BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hal yang sangat penting untuk diperoleh anak-anak ataupun

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. persoalan baru untuk diselesaikan, kemampuan untuk menciptakan sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan yang terjadi ternyata menampakkan andalan pada. kemampuan sumber daya manusia yang berkualitas, melebihi potensi

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan letak geografisnya, kepulauan Indonesia berada di antara

BAB I PENDAHULUAN. pelajaran sains yang kurang diminati dan membosankan. Banyak siswa yang

BAB I PENDAHULUAN. ada harus dapat mengoptimalkan fungsi mereka sebagai agen of change. sekaligus pembimbing bagi pendidikan moral peserta didiknya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Sheny Meylinda S, 2013

NASKAH PUBLIKASI. SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi

BAB I PENDAHULUAN. Usia kanak-kanak yaitu 4-5 tahun anak menerima segala pengaruh yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan proses pembangunan suatu negara ditentukan oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Grenita, 2013

TINJAUAN MATA KULIAH...

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tidak

BAB I PENDAHULUAN. dan musik meningkatkan mutu hidup manusia. (dalam Anggraeni, 2005)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses membantu mengembangkan dan. yang lebih baik, pendidikan ini berupa pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PEMBELAJARAN DI TK AL AZHAR SOLO BARU DITINJAU DARI SUDUT PANDANG MULTIPLE INTELLIGENCES SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengembangan sumber daya manusia merupakan faktor kunci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi bangsa Indonesia merupakan kebutuhan mutlak yang harus

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. kesulitan pula dalam memproduksi suara atau bunyi bahasa yang terdapat. menerima konsep-konsep ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putri Permatasari, 2013

ABSTRAK. i Universitas Kristen Maranatha

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BIOLOGI BERORIENTASI PENGEMBANGAN KECERDASAN MAJEMUK SISWA PADA KONSEP SEL KELAS XI SMA

Adakah anda memiliki siswa yang bisa menciptakan seni visual yang indah?,

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu kegiatan pokok dalam

MENGGALI KEMAMPUAN AKADEMIK PESERTA DIDIK MELALUI APLIKASI MULTIPLE INTELEGENSI DALAM PROSES PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas

BAB I PENDAHULUAN. dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia. pesan-pesan konstitusi serta suasana dalam membangun watak bangsa (nation

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

: ISNAINI MARATUS SHOLIHAH NIM K

BAB I PENDAHULUAN Secara sederhana Flavell mengartikan metakognisi sebagai knowing

PEMBELAJARAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN KHUSUS Oleh: Drs. R. Zulkifli Sidiq, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

2016 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEMBUATAN MULTIPLE INTELLIGENCES APLICATION DENGAN MENGUNAKAN VISUAL C#.NET 2008 DAN MICROSOFT SQL SERVER 2005 Mariana Setiawati ( ) Jurusan Si

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2014 PEMBELAJARAN SENI TARI BERBASIS PENDEKATAN SCIENTIFIC UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN MATEMATIKA-LOGIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. mencakup segi intelektual, jasmani dan rohani, sosial maupun emosional.

Prinsip dan Langkah-Langkah Pengembangan Silabus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PP No 19 Tahun 2005 (PASAL 19, AYAT 1)

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Pendidikan dijadikan sebagai dasar manusia untuk. yang timbul dalam diri manusia. Pembelajaran matematika

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa Yunani, yaitu paedagogiek. Pais artinya anak, gogos artinya

PENERAPAN MULTIPLE INTELLIGENCE DI SD NEGERI 6 TAHUNAN JEPARA (Studi Kasus Di SD Negeri 6 Tahunan Jepara Tahun 2014)

DAFTAR ISI Utami Widyaiswari,2013

BAB I PENDAHULUAN. keinginan orang tua untuk memberikan bimbingan belajar kepada anak-anaknya

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh kembang anak pada usia dini akan berpengaruh secara nyata pada

PERSPEKTIF PENDIDIKAN BERKUALITAS BAGI ANAK

BABI PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kecerdasan yang seimbang. Menurut Undang-Undang RI Nomor 20

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Biologi. Diajukan Oleh: RATIH ROSARI A

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraannya, pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh orang

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap setiap siswa akan berbeda dan bervariasi. Tidak setiap siswa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. juga globalisasi pengetahuan, teknologi, dan budaya. 1 Hal tersebut mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Anak tunagrahita merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus yang

BAB III METODE PENELITIAN

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. di tengah-tengah pergaulan masyarakat, warga bangsa, serta warga dunia. Melalui

Oleh: Rubiyani SDN 1 Sawahan Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek

BAB I PENDAHULUAN. (Abdulhak, 2007 : 52). Kualitas pendidikan anak usia dini inilah yang

2014 PEMBELAJARAN SENI TARI BERBASIS PENDEKATAN SCIENTIFIC UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN INTRAPERSONAL SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (Q.S. At-Tin/95: 5). 1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

Oleh : Otong Sugiarto K BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

SISWA KELAS XI.MIPA.2 SMA NEGERI 1 MAGETAN

HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI DIPREDIKSI DARI EMOTIONAL QUOTIENT

KECERDASAN VISUAL-SPASIAL SISWA SMP DALAM MEMAHAMI BANGUN RUANG DITINJAU DARI PERBEDAAN KEMAMPUAN MATEMATIKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SD. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

Umi Rochayati (Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Elektronika FT-UNY)

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

DAFTAR ISI PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah hal yang sangat penting untuk diperoleh anak-anak ataupun orang dewasa, tak terkecuali bagi anak berkebutuhan khusus. Pendidikan menjadi salah satu modal bagi seseorang agar dapat berhasil dan mampu meraih kesuksesan dalam kehidupannya. Mengingat akan pentingnya pendidikan, maka pemerintah pun mencanangkan program wajib belajar 9 tahun dan melakukan perubahan kurikulum yang mampu mengakomodasi kebutuhan siswa. Chatib & Said (2012: 35) mengemukakan bahwa: Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus telah dicantumkan dan ditegaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 5 tentang Pendidikan Khusus, bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik dengan kecerdasan luar biasa dan diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan Pendidikan Khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Oleh karena itu, anak berkebutuhan khusus termasuk anak tunarungu memperoleh kesempatan yang seluas- luasnya untuk bisa mendaftar dan belajar di sekolah inklusi. Sekolah inklusi merupakan tempat setiap anak dapat diterima menjadi bagian sekolah tersebut, tak terkecuali siswa tunarungu. Mereka dapat saling membantu dengan guru dan teman sekelasnya agar kebutuhannya terpenuhi. Hal ini berarti bahwa anak akan diberi kesempatan untuk dapat belajar dan berinteraksi bersama teman, guru, dan lingkungannya melalui kebersamaan dan pergaulan dalam lingkungan pendidikan. Menurut Sunaryo (Chatib & Said, 2012: 33), sekolah inklusi adalah: Sistem layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak dan menantang, tetapi sesuai

2 dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak didik berhasil. Sistem pendidikan ini menyesuaikan bakat dan minat kecenderungan kecerdasan setiap peserta didik. Pendidikan inklusif bukan semata memasukkan anak tunarungu ke sekolah reguler, namun justru berorientasi bagaimana layanan pendidikan ini diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan siswa dengan keunikan yang dimilikinya, sehingga memungkinkan struktur, sistem dan metodologi pendidikan memenuhi kebutuhan anak. Kenyataannya, seperti yang diungkapkan Jaenudin (2009: 1), yaitu: Orang sering mengartikan pendidikan inklusif adalah memasukkan anak berkebutuhan khusus ke sekolah reguler. Asal anak sudah masuk dan sekolah di sekolah reguler disebut inklusif. Kalau pemahaman itu yang berkembang di masyarakat, anak berkebutuhan khusus tersebut justru akan menjadi korban. Mereka tidak akan mendapatkan apa- apa.bahkan sekolah akan menjadi korban juga karena beban yang ditanggungnya. Cita-cita mulia pendidikan akan terwujud jika ditunjang dengan sistem pembelajaran yang representatif, yaitu sistem yang mampu mengelola siswa mulai dari pembuatan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran berbasis pemenuhan kebutuhan dan pengembangan potensi setiap unsur yang terdapat dalam diri manusia. Perencanaan pembelajaran dibuat untuk merancang metode ataupun strategi pembelajaran yang tepat agar kebutuhan siswa terpenuhi. Pelaksanaan pembelajaran berkaitan dengan proses belajar mengajar di kelas dengan menggunakan metode dan media yang sesuai dengan materi. Evaluasi pembelajaran berkaitan dengan penilaian hasil pembelajaran siswa. Kenyataannya di lapangan, anak berkebutuhan khusus termasuk anak tunarungu masih kurang mendapatkan perhatian dan layanan khusus sesuai dengan kebutuhan mereka. Guru di kelas masih kurang mampu mengakomodasi kebutuhan mereka dengan menerapkan sistem pembelajaran yang

3 tepat, sehingga di kelas yang tetap menjadi perhatian guru hanyalah siswa lain pada umumnya. Selain itu, pembelajaran di kelas masih menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa. Kenyataan ini senada dengan yang diungkapkan oleh Seto Mulyadi (2003), seorang praktisi pendidikan anak, bahwa suatu kekeliruan yang besar jika setiap kenaikan kelas, prestasi siswa hanya diukur dari kemampuan matematika dan bahasa. Dengan demikian sistem pendidikan nasional yang mengukur tingkat kecerdasan siswa yang semata-mata hanya menekankan kemampuan logika dan bahasa perlu direvisi. Kecerdasan intelektual tidak hanya mencakup dua parameter tersebut, tetapi juga harus dilihat dari aspek kinetis, musikal, visual-spatial, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis (Kompas, 6 Agustus 2003). Jenis-jenis kecerdasan intelektual tersebut dikenal dengan sebutan kecerdasan majemuk (Multiple intelligences) yang diperkenalkan oleh Howard Gardner pada tahun 1983. Gardner mengatakan bahwa kita cenderung hanya menghargai orang-orang yang memang ahli dalam kemampuan logika (matematika) dan bahasa. Kita harus memberikan perhatian yang seimbang terhadap orang-orang yang memiliki talenta (gift) dalam kecerdasan yang lainnya seperti artis, arsitek, musikus, ahli alam, designer, penari, terapis, entrepreneurs, dan lain-lain. Teori Multiple intelligences menyatakan bahwa kecerdasan meliputi delapan kemampuan intelektual. Teori tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa kemampuan intelektual yang diukur melalui tes IQ sangatlah terbatas karena tes IQ hanya menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa (Gardner, 2003:37). Padahal setiap orang mempunyai cara yang unik untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Kecerdasan bukan hanya dilihat dari nilai yang diperoleh seseorang. Kecerdasan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh

4 seseorang untuk melihat suatu masalah, lalu menyelesaikan masalah tersebut atau membuat sesuatu yang dapat berguna bagi orang lain. Menyadari akan berbagai kondisi di atas terdapat lembaga pendidikan yang telah berusaha untuk membenahi sistem pendidikannya melalui Multiple Intelligences System (MIS), yaitu berupa strategi pembelajaran meliputi rangkaian aktivitas belajar dan merujuk pada indikator hasil belajar yang sudah ditentukan dalam silabus. Menurut Chatib (2012: 108): Inti strategi pembelajaran ini adalah bagaimana guru mengemas gaya mengajarnya agar mudah ditangkap dan dimengerti oleh siswanya. Pendalaman tentang strategi pembelajaran ini akan menghasilkan kemampuan guru membuat siswa tertarik dan berhasil dalam belajar dalam waktu yang relatif cepat. Pembelajaran berbasis Multiple Intelligences mencakup perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan juga evaluasi pembelajaran yang sangat memperhatikan potensi dan minat siswa. Sebelum merumuskan perencanaan pembelajaran, guru melaksanakan Multiple Intelligences Research untuk mengetahui kecenderungan kecerdasan siswa yang paling menonjol dan berpengaruh sehingga guru bisa merumuskan perencanaan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik belajar siswa. Selanjutnya, setelah diketahui hasil Multiple Intelligences Research maka guru merumuskan perencanaan pembelajaran yang disebut lesson plan. Lesson plan merupakan siklus pertama sebuah pembelajaran yang professional dan perencanaan yang dibuat guru sebelum mengajar. Lesson plan mengikuti kandungan isi (content) silabus.(chatib, 2012:139). Pelaksanaan pembelajaran berbasis Multiple Intelligences dilaksanakan dengan kreativitas guru yang mengajar. Guru berupaya untuk menciptakan suasana pembelajaran yang membelajarkan siswa, bukan guru mengajar siswa.

5 Menurut Chatib (2012:135) mengenai aktivitas pembelajaran adalah: Proses transfer pengetahuan dalam pembelajaran akan berhasil apabila waktu terlama difokuskan pada kondisi siswa beraktivitas, bukan pada kondisi guru mengajar. Bagi guru yang sudah berpengalaman menggunakan strategi Multiple intelligences, waktu guru menyampaikan presentasinya hanya 30%, sedangkan 70% digunakan untuk siswa beraktivitas. Keberhasilan pembelajaran juga lebih cepat terwujud apabila proses transfer dilakukan dengan suasana menyenangkan. Kesimpulannya, paradigm belajar mengajar harus diyakini oleh setiap guru adalah ketika guru mengajar, belum tentu siswa ikut belajar, bisa-bisa siswanya mengantuk. Sementara evaluasi pembelajaran dilakukan tidak hanya pada saat akhir pembelajaran, tetapi dilakukan oleh guru selama proses kegiatan belajar mengajar, baik di dalam kelas maupun di luar kelas dengan memperhatikan ranah kognitif, afektif dan psikomotor siswa. Salah satu sekolah reguler yang memberikan kesempatan kepada anak tunarungu untuk dapat belajar bersama anak- anak pada umumnya adalah SD Mutiara Bunda Bandung. Pelaksanaan tes pada penerimaan siswa baru di sekolah ini, khususnya untuk ABK tidak seperti yang diberikan pada anak normal, namun dengan memberikan tes kemampuan untuk membantu pengidentifikasian kebutuhan ABK. Selain itu juga untuk memudahkan sekolah dalam mengklasifikasikan ABK (ringan, sedang, berat) yang akan ditempatkan tiap kelas. Kurikulum yang digunakan sekolah ini adalah kurikulum pada umumnya. Sementara untuk ABK itu sendiri para tenaga pengajar termasuk guru kelas merumuskan atau membuat program sendiri yang sesuai dengan kemampuan ABK yang dinamakan lesson plan. Lesson plan merupakan suatu rumusan yang didalamnya terdapat tahap-tahap pembelajaran untuk mencapai satu kemampuan dan dilaksanakan di tengah semester. Apabila ABK sudah mampu mencapai tahap yang pertama, kemudian anak tersebut harus mampu mencapai kemampuan pada tahap

6 yang kedua, dan selanjutnya. Hasil rumusan lesson plan itu juga harus diketahui oleh orang tua sehingga pada satu kesempatan para pengajar melaporkan dan menjelaskan tentang program tersebut untuk menunjang ketercapaian kemampuan anaknya. Disamping itu, ada Program Pengajaran Individual ( PPI ) yang mana ABK tertentu diharuskan mengikutinya. Di sekolah ini juga terdapat ruangan khusus untuk ABK yaitu Unit Stimulasi Anak (USA). Unit Stimulasi Anak adalah ruangan khusus ABK yang terdapat banyak media pembelajaran yang diciptakan semenarik mungkin dengan warna-warna yang sangat mencolok, seperti pada pembelajaran bangun ruang dan lainnya. Ruangan Unit Stimulasi Anak digunakan pada jam-jam tertentu untuk mendapatkan pengajaran yang belum mencapai tingkat kemampuan anak. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan mengetahui lebih dalam lagi mengenai pembelajaran pada siswa tunarungu di sekolah ini dengan mengangkat judul Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences Pada Siswa Tunarungu di Sekolah Inklusi B. Identifikasi dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Pembelajaran bagi siswa tunarungu di sekolah inklusi membutuhkan suatu strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing siswa. Guru dalam hal ini dituntut untuk mempelajari strategi yang tepat sehingga mampu mengakomodasi bakat dan minat siswa, salah satunya dengan menerapkan pembelajaran berbasis Multiple Intelligences. Melalui pembelajaran berbasis Multiple Intelligences ini, kebutuhan siswa akan terpenuhi karena strategi pembelajaran yang diterapkan disesuaikan dengan gaya belajar siswa.

7 2. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana perencanaan pembelajaran berbasis Multiple Intelligences pada siswa tunarungu di sekolah inklusi? 2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran berbasis Multiple Intelligences pada siswa tunarungu di sekolah inklusi? 3. Bagaimana evaluasi pembelajaran berbasis Multiple Intelligences pada siswa tunarungu di sekolah inklusi? 4. Apa saja hambatan dalam pembelajaran berbasis Multiple Intelligences pada siswa tunarungu di sekolah inklusi? 5. Apa saja upaya yang dilakukan dalam pembelajaran berbasis Multiple Intelligences pada siswa tunarungu di sekolah inklusi? C. Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara deskriptif tentang pembelajaran berbasis Multiple Intelligences pada siswa tunarungu di sekolah inklusi. Secara khusus penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan: a. Perencanaan pembelajaran berbasis Multiple Intelligences pada siswa tunarungu di sekolah inklusi b. Pelaksanaan pembelajaran berbasis Multiple Intelligences pada siswa tunarungu di sekolah inklusi c. Evaluasi pembelajaran berbasis Multiple Intelligences pada siswa tunarungu di sekolah inklusi

8 d. Hambatan dalam pembelajaran berbasis Multiple Intelligences pada siswa tunarungu di sekolah inklusi e. Upaya yang dilakukan dalam pembelajaran berbasis Multiple Intelligences pada siswa tunarungu di sekolah inklusi. D. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah inklusi SD Mutiara Bunda, Jl. Arcamanik Endah no.3, Arcamanik, Bandung Telp. (022) 721 6578 Fax.(022) 720 4123. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sudjana (1997:52) menjelaskan bahwa metode deskriptif adalah: Metode penelitian yang digunakan apabila bertujuan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan peristiwa dan kejadian yang ada pada masa sekarang. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif. Moleong (1997:3) menjelaskan penelitian kualitatif sebagai berikut: Sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, pengenalan diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasi individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandang sebagai bagian dari suatu keutuhan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan studi dokumentasi dengan instrumennya berupa pedoman observasi, pedoman wawancara dan pedoman studi dokumentasi. Sementara teknik analisis data dalam penelitian ini meliputi data reduction, data display, dan conclusion drawing/ verification.

9 E. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Secara teoritis, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai suatu pengembangan ilmu pendidikan khusus dalam menerapkan strategi pembelajaran yang tepat bagi siswa, khususnya siswa tunarungu. b. Manfaat Praktis Secara praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu masukan dalam mengoptimalkan pembelajaran bagi siswa tunarungu di sekolah inklusi dengan memperhatikan kecerdasan siswa dan gaya belajar siswa tunarungu. F. Struktur Organisasi Skripsi A. BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Penelitian b. Identifikasi dan Perumusan Masalah c. Tujuan Penelitian d. Metode Penelitian e. Manfaat Penelitian f. Struktur Organisasi Skripsi B. BAB II KAJIAN PUSTAKA a. Konsep Ketunarunguan b. Pendidikan Inklusif c. Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences d. Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences Pada Siswa Tunarungu di Sekolah Inklusi e. Penelitian yang Relevan

10 C. BAB III METODE PENELITIAN a. Lokasi dan Subjek Penelitian b. Metode Penelitian c. Definisi Operasional d. Instrumen Penelitian e. Teknik Pengumpulan Data f. Teknik Analisis Data g. Pengujian Keabsahan Data D. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN a. Temuan Penelitian b. Pembahasan E. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN c. Kesimpulan d. Saran