BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Perubahan lingkungan eksternal. 1. Pasar TV analog yang sudah jenuh. 2. Kompetisi dengan sistem penyiaran satelit dan kabel. Perkembangan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA. No.747, 2011 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Televisi Digital Terestrial. Penyelenggaraan.

REPUBLIK INDONESIA PERATURAN TENTANG MAHA ESA. non-teknis. Lembaran. Indonesia. Nomor 4252); Tambahan. Nomor 3981); Nomor 4485); Nomor 4566);

TINJAUAN TERHADAP PERHITUNGAN BIAYA HAK PENGGUNAAN FREKUENSI RADIO UNTUK TELEVISI DIGITAL TERESTRIAL DI INDONESIA

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR TAHUN 2013 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

TEKNOLOGI & FREKUENSI PENYIARAN MUHAMMAD IRAWAN SAPUTRA, S.I.KOM., M.I.KOM

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN - 1 -

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

13. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika

BERITA NEGARA. No.702, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Penyiaran Multipleksing. Penyelenggaraan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II SISTEM SIARAN TV DIGITAL TERESTRIAL 2.1 MODEL BISNIS SISTEM SIARAN TV DIGITAL TERESTRIAL

TINJAUAN TERHADAP MODEL BISNIS PENYELENGGARAAN PENYIARAN TV DIGITAL

BERITA NEGARA. No.703, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Tarif Sewa. Multipleksing. Tata Cara.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MAMPU MENDESAIN ANTENA UNTUK KEPERLUAN KOMUNIKASI TERTENTU DENGAN PROSEDUR YANG SISTEMATIS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

INDEKS PERATURAN MENTERI KOMINFO TAHUN No. Permen Tentang Ket

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Sistem radio digital (Digital Audio Broadcasting, DAB, sekarang ini lazim

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Perubahan Data. Perizinan Penyiaran. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Peluang dan Tantangan Industri Media dan Konten Prospek Bisnis Penyiaran di Indonesia yang Dipengaruhi Kemajuan Teknologi

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Siaran Televisi Digital Indonesia Siap Dinikma5

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG

LOGO. NATIONAL BROADBAND ECONOMY Strategi: Teknologi, Regulasi dan Pendanaan

Gambar 1 1 Alokasi Penataan Ulang Frekuensi 1800 MHz[1]

Dampak Konvergensi terhadap Regulasi TIK. Khamami Herusantoso Semiloka ISKI Bandung 27 Agustus 2008

b. Zona-2 1) Izin Prinsip (Baru) Per Izin 1,315,000 2) Izin Tetap (Baru) Per tahun 927,000 3) Izin Perpanjangan Per tahun 1,190,000

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014

STUDI KELAYAKAN MIGRASI TV DIGITAL BERBASIS CAKUPAN AREA SIARAN DI BEKASI

Teknologi & frekuensi Penyiaran. Muhammad Irawan Saputra, S.I.Kom., M.I.Kom

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG

Dalam memberikan masukan penataan frekuensi pada band 3,3-3,5 GHz dalam dokumen ini, dijiwai dengan pandangan-pandangan berikut :

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 08/P/M.

KEPUTUSAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 181/KEP/M.KOMINFO/12/ 2006 T E N T A N G

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB II PENGATURAN TENTANG PENYIARAN DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG UNDANG PENYIARAN NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN

BAB II TEKNOLOGI DVB-H

KARYA ILMIYAH LINGKUNGAN BISNIS. Nama : Ahmad Hermantiyo NIM :

KAJIAN TARIF BIAYA HAK PENGGUNAAN (BHP) FREKUENSI PADA SISTEM SELULAR (CDMA)

LEMBAGA PENYIARAN. Click to edit Master subtitle style

2 tentang Tata Cara Perhitungan Tarif Sewa Saluran Siaran Pada Penyelenggaraan Penyiaran Multipleksing; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 19

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sebelum melaksanakan riset rating ada beberapa faktor yang perlu

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

PERENCANAAN AWAL JARINGAN MULTI PEMANCAR TV DIGITAL BERBASIS PENGUKURAN PROPAGASI RADIO DARI PEMANCAR TUNGGAL

Kesiapan Lembaga Penyiaran Menyongsong Penerapan Kebijakan Penyiaran Digital

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERPANJANGAN IZIN PITA FREKUENSI RADIO

BAB I PENDAHULUAN. Radio Republik Indonesia (RRI) adalah Lembaga Penyiaran Publik. Milik Bangsa. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002

FLEXI DAN MIGRASI FREKUENSI

Dasar-dasar Penyiaran

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2005 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KONDISI PENYIARAN DAN REGULASI FREKUENSI DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR :19/PER.KOMINFO/10/2005 TENTANG

Peraturan organik untuk berbagai lembaga penyiaran terkait keberadaan LPPPS dan LPPPM adalah sebagai berikut:

CRITICAL POINT DIGITALISASI PENYIARAN TERESTERIAL DI INDONESIA KOMISI PENYIARAN INDONESIA

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tent

Alasan-Alasan Operator GSM Mengadopsi Frekuensi Hopping (SFH)

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal I Angka 1 Pasal 4 Cukup jelas. Angka 2...

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Alokasi frekuensi 3G Telkoms el

KEPUTUSAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 162/KEP/M.KOMINFO/5/ 2007 T E N T A N G

RESUME PENYIARAN TV DIGITAL

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 01/PER/M.KOMINFO/1/2006 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia teknologi sekarang ini juga sangat berpengaruh terhadap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KAJIAN KESIAPAN TRANSISI SISTEM TELEVISI ANALOG KE SISTEM TELEVISI DIGITAL (STUDI KASUS DI BANDA ACEH)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah.

2011, No c. bahwa untuk dapat mendorong persaingan industri telekomunikasi yang sehat, mengembangkan inovasi teknologi informasi dan membuka pel

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 17 /PER/M.KOMINFO/9/2005 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB III KAJIAN REFERENSI DIGITAL DIVIDEND

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tenta

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dari perkembangan siaran TV (Televisi) di Indonesia diperoleh bahwa TV merupakan suatu media informasi yang sangat strategis dan efektif bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi yang dapat berperan dalam pembangunan, memajukan ekonomi negara. Perkembangan teknologi informasi di dunia berkembang begitu pesat, perkembangan yang diawali oleh teknologi analog berkembang menjadi teknologi digital termasuk televisi siaran yang menjadi TV Digital. Siaran TV digital menjanjikan dapat memberikan banyak manfaat bagi pemirsanya dibandingkan dengan siaran TV analog. Manfaat tersebut meliputi kualitas gambar yang lebih baik, program siaran yang lebih banyak dan bervariatif serta penerimaan yang lebih jelas walaupun pada saat bergerak (mobile). Dengan adanya teknologi TV digital juga dapat memberikan keuntungan kepada masyarakat khususnya bagi yang ingin mendirikan lembaga penyiaran swasta. Dengan banyaknya program siaran yang bisa disalurkan menjadikan penggunaan frekuensi menjadi efesien dan efektif. Sehingga banyaknya pemohon pendirian lembaga penyiaran swasta pada saat ini yang terkendala masalah keterbatasan frekuensi menjadi bisa terselesaikan. Selain itu TV digital memberikan fleksibilitas aplikasi-aplikasi yang bisa bersifat interaktif dibanding TV analog. Sehingga dengan semakin cepatnya perkembangan TV digital di suatu wilayah, akan sangat membantu mempercepat kebutuhan interaksi antara suatu perusahaan (enterprise) dengan penggunanya baik yang bersifat komersial seperti pengiklanan interaktif (interactive advertisment), berita jarak jauh (tele-news), perbankan jarak jauh (tele-banking), belanja jarak jauh (tele shopping), maupun non komersial seperti pendidikan jarak jauh (tele-education), informasi trafik jarak jauh (tele-trafic). Siaran TV akan menjadi media yang sangat strategis mendistribusikan layanannya. Layanan interaktif TV digital ini dapat dilihat pada Gambar 1.1. 1

Pesan tiket pesawat Mengatur rekening berbelanja Melihat jadwal film Gambar 1.1 Layanan Interaktif TV digital[1] Perkembangan sistem penyiaran TV digital di Amerika, Jepang dan Eropa sudah dimulai beberapa tahun lalu. Bahkan di Amerika telah memberikan mandat akan menghentikan siaran TV analognya secara total (cut-off) di tahun 2009, begitu pula Jepang di tahun 2011, dan negara-negara Eropa dan kawasan Asia juga akan mengikuti migrasi total dari sistem analog ke sistem digital. Di Singapura, TV digital telah diluncurkan sejak Agustus 2004. Di Malaysia pembangunan TV digital juga dirintis sejak 1998, dan mulai dioperasikan pada tahun 2006.[2] Perubahan dari sistem penyiaran TV analog ke sistem penyiaran digital merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Hal ini terjadi karena terdapat suatu kesepakatan banyak negara, bahwa pada suatu saat nanti, semua sinyal TV Analog akan dihentikan, dan digantikan oleh sinyal TV Digital. Kondisi tersebut dikenal dengan istilah Analog Switched Off (ASO). Digital Dividend merupakan spektrum hasil dari peningggalan terjadinya migrasi penyiaran TV analog ke TV digital secara penuh ( Digital Switchover ). Dimana Indonesia diprediksi akan menjalani proses ini secara penuh setelah tahun 2015 secara nasional[2]. 2

Peninggalan spektrum frekuensi televisi analog mempunyai nilai teknoekonomis yang tinggi dikarenakan spektrum tersebut berada di antara 200 MHz 1 GHz. Spektrum frekuensi radio di pita UHF (band IV dan V) yang direncanakan digunakan untuk TV digital teresterial adalah spektrum frekuensi radio yang bernilai tinggi karena merupakan optimasi antara kebutuhan cakupan (propagasi) dan bandwidth. Dalam gambar 1.2 dibawah ini dijelaskan perencanaan spektrum frekuensi sebelum terjadinya migrasi dari TV analog ke TV digital maupun setelah terjadinya migrasi. Gambar 1.2 Perencanaan Frekuensi di Indonesia setelah ASO[3] Dengan adanya teknologi penyiaran digital yang didukung oleh kemampuan cakupan propagasi dan bandwidth yang bagus di band UHF diharapkan akan menjadikan biaya investasi yang dikeluarkan akan menjadi semakin efesien. Disamping itu dengan adanya fitur SFN (Single Frekuensi Network) yang memungkinkan sebuah operator memperluas area cakupannya dengan memasang sejumlah stasiun pemancar yang tersebar pada wilayah layanan yang luas. Namun semuanya beroperasi pada kanal frekuensi yang sama, sehingga dapat meningkatkan cakupan pelanggannya tanpa memerlukan lebih dari satu kanal. 3

Dengan demikian dengan adanya sistem penyiaran televisi digital akan banyak memberikan keuntungan bagi pemerintah sebagai regulator kerena pemanfaatan spektrum frekuensi bisa efektif dan efesien. Dengan konsep sistem penyiaran digital dimana satu kanal frekuensi TV dapat menyalurkan 4-6 program siaran, maka dapat berbagi (sharing) kanal ferkuensi antara penyelenggara TV[2]. Pemerintah dalam rencananya akan merubah model bisnis penyelenggaraan penyiaran digital dengan memisahkan antara penyelenggara program (content provider) dan penyelenggara jaringan (network provider) yang selama ini belum diterapkan pada sistem perizinan penyiaran analog. Dengan demikian dengan adanya proses migrasi dari analog ke digital diperlukan adanya model baru perhitungan Biaya Hak Penggunaan (BHP) Frekuensi pada TV siaran digital. Di Indonesia sesuai ketentuan Peraturan Perundang Undangan dan Peraturan Pemerintah, setiap pengguna frekuensi radio diwajibkan membayar Biaya Hak Penggunaan Frekuensi termasuk untuk penyelanggara TV siaran. Pemerintah sebagai regulator yang mengatur penggunaan spektrum frekuensi (spectrum management) harus didukung oleh dana yang memadai di dalam melaksanakan seluruh kegiatannya. Penerapan BHP frekuensi radio dengan tujuan menutupi biaya manajemen spektrum merupakan suatu metoda untuk mendistnbusikan biaya manajemen spektrum kepada pihak yang sebenarnya menerima manfaat dari penggunaan spektrum[4]. Pada saat ini BHP untuk penyelenggara TV siaran Analog menggunakan model yang mengacu pada PP No 7 Tahun 2009 Tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Depkominfo. Dengan adanya perubahan Model bisnis di industri TV penyiaran maka BHP akan dibebankan kepada Operator Multiplex sehingga diperlukan model BHP baru. Disamping itu ada beberapa hal yang perlu dikritisi terkait dengan formula yang diterapkan pada saat ini, diantaranya adalah formula belum memperhatikan faktor jumlah populasi dan kondisi ekonomi di wilayah layanan TV. 4

Dengan demikian adanya model baru BHP televisi digital dimasa mendatang akan memperhatikan faktor faktor kondisi ekonomi di wilayah layanan dan cakupan populasi penduduk. 1.2. Perumusan Permasalahan Model BHP frekuensi eksisting dalam perhitungannya masih menggunakan basis lokasi pemancar dan daya pancarannya. Sehingga BHP yang dikenakan antara wilayah layanan kurang adil, karena tidak memperhatikan faktor cakupan populasi dan kondisi ekonomi di wilayah layanan siaran. Kekurangan penggunaan Cakupan daya pancar adalah tidak mencerminkan cakupan populasi, dengan daya pancar yang sama belum tentu mempunyai cakupan populasi yang sama. Populasi adalah faktor penting dalam dunia penyiaran karena menyangkut potensi pemirsa TV dan berpengaruh pada pendapatan iklan. Demikian juga dengan faktor kondisi ekonomi di wilayah layanan siaran antara daerah ekonomi yang maju dengan kurang maju perlu ada perbedaan dalam pembayaran BHP frekuensi. Sehingga dengan merivisi model BHP eksisiting dengan menambahkan faktor populasi dan kondisi ekonomi wilayah layanan diharapkan akan memberi keadilan dalam pembayaraan BHP frekuensi siaran TV. Dengan adanya migrasi dari TV analog ke TV digital maka secara teknoekonomis akan memberikan keuntungan kepada pemerintah dan masyarakat. Indonesia akan diprediksikan akan menyelenggarakan sistem TV digital teresterial tetap secara penuh pada tahun 2015[2]. Maka peristiwa tersebut menjadi momentum untuk membuat model BHP baru sekaligus merivisi model BHP eksisting. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk memodelkan BHP baru yang dengan menjadikan momentum adanya migrasi sistem TV analog ke TV digital. Sekaligus merivisi model BHP TV siaran eksisting yang kurang adil dengan memperhatikan faktor populasi dan kondisi ekonomi di wilayah layanan. 5

1.4. Pembatasan Masalah Dalam penulisan penelitian ini, penulis memberikan batasan masalah agar pembahasan tidak terlalu meluas. Berikut adalah batasan-batasan yang diberikan oleh penulis: a. Penelitian dikhususkan pada perhitungan Biaya Spektrum pada Layanan TV siaran bukan pada layanan yang lain seperti telekomunikasi seluler dll. b. Penelitian dikhususkan pada perhitungan Biaya BHP Televisi Digital Teresterial Tetap (Free To Air) pada Lembaga Penyiaran Swasta setelah adanya (Analog Swicth off) di Indonesia yang akan direncanakan terjadi pada tahun 2014-2018. c. Simulasi perhitungan BHP TV siaran digital didasarkan Wilayah layanan sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan No 76 Tahun 2003 Tentang Masterplan TV Penyelanggaraan TV siaran di Indonesia dengan membandingkan beberapa wilayah layanan d. Simulasi perhitungan menggunakan asumsi bahwa seluruh TV house hold sudah mempunyai setup box setelah adanya migrasi penuh setelah tahun 2015, sehingga tidak lagi memperhitungkan faktor penetrasi setup box di Indonesia. 1.5. Sistematika Penulisan Pada penulisan tesis ini dibagi dalam empat (5) tahapan penulisan yaitu Bab 1. Pendahuluan Menjelaskan tentang latar belakang, rumusan permasalahan, batasan masalah, maksud dan tujuan, dan sistematika penulisan. Bab 2. Kondisi Penyiaran,Teknologi TV digital dan Regulasi BHP Frekuensi Menjelaskan tentang kondisi dan regulasi penyiaran di Indonesia, penerapan teknologi penyiaran digital dan regulasi BHP Frekuensi di Indonesia 6

Bab 3. Biaya Spektrum Menjelaskan Prinsip Biaya Sepktrum, metode untuk menghitung biaya spektrum dan contoh di beberapa negara Bab 4. Model Perhitungan BHP Penyiaran Digital di Indonesia Dalam bab ini akan diuraikan mengenai usulan model perhitungan BHP frekuensi yang akan digunakan di Indonesia dan melakukan simulasi perhitungan di beberapa wilayah layanan Bab 5. Kesimpulan 7