KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.653/AJ.202/DRJD/2001 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN ANGKUTAN SEWA

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 84 TAHUN 1999 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR :SK.967/AJ.202/DRJD/2007 TENTANG

CONTOH 1 : PERMOHONAN IZIN USAHA ANGKUTAN

-2- Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 32 TAHUN 2017

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.1186/HK.402/DRJD/2002

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tenta

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM TIDAK DALAM TRAYEK

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003. Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : 1453/HK.402/DRJD/2005

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK.2257/AJ.003/DRJD/2006. Tentang

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 26 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM

PEMERINTAH KOTA BATU

PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.1187/HK.402/DRJD/2002

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UNTUK UMUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TASIKMALAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) ANGKUTAN PEMADU MODA TRAYEK BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II PEKANBARU BANGKINANG

BUPATI ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH ROKAN HILIR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UMUM DI JALAN

KEPUTUSAN DI REKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK.1858/ HK.402/ DRJD/ 2003

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 10 TAHUN 2001 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 66 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PARKIR UNTUK UMUM MENTERI PERHUBUNGAN,

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN. NOMOR : KM 73 Tahun 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN SUNGAI DAN DANAU MENTERI PERHUBUNGAN,

Perda No. 17/12001 tentang Retribusi Izin Trayek / Izin Operasi dan Penyeleng. Angkutan di Jalan Dengan Kendaraan Umum.

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI IZIN TRAYEK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2007

PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM DALAM TRAYEK

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 104 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN PENYEBERANGAN

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2000 NOMOR 46 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 43 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 17 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KEBUPATEN MAGELANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PERIZINAN ANGKUTAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1993 TENTANG ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 3 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL BONGKAR MUAT BARANG DI KABUPATEN JEMBRANA

Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006 1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 4 TAHUN 2008 IZIN USAHA ANGKUTAN DAN IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA,

BENTUK, WARNA DAN UKURAN SURAT PERSETUJUAN PENGANGKUTAN ALAT BERAT DAN PENGANGKUTAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 11 TAHUN 2010

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGELOLA TRANSPORTASI JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG DAN BEKASI NOMOR : SK.57/AJ.206/BPTJ-2017

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYESUAIAN JARINGAN TRAYEK DALAM WILAYAH KOTA KABUPATEN JEMBER

PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 5 TAHUN 2001 (5/2001) TENTANG PERIZINAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 51 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 104 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN PENYEBERANGAN

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

T E N T A N G WALIKOTA SURABAYA,

2015, No Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468); 4. Peraturan Presiden Nomor 47

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 4 SERI C

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 52 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG IJIN PENGUSAHAAN ANGKUTAN DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN GRESIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK.1763/AJ.501/DRJD/2003 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 10 Tahun 2003 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 45 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2001 NOMOR 62 SERI B PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN IZIN TRAYEK

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 08 TAHUN 2013 TENTANG PERLENGKAPAN ANGKUTAN UMUM ORANG

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2001 NOMOR 62 SERI B PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG

TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK. Tahun. retribusi kewenangan. Daerah

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 26 TAHUN 2007 T E N T A N G TATA CARA PELAYANAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR WALIKOTA SURABAYA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 41 TAHUN 1993 TENTANG ANGKUTAN JALAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II UJUNG PANDANG NOMOR 2 TAHUN 1991 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1993 TENTANG ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 90 TAHUN 2002 TENTANG

CONTOH : TANDA BUKTI PEMBAYARAN KARCIS ANGKUTAN ANTAR KOTA ANTAR PROPINSI

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA)

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

Transkripsi:

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.653/AJ.202/DRJD/2001 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN ANGKUTAN SEWA Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Menimbang : a. Bahwa pelayanan angkutan orang dengan kendaraan sewa telah mengalami perkembangan sesuai kebutuhan angkutan, sehingga pelayanannya berkembang tidak semata-mata melayani angkutan dari pintu ke pintu, tidak berjadwal dan tidak terus menerus; b. Bahwa sehubungan dengan butir a diatas, perlu ditetapkan pengaturan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan angkutan sewa, agar tidak mengganggu dan / atau menjadi pesaing angkutan dalam trayek tetap dan teratur, sehingga terjadi saling mendukung dalam pemberian pelayanan; c. Bahwa sehubungan dengan butir a dan b diatas, perlu ditetapkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Angkutan Sewa. Mengingat : 1. Undang-undangan Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara 3480); 2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara 3839); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara 3527); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara 3952); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi (Lembaran Negara 1

Tahun 1993 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara 3530); 6. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Organisasi Departemen; 7. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi Departemen, sebagaimana telah dirubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 165 Tahun 2000; 8. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 91/OT. 002/Phb-80 dan KM 164/OT.002/Phb-80 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan sebagaimana telah diubah tekahir dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 41 Tahun 1997; 9. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 84 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Di Jalan Dengan Kendaraan Umum. MEMUTUSKAN Dengan mencabut Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor HK.208/1/11/DRPD/94 tentang Petunjuk Teknis Pengoperasian Angkutan Orang Dengan Kendaraan Sewa. Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN ANGKUTAN SEWA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan : 1. Angkutan adalah pemindahan orang dan / atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. 2

2. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan pembayaran. 3. Mobil penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi. 4. Angkutan sewa adalah angkutan dengan menggunakan mobil penumpang umum yang melayani angkutan dari pintu ke pintu dengan atau tanpa pengemudi. 5. Angkutan sewa khusus adalah angkutan sewa yang dioperasikan secara tetap dan terus menerus dalam wilayah operasi yang tetap. 6. Kendaraan sewa adalah setiap mobil penumpang yang disewakan untuk angkutan orang dengan cara sewa, baik dengan maupun tanpa pengemudi. 7. Perusahaan angkutan sewa adalah perusahaan yang menyediakan jasa angkutan orang dengan kendaraan sewa di jalan. 8. Jenis mobil penumpang yang digunakan untuk angkutan sewa dan sewa khusus, terdiri dari : a. Sedan adalah kendaraan bermotor jenis mobil penumpang yang mempunyai bentuk sedemikian rupa (mempunyai kepala dan bagasi tempat barang, dilengkapi dengan 2 atau 4 pintu), yang diperuntukkan bagi pengangkutan orang dengan kapasitas tempat duduk maksimum 4 orang, tidak termasuk pengemudi (Contoh gambar 1). b. Van adalah kendaraan bermotor jenis penumpang yang mempunyai bentuk sedemikian rupa (tidak mempunyai kepala dan bagasi tempat barang, dilengkapi dengan 3, 4 atau 5 pintu), dimana tempat barang tersebut dibuka dan ditutup dengan sistem hatch back dan atau pintu belakang, yang diperuntukkan bagi pengangkutan orang dengan kapasitas tempat 3

duduk maksimum 8 orang, tidak termasuk pengemudi (Contoh gambar 2). c. Station wagon adalah kendaraan bermotor jenis mobil penumpang yang mempunyai bentuk sedemikian rupa (mempunyai kepala, tidak mempunyai bagasi tempat barang, dilengkapi dengan 3, 4 atau 5 pintu), dimana tempat barang tersebut ditutup dengan sistem hach back dan atau pintu belakang, yang diperuntukkan bagi pengangkutan orang dengan kapasitas tempat dududk maksimum 8 (delapan) orang, tidak termasuk pengemudi (Contoh gambar 3). d. Jeep adalah kendaraan bermotor jenis mobil penumpang yang mempunyai bentuk sedemikian rupa (mempunyai kepala, tidak mempunyai bagasi tempat barang) dilengkapi dengan sistem hatch back dan atau pintu belakang, yang diperuntukkan bagi pengangkutan orang dengan kapasitas tempat duduk maksimum 8 (delapan) orang, tidak termasuk pengemudi (Contoh gambar 4). 9. Kode khusus tanda nomor kendaraan sewa dan / atau kendaraan sewa khusus adalah tanda nomor kendaraan bermotor dengan kode khusus untuk kendaraan sewa dan / atau kendaraan sewa khusus. 10. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubungan Darat. BAB II PENYELENGGARAAN ANGKUTAN Pasal 2 (1) Penyelenggaraan angkutan sewa dilakukan dengan mobil penumpang umum yang pengoperasiannya berdasarkan perjanjian atau borongan. 4

(2) Angkutan sewa diselenggarakan dengan mobil penumpang umum yang melayani angkutan dari pintu ke pintu dalam wilayah operasi yang tidak terbatas. (3) Pengoperasian angkutan sewa sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (2) yang dilakukan secara tetap dan terus menerus dalam wilayah operasi yang sama, pelayanannya disebut angkutan sewa khusus. Pasal 3 (1) Angkutan sewa sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan : a. Melayani angkutan dari pintu ke pintu dalam wilayah operasi yang tidak terbatas dan tidak boleh memasuki / memanfaatkan fasilitas terminal transportasi jalan. b. Menggunakan mobil penumpang yang dilengkapi dengan kode khusus tanda nomor kendaraan sewa. c. Melaksanakan penyewaan baik dengan maupun tanpa pengemudi. d. Melaksanakan pengoperasian secara tidak berjadwal. e. Menggunakan warna dasar plat nomor kendaraan hitam dengan tulisan putih. f. Menempatkan jati diri pengemudi pada bagian kiri dashboard kendaraan apabila penyewaan dilakukan dengan pengemudi. (2) Angkutan sewa khusus sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (3) diselenggarakan dengan ciriciri pelayanan : a. Melayani angkutan dari pintu ke pintu dalam wilayah operasi tetap, tidak boleh memasuki terminal transportasi jalan dan tidak mengangkut penumpang selain di asal perjalanan. 5

b. Menggunakan mobil penumpang yang dilengkapi dengan kode khusus tanda nomor kendaraan sewa khusus. c. Mencantumkan Nama dan Logo Perusahaan serta tulisan SEWA KHUSUS pada sebelah kiri dan kanan badan kendaraan (Contoh gambar 5). d. Melaksanakan pengoperasian secara tidak berjadwal. e. Melaksanakan penyewaan dengan pengemudi. f. Menggunakan kendaraan yang dilengkapi fasilitas AC. g. Menggunakan warna dasar plat nomor kendaraan hitam dengan tulisan putih (sesuai Pasal 178 huruf d angka 1 PP.44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi). h. Menggunakan kendaraan dengan umur kendaraan maksimum 7 (tujuh) tahun. i. Menempatkan jati diri pengemudi pada bagian kiri dashboard kendaraan. Pasal 4 Penyelenggaraan angkutan sewa khusus sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (3) dapat diselenggarakan sepanjang tidak mengganggu dan / atau menjadi pesaing pelayanan angkutan dalam trayek tetap dan teratur. Pasal 5 Selain memenuhi ciri-ciri pelayanan sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (2), penyelenggaraan angkutan sewa khusus harus memenuhi ketentuan : a. Tidak mencantumkan papan trayek pada kendaraan yang dioperasikan. b. Tidak mencantumkan jadwal pemberangkatan dan ketibaan di tempat / lokasi asal lintasan tujuan, baik pada bukti pembayaran, leaflet maupun alat promosi lainnya. c. Menggunakan tanda terima pembayaran sebagai bukti adanya perjanjian sewa. 6

BAB III WILAYAH OPERASI Bagian I Angkutan Sewa Pasal 6 Wilayah operasi angkutan sewa tidak dibatasi oleh wilayah administratif. Pasal 7 (1) Kebutuhan kendaraan untuk pelayanan angkutan sewa didasarkan atas keseimbangan permintaan dan penawaran angkutan sewa dengan mempertimbangkan faktor : a. Perkembangan sosial ekonomi. b. Potensi bangkitan penumpang. c. Jumlah penduduk. (2) Penetapan wilayah operasi yang terbuka untuk penambahan jumlah kendaraan sewa pada wilayah bangkitan tertentu dilakukan apabila tingkat penggunaan kendaraan sewa diatas 60%. Bagian II Angkutan Sewa Khusus Pasal 8 (1) Wilayah operasi angkutan sewa khusus dibatasi oleh wilayah pelayanan asal dan tujuan yang ditetapkan. (2) Wilayah operasi angkutan sewa khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatas ditetapkan oleh : a. Direktur Jenderal untuk wilayah operasi antar propinsi. 7

b. Gubernur Daerah Propinsi untuk wilayah operasi dalam propinsi. Pasal 9 (1) Jarak pelayanan angkutan sewa khusus antara asal dan tujuan wilayah pelayanan tidak melebihi 500 kilometer dan tidak dibatasi oleh wilayah administratif. (2) Pembatasan jarak pelayanan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan keselamatan dan kenyamanan penumpang, daya tahan pengemudi dan efisiensi kapasitas jalan. Pasal 10 (1) Kebutuhan kendaraan untuk pelayanan angkutan sewa khusus didasarkan atas keseimbangan permintaan dan penawaran angkutan dalam trayek tetap dan teratur pada wilayah operasi dengan asal dan tujuan yang tetap. (2) Jumlah kendaraan yang disediakan untuk pelayanan angkutan sewa khusus didasarkan pada kapasitas tempat duduk sebanyak-banyaknya 20% dari angkutan dalam trayek tetap dan teratur pada lintasan utama dengan wilayah operasi asal dan tujuan perjalanan yang tetap. Pasal 11 Penetapan wilayah operasi angkutan sewa khusus sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (2) dilaksanakan dengan memperhatikan : a. Faktor muatan (load factor) angkutan dalam trayek tetap dan teratur pada lintasan yang akan dilayani. b. Analisis dari hasil survai dan / atau evaluasi terhadap : 1) potensi permintaan angkutan pada lintasan utama angkutan dalam trayek tetap dan teratur 8

yang akan dilayani, untuk pelayanan angkutan sewa khusus yang sudah ada; 2) jumlah penumpang angkutan udara, angkutan kereta api dan angkutan dengan jenis pelayanan non-ekonomi lainnya, untuk pelayanan angkutan sewa khusus yang belum ada. c. Pertimbangan / pendapat instansi teknis yang bertanggung jawab dibidang LLAJ asal dan tujuan wilayah operasi yang akan dilayani. BAB IV PERIZINAN ANGKUTAN Pasal 12 (1) Untuk menyelenggarakan pelayanan angkutan sewa dan angkutan sewa khusus, wajib memiliki izin usaha angkutan dan izin operasi angkutan. (2) Izin usaha angkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatas diberikan oleh : a. Bupati atau Walikota sesuai dengan domisili perusahaan. b. Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk pemohon yang berdomisili di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (3) Izin operasi angkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah izin operasi angkutan sewa untuk pelayanan angkutan sewa, dan izin operasi angkutan sewa khusus untuk pelayanan angkutan sewa khusus. (4) Izin operasi angkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatas diberikan oleh a. Direktur Jenderal untuk angkutan sewa khusus dengan wilayah operasi antar propinsi dan angkutan sewa. b. Gubernur Daerah Propinsi untuk angkutan sewa khusus dengan wilayah operasi dalam propinsi. 9

(5) Permohonan izin operasi dilengkapi dengan : a. Pertimbangan dari Gubernur cq. instansi yang membidangi LLAJ sesuai dengan domisili perusahaan, untuk permohonan izin operasi angkutan sewa. b. Pertimbangan dari Gubernur cq. instansi yang membidangi LLAJ menurut asal dan tujuan wilayah pelayanan yang dimohon, untuk permohonan izin operasi angkutan sewa khusus dengan wilayah operasi antar propinsi. c. Pertimbangan dari Bupati atau Walikota cq. instansi yang membidangi LLAJ menurut asal dan tujuan wilayah pelayanan yang dimohon, untuk permohonan izin operasi angkutan sewa khusus dengan wilayah operasi dalam propinsi. (6) Pertimbangan sebagaimana dimaksud ayat (5) memuat pendapat dan alasan diterima atau ditolaknya permohonan tersebut. BAB V TARIP ANGKUTAN Pasal 13 (1) Tarip angkutan sewa didasarkan atas kesepakatan antara penyedia jasa angkutan dan pengguna jasa angkutan. (2) Tarip angkutan sewa khusus ditetapkan oleh penyedia jasa angkutan. (3) Besarnya tarip angkutan sebagaimana dimaksud ayat (2) dihitung berdasarkan komponen-komponen tarip yang terdiri dari : a. tarip dasar; b. tarip jarak; c. fasilitas tambahan; d. kompensasi waktu; e. pelayanan. 10

(4) Tarip angkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ayat (2) termasuk biaya asuransi pertanggungan kecelakaan penumpang sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Nomor 33 Tahun 1964 beserta peraturan pelaksanaannya. Pasal 14 (1) Tarip angkutan sewa khusus sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dari tarip tertinggi angkutan dalam trayek tetap dan teratur kelas non-ekonomi pada lintasan yang sama. (2) Ketentuan tarip angkutan sewa khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan untuk menjamin pelayanan angkutan sewa khusus tidak mengganggu dan / atau tidak menjadi pesaing pelayanan angkutan dalam trayek tetap dan teratur pada lintasan yang sama. BAB VI P E N G E M U D I Pasal 15 (1) Penyewaan kendaraan sewa dapat dilakukan dengan maupun tanpa pengemudi. (2) Penyewaan kendaraan sewa khusus dilakukan dengan menggunakan pengemudi perusahaan angkutan sewa. Pasal 16 (1) Untuk penyewaan kendaraan sewa dan kendaraan sewa khusus dengan pengemudi, pengemudi wajib mematuhi ketentuan waktu kerja dan waktu istirahat bagi pengemudi. (2) Pengemudi kendaraan sewa dan kendaraan sewa khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus memenuhi persyaratan : 11

a. mempunyai ikatan kerja dengan perusahaan angkutan; b. memiliki SIM (Surat Izin Mengemudi) yang sesuai dengan penggolongannya; c. menggunakan pakaian seragam yang dilengkapi tanda pengenal perusahaan; d. menempatkan jati diri pengemudi pada dashboard sebelah kiri. (3) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dalam mengoperasikan kendaraan pengemudi kendaraan sewa dan kendaraan sewa khusus wajib : a. bertingkah laku sopan dan ramah; b. tidak merokok selama mengemudikan kendaraan sewa; c. tidak minum alkohol, obat bius, narkotika, ataupun obat-obatan lain yang dapat mempengaruhi konsentrasi mengemudi; d. mengetahui jalan-jalan penting, lokasi obyek wisata, kantor-kantor pemerintahan maupun kantor-kantor perwakilan negara asing dan dapat membeca peta jalan; e. mengangkut penumpang ke alamat tujuan yang dikehendaki penumpang. BAB VII PERJANJIAN PENYEWAAN Pasal 17 Jangka waktu penyewaan kendaraan sewa dapat dilakukan dengan perhitungan jam, harian, mingguan, bulanan atau tahunan. Pasal 18 (1) Surat perjanjian sewa antara penyedia jasa angkutan dan pemakai jasa angkutan dituangkan dalam formulir yang disiapkan oleh penyedia jasa angkutan dan mempunyai kekuatan hukum. (2) Di dalam surat perjanjian sewa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicantumkan ketentuanketentuan yang disepakati oleh penyedia jasa angkutan dan pemakai jasa angkutan, dengan 12

sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut : a. Ketentuan Umum, yang mengatur hal-hal sebagai berikut : Hak dan kewajiban perusahaan angkutan sewa; Hak dan kewajiban penyewa; Jenis kendaraan yang disewakan; Jangka waktu penyewaan; Tarip penyewaan; Asuransi. b. Identitas perusahaan, antara lain meliputi : Nama dan alamat perusahaan; Nomor telepon; Logo perusahaan. c. Identitas penyewa, antara lain meliputi : Nama dan alamat penyewa; Nomor Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan / atau Surat Izin Mengemudi (SIM) dan / atau tanda pengenal lainnya; Nomor telepon penyewa. Pasal 19 (1) Perusahaan angkutan sewa yang menyewakan kendaraan sewa tanpa pengemudi, mempunyai KEWAJIBAN sebagai berikut : a. menyerahkan kendaraan yang disewakan kepada penyewa dalam keadaan yang memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan; b. memberikan hak kepada penyewa untuk menikmati kendaraan yang disewakan; c. selama waktu sewa, perusahaan tidak diperkenankan mengubah bentuk atau susunan kendaraan yang disewakan. (2) Perusahaan angkutan sewa yang menyewakan kendaraan sewa tanpa pengemudi, mempunyai HAK sebagai berikut : 13

a. menerima pembayaran sewa sesuai dengan perjanjian; b. mendapat ganti rugi atas kendaraan sewa apabila terjadi kerusakan / kehilangan yang disebabkan oleh kelalaian penyewa; c. menuntut denda atas keterlambatan pengembalian kendaraan sewa. Pasal 20 (1) Perusahaan angkutan sewa dan / atau kendaraan sewa khusus yang menyewakan kendaraan sewa dengan pengemudi, mempunyai KEWAJIBAN sebagai berikut : a. kendaraan yang dioperasikan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan; b. pengemudi yang mengoperasikan kendaraan sewa memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 ayat (2) dan (3); c. mengangkut dan mengantar penumpang ke alamat tujuan yang dikehendaki penumpang sesuai perjanjian; d. menepati waktu keberangkatan berdasarkan permohonan penumpang dan atau sesuai perjanjian. (2) Perusahaan angkutan sewa dan / atau kendaraan sewa khusus yang menyewakan kendaraan sewa dengan pengemudi, mempunyai HAK sebagai berikut : a. menerima pembayaran sewa sesuai dengan perjanjian; b. mendapat pembayaran sewa tambahan apabila melebihi waktu perjanjian sewa yang telah diperjanjikan, kecuali dalam hal force majeure. Pasal 21 (1) Pihak penyewa yang mengoperasikan kendaraan sewa tanpa pengemudi, mempunyai KEWAJIBAN sebagai berikut : 14

a. mengoperasikan kendaraan sewa dengan baik dan bertanggung jawab sesuai dengan surat perjanjian sewa; b. membayar harga sewa pada waktu yang ditentukan; c. jika penyewa mengoperasikan kendaraan sewa untuk suatu keperluan lain dari yang telah disepakati dalam surat perjanjian sewa atau untuk suatu keperluan yang dapat menimbulkan suatu kerugian bagi pihak yang menyewakan, maka pihak yang menyewakan menurut keadaan dapat meminta pembatalan sewa; d. memenuhi ketentuan-ketentuan lain yang telah disepakati dalam perjanjian sewa. (2) Pihak penyewa yang mengoperasikan kendaraan sewa tanpa pengemudi, mempunyai HAK sebagai berikut : a. menggunakan kendaraan sewa sesuai dengan perjanjian sewa; b. dalam hal kendaraan sewa mengalami gangguan atau kerusakan, pihak penyewa dapat menuntut haknya sesuai dengan perjanjian sewa yang telah disepakati. Pasal 22 (1) Pihak penyewa kendaraan sewa dan / atau kendaraan sewa khusus dengan pengemudi, mempunyai KEWAJIBAN sebagai berikut : a. membayar tarip sesuai dengan perjanjian sewa; b. membayar tarip pada waktu yang ditentukan; c. memenuhi ketentuan-ketentuan lain yang telah disepakati dalam perjanjian sewa. (2) Pihak penyewa kendaraan sewa dan / atau kendaraan sewa khusus dengan pengemudi, mempunyai HAK sebagai berikut : a. mendapatkan pelayanan sebaik-baiknya baik dari perusahaan maupun pengemudi; b. mendapatkan kendaraan yang memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan; c. mendapatkan tanda bukti pembayaran sewa / tarip. 15

BAB VIII KODE KHUSUS TANDA NOMOR KENDARAAN SEWA DAN KENDARAAN SEWA KHUSUS Pasal 23 (1) Guna mempermudah mengenali kendaraan sewa, diberikan kode huruf khusus pada tanda nomor kendaraan sewa dan / atau kendaraan sewa khusus. (2) Kode huruf khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. BAB IX PENGUJIAN KENDARAAN SEWA DAN KENDARAAN SEWA KHUSUS Pasal 24 (1) Kendaraan sewa dan / atau kendaraan sewa khusus yang dioperasikan di jalan wajib diuji secara berkala. (2) Kewajiban uji berkala sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan dalam rangka menjamin keselamatan angkutan, kelestarian lingkungan dan pelayanan umum. BAB X KEWAJIBAN PEMEGANG IZIN OPERASI ANGKUTAN Pasal 25 Perusahaan angkutan sewa dan / atau perusahaan angkutan sewa khusus yang telah memiliki izin operasi angkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) diwajibkan untuk : a. mengoperasikan kendaraan sesuai dengan jenis pelayanan berdasarkan izin operasi yang dimiliki 16

serta tidak mengoperasikan secara terus menerus diluar domisili perusahaan; b. mengoperasikan kendaraan yang memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan; c. mempekerjakan awak kendaraan yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan merupakan pengemudi dan pegawai tetap perusahaan serta mematuhi ketentuan waktu kerja dan waktu istrahat bagi pengemudi, kecuali kendaraan sewa tanpa pengemudi; d. membawa Kartu Pengawasan angkutan sewa / angkutan sewa khusus dalam operasinya; e. memiliki tanda bukti pembayaran iuran wajib asuransi pertanggungan kecelakaan penumpang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 beserta peraturan pelaksanaannya; f. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada penumpang; g. melaporkan setiap bulan kegiatan operasional angkutan kepada pejabat pemberi izin operasi angkutan; h. menaikkan dan menurunkan penumpang di tempattempat yang telah ditentukan; i. melaporkan apabila terjadi perubahan pemilikan perusahaan atau domisili perusahaan; j. meminta pengesahan dari pejabat pemberi izin operasi angkutan, apabila akan mengalihkan izin operasi angkutan; k. melaporkan secara secara tertulis kepada pejabat pemberi izin operasi angkutan apabila terjadi perubahan alamat, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah perubahan; l. meningkatkan kemampuan pengelolaan dan pelayanan perusahaan serta keterampilan dan kedisiplinan pengemudi; m. melengkapi awak kendaraan dengan pakaian seragam yang dilengkapi tanda pengenal perusahaan, kecuali kendaraan sewa tanpa pengemudi; n. mematuhi peraturan perundangan-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan bidang usaha angkutan. BAB XI S A N K S I 17

Pasal 26 (1) Apabila perusahaan angkutan yang telah mempunyai izin operasi angkutan sewa atau izin operasi angkutan sewa khusus tidak melaksanakan salah satu atau sebagian dari kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, kepada perusahaan tersebut diberikan sanksi administratif; (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan secara bertahap dengan mekanisme sebagai berikut : a. Tegoran tertulis, dengan masa berlaku 1 (satu) bulan untuk memberi kesempatan kepada perusahaan dimaksud melaksanakan kewajibannya. b. Peringatan 1, 2 dan 3, dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan, apabila perusahaan dimaksud belum juga melaksanakan kewajibannya. c. Pembekuan izin operasi, dengan masa berlaku 1 (satu) bulan untuk memberi kesempatan terakhir kepada perusahaan dimaksud melaksanakan kewajibannya. d. Pencabutan Izin Operasi. BAB XII P E N G A W A S A N Pasal 27 Pengawasan terhadap pelaksanaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dilaksanakan oleh : a. Gubernur cq. instansi yang membidangi LLAJ, untuk angkutan sewa khusus yang melayani wilayah operasi antar propinsi dan angkutan sewa. b. Bupati atau Walikota cq. instansi yang membidangi LLAJ, untuk angkutan sewa khusus yang melayani wilayah operasi dalam propinsi. 18

Pasal 28 Gubernur cq. instansi yang membidangi LLAJ mengawasi pelaksanaan keputusan ini dan mengevaluasi kebutuhan pelayanan angkutan sewa dan angkutan sewa khusus di daerahnya serta menyampaikan laporan bulanan realisasinya kepada Direktur Jenderal. BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 29 Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan, apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapannya akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di : J A K A R T A Pada tanggal : 18 Juli 2001 DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT SUSMONO SOESILO NIP. 120 087 571 SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada Yth : 1. Menteri Perhubungan; 2. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah; 3. Kepala Kepolisian Republik Indonesia 4. Sekretaris Jenderal Departemen Perhubungan; 5. Inspektur Jenderal Departemen Perhubungan; 6. Gubernur Daerah Propinsi di seluruh Indonesia; 7. Bupati / Walikota di seluruh Indonesia; 8. Direktur Lalu Lintas Mabes Polri; 9. Para Kepala Dinas Perhubungan / LLAJ Propinsi di seluruh Indonesia; 10. Para Kepala Dinas Perhubungan / LLAJ Kabupaten / Kota di seluruh Indonesia; 11. DPP ORGANDA; 19