I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dan maritim yang masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan. Hal tersebut disebabkan oleh pertambahan penduduk Indonesia yang pesat dan tidak diimbangi dengan kecepatan pertambahan produksi pangan. Pertumbuhan penduduk yang pesat menyebabkan lahan-lahan pertanian beralih fungsi menjadi pemukiman warga. Alih fungsi lahan menimbulkan produksi bahan pangan nasional semakin menurun sehingga isu kerawanan pangan di berbagai daerah di Indonesia menjadi semakin meningkat. Hal tersebut diperparah dengan harga bahan bakar minyak yang mengalami kenaikan sehingga daya beli masyarakat semakin menurun. Harga kebutuhan bahan pangan pun semakin melambung tinggi di berbagai pasar tradisional di berbagai wilayah. Hal tersebut menyebabkan penduduk miskin akan semakin sulit dalam memenuhi kebutuhannya. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan secara terpadu dengan melibatkan berbagai sektor baik di tingkat pusat maupun daerah. Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah menginstruksikan menteri dan kepala lembaga pemerintah, serta gubernur dan bupati/walikota seluruh Indonesia untuk melakukan upaya peningkatan pendapatan petani, stabilisasi harga beras, pengamanan Cadangan Beras Pemerintah (CBP), penyaluran beras untuk keperluan yang ditetapkan oleh pemerintah. Secara khusus kepada Perum Bulog diinstruksikan untuk menyediakan dan menyalurkan beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat miskin dan rawan pangan yang penyediaannya mengutamakan pengadaan beras dari gabah petani dalam negeri. Beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat miskin dan rawan pangan yang bertujuan untuk membantu meringankan beban keluarga miskin tersebut yaitu beras untuk keluarga miskin atau sering disingkat dengan Raskin. 1
Program Raskin merupakan penyempurnaan dari instrumen Operasi Pasar Murni (OPM) dan Operasi Pasar Khusus (OPK) karena penurunan daya beli sejak krisis ekonomi tahun 1997. Saat itu, argumen yang berkembang adalah fakta hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 1999 yang menyebutkan bahwa sebagian besar 76% rumah tangga Indonesia adalah konsumen beras (net consumer) dan hanya 24% sisanya produsen beras (net producer). Pada intinya, karena beras juga merupakan makanan pokok dengan karakteristik permintaan yang tidak elastis perubahan harga tidak terlalu berpengaruh terhadap konsumsi beras maka kelompok miskin itulah yang menderita cukup parah karena perubahan harga beras (Arifin, 2006). Penentuan kriteria penerima manfaat Raskin seringkali menjadi persoalan yang rumit. Dinamika data kemiskinan memerlukan adanya kebijakan lokal melalui musyawarah desa/kelurahan. Musyawarah ini menjadi kekuatan utama program untuk memberikan keadilan bagi sesama rumah tangga miskin sampai dengan tahun 2006, data penerima manfaat Raskin masih menggunakan data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Belum seluruh rumah tangga miskin dapat dijangkau oleh Raskin. Hal inilah yang menjadikan Raskin sering dianggap tidak tepat sasaran, karena Rumah Tangga Sasaran (RTS) berbagi dengan rumah tangga miskin lain yang belum terdaftar sebagai sasaran. Mulai tahun 2007, digunakan data rumah tangga miskin BPS sebagai data dasar dalam pelaksaaan Raskin. Penggunaan data Rumah Tangga Sasaran-Penerima Manfaat (RTS-PM) hasil pendataan Program Perlindungan Sosial tahun 2008 (PPLS 2008) dari BPS diberlakukan sejak tahun 2008 yang juga berlaku untuk semua program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Realisasi Raskin selama 2005-2009 berkisar antara 1,6 juta ton - 3,2 juta ton, dengan harga tebus Rp 1.000/kg sampai dengan 2007 dan Rp 1.600/kg sejak tahun 2008 (Bulog, 2010a). 2
Raskin bukan hanya telah membantu rumah tangga miskin dalam memperkuat ketahanan pangannya, namun juga sekaligus menjaga stabilitas harga. Raskin telah mengurangi permintaan beras ke pasar sekitar 18,5 juta pada tahun 2009. Selain itu, perubahan harga tebus dari Rp 1.000/kg menjadi Rp 1.600/kg juga dengan mempertimbangkan anggaran dan semakin banyaknya Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang dapat dijangkau. Harga ini juga masih lebih rendah dari harga pasar yang saat itu rata-rata sekitar Rp 5.000/kg Rp 5.500/kg (Bulog, 2010a). Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada periode kedua penyaluran Raskin tahun 2012 memiliki Rumah Tangga Sasaran-Penerima Manfaat (RTS- PM) Raskin sebanyak 341.291 rumah tangga yang dapat diketahui pada Tabel 1.1. berikut : Tabel 1.1. Jumlah Penyaluran Raskin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Kabupaten/Kota Penyaluran Raskin Juni s/d Desember 2012 Kecamatan (unit) Desa (unit) RTS Kulonprogo 12 88 50.278 Bantul 17 75 105.778 Gunungkidul 18 144 93.944 Sleman 17 86 72.148 Yogyakarta 14 45 19.143 Jumlah 78 438 341.291 Sumber: Bulog, 2012. Berdasarkan Tabel 1.1. Kabupaten Bantul memiliki Rumah Tangga Sasaran-Penerima Manfaat (RTS-PM) terbanyak dibandingkan dengan Kabupaten lainnya. Hal ini disebabkan banyaknya rumah tangga miskin di Kabupaten Bantul. Jumlah rumah tangga miskin di Bantul dapat diketahui pada Tabel 1.2. 3
Tabel 1.2. Jumlah Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Bantul Wilayah Jumlah Penduduk (jiwa) Rumah Tangga Miskin Srandakan 28.572 3.284 Kretek 29.163 2.533 Sanden 29.667 2.880 Pundong 31.667 5.071 Pajangan 32.852 3.763 Dlingo 35.504 6.488 Bambanglipuro 37.330 5.195 Pleret 43.269 6.077 Sedayu 44.450 2.984 Pandak 47.694 5.952 Piyungan 48.660 5.581 Jetis 51.925 6.141 Imogiri 56.219 8.616 Bantul 59.277 4.929 Sewon 104.368 7.050 Kasihan 110.871 5.850 Banguntapan 120.015 8.711 Jumlah 911.503 91.105 Sumber: Pemerintah Kabupaten Bantul, 2012. Berdasarkan Tabel 1.1. dan Tabel 1.2. Jumlah Rumah Tangga Miskin (RTM) di Bantul sebanyak 91.105 rumah tangga pada tahun 2012, kemudian memiliki 105.778 Rumah Tangga Sasaran-Penerima Manfaat (RTS-PM) pada tahun 2012. Terjadi peningkatan RTS-PM pada tahun 2012. Hal tersebut menimbulkan permasalahan bagi Kabupaten Bantul yaitu RTS-PM lebih banyak dibandingkan dengan jumlah rumah tangga miskin. Besarnya Raskin yang disalurkan di Kabupaten Bantul sangat rawan dengan ketidaktepatan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai Efektivitas dan Efisiensi Penyaluran Raskin. Kecamatan Piyungan berdasarkan Tabel 1.2 memiliki 5.581 rumah tangga miskin yaitu nilai tengah (median) dari populasi RTM Kabupaten Bantul sehingga diharapkan dapat mewakili (representative) Kabupaten Bantul dalam penelitian Efektivitas dan Efisiensi Penyaluran Raskin. 4
B. Rumusan Masalah Bulog merupakan organisasi pangan yang diandalkan oleh pemerintah untuk menjaga kestabilan harga pangan dan ketersediaan pangan, guna mencukupi kebutuhan pangan masyarakat. Salah satu tugas Bulog dalam menjaga kestabilan harga dan ketersediaan pangan adalah dengan menyalurkan beras untuk rumah tangga miskin. Dalam penyaluran Raskin yang telah dilaksanakan oleh Bulog, timbul beberapa pertanyaan, yaitu: 1. Apakah penyaluran Raskin di Kecamatan Piyungan sudah efektif? 2. Apakah penyaluran Raskin di Kecamatan Piyungan sudah efisien? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui efektivitas penyaluran Raskin di Kecamatan Piyungan. 2. Mengetahui efisiensi penyaluran Raskin di Kecamatan Piyungan. D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan : 1. Bagi mahasiswa, sebagai sarana untuk menerapkan ilmu yang didapatkan di bangku kuliah dan menambah pengetahuan mengenai Bulog secara umum serta pelaksanaan program Raskin secara khusus. 2. Bagi Perum Bulog, sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi dalam menjalankan program Raskin dilapangan untuk kedepannya. 3. Bagi pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan Bulog dan kebijakan perberasan nasional. 4. Bagi masyarakat, agar mengetahui pelaksanaan program Raskin beserta manfaatnya. 5