1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam proses Pembangunan Indonesia disadari oleh Pemerintah Era reformasi terlihat dari dicanangkannya Revitaslisasi Pertanian oleh Presiden Republik Indonesia ke 6 pada periode pemerintahannya yang pertama. Revitalisasi pertanian mengandung arti sebagai kesadaran untuk menempatkan kembali arti pentingnya sektor pertanian secara proporsional dan kontekstual untuk menyegarkan kembali vitalitas, memberdayakan kemampuan dan meningkatkan kinerja pertanian dalam pembangunan Nasional. Sehubungan dengan itu disusunlah strategi pembangunan pertanian yang tidak hanya terfokus pada upaya untuk meningkatkan produksi, mendorong konsumsi, mewujudkan swasembada pangan, tetapi lebih diupayakan untuk mewujudkan Efisiensi produksi, kemandirian, ketahanan pangan, keberlanjutan dan kesejahteraan petani. Selain itu juga diharapkan sebagai sumber devisa dan satu hal yang sangat krusial adalah realitasnya merupakan sektor yang menyerap mayoritas tenaga kerja terutama didaerah pedesaan. Di Indonesia pengembangan sektor pertanian dibedakan berdasarkan 2(dua) kriteria utama yaitu (1). Perusahaan pertanian terutama untuk komoditi perkebunan dan sebagian kecil peternakan. (2). Pertanian rakyat terutama untuk komoditi Tanaman Pangan, Hortikultura dan juga peternakan. Pertanian rakyat dicirikan oleh keterbatasan sumberdaya yang dikuasai baik sumberdaya manusia dari aspek kapasitasnya maupun sumberdaya alam yang dapat dikuasai oleh petani seperti sempitnya pemilikan lahan. Rata-rata penguasaan lahan tanaman pangan khusus sawah hanya < 0,5 Ha di pulau jawa, > 0,5 Ha diluar jawa (PATANAS, 2009). Keterbatasan penguasaan lahan, rendahnya SDM dan teknologi serta kecilnya kemampuan modal finansial merupakan faktor-faktor yang mengakibatkan rendahnya tingkat efisiensi usaha pertanian rakyat. Usahatani yang tidak efisien serta kecilnya skala usaha memberikan konsekuensi sulitnya untuk meningkatkan kesejahteraan pelaku usaha dalam hal ini petani. Menurut Pranadji (2000), bahwa sebagian besar usahatani, lemah dalam modal dan penguasaan teknologi, serta merupakan salah satu sumber ketidak efisienan sistem usahatani.
2 Produktivitas tenaga kerja disektor pertanian jauh lebih rendah dibanding- kan produktivitas tenaga kerja disektor industri, perdagangan dan jasa. Kondisi yang demikian menyebabkan tingginya angka kemiskinan pada penduduk yang bekerja disektor pertanian dibandingkan penduduk yang bekerja disektor industri, perdagangan dan jasa. Disisi lain transformasi lapangan kerja penduduk dari sektor pertanian ke sektor lainnya tidak didukung oleh kapabilitas penduduk, sehingga sulit untuk diwujudkan. Bertitik tolak dari kondisi yang demikian diversifikasi usahatani merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan efisiensi usaha, produktivitas, sehingga akhirnya diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan petani. Selain itu diversifikasi pertanian menjadi cara mengembangkan kearifan lokal melalui pengoptimalan sumberdaya yang ada. Diversifikasi pertanian dapat sebagai strategi pengentasan kemiskinan, peningkatan lapangan kerja, konservasi lingkungan dan meningkatkan pendapatan usahatani ( Rao et al, 2004). Menurut Pingali (2004) terdapat 4 (empat) faktor yang menjadi kendala pengembangan diversifikasi tanaman pangan yaitu (1). Sifat petani yang cenderung menghindar dari resiko (risk oversion), (2). Adanya masalah kesesuaian dan hak atas lahan, maksuknya tidak semua lahan pertanian cocok untuk mengembangkan diversifikasi usahatani, (3). Infrastruktur irigasi dan (4). Ketersediaan tenaga kerja yang cukup besar untuk menerapkan diversifikasi pertanian. Salah satu bentuk diversifikasi adalah integrasi tanaman dengan sapi potong (Crop Livestock System), sehingga petani dapat menyediakan sebahagian besar kebutuhan sektor input produksi dan ketergantungan terhadap input produksi dari luar usahatani semangkin kecil dan akhirnya akan membantu menggurangi resiko usaha pertanian. Terintegrasinya usahatani tanaman dengan sapi potong akan memberikan tingkat efisiensi yang lebih tinggi, lebih berkelanjutan dan rendah tekanan lingkungan, dibandingkan dengan sub-sistem produksi yang terpisah (Cavaletta, et al., 2006). Sistem integrasi merupakan penerapan usahatani terpadu melalui pendekatan low external input antara komoditas tanaman dan sapi potong, dimana jerami tanaman digunakan sebagai pakan ternak sapi untuk produksi, dan kotorannya (kompos) dimanfaatkan sebagai pupuk organik pada tanaman guna meningkatkan kesuburan lahan. Hal ini dikenal dengan istilah integrited
3 farmingatau crop livestock system (keterpaduan pertanian dan peternakan) dengan konsep zero waste. Ternak sapi potong pada kawasan pertanian akan mendorong kemandirian petani, peningkatan produktivitas tenaga kerja keluarga tani, efisiensi usaha, berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan keluarga tani. Pendekatan low external input adalah suatu cara dalam menerapkan konsep Crop Livestock System(CLS) dengan mengupayakan penggunaan input yang berasal dari sistem pertanian sendiri, dan meminimalkan penggunaan input produksi dari luar sistem pertanian (Suharto, 2000), sehingga akan tercipta usahatani yang efisien, efektif dan berkelanjutan. Berkelanjutan secara prinsip meliputi dua dimensi, yaitu: dimensi waktu dan dimensi keterkaitan antara interaksi sistem ekonomi dan sistem sumberdaya alam serta lingkungan (Fauzi, 2004). Keberlanjutan merupakan konservasi sumberdaya lahan dengan menerapkan berbagai komponen teknologi untuk tujuan mempertahankan produksi dan pendapatan secara kontinyu tanpa menyebabkan menurunnya kualitas lahan (Barlowe, 1972). Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan analisis bentuk integrasi (CLS) yang efektif sesuai dengan potensi sumberdaya yang dikuasai oleh keluarga petani di kabupaten Tanah Datar, sehingga tersusun model integrasi (CLS) tanaman pangan dan sapi potong yang optimal serta berkelanjutan dalam rangka peningkatan kesejahteraan petani B. Permasalah Kabupaten Tanah Datar dengan luas 1.336 km 2 (3,16 % luas Sumatera Barat), 60.133 KK(70 %) penduduknya hidup dari sektor pertanian (Sensus Pertanian 2013) dan 21.943 KK diantaranya memelihara peternak sapi (Statistik Peternakan KTD, 2013). Kondisi keterbatasan lahan dan jumlah RT petani yang banyak menyebabkan penguasaan lahan relatif kecil, rata-rata 0,3 0,7 Ha dan petani mengusahankan berbagai jenis komoditi tanaman pangan dan hortikultura. Jenis komoditi tanaman yang diusakan adalah padi, ubi jalar, kacang tanah, jagung, cabe, bawang pray, saledre, terung, jahe dan sayur-sayuran; col,sawi, sayur manis (Hasil penelitian pendahuluan). Kondisi ini menyebabkan sulit untuk meningkatkan kesejahteraan petani, bila sumber penerimaannya hanya dari sektor tanaman pangan. Kesejahteraan petani akan dapat ditingkatkan bila mereka memiliki
4 beragam sumber penerimaan, maka pengembangan ternak sapi dengan sistem terintegrasi adalah alternatif pilihan. Hal ini didukung oleh ketersediaan tenaga kerja dan pakan kovensional berupa rumput-rumputan yang terdapat dipematang sawah, kebun-kebun, serta pakan non kovensional yang berupa limbah seperti jerami padi, jagung, kacang tanah, ubi rambat dan gulma dengan masing-masing luas panen 43.015 ha, jagung 4.529 ha, ubi kayu 568 ha, ubi jalar 985ha, dan kacang tanah 1.469 ha (Agriculture of tanah datar 2010). Fenomena ini menimbulkan pertanyaan bagaimanakah sinergisme yang terjadi pada usahatani tanaman dan sapi potong di Kabupaten Tanah Datar?. Guna menjawab pertanyaan tersebut diperlukan pengetahuan yang cukup tentang sistempertanianintegrasi dan keberlanjutan, karena keputusan produksi tanaman dan sapi potong berada pada rumah tangga petani. Pertanian tanaman masih menjadi mata pencaharian yang dominan bagi masyarakat di Kabupaten Tanah Datar. Meskipun demikian bukan berarti bahwa pendapatan keluarga tani hanya mengandalkan dari usahatani tanamanpangan, mengingat rata-rata penguasaan lahan yang relatif kecil, yaitu hanya 0,3 0,7 ha per keluarga. Reijntjes et al. ( 1999) menyatakan penguasaan lahan pada pertanian tanaman pangan kurang dari 0,50 ha/kk tidak efisien, untuk itu perlu dilakukan perubahan (innovasi) dari pola pertanian berbasiskan lahan ke pola usahatani optimalisasi sumberdaya lahan. Optimalisasi sumberdaya lahan diantaranya dapat dilakukan melalui tumpang sari, penggiliran tanam komoditas dan integrasi tanaman dan ternak yang dikenal dengan sebutan Crop Livestock System (CLS). Salah satu bentuk CLS adalah pola integrasi tanaman dengan sapi potong, di samping dapat memperbaiki kesuburan tanah, juga mampu meningkatkan produksi, efisiensi usaha dan pendapatan petani. Di samping itu dalam polaintegrasipenggunaan pupuk kimiadanpestisidarelatif lebihrendah serta lebih banyak menggunakan input dari lingkungan sendiri yaitu pupuk organik hasil dari proses pengolahan limbah pertanian dan perternakan (kompos). Pola integrasi juga menyamin ketersediaan pakan sapi potong sepanjang tahun, dimana limbah/jerami tanaman pangan dan sayur-sayuran dapat diberikan secara segar atau diproses dengan teknologi tertentu sebagai pakan sapi potong yang berkualitas. Usahatani pola integrasi tanaman dengan sapi potong di tingkat lapangan di
5 Kabupaten Tanah Datar sangat beragam dan dihadapkan pada berbagai kendala, serta belum terukur sejauh mana tingkat efisiensi dan keberlanjutannya. Secara konsepsi pembangunan pertanian integrasi dan berkelanjutan belum dijabarkan secara lebih operasional dan implementatif, sehingga terjadi kesenjangan antara konsepsi ideal dan aktual di lapangan. Kondisi ini mendorong peneliti berupaya menjembatani kesenjangan yang ada tersebut dengan mengembangkan konsep pembangunan pertanian pola integrasi ke arah yang lebih kuantitatif dan implementatif dengan mengukur tingkat efisiensi usaha dan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi, status keberlanjutan usahatani pola integrasidan faktorfaktor dominan yang mempengaruhinya. Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut; 1. Bagaimana pola integrasi tanaman dengan sapi potong yang dilakukan petani di Kabupaten Tanah Datar? 2. Pola integrasi yang bagaimana memberikan penggunaan sumberdaya yang optimal di Kabupaten Tanah Datar. 3. Bagaimana tingkat efisiensi dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya pada pola integrasi yang sudah dilakukan petani di Kabupaten Tanah Datar. 4. Bagaimana tingkat keberlanjutan dan Faktor-faktor apa yang mempengaruhi keberlanjutan pola integrasi yang dilakukan petani di Kabupaten Tanah datar. C. TujuanPenelitian. Berdasarkan perumusan permasalahan yang telah diuraikan, maka tujuanpenelitianadalah untuk : 1. Mendiskripsikan pola integrasiyang dilakukan oleh petani di Kabupaten Tanah Datar 2. Mendapatkan pola integrasi yang optimal di Kabupaten Tanah Datar. 3. Mengevaluasitingkat efisiensi usaha dan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiesi usaha pola integrasi tanaman dengan sapi potong yang dilakukan petani di Kabupaten Tanah Datar.
6 4. Menentukanstatus keberlanjutan dan menjelaskanfaktor-faktor yang mempengaruhi status keberlanjutan usahatani yang menggunakan pola integrasi di Kabupaten Tanah Datar. D. Manfaat Penelitian. Penelitian ini diharapkan dapat mendeskripsikan optimasi sumberdaya yang dikuasai petani, tingkat efisiensidan keberlanjutan, sehingga bermanfaat bagi; a. Sebagai pemicu perbaikan dalam manajemen usahatani, guna mencapai tujuan usahatani yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan dan berkelanjutan. b. Keilmuan dapat sebagai informasi dan data untuk penelitian lebih lanjut, guna mencarikan solusi peningkatan kesejahteraan petani lahan sempit. c. Para penentu dan pengambil kebijakan (Pemerintah) dapat sebagai sumber data dan fakta untuk menyusun suatu model program optimasi sumberdaya petani dan kebijakan yang efektif untuk menciptakan petani kesejahtera. E. Nilai Kebaharuan Nilai kebaharuan dari penelitian ini adalah model pola tanam sistem integrasi tanaman dengan sapi potong yang optimal, dan memberikan nilai efisien secari ekonomi serta berkelajutan di Kabupaten Tanah Datar. Penelitian tentang sistem integrasi tanaman pangan dengan sapi potong sudah banyak dilakukan orang, tetapi belum ada penelitian integrasi sapi potong dengan jenis komoditi lain pada lahan tanaman pangan yang digunakan bergilir seperti keadaan di Kabupaten Tanah Datar. Pembahasan usahatani sistem integrasi tanaman dengan sapi potong secara khusus dikaitkan dengan pola tanam integrasi yang memberikan hasil optimal bagi petani, sehingga modal petani yang terbatas dapat digunakan untuk memberikan hasil yang optimum. Modal merupakan faktor produksi yang terbatas jumlahnya dimiliki oleh petani, seperti luas lahan, investasi, dan tenaga kerja. Sehingga dengan demikian hasil penelitian diharapkan petani dapat melakukan pilihan model pola tanam usahatani sistem integrasi yang dapat menggunakan modal dan memberikan pendapatan yang optimum dimana secara ekonomi efisien dan berkelanjutan.