BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

dokumen-dokumen yang mirip
Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

BAB I PENDAHULUAN. keperdataan. Dalam hubungan keperdataan antara pihak yang sedang berperkara

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

Ditulis oleh Administrator Jumat, 05 Oktober :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 05 Oktober :47

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS

PENERAPAN AZAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA MELALUI MEDIASI BERDASARKAN PERMA NO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sengketa atau konflik tersebut timbul disebabkan karena adanya hubungan antara satu

BAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang

Pengertian Mediasi. Latar Belakang Mediasi. Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No.

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan tanah yang jumlahnya tetap (terbatas) mengakibatkan perebutan

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan musyawarah dengan para shahabatnya. pikiran, gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan dalam

PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI. Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016. TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN 1 Oleh: Agung Akbar Lamsu 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang

BAB IV. A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan. cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi, bila didasarkan pada

BAB I PENDAHULUAN. paling baik untuk memperjuangkan kepentingan para pihak. Pengadilan

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN. A. Latar Belakang Lahirnya Prosedur Mediasi di Pengadilan

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin

BAB I PENDAHULUAN. keadaan yang menunjukan hal yang luar biasa. 1 Apabila sebagai contoh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mediasi sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa alternatif

BAB V PENUTUP. Dari uraian bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat memberikan. 1. Tata cara di Pengadilan Agama Purwodadi dalam melaksanakan mediasi

BAB I PENDAHULUAN. kekal yang di jalankan berdasarkan tuntutan agama. 1. berbeda. Pernikahan juga menuntut adanya penyesuaian antara dua keluarga.

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

SURAT KESEPAKATAN PERDAMAIAN TERINTEGRASI DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. sehingga ke tahap yang lebih besar dan kompleks seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Sengketa merupakan suatu hal yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan ini.

I. PENDAHULUAN. dalam masyarakat diselesaikan secara musyawarah mufakat. Peradilan sebagai

Oleh Helios Tri Buana

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:

EKSISTENSI DAN KEKUATAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN 1 Oleh : Wiska W. R Rahantoknam 2

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3).

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. kelamin yang berlainan seorang laki laki dan seorang perempuan ada daya saling

BAB V PENUTUP. melalui mediasi dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : penyelesaian sengketa di pengadilan.

BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI PADA PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BONDOWOSO 4 TAHUN SESUDAH BERLAKUNYA PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI

BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA. memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak

BAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Bouman, mengungkapkan bahwa manusia baru menjadi manusia. adanya suatu kepentingan (Nurnaningsih Amriani, 2012: 11).

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

ABSTRAK HENDRY RAUF, NIM KONSEP HUKUM MEDIASI DAN PENERAPAN HAKIM TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI GORONTALO.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perbedaan-perbedaan yang dapat menimbulkan suatu. dirugikan haknya dapat mengajukan gugatan. Pihak ini disebut penggugat.

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. lain sebagainya. Dari pengertian diatas jika kita melihat di lapangan maka

POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) HAERANI. Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 6 M E D I A S I A.

BAB I PENDAHULUAN. melidungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

PENERAPAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO. 01 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. umum. Diantaranya pembangunan Kantor Pemerintah, jalan umum, tempat

BAB I PENDAHULAN. seseorang adalah hal penting yang kadang lebih utama dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. gamelan, maka dapat membeli dengan pengrajin atau penjual. gamelan tersebut dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat surat

Bahan Ajar Mata Kuliah PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terbukti turut mendukung perluasan

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

BAB I PENDAHULUAN. dan keadilan, Sehingga secara teoritis masih diandalkan sebagai badan yang

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia itu sendiri sehingga menyebabkan terjadinya benturan-benturan

BAB III TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA PANDEGLANG

Lex Administratum, Vol. V/No. 3/Mei/2017

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya. Contoh kecil yaitu manusia tidak bisa membuat nasi sendiri, memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya.

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang berperan selama ini. Keberadaan lembaga peradilan sebagai pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk sengketa beraneka ragam dan memiliki sekian banyak liku-liku yang

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

Alternative Dispute Resolution (Alternatif Penyelesaian Sengketa, APS)

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK

A. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga telah memicu terbentuknya skema-skema persaingan yang ketat dalam segala

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa terhindar dari sengketa. Perbedaan pendapat maupun persepsi diantara manusia yang menjadi pemicu timbulnya sengketa. Sengketa merupakan salah satu hal yang dapat muncul kapan saja dan dimana saja. Sengketa bermula dari suatu kondisi dimana salah satu pihak merasa dirugikan oleh pihak tertentu yang dimana hal ini diawali oleh rasa tidak puas yang bersifat tertutup. Proses sengketa terjadi karena tidak adanya titik temu antara para pihak yang bersengketa. Bentuk sengketa bermacam-macam dimana setiap permasalahannya memiliki banyak lika-liku. Terdapat beberapa pilihan dalam menyelesaikan sengketa hukum salah satunya yang paling sering dipakai oleh masyarakat adalah penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan terkadang tidak memberikan penyelesaian sebagaimana yang diharapkan oleh para pihak. Penyelesaian dengan cara ini juga dikenal memakan waktu yang cukup lama dan mengeluarkan biaya yang cukup mahal. Dalam proses litigasi, pemeriksaan suatu perkara dianggap telah selesai karena semua tingkat upaya hukum telah digunakan secara maksimal. Akibatnya perkara tersebut akan dianggap tuntas dengan ditandai proses eksekusi. Namun bila ditelaah, sebenarnya dengan berakhirnya proses litigasi bukan berarti sengketa di antara para pihak telah benar-benar selesai, karena dengan munculnya 1

pihak yang kalah, justru sering menumbuhkan dendam yang berkepanjangan, sehingga pihak yang kalah akan terus melakukan ronrongan kepada pemenangnya agar ia tidak bisa menikmati hasil kemenangannya itu. Kondisi seperti itu justru menjadi kontraproduktif dengan tujuan penyelesaian sengketa itu sendiri, karena bukan hanya konfliknya tidak selesai secara tuntas, namun pihak yang nyata-nyata telah dinyatakan menang oleh putusan pengadilan pun pada kenyataannya tidak bisa menikmati kemenangan itu secara nyaman dan tentram. 2 Penyelesaian dengan cara litigasi ini hanya digunakan untuk memuaskan rasa emosional demi mencari kepuasan pribadi dengan keinginan agar pihak lawan dinyatakan kalah oleh putusan pengadilan negeri dimana kebanyakan pihak yang mengajukan tidak memperhitungkan apakah nilai yang disengketakan itu sebanding atau tidak dengan pengorbanan yang telah dilakukan selama proses persidangan yang begitu panjang. Proses litigasi memang lebih memberikan kepastian hukum karena putusannya dapat dilaksanakan dengan kekuatan eksekusi, namun pada kenyataannya eksekusi itu justru dianggap tidak bisa memberi kenyamanan dalam menikmati hasil dari kemenangan itu, bahkan dalam beberapa kasus eksekusi tidak dapat dijalankan. Kinerja institusi penegak hukum masih dianggap kurang memenuhi harapan dan perasaan keadilan dalam masyarakat dimana lembaga peradilan yang seharusnya menjadi jalan terakhir untuk mendapatkan keadilan akan tetapi sering tidak mampu memberikan keadilan yang diharapkan. Berangkat dari kekurangan penyelesaian sengketa melalui litigasi ini, kemudian berkembanglah berbagai pilihan penyelesaian sengketa atau disebut 2 Rachmadi Usman (Buku I), Mediasi di Pengadilan dalam Teori dan Praktik, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012), hal.13-14. 2

alternatif penyelesaian sengketa yang dianggap sebagai pengganti dari mekanisme penyelesaian sengketa di pengadilan dimana penyelesaian sengketa ini dilakukan diluar pengadilan atau non litigasi yang lebih menguntungkan para pencari keadilan yang bertujuan untuk mengakomodir keinginan-keinginan para pihak yang bersengketa. Adapun alternatif tersebut antara lain : Arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi dan penilaian ahli. Kesepakatan penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini dilakukan dengan cara mufakat oleh para pihak. Penyelesaian sengketa dengan cara ini dilaksanakan berdasarkan prinsip kesukarelaan yang pelaksanaannya tergantung pada ketaatan para pihak yang bersengketa. Mas Achmad Sentosa dalam makalahnya Perkembangan ADR Indonesia mengemukakan sekurang-kurangnya ada 5 (lima) faktor utama yang memberikan dasar diperlukannya pengembangan penyelesaian sengketa alternatif di Indonesia, yaitu : 3 1. Sebagai upaya meningkatkan daya saing dalam mengundang penanaman modal ke Indonesia. 2. Tuntutan masyarakat terhadap mekanisme penyelesaian sengketa yang aefisien dan mampu memenuhi rasa keadilan. 3. Upaya untuk mengimbangi meningkatnya daya kritis masyarakat yang dibarengi dengan tuntutan berperan serta aktif dalam proses pembangunan ( termasuk pengambilan keputusan terhadap urusan-urusan publik). 4. Menumbuhkan iklim persaingan sehat (peer pressive) bagi lembaga peradilan. 5. Sebagai langkah antisipasif membendung derasnya arus perkara mengalir ke pengadilan. Alternatif penyelesaian sengketa menawarkan berbagai bentuk proses penyelesaian yang fleksibel dengan menerapkan satu atau beberapa bentuk mekanisme yang dirancang dan disesuaikan dengan kebutuhan dan dengan 3 Ibid, hal.17-18. 3

demikian sengketa diusahakan mencapai suatu penyelesaian final. Usaha ini ditempuh melalui proses yang sifatnya informal dan sesuai bagi sengketa yang kadang-kadang sangat pribadi atau melalui proses mekanisme yang disusun bersama oleh para pihak secara kesepakatan agar dapat pula dimanfaatkan dikemudian hari bagi sengketa yang lebih besar, teknis dan kompleks. 4 Istilah alternatif penyelesaian sengketa dapat ditemukan dalam Undang- Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (LN Tahun 1999 No. 138). Istilah alternatif penyelesaian sengketa merupakan terjemahan dari istilah Inggris alternative dispute resolution yang lazim disingkat dengan sebutan ADR. Namun, sebagian kalangan akademik di Indonesia menerjemahkan istilah alternative dispute resolution dengan istilah pilihan penyelesaian sengketa. 5 Alternatif penyelesaian sengketa diatur dalam UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang dimana dalam pasal 1 angka 10 dijelaskan bahwa : Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melaui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Bentuk Alternatif penyelesaian sengketa yang cukup pesat perkembangannya salah satunya adalah mediasi. Mediasi pada dasarnya adalah negosiasi yang melibatkan pihak ketiga yang memiliki keahlian mengenai 4 Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase & Alternatif Penyelesaian Sengketa Suatu Pengantar, ( Jakarta : Fikahati Aneska, 2002), hal.2. 5 Takdir Rahmadi, Mediasi : Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2010), hal.10. 4

prosedur mediasi yang efektif, dapat membantu dalam situasi konflik untuk mengkoordinasikan aktivitas mereka sehingga lebih efektif dalam proses tawarmenawar bila tidak ada negosiasi tidak ada mediasi. Mediator dalam mediasi, berbeda halnya dengan arbiter atau hakim. Mediator tidak mempunyai kekuasaan untuk memaksakan suatu penyelesaian pada pihak-pihak yang bersengketa. 6 Menurut Tolberg dan Taylor yang dimaksud dengan mediasi adalah Suatu proses dimana para pihak dengan bantuan seseorang atau beberapa orang secara sistematis menyelesaikan permasalahan yang disengketakan untuk mencari alternatif dan dapat mempercaya penyelesaian yang dapat mengakomodasi kebutuhan mereka. 7 Mediasi sebagai bagian dari alternatif penyelesaian sengketa atau pilihan penyelesaian sengketa dimana mediasi ini dilakukan dengan tujuan untuk menyelesaikan sengketa antara para pihak yang dilakukan oleh pihak ketiga yang bersifat netral dan imparsial. Dalam penyelesaian sengketa dengan cara mediasi ini menempatkan kedua belah pihak yang berperkara dalam posisi yang sama, tidak ada pihak yang menang ataupun pihak yang kalah. Dalam penyelesaian sengketa dengan cara mediasi ini harus adanya keinginan dan itikad baik dari para pihak yang juga akan dibantu oleh pihak ketiga dalam melaksanakan perdamaian itu. Adapun pihak ketiga dalam mediasi tersebut disebut mediator yang bertugas membantu para pihak dalam menyelesaikan masalahnya akan tetapi tidak memiliki wewenang dalam mengambil keputusan. 6 Nurnaningsih Amriani, Mediasi : Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011), hal.28-29. 7 http://www.suduthukum.com/2016/08/upaya-damai-mediasi-pengertian-sejarah, diakses pada tanggal 22 Oktober 2016. 5

Dalam proses mediasi terjadi permufakatan diantara para pihak dan bantuan mediator dalam mediasi ini diharapkan mampu menemukan berbagai pilihan solusi penyelesaian sengketa, yang akan dilakukan oleh para pihak yang bersengketa. Hasil dari mediasi ini dituangkan dalam kesepakatan tertulis, yang bersifat final dan mengikat para pihak yang bersengketa agar dilaksanakan dengan asas itikad baik. Adapun maksud dari Itikad Baik adalah dimana para pihak yang bersengketa menyampaikan saran-saran melalui jalur yang bagaimana sengketa akan diselesaikan oleh mediator, karena mereka sendiri tidak mampu melakukannya. Melalui kebebasan ini dimungkinkan kepada mediator memberikan penyelesaian yang inovatif melalui suatu bentuk penyelesaian yang tidak dapat dilakukan oleh pengadilan, akan tetapi para pihak yang bersengketa memperoleh manfaat yang saling menguntungkan. 8 Pendekatan mufakat dalam mediasi mengandung arti, bahwa segala sesuatu yang dihasilkan merupakan hasil dari persetujuan bersama ataupun kesepakatan para pihak. Penyelesaian itu dapat dicapai jika semua pihak yang bersengketa dapat menerima penyelesaian itu. Mediator yang netral mengandung arti bahwa mediator tidak memihak kepada para pihak, tidak memiliki kepentingan dengan sengketa yang sedang terjadi, serta tidak diuntungkan maupun dirugikan bila ternyata sengketa dapat diselesaikan maupun menemukan jalan buntu. Mediasi sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa yang memiliki kelebihan-kelebihan sehingga menjadi pilihan yang tepat bagi para pihak yang bersengketa. Adapun kelebihan mediasi adalah kerahasiaan dan ketertutupan yang 8 Priyatna Abdurrasyid,Op.Cit., hal.34-35. 6

menjadi daya tarik bagi kalangan tertentu, contohnya para pengusaha yang tidak ingin masalah yang dihadapinya diketahui oleh publik. Mediasi juga dilakukan secara cepat, dan menghasilkan kesepakatan secara komperehensif yang dimana keputusan itu dapat diterima dengan baik oleh para pihak. Para pihak dalam mediasi juga dapat memakai bahasa sehari-hari yang lazim mereka gunakan tanpa perlu memakai istilah-istilah hukum yang lazim dipakai dalam proses beracara di pengadilan. Meskipun mediasi memiliki banyak kekuatan, akan tetapi mediasi juga memiliki beberapa kelemahan yang perlu juga diketahui para pihak bahwa mediasi hanya akan dapat dilaksanakan secara efektif jika para pihak benar-benar memiliki keinginan untuk menyelesaiakan sengketa diantara mereka dengan cara mediasi ini, karena jika hanya salah satu dari mereka yang ingin melakukannya maka mediasi ini tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Latar belakang lahirnya mediasi pada dasarnya adalah karena pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu instrumen yang mengatasi penumpukan perkara di pengadilan. Mediasi merupakan salah satu proses yang lebih cepat dan murah serta memberikan kesempatan para pihak yang bersengketa agar dapat memperoleh keadilan dan rasa kepuasan atas hasil dari penyelesaian sengketa yang tengah mereka hadapi. Perdamaian pada dasarnya telah ada dalam dasar negara Indonesia, yaitu Pancasila dimana disiratkan bahwa asas penyelesaian sengketa adalah musyawarah untuk mufakat. Penyelesaian perkara di luar pengadilan telah dirintis sejak lama oleh para ahli hukum sehingga Mahkamah Agung sebagai lembaga tertinggi merasa bertanggung jawab untuk merealisasikan undang-undang tentang mediasi. Mahkamah Agung pada September 2001 mengadakan Rapat kerja 7

Nasional yang menghasilkan SEMA No. 1 Tahun 2002 Tentang pemberdayaan pengadilan tingkat pertama menerapkan lembaga damai. Pada Januari 2003 Mahkamah Agung mengadakan temu karya yang dimana hasil dari temu karya ini menghasilkan Perma No. 2 Tahun 2003. Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 ini menjadikan mediasi sebagai salah satu proses beracara di pengadilan. Bahwa semua perkara perdata yang diajukan pada pengadilan tingkat pertama harus terlebih dahulu diselesaikan dengan upaya damai. Dalam perma ini hakim diwajibkan untuk menawarkan mediasi kepada para pihak yang berperkara dimana sebelum dilakukannya mediasi hakim wajib memberikan penjelasan kepada para pihak mengenai prosedur dan biaya mediasi. Pada tahun 2008 Mahkamah Agung menyempurnakan prosedur mediasi ini dengan melahirkan Perma No. 1 Tahun 2008. Penyempurnaan tersebut dilakukan karena Perma No. 2 tahun 2003 mengalami masalah yang menyebabkan penerapannya tidak efektif di pengadilan. Perma ini dikeluarkan untuk mempercepat, mempermudah proses penyelesaian sengketa dimana kehadiran perma ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian, ketertiban, kelancaran dalam proses mendamaikan para pihak. Perma No. 1 tahun 2008 yang dikeluarkan pada tanggal 31 Juli 2008 ini membawa beberapa perubahan penting dimana memungkinkan para pihak menempuh mediasi pada tingkat banding atau kasasi. Sangat berbeda dengan Perma No 2 tahun 2003 dimana mediasi hanya ditawarkan pada awal saja. Lahirnya Perma No 1 tahun 2008 ini sebagai suatu hal positif yang membantu para pihak untuk lebih memahami mediasi. Perma No. 1 Tahun 2008 ini memberikan pengaturan yang lebih lengkap mengenai proses mediasi di 8

pengadilan. Peraturan ini mengarahkan para pihak yang berperkara agar menempuh proses perdamaian secara detail. Mediasi wajib dilakukan dengan hatihati untuk menghindari penyalahgunaan oleh pihak yang tidak beritikad baik. Mediasi tidak hanya bermanfaat bagi para pihak, tetapi juga bermanfaat bagi pengadilan. Mediasi dapat mengurangi kemungkinan penumpukan jumlah perkara yang diajukan ke pengadilan, sehingga jika banyak perkara yang berhasil melalui proses mediasi ini akan membuat pemeriksaan perkara di pengadilan berjalan lebih cepat. Mengenai mediator dalam Perma No. 2 tahun 2003, mediator adalah pihak ketiga yang menyelesaikan perkara para pihak. Dalam Perma No. 2 tahun 2003 dan juga UU No. 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa sama sekali tidak menyebutkan tentang syarat-syarat ataupun kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang mediator. Dalam Pasal 1 angka 6 Perma No. 1 tahun 2008 menyebutkan bahwa : Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Mediator tidak dibenarkan masuk kedalam proses mediasi tanpa persetujuan tertulis dari pihak dalam sengketa yang akan dimediasikan. Sebelum persetujuan diberikan, mediator harus menyampaikan kepada para pihak adanya kemungkinan kepentingan yang dimilikinya menyangkut dengan salah satu pihak 9

dan keadaan lainnya yang mungkin dapat mempengaruhi azas prasangka tidak berpihak. 9 Dalam pasal 14 Perma No.1 tahun 2008 disebutkan bahwa : Mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah gagal jika salah satu pihak atau para pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi sesuai jadwal pertemuan mediasi yang telah disepakati atau telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut. Jika setelah proses mediasi berjalan, mediator memahami bahwa dalam sengketa yang sedang dimediasi melibatkan aset atau harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang tidak disebutkan dalam surat gugatan sehingga pihak lain yang berkepentingan tidak dapat menjadi salah satu pihak dalam proses mediasi, mediator dapat menyampaikan kepada para pihak dan hakim pemeriksa bahwa perkara yang bersangkutan tidak layak untuk dimediasi dengan alasan para pihak tidak lengkap. Dibentuknya Perma No. 1 tahun 2008 adalah dengan maksud mengatasi kekurangan Perma No. 2 tahun 2003. Akan tetapi, pelaksanaan perma ini masih juga memiliki beberapa hambatan dalam pelaksanannya. Adapun faktor yang menghambat pelaksanaan itu antara lain : 1. Terbatasnya jumlah mediator dan jumlah hakim 2. Itikad baik para pihak yang bersengketa Dimana itikad baik sangat penting agar tercapainya keberhasilan dalam mediasi. Apabila para pihak hanya mengejar keuntungan tanpa memperhatikan kepentingan mereka, maka perdamaian dengan cara mediasi akan sangat sulit tercapai. 3. Kurangnya dukungan para hakim 9 Ibid, hal.44. 10

Perlunya penciptaan insentif yang jelas dan transparan bagi para hakim yang sukses mendamaikan, sehingga para hakim dapat mendukung sepenuhnya proses mediasi. 4. Ruangan Mediasi Diperlukannya rehabilitasi gedung kantor pengadilan, dimana saat ini masih banyaknya pengadilan yang kekurangan ruangan. Hambatan pelaksanaan Perma No.1 Tahun 2008 menjadi alasan dilahirkannya Perma No.1 Tahun 2016. Dimana Perma No.1 Tahun 2008 dianggap belum efektif pelaksanaannya. Ada beberapa poin penting dalam Perma No.1 Tahun 2016 yang berbeda dengan Perma No. 1 Tahun 2008. Salah satunya, Jangka waktu penyelesaian mediasi dalam Perma No.1 Tahun 2016 menjadi 30 hari, dimana sebelumnya dalam Perma No. 1 Tahun 2008 adalah 40 hari. Dalam Perma No.1 Tahun 2016 diwajibkan bagi para pihak untuk hadir dengan atau tanpa kuasa hukumnya, kecuali ada ada alasan yang sah seperti kondisi kesehatan yang tidak baik, berdasarkan surat keterangan dokter, sedang menjalankan tugas negara, tuntutan profesi atau pekerjaan yang tidak mungkin ditinggalkan. Hal yang terpenting adalah adanya itikad baik oleh para pihak dan sanksi bagi pihak yang tidak memiliki itikad baik dalam proses mediasi. Terdapat tiga faktor yang menyebabkan ketidakberhasilan proses mediasi yakni tidak adanya itikad baik para pihak, peran advokat atau kuasa hukum para pihak, dan penjelasan majelis yang memeriksa perkara belum optimal sehingga mengakibatkan para pihak kurang memahami bagaimana proses mediasi. Dalam Perma No.1 Tahun 2016 mewajibkan para pihak beritikad baik ketika melakukan mediasi. Jika tidak, akan menimbulkan akibat hukum bagi para pihak yang tidak 11

beritikad baik yaitu berdasarkan laporan mediator adanya putusan gugatan tidak dapat diterima disertai hukuman membayar biaya mediasi dan biaya perkara. Majelis hakim yang memeriksa perkara wajib menjelaskan prosedur mediasi secara jelas kepada para pihak serta memberi penjelasan mengenai dokumendokumen persetujuan melakukan mediasi dengan itikad baik yang harus ditandatangani oleh para pihak. Perma No. 1 Tahun 2016 diterbitkan dengan tujuan untuk meningkatkan keberhasilan mediasi di pengadilan umum dan pengadilan agama. Perma yang terbaru ini memiliki pengaturan mediasi yang cakupannya lebih luas dari Perma sebelumnya. Dalam Perma No. 1 Tahun 2016 ini juga kembali menegaskan peranan mediator independen agar berperan lebih aktif dalam penyelesaian perkara di luar pengadilan dan lahirnya mediator-mediator handal dan yang mampu menyelesaikan permasalahan di masyarakat dengan cara damai. Berdasarkan hal-hal yang diuraikan dalam latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul KEDUDUKAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA DI PENGADILAN NEGERI MEDAN ( STUDI TERHADAP EFEKTIVITAS PERMA NOMOR 1 TAHUN 2016). B. Perumusan Masalah Berdasarkan hal-hal yang diuraikan dalam latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana Kedudukan Mediator Dalam Penyelesaian Sengketa Di Pengadilan Negeri Medan? 12

2. Bagaimana efektivitas Perma Nomor 1 Tahun 2016 di Pengadilan Negeri Medan? 3. Kendala-Kendala Apa Saja Yang Dialami Mediator Dalam Pelaksanaan Mediasi Di Pengadilan Negeri Medan? C. Tujuan Penulisan Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui kedudukan mediator dalam penyelesaian sengketa di Pengadilan Negeri Medan. 2. Untuk mengetahui efektivitas Perma Nomor 1 Tahun 2016 di Pengadilan Negeri Medan. 3. Untuk mengetahui kendala-kendala apa saja yang dialami mediator dalam pelaksanaan mediasi di Pengadilan Negeri Medan. D. Manfaat Penulisan Adapun manfaat yang diharapkan penulis dalam skripsi ini adalah : 1. Secara teoritis Penulisan skripsi ini diharapkan sebagai acuan dalam perkembangan ilmu hukum di Indonesia. Hal-hal yang tertuang dalam penulisan skripsi Ini diharapkan menambah pengetahuan para mahasiswa hukum dan juga masyarakat khususnya berkaitan tentang mediasi di pengadilan serta kedudukan mediator dalam mediasi. Skripsi ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang nyata kepada masyarakat tentang bagaimana 13

pelaksanaan mediasi di pengadilan dengan diterapkannya Perma No. 1 Tahun 2016 Tentang prosedur mediasi di Pengadilan. 2. Secara praktis Penulisan skripsi ini diharapkan bermanfaat bagi mahasiswa, praktisi hukum khususnya bagi advokat dan para hakim, pemerintah, mediator dalam mediasi, maupun masyarakat khususnya para pihak yang terlibat dalam suatu sengketa sehingga penulisan skripsi ini dapat dijadikan acuan dalam penyelesaian sengketa yang melalui proses mediasi. E. Metode Penelitian Dalam melakukan suatu penelitian kita tidak terlepas dengan penggunaan metode. Setiap penelitian haruslah menggunakan metode guna menganalisa permasalahan yang akan dibahas dalam suatu penelitian. Adapun metode yang dipakai penulis adalah : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Yuridis normatif adalah penelitian dengan cara pengambilan bahan maupun data dari kepustakaan dimana penelitian ini mengacu kepada peraturan perundang-undangan dan norma-norma hukum dalam masyarakat. Sedangkan penelitian yuridis empiris terdiri atas penelitian terhadap identifikasi hukum, penelitian terhadap efektivitas hukum yang meliputi (kaidah hukum, penegak hukum, sarana atau fasilitas, dan kesadaran hukum masyarakat), penelitian terhadap 14

perbandingan hukum, penelitian sejarah hukum, dan penelitian psikologi hukum. 10 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian deskriptif yang dimana penelitian ini berusaha memberikan gambaran tentang sebagian ataupun keseluruhan objek yang akan diteliti. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untu menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Penelitian ini, kadang-kadang berawal dari hipotesis, tetapi dapat juga tidak bertolak dari hipotesis, dapat membentuk teori-teori baru atau memperkuat teori yang sudah ada, dan dapat menggunakan data kualitatif atau kuantitatif. 11 3. Sumber data Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data primer dan data sekunder, yaitu : a. Data primer adalah data yang diperoleh langsung ke lapangan dengan cara wawancara. Penulis melakukan wawancara dengan mediator hakim yang melaksanakan mediasi di Pengadilan Negeri Medan. b. Data Sekunder Data yang diperoleh dengan cara studi kepustakaan meliputi bukubuku yang berkaitan dengan objek penelitian, peraturan perundang- 10 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal.30-46. 11 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, ( Jakarta : Raja grafindo Persada, 2014), hal.25-26. 15

undangan, artikel hukum, pendapat para sarjana, dan bahan lainnya. Data sekunder ini dapat dibagi menjadi : 1) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri peraturan peundang-undangan yang berkaitan dengan judul penelitian yaitu Perma No.1 Tahun 2016 Tentang prosedur mediasi di pengadilan. 2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang hukum primer antara lain berupa buku-buku ataupun tulisan ilmiah hukum yang berkaitan dengan judul penelitian. 3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer dan sekunder antara lain berupa kamus, ensiklopedia, surat kabar, maupun artikel hukum dari internet. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Studi Kepustakaan (Data Sekunder) Dilakukan dengan mempelajari berbagai sumber bacaan yang berkaitan dengan masalah yang diangkat dalam skripsi ini. Seperti : Buku-buku hukum, surat kabar, majalah hukum, makalah hukum, maupun artikel hukum dari internet, serta pendapat sarjana hukum dan bahan-bahan lainnya. b. Studi Lapangan (Data Primer) Penelitian langsung ke lapangan yang dilakukan dengan wawancara antara penulis dengan mediator hakim yang melaksanakan mediasi di 16

Pengadilan Negeri Medan. Wawancara yang dilakukan penulis terkait mengenai efektivitas Perma No.1 Tahun 2016 di Pengadilan Negeri Medan. 5. Analisis Data Analisis data dalam penulisan ini digunakan data kualitatif, metode kualitatif ini digunakan agar penulis dapat mengerti dan memahami gejala yang ditelitinya. 12 Penulisan skripsi dengan metode analisis kualitatif dilakukan dengan menelaah bahan-bahan hukum baik dari buku-buku, internet, serta peraturan perundang-undangan dan juga melakukan analisis hukum tentang peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat pada saat sekarang ini. Peneliti mencari tahu dan menggali sumber yang berkaitan dengan peristiwa hukum yang dituangkan dalam penelitian ini. F. Keaslian Penulisan Skripsi ini berjudul KEDUDUKAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA DI PENGADILAN NEGERI MEDAN (STUDI TERHADAP EFEKTIVITAS PERMA NOMOR 1 TAHUN 2016). Langkah awal yang dilakukan penulis sebelumnya adalah melakukan penelusuran terhadap judul skripsi yang ada pada Fakultas Hukum. Sepengetahuan penulis materi yang dibahas dalam skripsi ini belum pernah dijadikan judul ataupun pembahasan pada skripsi yang ada di Perpustakaan Fakultas Hukum, sehingga penulis tertarik mengangkat judul skripsi ini. 12 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia Press, 2007), hal.21. 17

G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini akan mempermudah penulisan dan penjabaran penulisan skripsi dengan memberikan gambaran yang lebih jelas. Penelitian ini dibagi menjadi lima bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisikan tentang latar belakang, yaitu apa alasan yang mendorong penulis untuk mengangkat judul ini dalam suatu penelitian hukum. Permasalahan, yaitu hal-hal yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini yang nantinya akan dicari solusi dari suatu permasalahan tersebut. Tujuan penulisan yaitu maksud dari penulis melakukan penulisan skripsi ini. Manfaat penulisan, yaitu apa manfaat yang ditimbulkan dengan adanya skripsi ini baik manfaat bagi penulis sendiri maupun pembacanya. Metode penelitian, yaitu metode yang penulis pakai dalam mengkaji setiap permasalahan yang ada. Keaslian penulisan, yaitu penegasan bahwa skripsi ini bukan merupakan plagiat dari penulisan orang lain dan dapat dijamin keasliannya. Sistematika penulisan yaitu uraian ringkas tentang skripsi ini. BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PILIHAN PENYELESAIAN SENGKETA Bab ini menguraikan tentang pengertian umum dan penyebab timbulnya sengketa, latar belakang lahirnya pilihan penyelesaian sengketa, bentuk-bentuk dan pelaksanaan pilihan penyelesaian sengketa. 18

BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN Bab ini membahas tentang latar belakang lahirnya prosedur mediasi di Pengadilan, esensi mediasi dalam penyelesaian perkara perdata di Pengadilan, pengertian mediator dan fungsi mediator di Pengadilan. BAB IV : KEDUDUKAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA DI PENGADILAN NEGERI MEDAN (STUDI TERHADAP EFEKTIVITAS PERMA NOMOR 1 TAHUN 2016 ) Bab ini menjelaskan tentang bagaimana kedudukan mediator dalam penyelesaian sengketa di Pengadilan Negeri Medan, bagaimana efektivitas Perma Nomor 1 Tahun 2016 di Pengadilan Negeri Medan, apa saja kendala-kendala yang dialami mediator dalam pelaksanaan mediasi di Pengadilan Negeri Medan. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bagian akhir dari penulisan skripsi ini yang berisikan kesimpulan dan saran dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya. 19