BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

dokumen-dokumen yang mirip
RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

Laporan Hasil Assessmen Psikologis Penyintas Bencana Tanah Longsor Banjarnegara Tim Psikologi UNS 1. Minggu ke-1 (18 Desember 2014)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya pada

RESILIENSI REMAJA PASCA BENCANA ERUPSI MERAPI TAHUN 2010 NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejumlah bencana alam yang terjadi di Indonesia memberikan dampak yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit. atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Secara historis, Indonesia merupakan Negara dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. api pasifik (the Pasific Ring Of Fire). Berada di kawasan cincin api ini

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. aktif di dunia, yang memiliki siklus letusan 4 tahun sekali dan terakhir kali

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

Kebijakan Kesehatan Jiwa Paska Bencana: Terapi Pemberdayaan Diri Secara Kelompok Sebagai Sebuah Alternatif

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB 1 PENDAHULUAN. individu membutuhkannya. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS,

BAB I PENDAHULUAN pulau, terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan di antara dua

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terkena bencana. Pada tahun

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja, yang dapat menimbulkan kerugian materiel dan imateriel bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan

TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

NEWS READER : data korban gempa bumi di DIY 01 mei 2006 sampai pukul 11.00

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Sumber : id.wikipedia.org Gambar 2.1 Gunung Merapi

menyatakan bahwa Kabupaten Klaten memiliki karakter wilayah yang rentan terhadap bencana, dan salah satu bencana yang terjadi adalah gempa bumi.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2011, pada tahun 2000-

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. faktor alam dan non alam yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

BAB I PENDAHULUAN. alam dan manusia dengan sebaik-baiknya, dengan memanfaatkan kekayaan alam

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kematian ibu menjadi 102 per kelahiran hidup. Pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia baik secara materi atau secara spiritual. Bencana sering terjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. antara keduanya yang terjadi secara tiba-tiba sehingga menimbulkan dampak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan masa depan seseorang, dengan pendidikan seseorang

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkaran gunung api (ring of fire). Posisi tersebut menyebabkan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulstiwa dan berada pada

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, Hal ini berarti

MANAJEMEN STRES PADA INDIVIDU YANG SELAMAT (SURVIVOR) DARI BENCANA ALAM. Kartika Adhyati Ningdiah

BAB I PENDAHULUAN. bidang sosial, kematian, luka-luka, sakit, hilangnya tempat tinggal, dan kekacauan

BAB I PENDAHULUAN. Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian Selatan dan Timur Indonesia terdapat

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di

KONDISI TANAH DAN TEKNIK REHABILITASI LAHAN PASCA-ERUPSI GUNUNG MERAPI. Deddy Erfandi, Yoyo Soelaeman, Abdullah Abas Idjuddin, dan Kasdi Subagyono

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) berdasarkan Undang-Undang Republik

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Penelitian ini berangkat dari kejadian bencana alam yang terjadi di Kabupaten Karo

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. dan diantaranya adalah tindak kekerasan dan pelecehan seksual yang mengarah

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. tiga lempeng tektonik dunia yaitu Hindia-Australia di Selatan, Pasifik di

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAH. Dinamika yang terjadi selalu berlangsung sesuai dengan hukum-hukum alam,

BAB I PENDAHULUAN. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

KEBAHAGIAAN (HAPPINESS) PADA REMAJA DI DAERAH ABRASI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Makalah Analisis Kasus : Bencana Merapi. Disusun oleh : Carissa Erani

Wates, 2 Maret Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Tsunami berasal dari bahasa Jepang, terbentuk dari kata tsu yang berarti. longsoran yang terjadi di dasar laut (BMKG, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

PENANGANAN PENGUNGSI PADA SAAT TANGGAP DARURAT BENCANA DAN TRANSISI DARURAT KE PEMULIHAN. Oleh : Direktur Tanggap Darurat

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 1 ayat

Transkripsi:

9 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu masih menyisakan pilu bagi banyak pihak, terutama bagi orang yang terkena dampak langsung dari peristiwa alam tersebut. Pemaknaan kata mengenang tidak selalu bermakna menyedihkan atau menguak luka lama, tetapi bisa bermakna positif jika memiliki muatan niat perubahan didalamnya. Bencana alam boleh datang dan mengubur sebagian harapan, namun manusia sebagai bagian dari alam itu sendiri sesungguhnya memiliki kekuatan untuk bisa bangkit dan berusaha menata kembali kehidupannya. Merapi adalah gunung berapi di bagian tengah Pulau Jawa dan merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia. Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang disisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten disisi tenggara. Gunung ini sangat berbahaya karena menurut catatan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta mengalami erupsi (puncak keaktifan) setiap dua sampai lima tahun sekali dan dikelilingi oleh pemukiman yang sangat padat. Tragedi erupsi Merapi terakhir terjadi pada tahun 2010. 1

2 Berawal dari meningkatnya aktivitas Gunung Merapi, yaitu peningkatan status dari "normal aktif" menjadi "waspada" pada tanggal 20 September 2010 yang direkomendasikan oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta. Setelah tanggal 21 Oktober 2010 status berubah menjadi "siaga" sejak pukul 18.00 WIB. Pada tingkat ini kegiatan pengungsian sudah harus dipersiapkan. Karena aktivitas yang semakin meningkat dengan ditunjukkan dengan tingginya frekuensi gempa multifase dan gempa vulkanik. BPPTK Yogyakarta merekomendasi bahwa peningkatan status gunung Merapi menjadi "awas" dan semua penghuni khususnya warga desa Balerante, Kemalang, Klaten yang wilayahnya dalam radius 10 km dari puncak Gunung Merapi harus segera dievakuasi atau diungsikan ke wilayah aman (bnpb.go.id diakses 5 November 2012). Akibat tragedi erupsi Merapi ini, sebanyak 14 desa habis terlahap letusan Gunung Merapi. Terdapat 2.271 rumah rusak, merenggut kurang lebih 206 jiwa, dan 1.548 ekor ternak mati. Kerugian material diperkirakan mencapai 5 triliyun rupiah. Dari sektor perikanan, pariwisata, pertanian, UMKM, perhotelan, dan ekonomi tidak berjalan semestinya. Dari sektor perikanan sendiri kerugian yang diderita mencapai 11 miliar rupiah, sektor pertanian mengalami kerugian sekitar 247 miliar rupiah, terutama pada salak pondoh yang rugi 200 miliar rupiah. Sedangkan pada sektor UMKM, 900 UMKM dari 2500 UMKM, untuk sementara berhenti total. Kebanyakan usahanya adalah peternakan, holtikultura, dan kerajinan (bnpb.go.id diakses 5 November 2012).

3 Rincian diatas adalah kerugian materiil yang kemungkinan sudah mencapai trilyunan rupiah. Angka ini belum mencakup kerugian psikologis yang ditanggung para warga terutama yang terkena dampak erupsi Merapi, mulai dari yang harus kehilangan hak-hak hidupnya, seperti hak untuk bekerja, mengalami syndrome stress berupa setiap saat gelisah, mood sedih yang ditunjukkan dengan perilaku menangis hingga gangguan jiwa yaitu depresi, trauma, dan usaha bunuh diri. Individu yang selamat (tidak meninggal) justru ditantang untuk bisa survive dalam situasi bencana. Individu-individu tersebut adalah survivor atau penyintas, bukan hanya korban. Penyintas bisa orang baru menikah, orang hamil, usia bayi, anak, remaja, pemuda, orang dewasa, tengah baya, masa matang, ataupun usia lanjut. Kemampuan yang dimiliki individu dewasa berimbang dengan bermacam tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepada masing-masing individu. Hasil wawancara dilapangan menunjukkan, orang-orang dewasa korban erupsi Merapi tidak bersedia meninggalkan kampung halamannya setelah peristiwa ini. Meskipun bekerja diluar daerah menawarkan penghasilan yang lebih, korban sebagian besar tidak kuasa meninggalkan keluarganya mengingat belum tersedianya tempat tinggal yang layak bagi keluarga. Kondisi semacam itu memaksa mereka bekerja diladang dengan penghasilan yang terbatas. Kondisi seperti ini sudah nampak sejak seminggu pasca erupsi Merapi di Klaten, Jawa Tengah khususnya warga Kecamatan Kemalang, sejumlah warga tetap berada disekitar reruntuhan bangunan yang rusak akibat erupsi. Puluhan korban erupsi Merapi di Kabupaten Klaten mengalami depresi yang membuat kesehatan jiwa mereka terganggu. Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) dr.

4 Soedjarwadi merawat puluhan pasien baru yang berasal dari daerah bencana erupsi Merapi, seperti Kecamatan Cangkringan dan Kecamatan Kemalang. Warga korban erupsi yang mengalami gangguan jiwa tersebut rata-rata berusia sekitar 20-65 tahun (Rosyid, 2011). Satuan Koordinasi Pelaksana (Satkorlak) penanganan bencana di Jawa Tengah dan DIY mencatat total korban erupsi Merapi yang terkena gangguan jiwa ringan mencapai 78 orang terdiri atas 43 korban di Yogyakarta, dan 35 korban di Jawa Tengah. Departemen Sosial menambahkan total korban yang mengalami gangguan jiwa berat mencapai 31 orang diantaranya 19 di Yogyakarta dan di Jawa Tengah 12 orang. Untuk gangguan jiwa ringan sendiri hanya terjadi selama kurang lebih 4 bulan. Berat ringannya gangguan jiwa korban erupsi Merapi ditentukan dari berapa besarnya jumlah kerugian yang dialaminya (Jarot, 2010). Ong dkk menjelaskan bahwa dampak psikologis berupa trauma ataupun stres adalah gangguan jiwa yang mendominasi akibat dari erupsi Merapi tersebut. Korban yang tidak mampu mengatasi kondisi yang terjadi terutama pada korban atau penyintas yang terkena dampak psikis (gangguan jiwa) ringan dan berusia lebih dari 22 tahun harus menjadi perhatian yang lebih agar mampu melanjutkan kehidupannya lebih baik dan bangkit kembali dari keterpurukannya (Ong, Bergeman, & Bisconi 2006). Menurut Wardy (2012), keseimbangan psikis penduduk di daerah bencana mengalami gangguan klinis berat seperti depresi atau stres pasca trauma karena bencana adalah suatu peristiwa yang menakutkan dan mengancam jiwa manusia, selain menghadirkan kenyataan baru bagi para penyintas, seperti kematian orang-

5 orang terdekat, hilangnya segala harta benda, dan mata pencaharian yang menciptakan kesulitan dalam memenuhi segala kebutuhan-kebutuhan hidupnya (psikologi.ums.ac.id diakses 5 November 2012). Latief juga mengatakan, efek bencana Merapi memang bisa menimbulkan tekanan psikologis bagi warga yang terkena dampak bencana. Selain warga harus kehilangan anggota keluarga akibat awan panas, warga juga kehilangan harta benda dan mata pencaharian. Sebab umumnya para penduduk lereng Merapi merupakan petani. "Kini penyintas praktis tidak bisa lagi mencari nafkah sebab lahan pertanian rusak dihantam abu vulkanik, belum lagi harus kehilangan tempat tinggal dan hartanya. Tekanan psikologis seperti ini bisa membuat stres," ujar Latief saat berbincang-bincang dengan detikcom (detiknews, 2010). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Yuniardi (2009) pada korban lumpur Lapindo menyebutkan bahwa bencana alam yang telah melanda, membuat penyintas sering merasa sedih, marah namun tidak tahu harus marah seperti apa dan kepada siapa, dan sering muncul perasaan putus asa dengan ketidakpastian hidup. Pada subyek dewasa, penyintas tanpa sadar meneteskan air mata bila teringat rumah lamanya dan cemas serta gelisah bila memikirkan masa depan. Penyintas juga menjadi sering mimpi buruk dan juga sulit tidur. Gejala-gejala yang merupakan tanda-tanda awal dari post traumatic stress disorder (PTSD) yang bila tidak tertangani bisa berujung depresi, sebagaimana sudah terjadi pada banyak korban yang lain. Siapapun yang mengalami musibah sebagaimana tragedi erupsi Merapi tentu akan merasakan hal yang sama. Untuk itu agar rasa stres yang dirasakan

6 tidak terus berlanjut hingga menjadi suatu gangguan jiwa, serta yang lebih penting lagi adalah mencari solusi terbaik atas keadaan yang ada untuk dapat bangkit kembali. Para penyintas erupsi Merapi harus mampu menemukan potensi resiliensi, yaitu sebuah upaya untuk menggali dan menemukan potensi positif yang masih dimiliki atau bahkan yang menjadi ada setelah kejadian yang dapat dijadikan sumber energi untuk menemukan solusi terbaik dan bangkit kembali. Para penyintas dengan seiring berjalannya waktu, terlihat mampu menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada dan bahkan menemukan hikmahhikmah yang memberi para korban energi untuk merubah keadaan kembali seperti semula. Penyesuaian yang mampu membuat individu mampu kembali hidup normal atau menjadi lebih baik, dimana usaha ini disebut sebagai resiliensi. Miller (2003) menjelaskan bahwa resiliensi merupakan kegiatan yang terdiri dari motif untuk bangkit dari keterpurukan dan menjadi kuat dalam menghadapi peristiwa traumatis agar mampu melanjutkan kehidupan fungsional yang sejahtera. Resiliensi merupakan gambaran dari proses dan hasil kesuksesan beradaptasi dengan keadaan yang sulit atau pengalaman hidup yang sangat menantang, terutama keadaan dengan tingkat stres yang tinggi atau kejadiankejadian traumatis. Resiliensi sesungguhnya dimiliki setiap orang serta bersifat umum, dalam menghadapi situasi yang sama, dampak dan reaksi seseorang berbeda-beda. Hal ini terkait dengan potensi, penghayatan subjektif yang dirasakan setiap individu, dan juga tugas-tugas perkembangan orang dewasa yang berbeda-beda. Oleh karena itu pula bentuk resiliensi pada orang dewasa menjadi khas pada setiap tahap perkembangannya.

7 Merujuk uraian diatas betapa menderita dan rentannya korban pasca erupsi Merapi mengalami gangguan jiwa dan pentingnya upaya menumbuhkan resiliensi kepada para korban terutama orang dewasa agar mampu bertahan dan bangkit kembali, maka penelitian ini berfokus pada pemahaman resiliensi pada orang dewasa pasca erupsi Merapi. B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami dan mendeskripsikan upaya resiliensi pada orang dewasa pasca erupsi Merapi. C. Manfaat Penelitian Peneliti berharap dengan adanya penelitian tentang resiliensi pada orang dewasa pasca erupsi Merapi dapat membawa manfaat sebagai berikut: 1. Bagi subjek yang menjadi korban pasca erupsi Merapi, dapat memberikan informasi dan sumbangan pemikiran mengenai resiliensi pada orang dewasa pasca erupsi Merapi. 2. Bagi pemerintah dan pekerja sosial, dapat menjadi rujukan dalam model intervensi psikologis untuk membantu para warga yang menjadi korban pasca erupsi Merapi. 3. Bagi pembaca yang memiliki akses terhadap penelitian ini, agar mendapat pengetahuan dan menambah wawasan mengenai resiliensi pada orang dewasa pasca erupsi Merapi.