kota Padang. 3. Diketahuinya distribusi frekuensi usia pada pekerja pembuat tahu di Kota Padang. 4. Diketahuinya distribusi frekuensi personal hygiene pada pekerja pembuat tahu di Kota Padang. 5. Diketahuinya distribusi frekuensi penggunaan APD pada pekerja pembuat tahu di Kota Padang. 6. Diketahuinya hubungan masa kerja dengan keluhan gangguan kulit pada pekerja pembuat tahu di Kota Padang. 7. Diketahuinya hubungan usia dengan keluhan gangguan kulit pada pekerja pembuat tahu di Kota Padang. 8. Diketahuinya hubungan Personal Hygiene dengan keluhan gangguan kulit pada pekerja pembuat tahu di Kota Padang. 9. Diketahuinya hubungan penggunaan APD dengan keluhan gangguan kulit pada pekerja pembuat tahu di Kota Padang. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan ilmu pengetahuan untuk menerapkan.pencegahan terjadinya gangguan kulit pada pekerja, khususnya pada pekerja pembuat tahu.

7 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Dapat menjadi pedoman sekaligus bahan acuan untuk penelitian selanjutnya mengenai gangguan kulit. 2. Sebagai bahan masukan bagi pekerja pembuat tahu agar selalu menjaga kesehatannya dengan upaya pencegahan sedini mungkin supaya terhindar dari gangguan kulit. 3. Peneliti dapat menerapkan ilmu mengenai keselamatan dan kesehatan kerja serta metode yang diperoleh pada saat perkuliahan. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan gangguan kulit yang dilakukan di pabrik tahu pada pekerja pembuat tahu di Kota Padang Tahun 2016. Faktor yang diteliti pada penelitian ini ialah masa kerja, usia, personal hygiene, dan penggunaan APD. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Mei 2016 dengan desain studi cross sectional. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuisioner kepada responden.