TINJAUAN TERHADAP PERHITUNGAN BIAYA HAK PENGGUNAAN FREKUENSI RADIO UNTUK TELEVISI DIGITAL TERESTRIAL DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN TERHADAP PERHITUNGAN BIAYA HAK PENGGUNAAN FREKUENSI RADIO UNTUK TELEVISI DIGITAL TERESTRIAL DI INDONESIA"

Transkripsi

1 TINJAUAN TERHADAP PERHITUNGAN BIAYA HAK PENGGUNAAN FREKUENSI RADIO UNTUK TELEVISI DIGITAL TERESTRIAL DI INDONESIA Daniel PH Computer Engineering Department, Faculty of Engineering, Binus University Jl. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta Barat ABSTRACT TV broadcast system are now starting to migrate from analogue broadcasting system to a digital one. Indonesia is planning to fully migrate in the year For the government as a regulator, the application of digital broadcast system will improve the efficiency of the use of the frequency spectrum since an analog broadcast channel is able to distribute four to six digital broadcast programs. This can increase the number of new program providers which will also increase government revenues in the form of Frequency Usage Fee. In this paper, a model calculation of Frequency Usage Fee set out in PP No.76 Year 2010 is reviewed. Benchmarking against other countries is also conducted. The results of this paper is an input to determine the Frequency Usage Fee model particularly for digital terrestrial television by considering the effectiveness and sustainability of the use of frequency spectrum. Keywords: spectrum, Frequency Usage Fee, TV, digital broadcasting ABSTRAK Dunia televisi siaran saat ini mulai bermigrasi dari sistem siaran analog ke sistem siaran digital. Indonesia berencana melakukan migrasi ini secara penuh di tahun Bagi pemerintah sebagai regulator, penerapan sistem siaran digital akan meningkatkan efisiensi penggunaan spektrum frekuensi di mana satu kanal siaran analog dapat menyalurkan empat hingga enam program siaran digital. Hal ini dapat meningkatkan jumlah penyelenggara siaran baru yang juga akan meningkatkan penerimaan negara dalam bentuk Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi. Pada tulisan ini, model perhitungan biaya hak penggunaan frekuensi yang diatur dalam PP No. 76 Tahun 2010 akan ditinjau. Dilakukan pula benchmarking terhadap beberapa negara lainnya. Hasil dari tulisan ini adalah sebuah masukan untuk menentukan model biaya hak penggunaan frekuensi khususnya untuk televisi siaran digital dengan mempertimbangkan keefektifan dan keberlanjutan penggunaan spektrum frekuensi. Kata kunci: spektrum, biaya hak penggunaan, TV, siaran digital 140 Jurnal Teknik Komputer Vol. 20 No.2 Agustus 2012:

2 PENDAHULUAN Perubahan dari sistem penyiaran analog ke sistem penyiaran digital merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Banyak negara sudah bersepakat untuk menghentikan semua penyiaran analog dan menggantikannya ke digital. Kondisi ini dikenal dengan istilah Analog Switched Off (ASO). Amerika, Jepang dan Eropa sudah memulai proses migrasi ke penyiaran digital sejak beberapa tahun yang lalu. Amerika bahkan telah memutuskan untuk menghentikan penyiaran televisi analognya secara total (cut-off) di tahun Bahkan di Asia, Singapura meluncurkan teknologi ini di tahun 2004 dan Malaysia sudah mengoperasikannya di tahun 2006 (Depkominfo, 2009). Pemerintah dalam rencananya mengimplementasikan teknologi ini, harus merubah model bisnis penyelenggaraan penyiaran digital dengan memisahkan antara penyelenggara program (content provider) dan penyelenggara jaringan (network provider) yang selama ini belum diterapkan pada sistem perizinan penyiaran analog. Dengan adanya perubahan model bisnis ini, BHP akan dibebankan kepada operator multiplex. Perubahan yang terjadi sehubungan dengan migrasi teknologi ini perlu dicemati dan dikritisi khususnya terhadap model Biaya Hak Penggunaan frekuensi yang berlaku saat ini di mana model BHP yang ada adalah model BHP yang ditujukan untuk penyelenggaraan siaran analog yang modelnya mengacu pada PP No. 76 tahun 2010 mengenai Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 2009 mengenai Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Komunikasi Dan Informatika. Tinjauan terhadap model BHP yang ada saat ini dipandang perlu karena adanya perubahan-perubahan yang terjadi sebagai imbas perubahan teknologi dan perlunya masukan untuk dapat membuat model BHP yang mempertimbangkan keefektifan dan keberlanjutan penggunaan spektrum frekuensi. METODE Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dimana pada penelitian ini akan dilakukan investigasi terhadap perhitungan BHP frekuensi radio yang ada di Indonesia. Dari investigasi ini akan didapatkan parameter - parameter yang terkait dengan perhitungan BHP. Setelah mengetahui parameter parameter terkait maka dilakukan pula investigasi mengenai pembiayaan spektrum yang ada di dunia dengan melihat beberapa contoh pembiayaan spektrum dari beberapa negara. Parameter parameter terkait perhitungan BHP baik yang ada di Indonesia ataupun yang ada di dunia untuk kemudian secara kualitatif ditinjau satu persatu untuk melihat parameter mana yang akan mendukung penggunaan spektrum sebagai sumber daya yang langka. Hasil dari peninjauan ini kemudian akan dibandingkan dengan perhitungan yang ada di Indonesia dan selanjutnya parameter parameter yang belum masuk di dalam perhitungan akan dijadikan masukan untuk dijadikan formulasi baru dalam perhitungan BHP frekuensi yang mendukung penggunaan frekuensi sebagai sumber daya yang langka. HASIL DAN PEMBAHASAN Investigasi Perhitungan BHP Frekuensi Radio di Indonesia PP No. 76 Tahun 2010 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No.7 tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Tinjauan terhadap Perhitungan (Daniel Ph) 141

3 Departemen Komunikasi dan Informasi, menyatakan sebagai berikut (Departemen Komunikasi dan Informasi, 2010): Biaya Hak Penggunaa Spektrum Frekuensi Radio terdiri atas: (a) biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio untuk Izin Stasiun Radio; dan (b) biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio untuk Izin Pita Spektrum Frekuensi Radio. Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio untuk Izin Pita Spektrum Frekuensi Radio ditetapkan melalui: (a) mekanisme seleksi dengan memperhatikan kewajaran dan kemampuan daya beli masyarakat; atau (b) mekanisme penghitungan dengan menggunakan formula. Biaya Hak Penggunaan Izin Pita Spektrum Frekuensi Radio yang ditetapkan melalui mekanisme seleksi terdiri atas: (a) biaya Izin Awal; dan (b) biaya Izin Pita Spektrum Frekuensi Radio tahunan. Biaya Izin Awal dan biaya Izin Pita Spektrum Frekuensi Radio tahunan sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika berdasarkan hasil seleksi. Biaya Hak Penggunaan Izin Pita Spektrum Frekuensi Radio yang ditetapkan melalui mekanisme penghitungan dengan menggunakan formula adalah berupa biaya Izin Pita Spektrum Frekuensi Radio tahunan. Biaya Hak Penggunaan Izin Pita Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud berlaku bagi penggunaan: (a) pita frekuensi radio 800 MHz untuk penyelenggaraan jaringan bergerak seluler dan penyelenggaraan jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas pada rentang frekuensi radio 824 MHz 845 MHz berpasangan dengan 869 MHz 890 MHz; (b) pita frekuensi radio 900 MHz untuk penyelenggaraan jaringan bergerak seluler pada rentang frekuensi radio 890 MHz 915 MHz berpasangan dengan 935 MHz 960 MHz; dan (3) pita frekuensi radio 1800 MHz untuk penyelenggaraan jaringan bergerak seluler pada rentang frekuensi radio 1710 MHz 1785 MHz berpasangan dengan 1805 MHz 1880 MHz. Biaya Hak Penggunaan Izin Pita Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dihitung dengan formula: N adalah Faktor normalisasi untuk menjaga kestabilan penerimaan Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Biaya Hak Penggunaan spektrum frekuensi radio, yaitu dengan menggunakan nilai Indeks Harga Konsumen (IHK) yang ditetapkan oleh lembaga pemerintah non kementerian yang membidangi urusan pemerintahan di bidang statistik. Nilai IHK yang digunakan adalah perbandingan antara nilai IHK pada bulan ditetapkannya Izin Pita Spektrum Frekuensi Radio periode satu tahun sebelumnya dengan nilai IHK pada bulan ditetapkannya Izin Pita Spektrum Frekuensi Radio periode dua tahun sebelumnya. Dalam hal terdapat kebijakan perubahan target penerimaan Penerimaan Negara Bukan Pajak, nilai N dapat disesuaikan. K adalah Faktor penyesuaian pada tiap pita frekuensi radio yang dihitung dengan mempertimbangkan nilai ekonomi dari pita frekuensi radio dimaksud, yaitu berdasarkan jenis layanan dan manfaat yang diperoleh. I adalah Indeks Harga Dasar Pita Frekuensi Radio sesuai dengan karakteristik propagasi frekuensi radio (Rupiah/MHz). Indeks Harga Dasar Pita Frekuensi Radio ini menunjukkan nilai 142 Jurnal Teknik Komputer Vol. 20 No.2 Agustus 2012:

4 kelangkaan dari spektrum frekuensi radio, di mana semakin rendah pita frekuensi radio maka nilai Rupiah/MHz nya akan semakin tinggi dibandingkan dengan pita frekuensi radio yang lebih tinggi karena pita frekuensi radio yang lebih rendah memiliki karakteristik propagasi yang lebih baik. C adalah konstanta yang merepresentasikan jumlah total populasi penduduk dalam suatu wilayah layanan sesuai dengan izin pita spektrum frekuensi radio yang dialokasikan. Satuan C adalah kilopopulasi (per-1000 dalam populasi). Data jumlah populasi yang digunakan adalah data jumlah populasi 1 (satu) tahun sebelumnya. C ontohnya, untuk perhitungan Biaya Hak Penggunaan Izin Pita Spektrum Frekuensi Radio tahun 2010, maka data jumlah populasi yang digunakan adalah data tahun B adalah Besarnya lebar pita frekuensi radio yang dialokasikan sesuai Izin Pita Spektrum Frekuensi Radio yang ditetapkan, termasuk memperhitungkan lebar pita yang tidak dapat digunakan oleh pengguna lain (guardband). Satuan B adalah MHz. Penghitungan Biaya Hak Penggunaan Izin Pita Spektrum Frekuensi Radio bagi penggunaan pita frekuensi radio dengan menggunakan formula diberlakukan secara bertahap dalam jangka waktu lima tahun terhitung sejak tanggal 15 Desember Pentahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk tahun kesatu sampai dengan tahun kelima menggunakan penghitungan: Tahun ke-1 Y1 = X + ((20% x Δ) Z) Tahun ke-2 Y2 = X + (40% x Δ) Tahun ke-3 Y3 = X + (60% x Δ) Tahun ke-4 Y4 = X + (80% x Δ) Tahun ke-5 Y5 = X + (100% x Δ) di mana: Yn = Besaran Biaya Hak Penggunaan Izin Pita Spektrum Frekuensi Radio yang harus dibayarkan pada tahun ke-n. X = Biaya Hak Penggunaan Izin Stasiun Radio masing-masing penyelenggara jaringan bergerak seluler dan penyelenggara jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas yang tertagih pada periode 1 Januari 2009 sampai dengan 31 Desember Δ = [(N x K) x I x C x B] X Nilai (N x K) adalah besaran N dan K yang merupakan satu kesatuan. Pada tahun kedua sampai dengan tahun kelima pemberlakuan Biaya Hak Penggunaan Izin Pita Spektrum Frekuensi Radio besaran N dan K yang merupakan satu kesatuan tersebut akan dilakukan penyesuaian dengan menggunakan nilai IHK tiap tahunnya demi menjaga kestabilan nilainya dari tahun ke tahun, serta apabila diperlukan dapat juga disesuaikan jika terdapat kebijakan perubahan target penerimaan Penerimaan Negara Bukan Pajak. Di samping itu, Nilai C akan dilakukan penyesuaian setiap tahunnya berdasarkan data yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah non kementerian yang membidangi urusan pemerintahan di bidang statistik. Z = Faktor pengurang terhadap Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio untuk Izin Pita Spektrum Frekuensi Radio tahun pertama yang dihitung berdasarkan selisih antara besaran Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio untuk Izin Stasiun Radio yang telah dibayar untuk 365 hari terhitung sejak tanggal penerbitan atau perpanjangan Izin Stasiun Radio dan besaran Tinjauan terhadap Perhitungan (Daniel Ph) 143

5 Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio untuk Izin Stasiun Radio yang telah dibayar untuk jumlah hari tertentu terhitung sejak tanggal penerbitan atau perpanjangan Izin Stasiun Radio sampai dengan tanggal berlakunya Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio untuk Izin Pita Spektrum Frekuensi Radio. Investigasi Pembiayaan Spektrum Secara umum, peran harga di pasar adalah untuk memandu pengguna dalam membuat keputusan untuk menggunakan sumber daya spektrum dengan lebih efisien. Oleh karena itu pendekatan untuk harga harus mencerminkan kelangkaan bukan hanya pemberian insentif terhadap penggunaan spektrum yang efisien. Adalah penting untuk kita memutuskan bahwa disamping mencapai apa yang menjadi tujuan-tujuan kita, kebijakan harga harus bisa dicapai terlebih dahulu. Tujuan-tujuan yang ingin kita capai adalah kombinasi dari prinsip-prinsip berikut ini (Kemkominfo, Maret 2010): (1) untuk mempromosikan efisiensi penggunaan sumber daya spektrum radio yang langka, di mana promosi ini berfungsi sebagai alat untuk memastikan bahwa mereka yang menggunakan spektrum tidak memperoleh lebih dari yang mereka perlukan dalam menyediakan layanan; (2) untuk memudahkan akses ke spektrum radio khususnya untuk teknologi dan layanan yang inovatif. Memberikan insentif untuk pindah ke band-band alternatif saat diperlukan. Ada enam metode pembiayaan berdasarkan International Spectrum Management (n.d.), yaitu: (1) administrative incentive pricing (AIP) biaya ini secara sederhana dapat berupa biaya yang digunakan untuk mengembalikan biaya manajemen spektrum. Atau sebaliknya, dapat dijadikan harga yang berbasis insentif yang dapat mendorong penggunaan spektrum secara efisien. Salah satu cara untuk melakukan hal ini adalah dengan menetapkan biaya sama dengan perkiraan harga spektrum dipasaran. Harga yang telah dipatok oleh pemerintah ini mencerminkan kesempatan untuk mendorong efisiensi penggunaan spektrum yang langka. Salah satu metode dominan dalam kategori ini adalah komparatif seleksi. Dengan cara ini, dapat dipastikan spektrum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pengguna yang mendapat skor tertinggi dalam seleksi tersebut; (2) market-based prices. Harga juga dapat ditemukan melalui transaksi pasar otentik seperti lelang atau perdagangan sekunder. Konsep yang mendasari harga spektrum adalah bahwa harga harus didasarkan pada jumlah spektrum yang digunakan dan pada nilai dari spektrum terhadap penggunanya. Sebuah harga pasar adalah kriteria pembayaran yang adil untuk penggunaan sumber daya yang langka. Harga yang tepat dan adanya kewajiban-kewajiban juga akan mendorong investasi teknologi spektrum yang lebih efisien; (3) determination of annual spectrum usage charges. Beberapa metode umum yang digunakan untuk menentukan biaya tahunan adalah spectrum biaya berdasarkan penghasilan bruto pengguna. Biaya dapat diisi berdasarkan persentase dari penghasilan bruto perusahaan. Nilai bruto pendapatan yang digunakan dalam perhitungan biaya harus secara langsung berkaitan dengan perusahaan pengguna spektrum. Hal ini bertujuan untuk menghindari kesulitan dalam proses akuntansi dan audit. Hal ini sederhana untuk dihitung tetapi tidak mempromosikan efisiensi spektrum jika pendapatan tidak sebanding dengan jumlah spektrum yang digunakan; (4) incentive spectrum fees. Metode ini mencoba menggunakan biaya spektrum untuk mencapai tujuan manajemen spektrum dengan cara memberikan insentif untuk penggunaan spektrum yang efisien. Kewajiban pembiayaan tidak tergantung pada pembatasan biaya spektrum tetapi struktur biaya diperoleh dengan cara mendekati nilai pasar dari spektrum. Tujuan keseluruhan dari biaya insentif adalah untuk mendorong penggunaan spektrum yang lebih efisien, dengan maksud membawa permintaan spektrum kepada keseimbangan dengan pasokannya dengan mendorong pengguna untuk beralih ke peralatan yang lebih efisien dan menyerahkan kembali spektrum yang mereka tidak perlu dan pindah ke bagian yang kurang padat dari spektrum; (5) opportunity cost fees biaya kesempatan mencoba untuk mensimulasikan nilai pasar dari spektrum. Proses ini mungkin memerlukan analisis keuangan, estimasi studi permintaan atau pasar untuk mencapai penilaian dan kecukupan keahlian; (6) 144 Jurnal Teknik Komputer Vol. 20 No.2 Agustus 2012:

6 charges based on cost recovery. Dalam hal pembiayaan berbasis pemulihan biaya, biaya tergantung pada biaya yang dikeluarkan oleh pihak otoritas pemberi lisensi dari jaringan/ jasa yang bersangkutan dan manajemen terkait dari spektrum radio. Akan ada biaya tambahan tidak langsung seperti kegiatan internasional atau bekerja bebas pada lisensi layanan yang tidak dapat langsung dihubungkan ke layanan yang berlisensi. Spektrum biaya penggunaan tahunan di banyak negara lain, selain biaya dimuka, ada biaya tahunan penggunaan spektrum yang ditentukan secara administratif atau melalui lelang. Contoh Pembiayaan Spektrum di Negara Lain China Menurut China Radio Regulatory Department, biaya yang dibutuhkan untuk fasilitas pengelolaan spektrum adalah bagian yang cukup besar dalam biaya lisensi pada tahun Pengeluaran ini meningkatkan biaya pengelolaan spektrum dan telah membebani penyebaran layanan radio. Pada tahun 1998, mekanisme biaya disesuaikan guna membuat formula biaya yang sederhana dan menghindari ambiguitas serta mengurangi biaya penggunaan spektrum. Penggunaan Biaya spektrum di China tidak hanya dianggap sebagai sumber pendapatan, tetapi juga sarana yang efektif untuk meningkatkan efisiensi spektrum manajemen. Faktor-faktor yang dipertimbangkan sewaktu menetapkan tingkat biaya: (1) bandwidth yang digunakan, yaitu mengatur tingkat biaya sesuai dengan jumlah spektrum yang digunakan akan mengurangi penimbunan spectrum; (2) coverage area, yaitu cakupan area layanan (kota, provinsi atau lebih dari satu provinsi). Untuk setiap jenis cakupan area ada perbedaan tingkat biaya; (3) frekuensi. Untuk pelayanan yang sama, biaya yang dikenakan berbeda-beda, tergantung pada frekuensi. Sebagai contoh, biaya per MHz untuk operasi stasiun microwave di atas 10 GHz setengah dari stasiun yang beroperasi di bawah 10 GHz. Dengan demikian, struktur biaya layanan mendorong operator untuk memperkenalkan layanan-layanan baru pada bagian kurang padat dari spektrum. Eropa Pada beberapa negara di Eropa, biaya spektrum didefinisikan sebagai biaya yang dapat diterapkan sebagai tambahan, atau penggantian biaya administrasi untuk memastikan penggunaan spektrum yang optimal tetapi pada beberapa negara lainnya memasukkan beberapa faktor dalam pembiayaan spektrumnya seperti: jumlah transmiter, besar daya, besar area layanan, banyaknya populasi yang dilayani (Electronic Communications Committee (ECC), 2006). Australia ACMA (Australia Comunication Media Authority) sebagai regulator Telekomunikasi dan Penyiaran di Australia dalam menentukan biaya spektrum termasuk layanan penyiaran (broadcasting) dengan mempertimbangkan faktor faktor berikut ini: (1) bandwidth jumlah lebar pita yang ditetapkan untuk menghalangi pemakaian oleh pengguna lain; (2) power daya yang digunakan; (3) adjustment factor nilai yang merefleksikan pada kasus tertentu apakah sebuah layanan mempunyai permintaan yang tinggi contoh untuk mobile spectrum; (4) geographic weighting terdapat 55 kombinasi spektrum dan lokasi geografi yang sudah di tetapkan masingmasing bobotnya. Kombinasi merefleksikan kepadatan layanan dan permintaan terhadap spektrum di frekuensi dan lokasi geografi yang berbeda; (5) normalisasi konstan parameter yang digunakan untuk menyesuaikan nilai uang setiap tahunnya yang disebabkan oleh faktor Inflasi tahunan, basis data berasal dari nilai C PI (Consumer Price Index). Nilai ini akan ditentukan setiap tahunnya oleh ACMA. Tinjauan terhadap Perhitungan (Daniel Ph) 145

7 Hongkong Hongkong dalam Telecomunication Regulation Act menentukan harga spektrum yang digunakan oleh Operator Multiplex yang menyalurkan kanal frekuensi untuk TV Siaran dengan menggunaakan formula harga tetap sebesar $50/kHz. Pakistan Pakistan melalui Pakistan Telecomunication Autorithy (PTA) (2010) dalam menentukan biaya spektrum menggunakan formula sebagai berikut: (Annual Fee for TV Broadcasting = Basic Fee TV (Service Factor + Freq Factor + Power Factor) di mana power factor sama dengan Effective Radiated Power (ERP) in dbw; service factor adalah bobot yang diberikan untuk broadcast service factor di mana diberikan service factor yang rendah kepada TV digital dibandingkan TV analog guna mendorong operator pindah dari analog ke digital; frequency factor sama dengan number of Unit Frequencies, di mana dibedakan antara audio dan televisi. Dengan melihat metode pembiayaan spektrum yang direkomendasikan oleh ITU dan aplikasi pembiayaan spektrum di beberapa negara, ada beberapa yang menjadi fokus dalam model perhitungan BHP frekuensi radio, yaitu: (1) faktor kelangkaan spectrum; (2) bandwidth, power,cakupan populasi, band frekuensi, jumlah transmiter, jumlah kanal, lokasi geografi; (3) faktor pemakaian frekeunsi di band tertentu (VHF, UHF); (4) pembagian wilayah yang menunjukan perbedaaan jumlah kepadatan layanan dan populasi; (5) pemulihan biaya manajemen spektrum yang dikeluarkan oleh pihak pemberi lisensi. Tinjauan terhadap Parameter Perhitungan BHP Berikut ini adalah tinjauan terhadap beberapa parameter yang dimasukkan ke dalam perhitungan BHP di beberapa negara termasuk di Indonesia: (1) bandwidth penggunaan bandwidth menghalangi pengguna frekuensi yang lain untuk menggunakan frekuensi, ini juga mendorong penggunaan bandwidth secara efesien; (2) harga frekuensi parameter ini digunakan untuk untuk menilai harga dari sebuah frekuensi yang dibandingkan dengan faktor kelangkaannya, apakah sebuah layanan memakai band tertentu contoh: VHF, UHF, dll; (3) cakupan populasi penduduk parameter digunakan untuk mengetahui kepadatan jumlah penduduk (potensi pemirsa) dalam sebuah wilayah layanan, cakupan populasi berpengaruh terhadap potensi pendapatan iklan dari sebuah broadcaster TV; (4) kondisi ekonomi nilai ini untuk menyesuaikan kondisi ekonomi di wilayah layanan setiap tahunnya. Parameter ini juga dapat digunakan menyesuaikan nilai frekuensi yang akan mengikuti nilai inflasi setiap tahunnya; (5) daya pancar atau power daya pancar tidak mencerminkan cakupan potensi pemirsa atau cakupan populasi. Dengan Power yang sama cakupan populasinya bisa berbeda, sebagai contoh adalah lokasi yang padat penduduk dengan lokasi yang penduduknya sedikit walaupun menggunakan daya yang sama, cakupan potensi pemirsanya berbeda. Daya pancar lebih memperlihatkan kebijaksanaan dalam penggunaan teknologi. Penggunaan teknologi yang bijaksana akan turut serta dalam menjaga keberlangsungan perusahaan. Sebagai contoh: pemakaian daya yang besar untuk populasi atau potensi pemirsa yang kecil adalah sebuah kasus penggunaan teknologi yang tidak bijaksana dan bisa mengganggu keberlangsungan perusahaan; (6) jumlah transmiter biaya BHP akan dikenakan terhadap setiap pengguna yang telah mendapatkan Izin Stasiun Radio (ISR) yang mempunyai wilayah layanan tertentu. Sehingga tidak perlu lagi menghitung jumlah Transmiter yang digunakan. Kalaupun dalam satu wilayah layanan belum tercakup semua, dengan adanya teknologi SFN bisa mendirikan 146 Jurnal Teknik Komputer Vol. 20 No.2 Agustus 2012:

8 tower baru dengan menggunakan frekuensi sama dan tidak dikenakan biaya tambahan. Penggunaan transmiter yang efisien menggambarkan pemanfaatan teknologi yang optimal baik secara infrastruktur maupun pengetahuan pengguna teknologi; (7) jumlah kanal terkait teknologi yang digunakan oleh Operator Multiplex. Dalam teknologi MPEG 2 bisa disalurkan empat hingga enam saluran program siaran, sedangkan MPEG 4 bisa sampai 12 saluran program siaran. Dengan pemilihan teknologi kompresi yang baik maka akan memperlihatkan faktor kelangkaan dari spektrum. SIMPULAN Perhitungan BHP yang berlaku di Indonesia sesuai dengan PP No. 76 Tahun 2010 melibatkan beberapa parameter yang mengacu pada: nilai indeks harga konsumen, nilai ekonomis spektrum berdasarkan jenis layanan, nilai kelangkaan spektrum berdasarkan karakteristik propagasi spektrum frekuensi radio, populasi penduduk, dan bandwidth. Kelima parameter dalam perhitungan BHP frekuensi radio yang berlaku di Indonesia sangat memperlihatkan adanya usaha menjaga keberlangsungan pengguna teknologi dengan melihat cakupan populasi dan indeks harga konsumen dari daerah yang dilayani. Selain itu juga memperlihatkan faktor kelangkaan spektrum dengan meperhitungkan nilai ekonomis spektrum berdasarkan jenis layanan, karakteristik propagasi spektrum radio dan bandwidth yang digunakan. Pada perhitungan BHP tidak terlihat adanya usaha pemerintah untuk mengarahkan para pengguna teknologi menjadi pengguna yang bijaksana (mendukung pencapaian tujuan dari manajemen spektrum secara nasional). Hal ini terlihat dengan tidak dimasukkannya parameter berikut ini dalam perhitungan BHP frekuensi radio, yaitu: daya pancar, jumlah transmiter, dan jumlah kanal. ketiga parameter ini apabila dimasukkan ke dalam perhitungan BHP akan mendorong penggunaan spektrum yang lebih efisien sebagai bagian sumber daya yang terbatas dan juga turut menjaga keberlangsungan dari pengguna/pemanfaat teknologi. Diperlukan pemodelan perhitungan BHP yang lebih memperlihatkan manajemen spektrum yang berorientasi kepada kelangkaan spektrum dengan penggunaan daya pancar, jumlah transmiter dan jumlah kanal yang optimal. Dalam hubungannya dengan implementasi TV digital terestrial di Indonesia maka model perhitungan BHP yang dipakai dapat disamakan dengan model perhitungan BHP yang dipakai untuk industri telekomunikasi selular sehubungan dengan kesetaraan antara operator multipleksing yang ada di industri televisi digital dengan operator selular. DAFTAR PUSTAKA Australia Comunication Multimedia Authority. (2009). Opportunity Cost of Spectrum Frequency. Australia: Australia Comunication Multimedia Authority Depkominfo. (2009). Buku Putih Tentang Penyelanggaraan Televisi Digital Teresterial di Indonesia. Jakarta: Depkominfo. Tinjauan terhadap Perhitungan (Daniel Ph) 147

9 Depkominfo. (2010). Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 2010: Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 2009 Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku. Jakarta: Depkominfo. Electronic Communications Committee (ECC). (2006). Analysis of Responses on Fees for Broadcasting and Fees for Non-Commercial and Passive Services. Electronic Communications Committee (ECC) within The European Conference of Postal and Telecommunications Administrations (CEPT) Report 84. Copenhagen: Electronic Communications Committee. International Spectrum Management. (n.d.). Training Workshop on Designing National Frequency Allocation Tables and International Spectrum Regulations. International Spectrum Management. Kemkominfo. (2010). Menuju Sistem Penyiaran Digital di Indonesia. Jakarta: Kemkominfo. Pakistan Telecomunication Authority. (2010). Pakistan Spectrum Charge Cosultation. Pakistan: Pakistan Telecomunication Authority. Telecomunication Carier Regulation Hongkong. (n.d.). Telecomunication Regulation Act. Hongkong: Telecomunication Carier Regulation Hongkong. 148 Jurnal Teknik Komputer Vol. 20 No.2 Agustus 2012:

BAB III BIAYA SPEKTRUM

BAB III BIAYA SPEKTRUM BAB III BIAYA SPEKTRUM 3.1 Gambaran Umum Spektrum frekuensi radio adalah sumber daya alam yang terbatas yang dapat digunakan kembali (reuse). Penggunaan spektrum frekuensi harus dilakukan secara efisien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dari perkembangan siaran TV (Televisi) di Indonesia diperoleh bahwa TV merupakan suatu media informasi yang sangat strategis dan efektif bagi masyarakat untuk mendapatkan

Lebih terperinci

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal I Angka 1 Pasal 4 Cukup jelas. Angka 2...

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal I Angka 1 Pasal 4 Cukup jelas. Angka 2... PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5749 KEUANGAN. Pajak. PNBP. Kementerian Komunikasi dan Informatika. Jenis. Tarif. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 246).

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.246, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. Pajak. PNBP. Kementerian Komunikasi dan Informatika. Jenis. Tarif. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan spektrum frekuensi radio sebagai media transmisi tanpa kabel radio (wireless) akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pembangunan bidang komunikasi

Lebih terperinci

TEKNOLOGI & FREKUENSI PENYIARAN MUHAMMAD IRAWAN SAPUTRA, S.I.KOM., M.I.KOM

TEKNOLOGI & FREKUENSI PENYIARAN MUHAMMAD IRAWAN SAPUTRA, S.I.KOM., M.I.KOM TEKNOLOGI & FREKUENSI PENYIARAN MUHAMMAD IRAWAN SAPUTRA, S.I.KOM., M.I.KOM APA YANG TERJADI KETIKA FREKUENSI TIDAK DIATUR? Harmful interference audience Tayangan Lembaga Media ACUAN PENGATURAN FREKUENSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Saat ini dunia berada dalam era globalisasi informasi. Ramalan Marshall McLuhan pada tahun 1960-an bahwa kehidupan dunia akan merupakan suatu kehidupan desa yang mendunia

Lebih terperinci

TINJAUAN TERHADAP MODEL BISNIS PENYELENGGARAAN PENYIARAN TV DIGITAL

TINJAUAN TERHADAP MODEL BISNIS PENYELENGGARAAN PENYIARAN TV DIGITAL TINJAUAN TERHADAP MODEL BISNIS PENYELENGGARAAN PENYIARAN TV DIGITAL Daniel P. Hutabarat Jurusan Sistem Komputer, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Bina Nusantara, Jln. K.H. Syahdan No. 9, Kemanggisan,

Lebih terperinci

Perubahan lingkungan eksternal. 1. Pasar TV analog yang sudah jenuh. 2. Kompetisi dengan sistem penyiaran satelit dan kabel. Perkembangan teknologi

Perubahan lingkungan eksternal. 1. Pasar TV analog yang sudah jenuh. 2. Kompetisi dengan sistem penyiaran satelit dan kabel. Perkembangan teknologi Televisi digital atau penyiaran digital adalah jenis televisi yang menggunakan modulasi digital dan sistem kompresi untuk menyiarkan sinyal video, audio, dan data ke pesawat televisi. Alasan pengembangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN PITA FREKUENSI RADIO 800 MHz UNTUK KEPERLUAN PENYELENGGARAAN JARINGAN BERGERAK SELULER DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 01/PER/M.KOMINFO/1/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 01/PER/M.KOMINFO/1/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 01/PER/M.KOMINFO/1/2006 TENTANG PENATAAN PITA FREKUENSI RADIO 2.1 GHz UNTUK PENYELENGGARAAN JARINGAN BERGERAK SELULER IMT-2000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.773, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Penggunaan Pita Spektrum. Frekuensi. Radio Ultra High Frequency. Transisi. Televisi. Digital Terestrial. PERATURAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.682, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Pita Spektrum. Frekuensi Radio. Transisi. Televisi. Digital Terestrial. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1282, 2014 KEMENKOMINFO. Pita Frekuensi Radio. 800 MHz. Jaringan Bergerak Seluler. Penataan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spektrum frekuensi merupakan salah satu sumber daya yang terbatas, sangat vital dan merupakan aset nasional yang memerlukan kehati-hatian dalam mengaturnya. Kemajuan

Lebih terperinci

BAB II SISTEM SIARAN TV DIGITAL TERESTRIAL 2.1 MODEL BISNIS SISTEM SIARAN TV DIGITAL TERESTRIAL

BAB II SISTEM SIARAN TV DIGITAL TERESTRIAL 2.1 MODEL BISNIS SISTEM SIARAN TV DIGITAL TERESTRIAL BAB II SISTEM SIARAN TV DIGITAL TERESTRIAL 2.1 MODEL BISNIS SISTEM SIARAN TV DIGITAL TERESTRIAL Penyiaran televisi digital terestrial secara umum didefinisikan sebagai pengambilan atau penyimpanan gambar

Lebih terperinci

LOGO. NATIONAL BROADBAND ECONOMY Strategi: Teknologi, Regulasi dan Pendanaan

LOGO. NATIONAL BROADBAND ECONOMY Strategi: Teknologi, Regulasi dan Pendanaan LOGO NATIONAL BROADBAND ECONOMY Strategi: Teknologi, Regulasi dan Pendanaan DR. MUHAMMAD BUDI SETIAWAN, M.ENG Direktur Jenderal SDPPI Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia Jakarta, 11 December

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan teknologi telekomunikasi nirkabel (wireless) sangat pesat sekali, khususnya teknologi informasi dan Internet. Teknologi seluler berkembang dari

Lebih terperinci

DAFTAR INFORMASI PUBLIK INFORMASI YANG WAJIB TERSEDIA SETIAP SAAT PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TAHUN 2012 UNIT YANG MENGUASAI

DAFTAR INFORMASI PUBLIK INFORMASI YANG WAJIB TERSEDIA SETIAP SAAT PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TAHUN 2012 UNIT YANG MENGUASAI KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI PEJABAT PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI Jl. Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta 10110., Telp/Fax.: (021) 3452841; E-mail : pelayanan@mail.kominfo.go.id DAFTAR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.747, 2011 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Televisi Digital Terestrial. Penyelenggaraan.

BERITA NEGARA. No.747, 2011 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Televisi Digital Terestrial. Penyelenggaraan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.747, 2011 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Televisi Digital Terestrial. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR: 02/PER/M.KOMINFO/1/2006 TENTANG

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR: 02/PER/M.KOMINFO/1/2006 TENTANG MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR: 02/PER/M.KOMINFO/1/2006 TENTANG SELEKSI PENYELENGGARA JARINGAN BERGERAK SELULER IMT-2000 PADA PITA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 181/KEP/M.KOMINFO/12/ 2006 T E N T A N G

KEPUTUSAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 181/KEP/M.KOMINFO/12/ 2006 T E N T A N G KEPUTUSAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 181/KEP/M.KOMINFO/12/ 2006 T E N T A N G PENGALOKASIAN KANAL PADA PITA FREKUENSI RADIO 800 MHZ UNTUK PENYELENGGARAAN JARINGAN TETAP LOKAL TANPA KABEL

Lebih terperinci

KAJIAN TARIF BIAYA HAK PENGGUNAAN (BHP) FREKUENSI PADA SISTEM SELULAR (CDMA)

KAJIAN TARIF BIAYA HAK PENGGUNAAN (BHP) FREKUENSI PADA SISTEM SELULAR (CDMA) 50 Dielektrika, ISSN 2086-9487 Vol. 3, No. 1 : 50-55, Pebruari 2014 KAJIAN TARIF BIAYA HAK PENGGUNAAN (BHP) FREKUENSI PADA SISTEM SELULAR (CDMA) Ni Ny. Novita S.1 1, Sudi M. Al Sasongko2 1, Abddullah Zainuddin3

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2005 TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.246, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. Pajak. PNBP. Kementerian Komunikasi dan Informatika. Jenis. Tarif. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 23/PER/M.KOMINFO/11/2011 TENTANG RENCANA INDUK (MASTERPLAN) FREKUENSI RADIO UNTUK KEPERLUAN TELEVISI SIARAN DIGITAL TERESTRIAL PADA

Lebih terperinci

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 09/PER/M.KOMINFO/1 /2009 TENTANG PENETAPAN PITA FREKUENSI RADIO UNTUK KEPERLUAN LAYANAN PITA LEBAR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2005 TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 25 TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2005 TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG PERENCANAAN PENGGUNAAN PITA FREKUENSI RADIO MICROWAVE LINK TITIK KE TITIK (POINT-TO-POINT) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

WHITE PAPER PENERAPAN BIAYA HAK PENGGUNAAN BERDASARKAN LEBAR PITA (BHP PITA) PADA PENYELENGGARA TELEKOMUNIKASI SELULER DAN FIXED WIRELESS ACCESS (FWA)

WHITE PAPER PENERAPAN BIAYA HAK PENGGUNAAN BERDASARKAN LEBAR PITA (BHP PITA) PADA PENYELENGGARA TELEKOMUNIKASI SELULER DAN FIXED WIRELESS ACCESS (FWA) WHITE PAPER PENERAPAN BIAYA HAK PENGGUNAAN BERDASARKAN LEBAR PITA (BHP PITA) PADA PENYELENGGARA TELEKOMUNIKASI SELULER DAN FIXED WIRELESS ACCESS (FWA) DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

Teknologi & frekuensi Penyiaran. Muhammad Irawan Saputra, S.I.Kom., M.I.Kom

Teknologi & frekuensi Penyiaran. Muhammad Irawan Saputra, S.I.Kom., M.I.Kom Teknologi & frekuensi Penyiaran Muhammad Irawan Saputra, S.I.Kom., M.I.Kom Apa yang terjadi ketika frekuensi tidak diatur? Harmful interference audience Tayangan Lembaga Media Acuan Pengaturan Frekuensi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

4.1 ALOKASI PITA FREKUENSI BWA UNTUK TEKNOLOGI WIMAX

4.1 ALOKASI PITA FREKUENSI BWA UNTUK TEKNOLOGI WIMAX 1. Keputusan Dirjen Postel No : 119/DIRJEN/2000 tentang penggunaan bersama (sharing) pada pita frekuensi 3.4-3.7 GHz oleh dinas tetap (WLL data) dan dinas tetap satelit. Di dalam keputusan ini belum ditetapkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN PITA FREKUENSI RADIO 800 MHz UNTUK KEPERLUAN PENYELENGGARAAN JARINGAN BERGERAK SELULER DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

INDEKS PERATURAN MENTERI KOMINFO TAHUN No. Permen Tentang Ket

INDEKS PERATURAN MENTERI KOMINFO TAHUN No. Permen Tentang Ket INDEKS PERATURAN MENTERI KOMINFO TAHUN 2009 No. Permen Tentang Ket 1. Permenkominfo No. 01/P/M.KOMINFO/01/2009 2. Permenkominfo No. 02/P/M.KOMINFO/01/2009 3. Permenkominfo No. 03/P/M.KOMINFO/01/2009 4.

Lebih terperinci

DAFTAR INFORMASI PUBLIK INFORMASI YANG WAJIB TERSEDIA SETIAP SAAT PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI RI TAHUN 2013

DAFTAR INFORMASI PUBLIK INFORMASI YANG WAJIB TERSEDIA SETIAP SAAT PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI RI TAHUN 2013 DAFTAR INFORMASI PUBLIK INFORMASI YANG WAJIB TERSEDIA SETIAP SAAT PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI RI TAHUN 2013 1 2 3 4 Penyediaan Jasa Akses Internet Pada Wilayah Pelayanan Universal Telekomunikasi Internet

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2005 TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2014, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagamana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Inf

2014, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagamana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Inf BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1277, 2014 KEMENKOMINFO. Pita Frekuensi Radio. Layanan Pita Lebar Nirkabel. Perubahan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.702, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Penyiaran Multipleksing. Penyelenggaraan.

BERITA NEGARA. No.702, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Penyiaran Multipleksing. Penyelenggaraan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.702, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Penyiaran Multipleksing. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2005 TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2005 TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1351, 2014 KEMENKOMINFO. Frekuensi Radio. Telekomunikasi Khusus. Televisi. Ultra High Frequency. Rencana Induk. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG PERENCANAAN PENGGUNAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 01/PER/M.KOMINFO/1/2006 TENTANG

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA PERATURAN TENTANG MAHA ESA. non-teknis. Lembaran. Indonesia. Nomor 4252); Tambahan. Nomor 3981); Nomor 4485); Nomor 4566);

REPUBLIK INDONESIA PERATURAN TENTANG MAHA ESA. non-teknis. Lembaran. Indonesia. Nomor 4252); Tambahan. Nomor 3981); Nomor 4485); Nomor 4566); MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 27 /P/M.KOMINFO/8/2008 TENTANG UJI COBA LAPANGANN PENYELENGGARAAN SIARAN TELEVISI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR TAHUN 2013 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR TAHUN 2013 T E N T A N G DRAFT PERATURAN MENTERI PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR TAHUN 2013 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PENYIARAN TELEVISI SECARA DIGITAL DAN PENYIARAN MULTIPLEKSING MELALUI SISTEM TERESTRIAL

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PROSEDUR KOORDINASI ANTARA PENYELENGGARA SISTEM PERSONAL COMMUNICATION SYSTEM 1900 DENGAN PENYELENGGARA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 07/PER/M.KOMINFO/2/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 07/PER/M.KOMINFO/2/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 07/PER/M.KOMINFO/2/2006 TENTANG KETENTUAN PENGGUNAAN PITA FREKUENSI RADIO 2,1 GHz UNTUK PENYELENGGARAAN JARINGAN BERGERAK SELULER DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Kesiapan Lembaga Penyiaran Menyongsong Penerapan Kebijakan Penyiaran Digital

Kesiapan Lembaga Penyiaran Menyongsong Penerapan Kebijakan Penyiaran Digital Kesiapan Lembaga Penyiaran Menyongsong Penerapan Kebijakan Penyiaran Digital Suhariyanto Abstract : The phenomenon of digital broadcasting can no longer dammed, more and more institutions are asking permission

Lebih terperinci

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 07 /PER/M.KOMINFO/01/2009 TENTANG PENATAAN PITA FREKUENSI RADIO UNTUK KEPERLUAN LAYANAN PITA LEBAR

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SFN

BAB III PERANCANGAN SFN BAB III PERANCANGAN SFN 3.1 KARAKTERISTIK DASAR SFN Kemampuan dari COFDM untuk mengatasi interferensi multipath, memungkinkan teknologi DVB-T untuk mendistribusikan program ke seluruh transmitter dalam

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PERENCANAAN PENGGUNAAN PITA FREKUENSI RADIO UNTUK SISTEM KOMUNIKASI RADIO TITIK KE TITIK (POINT-TO-POINT)

Lebih terperinci

DAFTAR INFORMASI PUBLIK INFORMASI YANG WAJIB DISEDIAKAN DAN DIUMUMKAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TAHUN 2014

DAFTAR INFORMASI PUBLIK INFORMASI YANG WAJIB DISEDIAKAN DAN DIUMUMKAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TAHUN 2014 DAFTAR INFOR PUBLIK INFOR YANG WAJIB DISEDIAKAN DAN DIUMUMKAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TAHUN 24 Jl. Medan Merdeka Barat No.9, Jakarta 110 Telp.: 021-345 2841; Website http://ppid.kominfo.go.id

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2005 TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Dasar- dasar Penyiaran

Dasar- dasar Penyiaran Modul ke: Fakultas FIKOM Dasar- dasar Penyiaran AMPLITUDO MODULATON FREQUENCY MODULATON SHORT WAVE (SW) CARA KERJA PEMANCAR RADIO Drs.H.Syafei Sikumbang,M.IKom Program Studi BROAD CASTING Judul Sub Bahasan

Lebih terperinci

MASUKAN PUSAT KEBIJAKAN INDUSTRI DAN REGULASI TELEKOMUNIKASI ITB ATAS RPM LELANG 2100 MHZ DAN 2300 MHZ

MASUKAN PUSAT KEBIJAKAN INDUSTRI DAN REGULASI TELEKOMUNIKASI ITB ATAS RPM LELANG 2100 MHZ DAN 2300 MHZ No. : Perihal : T.1/Pikerti/2017 Tanggapan - Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Mengenai Tata Cara Seleksi Pengguna Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz dan 2.3 GHz Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN - 1 -

BAB I PENDAHULUAN - 1 - BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam yang terbatas sehingga harus dikelola secara efisien dan efektif. Kemajuan teknologi telekomunikasi yang

Lebih terperinci

Pokja Broadband MASTEL Sub Pokja 2.5 GHz

Pokja Broadband MASTEL Sub Pokja 2.5 GHz Pokja Broadband MASTEL Sub Pokja 2.5 GHz Masukan Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI) Regulasi dan Prinsip Pemanfaatn Alokasi Spektrum 2.5 GHz Eddy Setiawan 21 Januari 2010 Prinsip Pemanfaatan Alokasi Spektrum

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, ANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19/PER/M.KOMINFO/09/2011 TENTANG PENGGUNAAN PITA FREKUENSI RADIO 2.3 GHz UNTUK KEPERLUAN LAYANAN PITA LEBAR NIRKABEL (WIRELESS

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PENGGUNAAN TEKNOLOGI PADA PITA FREKUENSI RADIO 450 MHz, 900 MHz, 2.1 GHz, DAN 2.3 GHz UNTUK PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1047, 2017 KEMEN-KOMINFO. Pita Frekuensi Radio Microwave Link Titik ke Titik. Perubahan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN

Lebih terperinci

2011, No c. bahwa untuk dapat mendorong persaingan industri telekomunikasi yang sehat, mengembangkan inovasi teknologi informasi dan membuka pel

2011, No c. bahwa untuk dapat mendorong persaingan industri telekomunikasi yang sehat, mengembangkan inovasi teknologi informasi dan membuka pel BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.695, 2011 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Pita Frekuensi Radio 2.3Ghz. Pita Lebar Nirkabel. Netral Teknologi. RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Lebih terperinci

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tent

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tent No. 1175, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKOMINFO. Penyiaran Televisi. Digital. Multipleksing. Sistem Terestrial. Perubahan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

ANALISIS INTERFERENSI PADA PROSES TRANSISI DARI SISTEM TV ANALOG KE SISTEM TV DIGITAL DVB T DENGAN KONFIGURASI SFN DI INDONESIA

ANALISIS INTERFERENSI PADA PROSES TRANSISI DARI SISTEM TV ANALOG KE SISTEM TV DIGITAL DVB T DENGAN KONFIGURASI SFN DI INDONESIA ANALISIS INTERFERENSI PADA PROSES TRANSISI DARI SISTEM TV ANALOG KE SISTEM TV DIGITAL DVB T DENGAN KONFIGURASI SFN DI INDONESIA Achmad Hafidz Effendi 227 633 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 17 /PER/M.KOMINFO/9/2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 17 /PER/M.KOMINFO/9/2005 TENTANG PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 17 /PER/M.KOMINFO/9/2005 TENTANG TATA CARA PERIZINAN DAN KETENTUAN OPERASIONAL PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Siaran Televisi Digital Indonesia Siap Dinikma5

Siaran Televisi Digital Indonesia Siap Dinikma5 SiaranTelevisiDigitalIndonesiaSiapDinikma5 Selasa,3Maret200916:25WIB Jakarta,(ANTARANews) SiarantelevisidigitalIndonesiasudahmulaibisa dinikmaj konsumen atau sesuai target semula yang akan diujicobakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 29 /KEP/M.KOMINFO/03/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 29 /KEP/M.KOMINFO/03/2006 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 29 /KEP/M.KOMINFO/03/2006 TENTANG KETENTUAN PENGALOKASIAN PITA FREKUENSI RADIO DAN PEMBAYARAN TARIF IZIN PENGGUNAAN PITA SPEKTRUM FREKUENSI RADIO BAGI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Perkembangan antenna saat ini semakin berkembang terutama untuk system komunikasi. Antenna adalah salah satu dari beberapa komponen yang paling kritis. Perancangan

Lebih terperinci

PERENCANAAN AWAL JARINGAN MULTI PEMANCAR TV DIGITAL BERBASIS PENGUKURAN PROPAGASI RADIO DARI PEMANCAR TUNGGAL

PERENCANAAN AWAL JARINGAN MULTI PEMANCAR TV DIGITAL BERBASIS PENGUKURAN PROPAGASI RADIO DARI PEMANCAR TUNGGAL PERENCANAAN AWAL JARINGAN MULTI PEMANCAR TV DIGITAL BERBASIS PENGUKURAN PROPAGASI RADIO DARI PEMANCAR TUNGGAL Yanik Mardiana 2207 100 609 Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TABEL ALOKASI SPEKTRUM FREKUENSI RADIO INDONESIA

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TABEL ALOKASI SPEKTRUM FREKUENSI RADIO INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TABEL ALOKASI SPEKTRUM FREKUENSI RADIO INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem radio digital (Digital Audio Broadcasting, DAB, sekarang ini lazim

BAB I PENDAHULUAN. Sistem radio digital (Digital Audio Broadcasting, DAB, sekarang ini lazim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem radio digital (Digital Audio Broadcasting, DAB, sekarang ini lazim disebut dengan radio digital) sangat inovatif dan merupakan sistem penyiaran multimedia

Lebih terperinci

# CDMA1900, khususnya kanal 12 untuk 3G/WCDMA. Dengan penataan ulang yang dilakukan oleh pihak regulator berdampak juga terhadap pengguna komunikasi s

# CDMA1900, khususnya kanal 12 untuk 3G/WCDMA. Dengan penataan ulang yang dilakukan oleh pihak regulator berdampak juga terhadap pengguna komunikasi s BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini kemajuan teknologi terus meningkat dalam penggunaan perangkat telekomunikasi, terutama telekomunikasi selular. Beberapa operator telekomunikasi selular gencar

Lebih terperinci

STUDI TENTANG ALOKASI PITA FREKUENSI BWA UNTUK TEKNOLOGI WIMAX TESIS

STUDI TENTANG ALOKASI PITA FREKUENSI BWA UNTUK TEKNOLOGI WIMAX TESIS STUDI TENTANG ALOKASI PITA FREKUENSI BWA UNTUK TEKNOLOGI WIMAX TESIS Oleh : EKA NOPERITA NPM. 0606003341 TESIS INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI MAGISTER TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.703, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Tarif Sewa. Multipleksing. Tata Cara.

BERITA NEGARA. No.703, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Tarif Sewa. Multipleksing. Tata Cara. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.703, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Tarif Sewa. Multipleksing. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN

Lebih terperinci

13. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika

13. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN TELEVISI SECARA DIGITAL DAN PENYIARAN MULTIPLEKSING MELALUI SISTEM TERESTRIAL

Lebih terperinci

BAB III KAJIAN REFERENSI DIGITAL DIVIDEND

BAB III KAJIAN REFERENSI DIGITAL DIVIDEND BAB III KAJIAN REFERENSI DIGITAL DIVIDEND 3.1 UMUM Secara umum digital dividend didefinisikan sebagai spektrum frekuensi radio yang tersedia sebagai hasil dari peralihan sistem penyiaran dari teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Kehadiran siaran televisi digital di Indonesia sudah merupakan sesuatu yang tidak dapat ditolak lagi keberadaannya. Televisi digital merupakan etape akhir

Lebih terperinci

MAMPU MENDESAIN ANTENA UNTUK KEPERLUAN KOMUNIKASI TERTENTU DENGAN PROSEDUR YANG SISTEMATIS

MAMPU MENDESAIN ANTENA UNTUK KEPERLUAN KOMUNIKASI TERTENTU DENGAN PROSEDUR YANG SISTEMATIS MAMPU MENDESAIN ANTENA UNTUK KEPERLUAN KOMUNIKASI TERTENTU DENGAN PROSEDUR YANG SISTEMATIS Course Learning Outcome - 2 Kelompok : Kelas : Nama / NIM : Nama / NIM : Nama / NIM : Nama / NIM : Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Dasar-dasar Penyiaran

Dasar-dasar Penyiaran Modul ke: Dasar-dasar Penyiaran Gelombang Electro Magnetic & Pengaturan Frekuensi Fakultas Ilmu Komunikasi Drs.H.Syafei Sikumbang,M.IKom Program Studi Broadcasting Gelombang Electro Magnetic Gelombang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERPANJANGAN IZIN PITA FREKUENSI RADIO

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERPANJANGAN IZIN PITA FREKUENSI RADIO SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERPANJANGAN IZIN PITA FREKUENSI RADIO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European BAB II JARINGAN GSM 2.1 Sejarah Teknologi GSM GSM muncul pada pertengahan 1991 dan akhirnya dijadikan standar telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European Telecomunication Standard Institute).

Lebih terperinci

DAFTAR PERATURAN MENTERI KOMINFO YANG VALID

DAFTAR PERATURAN MENTERI KOMINFO YANG VALID DAFTAR PERATURAN MENTERI KOMINFO YANG VALID No Nomor Regulasi Nama regulasi Keterangan II.1 BIDANG SERTIFIKASI ALAT DAN PERANGKAT TELEKOMUNIKASI Petunjuk Pelaksanaan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan

Lebih terperinci

2 tentang Tata Cara Perhitungan Tarif Sewa Saluran Siaran Pada Penyelenggaraan Penyiaran Multipleksing; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 19

2 tentang Tata Cara Perhitungan Tarif Sewa Saluran Siaran Pada Penyelenggaraan Penyiaran Multipleksing; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 19 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1176, 2014 KEMENKOMINFO. Tarif Sewa. Saluran Siaran. Penyiaran Multipleksing. Perhitungan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II TEKNOLOGI DVB-H

BAB II TEKNOLOGI DVB-H BAB II TEKNOLOGI DVB-H 2.1. Pendahuluan Mobile TV adalah pengiriman kanal TV ke terminal pelanggan baik terminal berupa handset, PDA atau sejenisnya. Mobile TV terminal didesign untuk digunakan sesuai

Lebih terperinci

Agenda Item Tujuan dari agenda item ini adalah menentukan alokasi pada pita frekuensi 3 50 MHz untuk aplikasi radar kelautan.

Agenda Item Tujuan dari agenda item ini adalah menentukan alokasi pada pita frekuensi 3 50 MHz untuk aplikasi radar kelautan. Agenda Item 1.15 Tujuan dari agenda item ini adalah menentukan alokasi pada pita frekuensi 3 50 MHz untuk aplikasi radar kelautan. Issue Agenda ini meliputi beberapa isu berdasarkan kepada Resolution 612

Lebih terperinci

DAFTAR PM KOMINFO NON PERIZINAN

DAFTAR PM KOMINFO NON PERIZINAN DAFTAR PM KOMINFO NON PERIZINAN BIDANG TKDN Nomor Regulasi Nama regulasi Keterangan 41 Tahun 2009 Tata cara Penilaian Pencapaian Tingkat Komponen Dalam Negeri pada Penyelenggaraan Telekomunikasi 14/PER/M.KOMINO/09/2010

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.1013, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2.3GHz. Layanan Wireless Broadband. Prosedur.

BERITA NEGARA. No.1013, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2.3GHz. Layanan Wireless Broadband. Prosedur. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1013, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2.3GHz. Layanan Wireless Broadband. Prosedur. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penjatahan kanal band VHF dan UHF di Indonesia [1] Kanal Masa transisi Dijital penuh Band III VHF: Ch Ch.

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penjatahan kanal band VHF dan UHF di Indonesia [1] Kanal Masa transisi Dijital penuh Band III VHF: Ch Ch. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hadirnya teknologi dijital pada sistem transmisi penyiaran TV memberikan banyak keuntungan, seperti kualitas penerimaan yang lebih baik, kebutuhan daya pancar yang

Lebih terperinci

CONVERGENCE MEDIA. Toward Knowledge Based Society

CONVERGENCE MEDIA. Toward Knowledge Based Society CONVERGENCE MEDIA Toward Knowledge Based Society CDMA GSM/UMTS IEEE Cellular IEEE LAN 2G CDMA (IS-95A) GSM TDMA IS-136 IEEE 802.16 IEEE 802.11 2.5G CDMA (IS-95B) GPRS 802.11g 3G cdma 2000 E-GPRS EDGE WCDMA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMANFAATAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO PADA PITA UHF SEBAGAI STRATEGI MELAKSANAKAN PEMBANGUNAN AKSES BERBASISKAN PITA LEBAR (BROADBAND) DI INDONESIA BERDASARKAN PERHITUNGAN

Lebih terperinci

Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis

Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5 1 Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis Nezya Nabillah Permata dan Endroyono Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi

Lebih terperinci