BAB I PENDAHULUAN. dominan dalam berbagai bidang kehidupan.. Salah satu bidang yang mengalami

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sarina Hanifah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Nurul Arini Pratiwi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk. SMA (Sekolah Menengah Atas) dan MA (Madrasah Aliyah) diantaranya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Rita Zahara, 2013

BAB III METODE PENELITIAN. pengembangan (Research & Development). Menurut Sukmadinata (2009)

BAB I PENDAHULUAN. Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun sains, ilmu yang pada

2015 PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) PRAKTIKUM INKUIRI TERBIMBING PADA PENENTUAN NILAI KALORI MAKANAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Menurut teori pembelajaran konstruktivisme, peranan aktif siswa dalam

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh seorang guru. Dewasa ini, telah banyak model pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembelajaran kimia di beberapa SMA selama ini terlihat kurang menarik.

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

2016 PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA PRAKTIKUM INKUIRI TERBIMBING REAKSI TRANSESTERIFIKASI PADA KONTEKS PEMBUATAN BIODIESEL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Lidia Rahmawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. tidak lagi terbatas oleh jarak dan waktu. Perkembangan ini menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia. Menurut Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007 Standar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran sains merupakan bagian dari pendidikan yang pada umumnya

I. PENDAHULUAN. kinerja dari proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar merupakan rangkaian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang

I. PENDAHULUAN. kepada siswa agar mengerti dan membimbing mereka untuk menggunakan. proses dan produk. Salah satu bidang sains yaitu ilmu kimia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pola anggapan seperti itu perlu segera dikikis dan dicari solusinya. Kesulitan

BAB I PENDAHULUAN. memahami apa yang terjadi di lingkungan sekitar (Sirhan, 2007:1). Ilmu kimia

2015 ANALISIS NILAI-NILAI KARAKTER, KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA TOPIK KOLOID MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

I. PENDAHULUAN. beralasan apabila pendidikan harus mendapatkan perhatian yang cukup serius, lebihlebih. bagi kalangan pendidik maupun calon pendidik.

I. PENDAHULUAN. proses kognitif. Proses belajar yang dimaksud ditandai oleh adanya perubahanperubahan

1. PENDAHULUAN. Fungsi pendidikan sesungguhnya membentuk karakter yang baik, berpikiran cerdas,

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis. Agar tujuan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), siswa dituntut untuk lebih aktif

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

BAB I PENDAHULUAN. model dalam pembelajaran pun dikembangkan agar dapat lebih menarik minat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

ANALISIS KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA KELAS XI PADA MATERI HIDROLISIS GARAM DENGAN MODEL LEARNING CYCLE 5E DAN METODE PRAKTIKUM

BAB II KAJIAN TEORI. A. Efektivitas Pembelajaran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 284) efektivitas

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran,

2014 PEMBELAJARAN BERMOD EL SIKLUS BELAJAR 7E UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS D AN PENGUASAAN KONSEP SISWA PAD A MATERI HID ROKARBON

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA BERORIENTASI LEARNING CYCLE 7-E PADA MATERI POKOK KESETIMBANGAN KIMIA UNTUK MELATIH KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

I. PENDAHULUAN. kepada siswa untuk mengerti dan membimbing mereka untuk menggunakan

I. PENDAHULUAN. ditumbuhkan dalam diri siswa SMA sesuai dengan taraf perkembangannya.

Siti Solihah, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

2016 PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS INKUIRI TERBIMBING DALAM PRAKTIKUM PEMBUATAN CINCAU PADA POKOK BAHASAN KOLOID

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan salah satu cabang dari IPA yang mempelajari struktur,

I. PENDAHULUAN. tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman (Rusman, 2011). Berdasarkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses aktualisasi peserta didik melalui berbagai pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA PRAKTIKUM INKUIRI TERBIMBING PAD A TOPIK SEL ELEKTROLISIS

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development

melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Pada saat ini pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan, dalam hal ini efektivitas dapat

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

I. PENDAHULUAN. diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan,

1. PENDAHULUAN. berdasarkan pada fenomena alam. Ada tiga hal yang berkaitan dengan kimia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran (Djamarah dan Zain, 2010). Dari beberapa metode pembelajaran

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

Fathma Fitriani 1, Jimmi Copriady 2, Lenny Anwar 3

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buldan Abdul Rohman, 2013

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan cabang dari IPA yang mempelajari struktur,susunan,sifat

I. PENDAHULUAN. Sains merupakan ilmu yang dipandang sebagai proses, produk, dan sikap. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Siti Fatimah Siregar, 2015

BAB I PENDAHULUAN. ilmuwan untuk melakukan proses penyelidikan ilmiah, atau doing science (Hodson,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. telah melakukan berbagai macam upaya dalam meningkatkan kualitas

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses aktualisasi peserta didik melalui berbagai

BAB I PENDAHULUAN. tersedia tidak memadai, kurang dana, keterbatasan keterampilan guru dalam

BAB I PENDAHULUAN. Fisika bukan hanya penguasaan sekumpulan pengetahuan yang berupa faktafakta,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran IPA terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum 2013 dimana pembelajaran ini dikemas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini menjadi lebih dominan dalam berbagai bidang kehidupan.. Salah satu bidang yang mengalami kemajuan IPTEK paling pesat adalah sains. Dengan kemajuan sains yang sangat pesat ini, tentunya menuntut sumber daya manusia yang berkualitas. Kualitas sumber daya manusia dapat ditingkatkan melalui program pendidikan yang dilaksanakan secara sistematis dan terarah sebagai upaya untuk memperbaiki mutu pendidikan. Terkait dengan perbaikan mutu pendidikan tersebut, cara yang dapat dilakukan oleh guru sebagai pendidik adalah dengan meningkatkan kualitas pembelajaran. Sains merupakan aspek penting dalam pembelajaran. Sains tumbuh dan berkembang berdasarkan eksperimen-eksperimen. Salah satu cabang sains adalah ilmu kimia yang tumbuh secara prosedural. Namun berdasarkan penelitian Wiyanto, pembelajaran sains yang termasuk di dalamnya pembelajaran kimia, cenderung monoton dengan aktivitas yang tergolong rendah. Guru cenderung berceramah atau menjelaskan, siswa mendengarkan dan mencatat, sedangkan aktivitas laboratorium jarang dilakukan (Wiyanto, 2006). Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran kimia khususnya adalah dengan menerapkan metode Utari Nurul Fathiyah, 2012 Pengembangan Prosedur Praktikum Dan Lembar Kerja Siswa Berbasis Learning Cycle 7e Pada Subtopik Penentuan Perubahan Entalpi Reaksi Menggunakan Kalorimeter Sederhana Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

2 praktikum. Metode praktikum ini sangat penting untuk diterapkan dalam pembelajaran kimia di sekolah karena pada hakikatnya ilmu kimia mencakup dua hal, yaitu kimia sebagai produk dan kimia sebagai proses. Kimia sebagai produk meliputi sekumpulan pengetahuan yang terdiri atas fakta-fakta, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip kimia. Sedangkan, kimia sebagai proses meliputi keterampilan-keterampilan dan sikap-sikap yang dimiliki oleh para ilmuwan untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan kimia (Wahyu,2007). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh I Wayan Suja yang menyimpulkan bahwa dari 41 kompetensi dasar yang dituntut harus dikuasai oleh seorang lulusan SMA, 63,4% di antaranya bersifat prosedural eksperimentatif (Suja,2008). Selain itu, menurut Deboer (Susiwi, et.al, 2008), kegiatan praktikum merupakan bagian yang terpenting dalam pembelajaran sains, yang memberi kesempatan seseorang memperoleh pengetahuan melalui kegiatan berbuat dan berpikir, bekerja dalam kelompok serta mengkomunikasikan hasil percobaan sebagai salah satu satu sarana untuk mengaktualisasikan dirinya. Pentingnya melakukan pembelajaran praktikum di sekolah yaitu dapat melibatkan siswa secara aktif untuk melakukan suatu proses atau percobaan, dengan metode ini diharapkan siswa dapat sepenuhnya terlibat dalam melaksanakan praktikum, menemukan fakta, mengumpulkan data, mengendalikan variabel dan memecahkan masalah yang dihadapinya secara nyata (Djamarah, 2000). Walaupun memiliki berbagai kelebihan, metode praktikum ini jarang dilakukan di sekolah. Menurut Susiwi, et.al (2008) dari studi lapangan didapatkan

3 bahwa pembelajaran kimia di SMA jarang dilakukan dengan praktikum. Selain itu, didapatkan juga bahwa praktikum maupun demonstrasi kimia yang dilakukan guru umumnya bersifat verifikasi. Bukan hanya itu, pelaksanaan praktikum juga pada umumnya memerlukan jangka waktu yang lama sehingga dengan jumlah jam pelajaran yang terbatas, guru akan mengalami kesulitan menyelesaikan pembelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum bila melakukan praktikum. Selain itu, fasilitas laboratorium yang kurang maksimal, alat dan bahan yang sulit diperoleh, dan juga persiapan yang matang sebelum melaksanakan pembelajaran dengan metode praktikum dijadikan sebagai alasan guru untuk tidak melaksanakan praktikum. Salah satu upaya untuk memecahkan masalah tersebut yaitu dengan mengembangkan suatu prosedur praktikum alternatif yang bisa dilakukan di sekolah dengan tujuan kegiatan praktikum lebih mudah dilakukan, dengan tanpa mengesampingkan esensi dari kegiatan praktikum itu sendiri, yaitu membuat siswa lebih paham mengenai konsep kimia yang dipelajari. Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian yang akan dilakukan adalah pengembangan prosedur praktikum pada topik termokimia. Topik ini merupakan salah satu materi kimia yang dapat disampaikan dengan menggunakan metode praktikum. Selain itu, topik termokimia ini juga merupakan salah satu materi kimia yang dianggap sulit oleh siswa karena melibatkan perhitungan-perhitungan di dalamnya. Menurut Bennet (dalam Meltzer 2003), termokimia dipandang oleh siswa hampir seluruhnya terdiri dari rumus-rumus yang sulit dimengerti dan harus dipelajari dengan menghafal agar dapat melakukan perhitungan. Oleh karena itu, diharapkan dengan penggunaan metode praktikum ini siswa dapat lebih

4 memahami konsep termokimia khususnya pada subtopik penentuan H reaksi karena sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa dalam kurikulum KTSP yaitu menentukan H reaksi berdasarkan percobaan, hukum Hess, data H pembentukan standar, dan data energi ikatan. Beberapa penelitian mengenai praktikum termokimia, diantaranya yang dikembangkan oleh Yaksic (2002) untuk menentukan H reaksi asam kuat-basa kuat menggunakan kalorimeter memperoleh hasil dengan persen kesalahan 11,68%. Selain itu, Andrew (2002) juga melakukan percobaan termokimia untuk menentukan H reaksi asam lemah-basa kuat menggunakan alat kalorimeter dengan persen kesalahan dari hasil percobaan sebesar 31,41%. Hal ini menunjukan bahwa prosedur praktikum ini masih perlu dikembangkan untuk memperoleh persen kesalahan yang lebih rendah, serta memperoleh struktur alat yang lebih sederhana sehingga dapat digunakan dalam pembelajaran praktikum di sekolah. Pada umumnya, prosedur praktikum ini disajikan dalam bentuk lembar kerja siswa (LKS) dengan tujuan membuat siswa lebih paham mengenai konsep kimia yang disampaikan melalui pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan hasil percobaan. Menurut Rohaeti et.al. (2006), kelebihan penggunaan LKS adalah memperjelas penyajian informasi sehingga proses belajar semakin lancar, meningkatkan motivasi siswa, dan siswa akan mendapat pengalaman yang sama mengenai peristiwa serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan lingkungan sekitar. Dalam penyusunan LKS ini, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, diantaranya syarat didaktik, syarat konstruksi dan syarat

5 teknik. Syarat didaktik mengatur penggunaan LKS yang harus bersifat universal, yaitu dapat digunakan dengan baik untuk seluruh kelompok siswa. Adapun syarat konstruksi berhubungan dengan penggunaan bahasa dan susunan kalimat. Sedangkan, syarat teknis lebih menekankan pada tulisan, gambar, dan penampilan dalam LKS (Rohaeti et.al. 2006). Dengan demikian, LKS yang di dalamnya terdapat prosedur praktikum sebagai salah satu media pembelajaran praktikum akan memberikan pembelajaran bermakna bagi siswa. Pada pembelajaran bermakna tersebut menurut Ausubel, terjadi proses terkaitnya pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya dengan informasi yang baru diterima (Wahyu, 2007). Hal ini sesuai dengan pandangan konstruktivisme bahwa keberhasilan belajar siswa bergantung bukan hanya pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Lebih lanjut dikemukakan bahwa pembelajaran konstruktivisme mengandung empat kegiatan inti, yaitu berkaitan dengan pengetahuan awal, kegiatan pengalaman nyata (experience), interaksi sosial, dan membentuk kepekaan siswa terhadap lingkungan (Rustaman, 2003). Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa salah satu kegiatan inti dalam pembelajaran konstruktivisme adalah kegiatan pengalaman nyata (experience). Hal ini sejalan dengan proses inkuiri ilmiah dalam pembelajaran kimia yang bertujuan untuk memberikan pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (Depdiknas,2006). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka perlu dilakukan

6 pengembangan LKS sebagai salah satu media pembelajaran praktikum yang dapat mewujudkan terciptanya pembelajaran bermakna. Tetapi, pada kenyataannya di lapangan yang banyak beredar saat ini adalah LKS-LKS yang masih bersifat cookbook (buku resep masakan) yang berisi prosedur praktikum dan pertanyaan-pertanyaan yang hanya berhubungan dengan hasil percobaan tanpa mengaitkan dengan pengetahuan awal yang dimiliki siswa sebelumnya. Menurut Hofstein (dalam Kanli, 2007), kegiatan laboratorium yang menggunakan LKS cookbook masih fokus pada pengembangan keterampilan berpikir tingkat rendah. Selain itu, siswa hanya diberi sedikit kesempatan untuk merumuskan masalah dalam eksperimen, menyatakan hipotesis dan mengujinya, sebagai hasil untuk mewujudkan sebuah eksperimen dalam arti yang sebenarnya (Lunetta dan Tamir, 1979). Oleh karena itu, berdasarkan kepada hal tersebut perlu dilakukan penerapan suatu model pembelajaran dalam media LKS, khususnya dalam hal ini LKS praktikum yang dapat memberikan kesempatan yang luas bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan dalam bereksperimen sehingga pembelajaran bermakna dapat tercapai. Model learning cycle 7e merupakan suatu model pembelajaran yang dapat mewujudkan hal tersebut. Hal ini dikarenakan model pembelajaran ini didasarkan pada teori konstruktivisme dan juga di dalamnya terjadi proses inkuiri. Menurut Lorsbach, model pembelajaran ini dapat merangsang siswa untuk mengingat kembali konsep yang telah diperoleh sebelumnya, memberikan motivasi kepada siswa untuk lebih aktif, melatih siswa belajar menemukan konsep melalui kegiatan praktikum, serta memberikan

7 kesempatan kepada siswa untuk berpikir, mencari, menemukan, dan menjelaskan contoh penerapan konsep yang telah dipelajari (Susilawati, 2010). Dengan kata lain, penerapan model learning cycle 7e khususnya dalam LKS praktikum dapat melatih siswa untuk membangun konsep melalui proses inkuiri yang terjadi selama kegiatan praktikum berlangsung. Berdasarkan uraian tersebut, penulis melakukan penelitian dengan judul Pengembangan Prosedur Praktikum dan Lembar Kerja Siswa Berbasis Learning Cycle 7e pada Subtopik Penentuan Perubahan Entalpi Reaksi Menggunakan Kalorimeter Sederhana. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana mengembangkan prosedur praktikum dan lembar kerja siswa berbasis Learning Cycle 7e pada sub topik penentuan perubahan entalpi reaksi menggunakan kalorimeter sederhana? Untuk memperjelas arah penelitian, maka rumusan masalah di atas dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana kondisi percobaan yang optimum untuk mengembangkan prosedur praktikum penentuan perubahan entalpi reaksi menggunakan kalorimeter sederhana? 2. Bagaimana keterlaksanaan praktikum dengan menggunakan prosedur penentuan perubahan entalpi reaksi menggunakan kalorimeter sederhana yang dikembangkan?

8 3. Bagaimana penilaian guru terhadap prosedur praktikum dan LKS berbasis Learning Cycle 7e pada subtopik penentuan perubahan entalpi reaksi menggunakan kalorimeter sederhana? 4. Bagaimana respon siswa terhadap prosedur praktikum dan LKS berbasis Learning Cycle 7e pada subtopik penentuan perubahan entalpi reaksi menggunakan kalorimeter sederhana? C. Pembatasan Masalah 1. LKS yang dikembangkan merupakan jenis LKS eksperimen. 2. Prosedur praktikum yang optimal ditinjau dari kemudahan memperoleh alat dan bahan, murah dalam segi biaya, mudah dilaksanakan oleh siswa, sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia, dan mendekati akurat hasilnya. 3. Pengembangan LKS berbasis learning cycle 7e ini, dibatasi pada kelayakan prosedur praktikum yang terdapat dalam LKS, keterlaksanaan prosedur, dan kelayakan LKS. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan prosedur praktikum dan lembar kerja siswa berbasis Learning Cycle 7e pada subtopik penentuan perubahan entalpi reaksi menggunakan kalorimeter sederhana.

9 E. Manfaat Penelitian Bagi guru SMA/sederajat, temuan penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam memperluas pengetahuan dan wawasan mengenai praktikum kimia menggunakan prosedur praktikum dalam bentuk lembar kerja siswa berbasis learning cycle 7e. Bagi siswa SMA/sederajat, temuan penelitian ini diharapkan mampu membangkitkan semangat belajar siswa untuk mempelajari dan memahami kimia. Selain itu, untuk menyadarkan siswa bahwa kimia itu mudah. Bagi peneliti lain, diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu dasar dan dimasukkan dalam penelitian pengembangan lembar kerja siswa berbasis learning cycle 7e pada pokok bahasan lain dan meningkatkan kemampuan lain yang harus dimiliki siswa. F. Penjelasan Istilah Agar penafsiran istilah dalam penelitian ini lebih terarah, maka dilakukan pembatasan istilah sebagai berikut: 1. Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi baru (UU No.18 tahun 2002). 2. Prosedur praktikum adalah cara kerja dalam melaksanakan praktikum (Suharso dan Retnoningsih, 2005).

10 3. Lembar kerja siswa adalah jenis hand out yang dimaksudkan untuk membantu siswa belajar secara terarah (Surachaman dalam Rohaeti et.al, 2006) 4. Model learning cycle 7e merupakan rute pembelajaran yang diawali dengan tahap elicit dan diakhiri dengan tahap extend. 5. Lembar kerja siswa berbasis learning cycle 7e merupakan jenis LKS praktikum bagi siswa yang di dalamnya terdapat tahap tahap model learning cycle 7e itu sendiri. Diantaranya, elicit, engage, explore, explain, elaborate, extend dan evaluate. 6. Pre lab merupakan bagian dari LKS berbasis learning cycle 7e yang merupakan perwujudan dari tahap elicit dengan tujuan untuk menggali pengetahuan awal siswa. 7. Post lab merupakan bagian dari LKS berbasis learning cycle 7e yang merupakan perwujudan dari tahap extend dengan tujuan memperdalam dan memperluas konsep yang dipeoleh siswa melalui pembelajaran.