PENGARUH KABEL DISPERSION COMPENSATING FIBER (DCF) PADA LINK SITEM KOMUNIKASI OPTIK LONG HAUL DENGAN SKEMA BERBEDA

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis 1,28 Tbps Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) Menggunakan Modulasi Eksternal dan Deteksi Langsung

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.2 Agustus 2017 Page 1907

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Perbandingan CWDM Dengan Modulasi Eksternal Menggunakan Penguat EDFA dan Tanpa Penguat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi dari penelitian ini diskemakan dalam bentuk flowchart seperti tampak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISA KINERJA SISTEM KOMUNIKASI OPTIK JARAK JAUH DENGAN TEKNOLOGI DWDM DAN PENGUAT (EDFA)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGGUNAAN KOMPENSATOR DISPERSI PADA JARINGAN BERBASIS OPTIK ANTARA STO LEMBONG DAN STO CIANJUR MENGGUNAKAN FIBER BRAGG GRATING

ANALISIS PERBANDINGAN PULSA GAUSSIAN DENGAN PULSA SECANT HIPERBOLIK PADA TRANSMISI SOLITON UNIVERSITAS TELKOM

Analisis Penguat EDFA dan SOA pada Sistem Transmisi DWDM dengan Optisystem 14

± voice bandwidth)

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

ANALISIS DAN SIMULASI EFEK NON LINIER THREE WAVE MIXING PADA LINK DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

Fiber Optics (serat optik) Oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM) Pada mulanya, teknologi Wavelength Division Multiplexing (WDM), yang

Aplikasi In-line Amplifier EDFA Pada Sistem Transmisi Panjang Gelombang Tunggal dan Transmisi Berbasis WDM

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Analisis Parameter Signal to Noise Ratio dan Bit Error Rate dalam Backbone Komunikasi Fiber Optik Segmen Lamongan-Kebalen

BAB III PERANCANGAN MODEL JARINGAN

ANALISIS PERFORMANSI JENIS FORMAT MODULASI PADA NG-PON2 MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TWDM

BAB IV ANALISIS DAN PENGUJIAN

ROMARIA NIM :

PERENCANAAN JARINGAN NG-PON2 MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TWDM PADA PERUMAHAN GRAND SHARON BANDUNG

ANALISIS EFEK NON LINIERITAS FIBER PADA LINK SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

PERANCANGAN DAN ANALISIS JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM UNTUK PERUMAHAN PERMATA BUAH BATU I BANDUNG

11/9/2016. Jenis jenis Serat Optik. Secara umum blok diagram transmisi komunikasi fiber optik. 1. Single Mode Fiber Diameter core < Diameter cladding

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO AHMAD YANI KE APARTEMEN GATEWAY

BAB IV ANALISA SISTEM PROTEKSI MS-SP RING PADA RING 2

ANALISIS KINERJA TRANSMITTER OPTIK LASER PADA TEKNOLOGI XG-PON. Analysis Of Optical Transmitter Laser Performance In XG-PON Technology

ANALISIS PENGARUH DISPERSI TERHADAP RUGI-RUGI DAYA TRANSMISI PADA SERAT OPTIK SINGLE MODE REKOMENDASI ITU-T SERI G.655

VOTEKNIKA Jurnal Vokasional Teknik Elektronika & Informatika

TEKNIK KOMUNIKASI SERAT OPTIK SI STEM KOMUNIKASI O P TIK V S KO NVENSIONAL O LEH : H ASANAH P UTRI

Prodi S1 Teknik Telekomunikasi, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom

Kontingensi Kabel Optik non-homogen Tipe G.652 dan G.655 Abstrak Kata Kunci PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

BAB III METODE ANALISIS

Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) sebagai Solusi Krisis Kapasitas Banwidth pada Transmisi Data

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.2 Agustus 2016 Page 1560

SIMULASI KINERJA MODULATOR OPTIK TIPE MACH-ZEHNDER BERDASARKAN RAGAM FORMAT MODULASI

PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE

ANALISIS KINERJA KOMBINASI TOPOLOGI JARINGAN NG-PON2 Analysis of Combination Topology Performance on NG-PON2 Network

BAB III DISPERSI PADA SERAT OPTIK SINGLE MODE. Serat optik memiliki beberapa karakteristik penting dalam menyalurkan

PERANCANGAN DAN ANALISIS JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) UNTUK PERUMAHAN PESONA CIWASTRA VILLAGE BANDUNG MENGGUNAKAN SOFTWARE SIMULASI OPTISYSTEM

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.3 Desember 2017 Page 3743

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK. Perkembangan teknologi telekomunikasi memungkinkan penyediaan

SIMULASI KINERJA PENGUAT OPTIS TIPEERBIUM DOPED FIBER AMPLIFIERS (EDFA) BERDASARKAN TEKNIK PEMOMPAAN

BAB III PERANCANGAN SISTEM

ANALISIS KINERJA JARINGAN FTTH (FIBER TO THE HOME) DI JALAN LOTUS PERUMAHAN CEMARA ASRI MEDAN

BAB II SISTEM TRANSIMISI KABEL SERAT OPTIK. telekomunikasi yang cepat maka kemampuan sistem transmisi dengan menggunakan

STUDI PERANCANGAN SISTEM RoF-OFDM POLARISASI TIDAK SEIMBANG MENGGUNAKAN MODULASI QPSK DAN QAM

PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI KABEL LAUT SANGATTA-TOWALE

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN PERANCANGAN JARINGAN

BAB IV ANALISIS PENERAPAN PASSIVE SPLITTER PADA JARINGAN PASSIVE OPTICAL NETWORK (PON)

PERENCANAAN OPTICAL AMPLIFIER PADA JARINGAN PALAPA RING UNTUK LINK AMBON (MALUKU) - SORONG (PAPUA)

PERANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) BERBASIS TEKNOLOGI GIGABIT PASSIVE OPTICAL NETWORK (GPON)

BAB II SERAT OPTIK. cepat, jaringan serat optik sebagai media transmisi banyak digunakan dan

Abstrak. 30 DTE FT USU. sistem pembagian spektrum panjang gelombang pada pentransmisiannya.

BAB III ANALISIS JARINGAN FTTH DENGAN TEKNOLOGI GPON DI CLUSTER TEBET

ANALISIS KERATAAN GAIN PADA RAMAN OPTICAL AMPLIFIER (ROA) YANG DICASCADE UNTUK SISTEM KOMUNIKASI OPTIK JARAK JAUH UW-WDM

BAB II LANDASAN TEORI

DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING ( DWDM )

ANALISIS PANJANG GELOMBANG DOWNSTREAM DAN UPSTREAM PADA SISTEM JARINGAN NG-PON 2 DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TWDM

ANALISIS PENERAPAN OPTICAL ADD-DROP MULTIPLEXER (OADM) MENGGUNAKAN FIBER BRAGG GRATING (FBG) PADA TEKNIK DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM)

Makalah Seminar Kerja Praktek POWER KALKULASI PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE JAWA LINK PURWOKERTO - YOGYAKARTA

BAB III PEMODELAN DAN SIMULASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.1 April 2017 Page 124

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO KOPO KE NATA ENDAH KOPO UNIVERSITAS TELKOM

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.1 April 2017 Page 132

Overview Materi. Redaman/atenuasi Absorpsi Scattering. Dispersi Rugi-rugi penyambungan Tipikal karakteristik kabel serat optic

OPTIMASI KOMPENSASI DISPERSI UNTUK SALURAN TRANSMISI SOLITON 40 GB/S JARAK JAUH DENGAN METODE Q-MAP

GENERASI SELANJUTNYA NON-ZERO DISPERSION SHIFTED OPTICAL FIBER PURE METRO

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan sangat cepat. Ini diakibatkan adanya permintaan dan peningkatan

SIMULASI PERANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DI PERUMAHAN LEGOK INDAH MENGGUNAKAN SIMULASI OPTISYSTEM

SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

Kata kunci: radio over fiber, optical add drop multiplexer, wavelength division multiplexing, komunikasi jarak jauh

ANALISIS PERFORMANSI SERAT OPTIK PADA LINK CIJAURA - BOJONGSOANG PERFORMANCE ANALYSIS OF FIBER OPTIC LINK CIJAURA - BOJONGSOANG

PERANCANGAN RADIO OVER FIBER PADA JARINGAN KOMUNIKASI AIR TRAFFIC CONTROL

ANALISA DISPERSI MATERIAL SERAT KISI BRAGG MENGGUNAKAN METODE SOFTWARE OPTIGRATING

PENGARUH DISPERSI TERHADAP KECEPATAN DATA KOMUNIKASI OPTIK MENGGUNAKAN PENGKODEAN RETURN TO ZERO (RZ) DAN NON RETURN TO ZERO (NRZ)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KONSEP DASAR SERAT OPTIIK DAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING. Teknologi serat optik adalah suatu teknologi komunikasi yang

PERFORMANSI MODULASI 16-QAM OPTICAL OFDM PADA JARINGAN RADIO OVER FIBER DENGAN METODE PENDETEKSIAN KOHEREN TUGAS AKHIR

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO CIJAWURA KE BATUNUNGGAL REGENCY CLUSTER ELOK

PERANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) PERUMAHAN NATAENDAH KOPO Atika Fitriyani 1, Tri Nopiani Damayanti, ST.,MT.2, Mulya Setia Yudha 3

KOMUNIKASI DATA PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER DOSEN : SUSMINI I. LESTARININGATI, M.T

Jaringan Lokal Akses (Jarlok) Eka Setia Nugraha,S.T. M.T Uke Kurniawan Usman,MT

LAPORAN SKRIPSI ANALISIS UNJUK KERJA MODULASI EKSTERNAL OPTIS DALAM MODEL DETEKSI KOHEREN PADA SISTEM BASEBAND OVER FIBER

PERANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN TEKNOLOGI GIGABIT PASSIVE OPTICAL NETWORK (GPON) DI WILAYAH PERMATA BUAH BATU II, BANDUNG

BAB IV ANALISA KINERJA DWDM HUAWEI BWS1600 PADA LINK KEBAGUSAN JAMPANG

Sistem Transmisi Telekomunikasi. Kuliah 8 Pengantar Serat Optik

TUGAS AKHIR. Disusun oleh : ALVEN DELANO PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA INDONESIA

ANALISIS PERANCANGAN JARINGAN SERAT OPTIK DWDM (DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING) UNTUK LINK MEDAN LANGSA (Studi Kasus di PT.

ANALISA RUGI-RUGI PELENGKUNGAN PADA SERAT OPTIK SINGLE MODE TERHADAP PELEMAHAN INTENSITAS CAHAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. Abstrak... Abstract... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel... BAB I Pendahuluan Latar Belakang...

4. Karakteristik Transmisi pd Fiber Optik

ANALISIS PERANCANGAN TEKNOLOGI HYBRID GPON DAN XGPON PADA JARINGAN FTTH DI PERUMAHAN BATUNUNGGAL

Transkripsi:

ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.3 Desember 2017 Page 3758 PENGARUH KABEL DISPERSION COMPENSATING FIBER (DCF) PADA LINK SITEM KOMUNIKASI OPTIK LONG HAUL DENGAN SKEMA BERBEDA PERFORMANCE OF DIFFERENT SCHEME DISPERSION COMPENSATING FIBER (DCF) IN LONG HAUL OPTICAL FIBER LINK Achmad Wildan Almaiz 1, Akhmad Hambali, Ir.,MT. 2, Brian Pamukti, S.T., M.T. 3 1,2,3 Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom, Bandung 1 achmadwildan92@gmail.com, 2 hbl@ittelkom.ac.id, 3 brianpm@gmail.com Abstrak Dewasa ini dengan bertambahnya kapasitas pengguna internet, data rate dengan kapasitas tinggi menjadi suatu kebutuhan, oleh karena itu desain fiber optik komunikasi jarak jauh dengan bitrate tinggi diperlukan. Tetapi, data rate dengan kapasitas tinggi memiliki kekurangan, dispersi adalah masalah untuk sistem ini. Maka dari itu, dengan menggunakan dispersion compensating fiber (DCF) diharapkan dapat mengoptimalisasikan rancangan fiber optik pada frekuensi tersebut, terutama dari masalah dispersi yang dapat dioptimalisasikan untuk receivingend. DCF adalah salah satu metode baik yang digunakan untuk menangani maslah dispersi, karena memiliki keunggulan diatantaranya bandwidth yang lebar, BER yang baik, stabilitas, sensitivitas yang bagus terhadap temperature[2]. Penggunaan DCF pada tugas akhir ini diterapkan pada Single mode fiber (SM). Dengan jarak hingga 1000km (long haul) dan datarate pada 10 Gbps sebagai pembanding. Skema yang digunakan pada penelitian ini terbagi menjadi 3 bagian, yang pertama yaitu simulasi tanpa DCF, dimana SM dipasang pada jarak longhaul tanpa DCF. Lalu simulasi dengan DCF dimana terdapat 3 skema berbeda yaitu SM dengan DCF, SM dengan DCF yang dirancang secara simetris, dan yang terakhir SM dengan DCF yang dipasang secara paralel, ke tiga skema tersebut didukung dengan penguat Erbium Doped Fiber Amplifier(EDFA). Pada akhir penelitian dengan bit rate 10 Gbps, skema tanpa DCF menghasilkan dispersi yang sangat besar dengan nilai Q factor maksimal berada pada jarak 100 Km, dengan nilai 8 dan BER bernilai 4.883 e - 016. Skema post compensation menghasilkan Q factor dengan nilai 6.6 dan BER bernilai 1.011 e -011 pada jarak 400 km. Skema pre compensation menghasilkan Q factor dengan nilai 7.4 dan BER bernilai 5.9 e -014 pada jarak 600 km Skema mix compensation menghasilkan Q factor dengan nilai 6.9 dan BER bernilai 1.8 e -012 pada jarak 600 km Skema paralel compensation menghasilkan Q factor dengan nilai 8 dan BER bernilai 1.16 e -06 pada jarak 400 km. Kata Kunci : DCF, BER, Q factor,edfa Abstract Nowadays with the increasing capacity of internet users, high-capacity data rate becomes a necessity, therefore the design of long-distance fiber optic communication with high bitrate is required. However, highcapacity data rates have disadvantages, dispersion is a problem for this system. Therefore, using dispersion compensating fiber (DCF) is expected to optimize the optical fiber design at these frequencies, especially from dispersion problems that can be optimized for receiving-end. DCF is one good method used to handle dispersion problems, because it has advantages such as wide bandwidth, good BER, stability, good sensitivity to temperature. The use of DCF in this final project is applied to Single mode fiber (SM). With distance up to 1000km (long haul) and datarate at 10 Gbps as. The scheme used in this study is divided into 4 parts, the first is a simulation without DCF, where SM is installed at long haul distance without DCF. Then simulate with DCF where there are 3 different schemes of BC with DCF, SM with DCF designed symmetrically, and lastly SM with DCF mounted in parallel, the three schemes are supported with Erbium Doped Fiber Amplifier (EDFA) amplifier. With Q factor parameters and BER as parameter feasibility. At the end of the study with 10 Gbps bit rate, the scheme without DCF resulted in a very large dispersion with a maximum Q factor of 100 km, with a value of 8 and a BER of 4,883 e -016. The post compensation scheme produces a Q factor with a value of 6.6 and BER is worth 1,011 e- 01 1 at a distance of 400 km. The pre compensation scheme produces a Q factor of 7.4 and BER value of 5.9 e- 014 at a distance of 600 km The compensation scheme produces a Q factor of 6.9 and BER is 1.8 e- 012 at 600 km The parallel compensation scheme produces a Q factor of 8 and BER Worth 1.16 e 16 at a distance of 400 km. Key Words: DCF, BER, Q factor,edfa 1

ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.3 Desember 2017 Page 3759 I. PENDAHULUAN Serat optik merupakan salah satu media transmisi yang populer digunakan saat ini karena banyak sekali keuntungan yang dimilikinya jika dibandingkan dengan media transmisi lain seperti kabel tembaga maupun udara, antara lain potensi bandwidth yang sangat besar, ukuran yang kecil, ringan, isolasi dari kelistrikan, ketahanan terhadap interferensi elektromagnetik,, rugi-rugi transmisi yang rendah, sifat fisik yang keras namun lentur, kehandalan sistem yang baik, kemudahan perawatan, serta potensi biaya yang rendah. Alasan utama terjadinya dispersi yaitu, dispersi kromatik yang diakibatkan dari kebergantungan terhadap index bias dan group velocity pada bahan silica. Dispersion Compensation Fiber (DCF) merupakan salah satu cara untuk menangani masalah ini, selain DCF metode yang pernah digunakan diantaranya yaitu dengan Fiber bragg gratting (FBG) dan Electronic dispersion compensation. Masalah dispersi dapat menyebabkan penurunan performansi dengan menurunnya faktor kualitas(q-factor) dan mengakibatkan banyaknya Bit Error Rate (BER). Pada penelitian Mehtab Singh, dengan judul Performance Analysis of Different Dispersion Compensation Schemes in a 2.5 Gbps Optical Fiber Communication Link [1] dengan menggunakan 3 skema pre-compensation, post-compensation, dan symetrical compensation menghasilkan Q factor 19,5 untuk precompensation, 41,189 untuk postcompensation, 48,109 untuk symetrical pada jarak 250 km dengan 2.5 Gbps data rate. Pada tugas akhir ini akan akan menggunakan 3 skema seperti penelitian sebelumnya, masalah pada penelitian sebelumnya adalah bit rate yang digunakan masih cenderung kecil dan jarak yang digunakan juga hanya mencakup 250km. Selain menggunakan 3 skema,penelitian ini akan menambahkan satu skema dengan compensator secara paralel. Penelitian ini juga akan menggunkan sistem Dense Width Division Multiplexing (DWDM). Data rate yang digunakan adalah 10 Gbps sebagai pembanding pengaruh data rate terhadap Q factor, BER terhadap 3 skema tersebut dan jarak akan dibagi berdasarkan kapasitas longhaul. II. TEORI A. Sistem Komunikasi Optik Sistem komunikasi serat optik secara umum terdiri dari optical transmitter, kanal komunikasi berupa serat optik, dan optical receiver; seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1. [3] Gambar 2.1 Sistem komunikasi optik Optical transmitter bertugas mengubah sinyal elektrik ke sinyal optik dan memasukkannya ke dalam serat optik. Ia terdiri dari sumber optik, modulator, dan channel coupler. Laser semikonduktor atau lightemitting diodes (LED) biasanya digunakan sebagai sumber optik. Sinyal optik dibangkitkan oleh modulator dengan memvariasikan arus injeksi dari sumber optik. Kemudian sinyal optik yang telah terbentuk difokuskan oleh channel coupler ke dalam serat optik dengan tingkat efisiensi yang sangat tinggi. [8] Optical receiver bertugas mengubah sinyal optik yang diterima dari serat optik ke sinyal elektrik seperti semula. Ia terdiri dari coupler, photodetector, dan demodulator. Coupler memfokuskan sinyal optik dari serat optik ke photodetector. Lalu, photodetector mengubahnya ke sinyal elektrik untuk kemudian diterima oleh demodulator. Demodulator ini merupakan sebuah decision circuit yang mengidentifikasi bit sebagai 1 atau 0. Ia tentunya harus menggunakan format modulasi yang sama dengan yang digunakan oleh modulator agar data dapat dihasilkan dengan benar.[8] B. Dense Wavelength Division Multiplexing Hal menarik dari penggunaan cahaya di dalam sistem komunikasi serat optik adalah fakta bahwa semakin tinggi frekuensi dari suatu gelombang pembawa (carrier), maka bandwidth atau kapasitas transmisinya pun akan semakin besar pula. Hal ini berdasarkan perhitungan dimana bandwidth suatu sistem secara teoritis sebesar 10% dari frekuensi gelombang pembawanya. Dengan demikian, suatu sistem komunikasi serat optik dengan panjanggelombang sebesar 1550 nm, yang merupakan cahaya tak tampak, secara teoritis dapat memiliki bandwidth sebesar 1,93 x 10 13 Hz (19,3 Thz). teknologi WDM yang merupakan cikal bakal lahirnya DWDM berkembang dari keterbatasan yang ada pada sistem serat optik, dimana pertumbuhan trafik pada sejumlah jaringan backbone mengalami percepatan yang tinggi sehingga kapasitas jaringan tersebut dengan cepatnya terisi. Hal ini menjadi dasar pemikiran untuk memanfaatkan jaringan yang ada dibandingkan membangun jaringan baru. C. Dispersi Dispersi dalam komunikasi serat optik adalah proses penyebaran pulsa optik ketika mereka berjalan melewati serat optik. Penyebaran ini terjadi karena kecepatan pulsa optik tidak sama. Ketidaksamaan ini disebabkan oleh indeks bias yang berbeda. Dispersi Modal (Modal Dispertion), hanya terjadi pada kabel jenis fiber multimode. Hal ini diakibatkan perbedaan mode pada transmisi dan mengakibarkan perbedaan waktu penerimaan. Dengan menggunakan graded index hal ini dapat dikurangi. Dispersi total dari sebuah kabel fiber biasanya sudah ditentukan oleh fabrikan. Biasanya nilai dispersi untuk standart G.652 (tahun 2000) adalah 20 ps/nm.km untuk panjang gelombang 1550 nm dan 3,5 ps/nm.km. 2

ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.3 Desember 2017 Page 3760 Gambar 1. Dispersi akibat pelebaran pulsa [8] D. Dispersion Compensation Fiber (DCF) Jutaan kilometer conventional single mode fiber dipasang didalam tanah beroperasi pada 1300nm. Salahsatunya bisa digunakan untuk mengingkatan kapasitas transmisi dengan menggunakannya pada operasi 1550nm dan menggunakan teknik WDM dan optik amplifier. Tetapi akan ada banyak dispersi. Pada sisi lain mengganti fiber ini dengan Dispersion shifterd fiber akan mengakibatkan biaya yang banyak. Oleh karena itu optimisasi pada 1310nm untuk beroperasi pada 1550nm digunakan dengan menggunakan fiber yang memiliki negative dispersion coefficient, yang dapat digunakan untuk mengkompensasi dispersi.kompensasi dispersi pada panjang gelombang 1550nm yang dioptimisasi dari 1310nm dapat dilakukan dengan mendesign dispersion coefficient (D) yang negatif. Tipe fiber ini dinamakan Dispersion compensating fiber (DCF). DCF adalah salah satu jenis kompensator yang digunakan untuk menangani maslaah dispersi selain Chirped fiber bragg gratting(fbg) atau Electronic dispersion compensation fiber dalam rangka mencapai sistem yang lebih baik. DCF merupakan kompensator yang memiliki karakteristik lebih bagus diantaranya lebih stabil, tidak mudah terpengaruh oleh suhu, memiliki bandwidth yang lebar, sehingga DCF merupakan kompensator yang paling cocok untuk menjadi kompensator dispersi. Pada serat optik single mode, dispersi yang terjadi adalah dispersi positif, sedangkan DCF memiliki dispersi negatif, sehingga hasil dispersi rata- rata mendekati nol. DCF memiliki dispersi negatif yang tinggi sekitar -70 sampai -90 ps/km.nm dan dapat digunakan di serat optik yang memliki dispersi positif dengan daerah transmisi di daerah C-Band (1520-1625 nm) [5]. III. PERANCANGAN Pada perancangan konfigurasi skema penelitian ini, hal yang harus ditentukan terlebih dahulu adalah menentukan parameter dasar pada link optik seperti panjang gelombang, jenis serat optik, jarak, jenis filter, redaman kabel, modulasi, modulator.selanjutnya analisis pada optisistem untuk mengukur apakah parameter tersebut memenuhi Q faktor dan BER dimana dalam sistem komunikasi optik standar yang baik yaitu Q faktor > 6 dan BER 10-9. Jika pada prakteknya ternyata tidak memenuhi parameter tersebut maka masuk kedalam skema Precompensator, yaitu menambahkan kompensator DCF sebelum SMF. Hasil ini akan dilakukan perbandingan terhadap skema Postcompensator, yaitu menambahkan kompensator setelah SMF, Mix compensator yaitu gabungan antara post dan precompensator, sedangkan untuk paralel compensator akan dilakukan dengan tambahan power splitter dengan rangkaian mix DCF yang dipasang secara paralel A. Tahap Perancangan Langkah-langkah penelitian adalah sebagai berikut: Gambar 3. Diagram Blok Perancangan Tugas Akhir B. Model Perancangan Jenis fiber optik yang digunakan adalah single mode fiber SMF-8e Shifted Zero sesuai dengan standard ITU-T-REC-G.652-2016 bekerja pada gelombang 1330 nm atau 1550nm, baik analog maupun digital transmisi dapat digunakan pada fiber ini. Berdasarkan standard maka dalam penelitian ini menggunakan laju bit 10 3

ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.3 Desember 2017 Page 3761 Tabel 3.1 Spesifikasi Fiber Jenis Kabel Parameter Nilai Single mode Fiber E28 Attenuation 1550nm Attenuation 1625 nm Macrobend Loss 1550 nm Dispersi 1550nm kromatik λmin λmax Dispersion slope 0.19-0.2 db/km 0.2-0.23 db/km 0.05 db 6 ps nm/km 1550nm 1625nm 0.086 ps nm/km Penguat EDFA Gain 22 db Redaman Redaman Splicing 0.1 db/buah DCF Redaman Konektor Dispersi 1550nm kromatik Dispersion slope Attenuation Cladding diameter Coating Diameter MFD Optical return loss 0.2 db/buah -49 to -30 ps nm/km -0.155 to -0.075 ps nm/km 0.265 nm 125 μm 250 μm 5.72 μm 60 db DWDM Spasi kanal 0.8 (100ghz grid) C. Skema Pengujian Gambar 3.2 Post Compensation Gambar 3.3 Pre Compensation Gambar 3.4 Mix Compensation Setelah ditentukan spesifikasi kabel kemudian dilakukan perhitungan dimensi jarak DCF untuk tiap jarak Total Dispersi kromatik = Dc x σλ x L 0= Dc x σλ x L Jarak(km) Panjang DCF (km) 100 12.2 200 24.4 300 36.7 400 48.9 500 61.2 600 73.4 700 85.7 800 97.9 900 110 1000 122 Gambar 3.6 Paralel Compensation Skema Post Compensation, dengan panjang DCF pada point C, dengan meletakan kabel DCF sebelum multiplexing, Skema Pre compensation merupakan skema dengan meletakan kabel DCF setelah multiplexing. Skema Mix compensation merupakan gabungan dari dua skema sebelumnya dan skema paralel ditambah bantuan power splitter dan power combiner dengan panjang kabel SMF yang sama dipasang secara paralel. D. Hasil Simulasi Tabel 3.2 Performansi link Skenario tanpa DCF Jarak Q Factor BER 100 8 4.883 e -016 200 5 2.5 e -07 300 2.5 0.006343 400 2.8 0.001844 500 2.6 0.003613 4

ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.3 Desember 2017 Page 3762 600 2.4 0.008434 700 2.5 0.005923 800 2.3 0.00764 900 2.5 0.00512 Tabel 3.3 Performansi Link Post DCF Jarak Q factor BER 100 9.3 4.583 e -021 200 7.9 9.3 e -016 300 7.8 1.52 e -015 400 6.6 1.011 e -011 500 5.3 3.6 e -08 600 4.5 2.1 e -06 700 5 1.9 e -07 800 3 0.0011 900 3.1 0.00068 1000 3.1 0.00043 800 4.7 4.8 e -07 900 4.1 1.7 e -005 1000 3.2 4.7 e -005 Tabel 3.3 Performansi Link Paralel DCF Jarak Q factor BER 100 9.2 7.23 e -020 200 9.1 1.17 e -019 300 8.1 9.3 e -016 400 6.2 1.011 e -011 500 4.6 2.1 e -06 600 3.2 0.0068 700 2.3 2.80E-03 800 2.3 0.00021 900 2.6 0.0036 1000 0 1 Tabel 3.3 Performansi Link Pre DCF Jarak Q Factor BER 100 13.4 6.9 e -042 200 12.45 5.9 e -036 300 12.1 5.4 e -034 400 11.1 3.0 e -029 500 9.8 4.9 e -023 600 8.5 5.0 e -018 700 7.4 5.9 e -014 800 5.4 5.4 e -09 900 4.3 4.4 e -06 1000 3.2 0.00058 Tabel 3.3 Performansi Link Mix DCF Jarak Q factor BER 100 10.3 3.3 e -025 200 9.4 2.06 e -021 300 9.5 5.7 e -022 400 7.8 2.3 e -015 500 7.2 1.9 e -013 600 6.9 1.8 e -012 700 5.3 4.6 e -08 IV. PENGUKURAN DAN ANALISIS Dengan bit rate 10 Gbps tanpa menggunakan kompensator DCF, dispersi yang dihasilkan sangat besar nilai BER paling tinggi berada pada hanya jarak 100 Km saja yaitu 4.883 e -016 dengan Q factor 8. Sedangkan setelah simulasi memasuki jarak yang lebih jauh, yaitu 200km nilai BER terukur 2.5 e -07 yang berarti tidak memenuhi standard kualitas link optik, hasil pengukuran semakin buruk dan tetap tidak memenuhi nilai standard link optik yaitu 10 e -09 Skema Post Compensation DCF, mampu menangani dispersi hanya sampai jarak 400,jarak 500 Km mengakibatkan dispersi yang cukup besar terhadap performansi link. Nilai BER yang memenuhi standard berada pada maksmimal jarak 400km yaitu 1.011 e -011 dengan Q factor 6.6. Sedangkan setelah simulasi memasuki jarak yang lebih jauh, yaitu 500 km nilai BER maksmimal pada kanal terukur 3.6 e -08 yang berarti tidak memenuhi standard kualitas link optik Skema Pre tcompensation, mampu menangani dispersi hingga jarak 700 Km. Nilai BER yang memenuhi standard berada pada maksmimal jarak 700 Km yaitu 5.9 e -014 dengan Q factor 7.4. Sedangkan setelah simulasi memasuki jarak yang lebih jauh yaitu 800 km nilai BER maksmimal pada kanal terukur 5.4 e -09 yang berarti tidak memenuhi standard kualitas link optik. Skema mix compensation, mampu menagnani dispersi hingga jarak 600 Km mengakibatkan dispersi 5

ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.3 Desember 2017 Page 3763 yang cukup besar terhadap performansi link. Nilai BER yang memenuhi standard berada pada maksmimal jarak 600 Km yaitu 1.8 e -012 dengan Q factor 6.9. Sedangkan setelah simulasi memasuki jarak yang lebih jauh yaitu 700 km nilai BER maksmimal pada kanal terukur 4.6 e -08 yang berarti tidak memenuhi standard kualitas link optik. Skema Paralel compensation, dapat diambil kesimpulan pada bit rate 10 Gbps jarak 400 km mengakibatkan dispersi yang besar terhadap performansi link. Dari data diatas dapat dilihat bahwa nilai BER yang memenuhi standard berada pada maksmimal jarak 400km yaitu 1.011 e -011 dengan Q factor 6.2. Hal ini diakibatkan terjadinya pembagian arus oleh splitter yang justru menyebabkan total dispersi pada sisi penerima semakin banyak sehingga tidak dapat menghasilkan performansi yang lebih baik A. Kesimpulan V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang dapat diambil dari seluruh proses simulasi dan analisis skema DCF, adalah sebagai berikut: 1. Tujuan utama pembuatan Tugas Akhir ini tercapai yaitu mendapatkan skema dengan performansi link optik yang bagus untuk jarak long haul, meskipun tidak dapat mengkompensasi hingga 1000 Km, tetapi jarak 700 Km sudah merupakan pencapaian yang cukup baik. Skema Pre Compensation memiliki performa terbaik. 2. Jarak berpengaruh terhadap performansi link optik dimana semakin jauh mengakibatkan dispersi yang semakin besar. B. Saran Untuk mendapatkan performansi link yang lebih baik pada simulasi berikutnya, terdapat beberapa hal yang bisa dijadikan saran dan sebagai bahan pertimbangan antara lain, DAFTAR PUSTAKA [1] Singh, Mehtab. Performance Analysis of Different Dispersion Compensation Schemes in a 2.5 Gbps Optical Fiber Communication Link. Thesis University Of Twente, International Journal of Technology Enhancement vol3, Issue 08 2015. [2] Kaur,Manpreet, Sarangal,Himali. Dispersion Compensation with Dispersion compensating Fibers (DCF). International Journal of Advanced Research in Computer and Communication Engineering vol.4, Issue 2,February 2015 [3] Singh, Robin., Kumar,Love., Malhotra,Neeru. Dispersion Compensation in Optical Fiber communication for 40 Gbps using dispersion compensating Fiber International journal for science and emerging technologies with latest Trend 19(1) : 19-22(2015). [4] R.S.Kaler, Ajay., TS Kamal Comparison of pre-post and symetrical dispersion compensation schemes for 10Gbps NRZ links using standard and dispersion compensated fiber, Elsevier Optics Communication 209 2002 [5] L.N. Binh, K-Y Chin and D. Sharma, Design of dispersion flattened and compensating...", Int. J. Scientific and Engineering Research, vol. 5, issue 5, May 2012. [6] Bruckner, Volkmar. Element of optical network basic and practice,(2011) [7] Govind P. Agrawal, Applications of Nonlinear Fiber Optics. Academic Press, 2001. [8] Govind P. Agrawal, Fiber-Optic Communication Systems, 3rd ed. John Wiley & Sons, Inc, 2002. [9] ITUT Standard T-REC-G.652-2016, T- REC-G.655, T-REC-G.973.2 1. Melakukan Optimasi dengan skema yang lebih sederhana untuk mendapatkan nilai Q factor > 6 dan BER 10-09 2. Menggunakan parameter acuan yang berbeda baik spesifikasi fiber,skema maupun bit rate dan jarak 6