Review: PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP SEBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SELAIN APBN/APBD DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

dokumen-dokumen yang mirip
REGULASI DAN STRATEGI DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR AIR MINUM DENGAN SKEMA PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP) DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 SERI E.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

Implementasi Perpres 67/2005 di Daerah

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

SALINAN NO : 14 / LD/2009

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164 /PMK.06/2014 TENTANG

National Summit 2009

CANN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR :_3 TAHUN 2010 TAHUN TENTANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN TAHUN JAMAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164/PMK.06/2014 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR :_3 TAHUN 2010 TAHUN TENTANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN TAHUN JAMAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH. A. Pengertian Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

RAPERDA PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Negara dengan jumlah penduduk ± jiwa dengan laju

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

National Summit 2009 KOMISI : PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Oktober Percepatan Pembangunan Infrastruktur

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk mensejahterakan rakyatnya. Salah satu hal yang dapat

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 20

Tujuan Penyediaan Prasarana

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN

PERATURANPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGLI PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang meningkat menyebabkan kebutuhan

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 140/PMK.06/2014 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. telepon, jaringan gas dan pemadam kebakaran. Utilitas umum ini membutuhkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perekonomian dapat berfungsi dengan baik. Sulivan, Arthur, dan Steven M.

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

FASILITAS PEMERINTAH UNTUK MENDUKUNG PROYEK KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA (KPBU)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagai kontraktor, konsultan,pemerintahan DPU, Non PU serta Perguruan Tinggi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kontraktor), maka diperoleh rating keseluruhan infrastruktur yang diteliti di Provinsi

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

OBLIGASI DAERAH MEMBERI PELUANG MEMBANGUN PRASARANA TRANSPORTASI DALAM MEMAJUKAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 24 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 24 TAHUN 2009 TENTANG MEKANISME KERJASAMA ASET DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infrastruktur menurut Grigg (Nurmadimah, 2012:19) adalah semua fasilititas

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPPRES 81/2001, KOMITE KEBIJAKAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jalan tol dengan asumsi biaya sekitar Rp miliar per km. Sedangkan lapangan kerja yang tercipta sekitar

Undang-Undang No. 2 tahun 2012

DIREKTORAT PENGATURAN DAN PENGADAAN TANAH PEMERINTAH

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DIKLAT MANAJEMEN PROYEK. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR TAHUN 2017 TENTANG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. D, dengan perolehan rating sebesar 53,27%. Dari hasil analisis pada setiap

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Infrastruktur. Perusahaan. Pembiayaan.

BAB I PENDAHULUAN. Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

PEMBIAYAAN INVESTASI MELALUI PUSAT INVESTASI PEMERINTAH SEBAGAI UPAYA PERCEPATAN PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN

PEMBAHASAN KERANGKA PANDUAN UMUM PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA (KPBU) DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Infrastruktur menurut American Public Works Association (Stone,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN TAHUN JAMAK

5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 Bidang: Sarana dan Prasarana

Alternatif Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Daerah

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 17/PUU-XIV/2016 Kewenangan Daerah dan Penyediaan Tenaga Listrik

PENGAMANAN FISKAL MELALUI POLA PEMBAGIAN RISIKO ANTARA PEMERINTAH DAN SWASTA

BAB 2 LANDASAN TEORI

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS POTENSI PENERAPAN KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS) DALAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DI PERKOTAAN (Studi Kasus Kota Semarang)

No. 17/ 11 /DKSP Jakarta, 1 Juni 2015 SURAT EDARAN. Perihal : Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

Sumber: Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 12, No. 3, 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur PLTSa RAWA KUCING

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 29/POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

Transkripsi:

ISSN : 2442-7845 Review: PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP SEBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SELAIN APBN/APBD DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR M. Gasali, M 1. Roberta Zulfhi Surya 2 1 Prodi Teknik Sipil, Universitas Islam Indragiri 2 Prodi Teknik Industri, Universitas Islam Indragiri Email: robertazulfhi@yahoo.co.id(korespondensi) Abstrak Ketersediaan infrastruktur adalah faktor utama penggerak perekonomian, sehingga dengan rendahnya tingkat investasi untuk penyediaan infrastruktur akan sangat berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Tantangan utama yang dihadapi adalah funding gaps antara kebutuhan investasi infrastruktur dengan relatif terbatasnya kemampuan keuangan negara untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pemberlakuan sistem otonomi daerah dengan dasar Undang Undang (UU) Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah mendelegasikan beberapa kewenangan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah (Pemda), salah satu diantaranya adalah sektor transportasi. Hal tersebut menjadikan Pemda (Propinsi dan Kabupaten/Kota) memegang peranan sangat penting dalam mewujudkan ketersediaan infrastruktur transportasi yang dapat mendukung aktivitas transportasi daerah dan terintegrasi dalam sebuah sistem transportasi nasional (SISTRANAS), dan konsep Public Private Partnership (PPP) merupakan alternatif strategi pembiayaan yang dapat diterapkan selain dari APBN dan APBD. beberapa infrastruktur dapat dikelola dengan model PPP, adapun infrastruktur Kab. Inhil yang dapat dikelola dengan PPP adalah Pelabuhan laut dan sungai; Jalan dan Jembatan; Pembuangan Sampah Padat; Ketenagalistrikan; Penyediaan air minum. Sedangkan infrastruktur Kab. Inhil yang tidak berpotensi dikelola dengan PPP adalah Bandar udara; Jalan Kereta Api; Penyediaan air baku dan sistem irigasi; Penampungan Air Limbah; Teknologi Informasi dan Komunikasi serta Minyak dan Gas Kata kunci : Infrastruktur, APBN/APBD, Public Private Partnership 1. PENDAHULUAN Secara geografis Kabupaten Indragiri Hilir (Kab. Inhil) berada dipesisir timur Pulau Sumatera yang hampir keseluruhan wilayahnya adalah rawa, gambut, pantai dan pulau memberikan tantangan besar dalam pembangunan Infrastruktur. Infrastruktur fisik dan sosial adalah dapat didefinisikan sebagai kebutuhan dasar fisik pengorganisasian sistem struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik dan sektor privat sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik [1,2,3]. Istilah ini umumnya merujuk kepada hal infrastruktur teknis atau fisik yang mendukung jaringan struktur seperti fasilitas antara lain dapat berupa jalan, kereta api, air bersih, bandara, kanal, waduk, tanggul, pengelolahan limbah, energi listrik, telekomunikasi, pelabuhan secara fungsional, infrastruktur selain fasilitasi akan tetapi dapat pula mendukung kelancaran aktivitas ekonomi masyarakat, distribusi aliran produksi barang dan jasa sebagai contoh bahwa jalan dapat melancarkan transportasi pengiriman bahan baku sampai ke pabrik kemudian untuk distribusi ke pasar hingga sampai kepada masyarakat. dalam beberapa pengertian, istilah infrastruktur termasuk pula infrastruktur sosial kebutuhan dasar seperti antara lain termasuk fasilitas kesehatan dan pendidikan [4], dalam konteks militer, istilah ini dapat pula merujuk kepada bangunan permanen dan instalasi yang diperlukan untuk mendukung operasi dan pemindahan tersebut [5]. Sejak krisis ekonomi dan keuangan tahun 1998, belanja infrastruktur Indonesia terusmenurun, dari puncaknya pada tahun 1995 sebesar 9,2% dari GDP menjadi kirakira 3,2% pada tahun 2005, dan kemudian sedikit meningkat menjadi 3,9% pada tahun 2009. Menurunnya belanja infrastruktur sudah barang tentu menyebabkan penyediaan infrastruktur menjadi tidak Jurnal BAPPEDA, Vol. 2 No. 3, Desember 2016 178

ISSN: 2442-7845 sebanding dengan perkembangan kebutuhan akibat pertambahan penduduk. Sebagai contoh, antara tahun 2000 dan 2009, tingginya pertambahan jumlah kendaraan dan relatif tidak bertambahnya infrastruktur jalan, menyebabkan jumlah kendaraan per kilometer jalan meningkat hampir 3 kali lipat. Akibat dari ketidakseimbangan antara permintaan akan infrastruktur dan penyediaan, maka peranan infrastruktur dalam mendorong pertumbuhan ekonomi juga semakin menurun. Investasi dalam industri, misalnya, menuntut tersedianya tenaga listrik, jalan raya, dan infrastruktur lain yang selama ini tidak dapat disediakan oleh Pemerintah dalam jumlah yang mencukupi. Para investor menganggap kondisi infrastruktur sebagai salah satu penghambat utama bagi investasi asing di Indonesia selama ini. Besarnya peranan belanja infrastruktur dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional tidak dapat diragukan lagi. Misalnya, belanja infrastruktur sebesar 4% dari GDP diperkirakan akan menunjang laju pertumbuhan GDP sebesar 6%. Belanja infrastruktur sebesar 5,9% dari GDP diperkirakan akan mendorong laju pertumbuhan GDP menjadi 7,2%, dan belanja infrastruktur sebesar 7% dari GDP diperkirakan akan mendorong laju pertumbuhan GDP sebesar 8% [6]. Ketersediaan infrastruktur adalah faktor utama penggerak perekonomian, sehingga dengan rendahnya tingkat investasi untuk penyediaan infrastruktur akan sangat berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Tantangan utama yang dihadapi adalah funding gaps antara kebutuhan investasi infrastruktur dengan relatif terbatasnya kemampuan keuangan negara untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karenanya muncul pertimbangan perlunya memperkuat kerjasama publik privat yang dilihat dari 3 (tiga) dimensi sebagai berikut [7] : 1. Alasan politis: menciptakan pemerintah yang demokratis dan mendorong perwujudan good governance and good society 2. Alasan administratif : adanya keterbatasan sumber daya pemerintah, baik sumber daya anggaran, SDM, asset, maupun kemampuan manajemen. 3. Alasan ekonomis: mengurangi kesenjangan atau ketimpangan, memacu pertumbuhan dan produktivitas, meningkatkan kualitas dan kontinuitas, serta mengurangi resiko. Pemberlakuan sistem otonomi daerah dengan dasar Undang Undang (UU) Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah mendelegasikan beberapa kewenangan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah (Pemda), salah satu diantaranya adalah sektor transportasi. Hal tersebut menjadikan Pemda (Propinsi dan Kabupaten/Kota) memegang peranan sangat penting dalam mewujudkan ketersediaan infrastruktur transportasi yang dapat mendukung aktivitas transportasi daerah dan terintegrasi dalam sebuah sistem transportasi nasional (SISTRANAS), dan konsep PPP merupakan alternatif strategi pembiayaan yang dapat diterapkan selain dari APBN dan APBD [8]. Pemerintah telah menyadari peran penting sektor swasta untuk memenuhi kebutuhan ini dan karenanya telah menyediakan suatu sarana bagi pihak swasta agar dapat ikut berperan serta dalam pembangunan infrastruktur melalui PPP. Secara khusus, Pemerintah mentargetkan penanaman modal di sektor swasta sebesar Rp. 980 triliun (kurang lebih USD 94 milyar) berdasarkan kerangka PPP untuk jangka waktu 2010-2014. Program PPP milik pemerintah ini mencakup rentang infrastruktur yang luas, termasuk [9]: 1. Bandar udara 2. Pelabuhan laut dan sungai 3. Jalan dan Jembatan 4. Jalan Kereta Api 5. Penyediaan air baku dan sistem irigasi 6. Penyediaan air minum 7. Penampungan Air Limbah 8. Pembuangan Sampah Padat 9. Teknologi Informasi dan Komunikasi 10. Ketenagalistrikan 11. Minyak dan Gas 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infrastruktur Sistem infrastruktur didefinisikan sebagai fasilitas atau struktur dasar, peralatan, instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat [10]. 2.1.1. Kategori Infrastruktur Enam kategori besar infrastruktur adalah sebagai berikut [10]: a. Kelompok jalan (jalan, jalan raya, jembatan); b. Kelompok pelayanan transportasi (transit, jalan rel, pelabuhan, bandar udara); c. Kelompok air (air bersih, air kotor, semua sistem air, termasuk jalan air); Review: PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP ( Gasali Et Al.) 179

ISSN : 2442-7845 d. Kelompok manajemen limbah (sistem manajemen limbah padat); e. Kelompok bangunan dan fasilitas olahraga luar; f. Kelompok produksi dan distribusi energi (listrik dan gas); 2.1.2. Fasilitasfisik Infrastruktur a. Sistem penyediaan air bersih, termasuk dam, reservoir, transmisi, treatment, dan fasilitas distribusi; b. Sistem manajemen air limbah, termasuk pengumpulan, treatment, pembuangan, dan sistem pemakaian kembali; c. Fasilitas manajemen limbah padat; d. Fasilitas transportasi, termasuk jalan raya, jalan rel dan bandar udara. Termasuk didalamnya adalah lampu, sinyal, dan fasilitas kontrol; e. Sistem transit publik; f. Sistem kelistrikan, termasuk produksi dan distribusi; g. Fasilitas pengolahan gas alam; h. Fasilitas pengaturan banjir, drainase, dan irigasi; i. Fasilitas navigasi dan lalu lintas/jalan air; j. Bangunan publik seperti sekolah, rumah sakit, kantor polisi, fasilitas pemadam kebakaran; k. Fasilitas perumahan; l. Taman, tempat bermain, dan fasilitas rekreasi, termasuk stadion. 2.1.3. Jenis Infrastruktur Infrastruktur sendiri dapat dipilah menjadi tiga bagian besar sebagai berikut: 1. Infrastruktur keras (physical hard infrastructure) meliputi jalan raya dan kereta api, bandara, dermaga, pelabuhan dan saluran irigasi. 2. Infrastruktur keras non-fisik (nonphysical hard infrastructure) yang berkaitan denga fungsi utilitas umum seperti ketersediaan air bersih berikut instalasi pengolaan air dan jaringan pipa penyalur; pasokan listrik, jaringan telekomunikasi (telepon dan internet) dan pasokan energi mulai dari minyak bumi, biodesel dan gas berikut pipa distribusinya. 3. Infrastruktur lunak (soft infrastructure) Biasa pula disebut kerangka institusional atau kelembagaan yang meliputi berbagai nilai (termasuk etos kerja), norma (khusunya yang telah dikembangkan dan dikodifikasikan menjadi peraturan hukum dan perundang-undangan).serta kualitas pelayanan umum yang disediakan oleh berbagai pihak terkait, khususnya pemerintah. 2.2. Public Private Partnership Public Private Partnership (PPP) dapat diterjemahkan sebagai perjanjian kontrak antara swasta dan pemerintah, yang keduanya bergabung bersama dalam sebuah kerjasama untuk menggunakan keahlian dan kemampuan masing-masing untuk meningkatkan pelayanan kepada publik di mana kerjasama tersebut dibentuk untuk menyediakan kualitas pelayanan terbaik dengan biaya yang optimal untuk publik. Perpres 67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur mendefinisikan jenis infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha, meliputi : transportasi, jalan, pengairan, air minum, air limbah, telekomunikasi, ketenagalistrikan, dan minyak gas bumi. Infrastruktur transportasi meliputi : Bandar udara, pelabuhan, dan perkeretaapian, sementara infrastruktur jalan meliputi : jalan tol dan jembatan tol. Belum diaturnya infrastruktur sistem jaringan transportasi darat seperti terminal dan angkutan berbasis masal dalam Perpres 67/2005 membuat Pemda perlu mengatur hal tersebut dalam Peraturan Daerah (Perda) selain juga berfungsi sebagai aturan pelaksanaan dari peraturan tingkat pusat yang tentunya disesuaikan dengan kebutuhan transportasi dan karakteristik wilayah daerah. Untuk menciptakan sebuah hubungan dan kerjasama yang sukses maka sangat penting untuk memahami tujuan dan kepentingan dari masing-masing pelaku tersebut [11]. Terdapat 7 (tujuh) faktor yang merupakan kesatuan proses dari model PPP yang merupakan pendukung keberhasilan program PPP. 7 (tujuh) faktor tersebut adalah net-working, cooperation/collaboration, coordination, willingness, trust, capability dan a conductive environment [12]. Pendekatan PPP sudah banyak dilakukan dalam membiayai pembangunan infrastruktur di berbagai negara. Pada hakekatnya PPP dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan spesifik proyek. Beberapa varian definisi PPP, antara lain[13]: 1. PPP sebagai reformasi manajemen ketika fungsi pemerintahan dan birokrasi mengalami perubahan dan pencerahan dari interaksinya dengan manajemen profesional yang biasanya dimiliki oleh sektor swasta. Jurnal BAPPEDA, Vol. 2 No. 3, Desember 2016 180

ISSN: 2442-7845 2. PPP adalah kerjasama yang melembaga dari sektor publik dan sektor swasta yang bekerja bersama untuk mencapai target tertentu ketika kedua belah pihak menerima risiko investasi atas dasar pembagian keuntungan dan biaya yang dipikulnya. 3. PPP adalah kerjasama antara pemerintah dan swasta yang menghasilkan produk atau jasa dengan risiko, biaya, dan keuntungan ditanggung bersama berdasarkan nilai tambah yang diciptakannya. 3. ANALISA 3.1. Peran Pemerintah Daerah Pada tahun 1999, Pemerintah Indonesia mengambil langkah besar untuk mendelegasikan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah daerah: kota, kabupaten dan propinsi. Otonomi daerah kini secara nyata tercermin dalam semua peraturan khusus sektoral dan peraturan PPP. Pada umumnya, Government Contracting Agency (GCA) akan menjadi unit pemerintah yang mengatur sesuai letak geografis proyek dijalankan. Misalnya, untuk proyek dengan cakupan kota, yang menjadi GCA-nya adalah administrasi kota yang diwakili oleh Walikota; untuk proyek yang terbatas untuk kabupaten, GCA-nya merupakan badan kabupaten yang diwakili oleh Bupati; untuk proyek lintas kabupaten tetapi masih terletak dalam suatu propinsi, pemerintah propinsi akan bertindak sebagai GCA yang dalam hal ini diwakili oleh Gubernur; dan untuk proyek lintas propinsi, pemerintah pusat yang diwakili oleh Menteri atau kepala suatu instansi pemerintah yang akan menjadi GCA-nya. Pemerintah, melalui P3CU, secara aktif berusaha untuk memperkuat kemampuan pemerintah daerah untuk dapat melakukan persiapan dan pelaksanaan proyek-proyek PPP. 3.2. Kelembagaan dan Regulasi Perangkat kelembagaan dan peraturanperundangan tentang PPP termasuk kelembagaan pembiayaan dan penjaminan infrastruktur juga sudah cukup lengkap. Dalam rangka pengembangan kerangka kelembagaan, Pemerintah telah berupaya melakukan berbagai langkah terobosan guna mendukung pelaksanaan PPP. Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur telah diubah untuk kedua kalinya melalui Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2011. Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) sebagai salah satu komite tingkat kementerian telah direvitalisasi melalui Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2011. Sementara itu, PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) melalui anak perusahaannya PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) serta PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) juga telah beroperasi secara penuh masingmasing sebagai instrumen pembiayaan dan penjaminan pembangunan infrastruktur melalui skema PPP. Landasan hukum operasional PT PII telah ditetapkan melalui Perpres 78/2010 serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 260/2010. Tabel 1. Perangkat Peraturan-perundangan dan Kelembagaan PPP Bidang Tahun Perangkat KKPPI 2005 Perpres 42/2005 2011 Perpres 12/2011 PPP 2005 Perpres 67/2005 2010 Perpres 13/2010 2011 Perpres 56/2011 Pembiayaan Infrastruktur Pembiayaan/ Pengadaan Tanah Pengelolaan Risiko dan Dukungan/J aminan Pemerintah (Sumber: Priatna) 2009 PT Sarana Multi Infrastruktur 2010 PT Indonesia Infrastructure Finance 2005 Perpres 36/2005 2006 Perpres 65/2006 2007 BLU land revolving fund 2008 PerKa BPN 3/2008 2008 Land capping fund 2006 Peraturan Menteri Keuangan No. 38/2006 2006 Peraturan Menteri Koordinator bidang Perekonomian No.4/2006 2009 PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia 2010 Perpres 78/2010 2010 Peraturan Menteri Keuangan No. 260/2010 3.3. Potensi Penerapan PPP di Inhil Pembiayaan pembangunan Kab. Inhil dari tahun ketahun berasal dari APBD dan APBN, sehingga selalu mengalami kekurangan. Pembangunan daerah wajib hukumnya untuk dilaksanakan guna mensejahterakan masyarakat dan memajukan daerah. Pembangunan pada infrastruktur merupakan kunci dalam Pembangunan Daerah dikarenakan sektor tersebut lansung bersentuhan dengan masyarakat. Pembangunan daerah ini tidak dapat Review: PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP ( Gasali Et Al.) 181

ISSN : 2442-7845 dilaksanakan oleh Pemerintah saja. Namun Integrasi antara seluruh stakeholder (Akademik, Swasta, dan Pemerintah) dalam pembangunan daerah perlu dipertimbangkan. Dikarenakan tantangan utama yang dihadapi adalah funding gaps antara kebutuhan biaya membangun daerah dengan terbatasnya kemampuan keuangan daerah untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Maka oleh sebab itu muncul pertimbangan perlunya memperkuat kerjasama pemerintah dengan pihak swasta untuk melaksanakan pembangunan tersebut. Kerjasama antara pemerintah dengan swasta dikenal dengan Public Private Partnership. Adapun infrastruktur yang berpotensi dibangun menggunakan PPP adalah sebagai berikut: Tabel 2. Potensi PPP di Kab. Inhil No Infrastruktur Alasan 1 Pelabuhan laut dan Arus manusia dan sungai barang yang tinggi 2 Jalan dan Jembatan Rumbai: Jembatan aset vital yang kurang dikelola, sehingga minim perawatan. 3 Pembuangan Sampah Padat Sampah di Tembilahan mencapai 45ton/hari [14]. Sampah ini dikelola SKPD terkait sehingga masyarakat menjadi manja. Sebaiknya menggunakan sistem berbayar. Selain itu sampah dapat dikelola menjadi listrik [15]. 4 Ketenagalistrikan Kondisi ketenagalistrikan yang buruk [16] 5 Penyediaan air minum Kondisi Penyediaan air minum yang buruk [17] 5. KESIMPULAN DAN SARAN Dikarenakan sudah adanya regulasi yang mengatur PPP di Indonesia, maka beberapa infrastruktur dapat dikelola dengan model PPP, adapun infrastruktur Kab. Inhil yang dapat dikelola dengan PPP adalah Pelabuhan laut dan sungai; Jalan dan Jembatan; Pembuangan Sampah Padat; Ketenagalistrikan; Penyediaan air minum. Sedangkan infrastruktur Kab. Inhil yang tidak berpotensi dikelola dengan PPP adalah Bandar udara; Jalan Kereta Api; Penyediaan air baku dan sistem irigasi; Penampungan Air Limbah; Teknologi Informasi dan Komunikasi serta Minyak dan Gas. PPP ini dapat diaplikasikan dalam pembangunan infrastruktur di Kab. Inhil karena anggaran yang dibutuhkan sangat besar, bahkan melebihi APBD. DAFTAR PUSTAKA [1] 2010 Infrastructure, Online Compact Oxford English Dictionary, http://www.askoxford.com/concise_oed /infrastructure (accessed August 21 2009) [2] Infrastructure, Online Compact Oxford English Dictionary, http://www.askoxford.com/concise_oed /infrastructure (accessed January 17 2009) [3] Sullivan, arthur; Steven M. Sheffrin (2003). Economics: Principles in action. Upper Saddle River, New Jersey 07458: Pearson Prentice Hall. p. 474. ISBN 0-13-063085-3. [4] Infrastructure, American Heritage Dictionary of the English Language, http://education.yahoo.com/reference/d ictionary/entry/infrastructure (accessed January 17 2009) [5] ^ Infrastructure, JP1-02, Department of Defense Dictionary of Military and Associated Terms, p. 260, 12 April 2001 (rev. 31 August 2005) http://www.dtic.mil/cgibin/gettrdoc?ad=ada439918&locatio n=u2&doc=gettrdoc.pdf(accessed January 17 2009) [6] D.S. Priatna, TT. Pembiayaan infrastruktur melalui dana pemerintah dan swasta. Bappenas RI [7] T. Widodo. Pengembangan Kerejasama Pemerintah dengan Masyarakat dan Swasta dalam Pembangunan Daerah [Modul Diklat], Pusdiklat LAN, Bandung, 2004. [8] E.S. Kurniawan, B.Pudjianto, Y.I. Wicaksono. Analisis Potensi Penerapan Kerjasama Pemerintah Swasta (PPP) Dalam Pengembangan Infrastruktur Transportasi Di Perkotaan (Studi Kasus Kota Semarang). TEKNIK Vol. 30 No. 3 Tahun 2009. Halaman 147-155 [9] Kemenkokesra. Panduan Bagi Investor Dalam InvestasiDi Bidang Infrastruktur. 2010 [10] N. Grigg. Infrastructure Engineering and Management. Jhon Wiley and Sons, 1988 [11] Linder, S.H. Coming to Terms with the Public-Private Partnership. American Behaviour Scientist, 43 (1), 35-51. 1999 [12] Thamrin, M. An Exploration of The Extent to Which Public Private Partnerships Could Redress Some of the Development Challenges in Eastern Indonesia, Dissertation. The Flinders Jurnal BAPPEDA, Vol. 2 No. 3, Desember 2016 182

ISSN: 2442-7845 University of South Australia, Adelaide, Australia. 2005 [13] Bult-Spiering, WD and Dewulf, GPMR. Strategic Issues in Public-Private Partnerships: An International Perspective. Oxford: Blackwell Publishing, Ltd. 2006. [14] www.bertuahpos.com. Sampah tembilahan capai 45 ton/hari. (diakses pada 30 Oktober 2016). [15] UI,UNISI, EEP Indonesia. Sanitary Landfill Gas for Riau Rural Electricity (studi kelayakan TPA sungai beringin dalam memghasilkan energi listrik). 2014 [16] Riauone.com, Pemadaman listrik di Tembilahan, diakses pada 8 Januari 2015 [17] BPPPSPAM, Rapor Merah PDAM Tirta Indragiri, 2014 Review: PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP ( Gasali Et Al.) 183

ISSN : 2442-7845 Lampiran: Tabel 3.Aplikasikerangkakerjasama Jenis Infrastruktur GCA Dasar Konsensi Dasar Penghasilan Pemilihan Jenis Badan Usaha Penyediaan Air minum Fasilitas penampungan, penyaluran, distribusi air minum dalam daerah yang belum termasuk dalam cakupan layanan perusahaan air minum wilayah Berdasarkan Pasal 64 (5) PP 16/2005, badan pelaksana adalah pemerintah pusat atau pemerintah daerah (Gubernur/Walikota/Bupati) tergantung pada lingkup proyek Perjanjian Berdasarkan Pasal 60 (7) PP 16/2005, tariff akan ditentukan oleh pimpinan daerah (Gubernur/Walikota/Bupati) berdasarkan pada Perjanjian. Berdasarkan Pasal 64 (3) PP 16/2005, keikutsertaan Badan Usaha dalam sector penyediaan air minum akan dilakukan melalui proses tender (lelang) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 64 (8) PP 16/2005, prosedur tender (lelang) akan diatur dalam Peraturan Menteri. Ketenagalistrika n Pembangkit listrik, transmisi, distribusi dan penjualan listik kepada pelanggan Berdasarkan Pasal 21 UU 30/2009, izin usaha ketenagalistrikan akan diberikan oleh pemerintah pusat (Menteri) atau pemerintah daerah (Gubernur/Walikota/Bupati) tergantung pada lingkup proyek Izin Usaha Ketenagalistrikan [Perjanjian dengan PT. PLN dalam hal PT.PLN Bertindak sebagai pembeli] Berdasarkan Pasal 34 (1 (2) UU 30/2009, tariff untuk pelanggan akan ditentukan oleh pemerintah pusat dengan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau ditentukan oleh pemerintah daerah berdasarkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Berdasarkan UU 30/2009 Pasal 36 pemerintah akan menetapkan peraturan pemerintah tentang prosedur penentuan tarif UU No. 30/2009 tidak mengatur prosedur pemberian izin usaha ketenagalistrikan. Tetapi prosedur tersebut akan diatur dalam peraturan pemerintah pelaksana UU No 30/2009. Pada prinsipnya prosedur tersebut akan tunduk pada Peraturan Presiden No. 13/2010 Pelabuhan * Terminal dan fasilitas lainnya Berdasarkan Pasal 82 (4) UU 17/2008, Otoritas Pelabuhan akan bertindak selaku perwakilan pemerintah dalam pemberian hak konsesi kepada Perjanjian Berdasarkan Pasal 147 (2) PP 61/2009, tariff akan ditentukan oleh Badan Usaha berdasarkan jenis, struktur dan kelompok tarif sebagaimana ditentukan oleh Menteri Berdasarkan Pasal 74 (2) PP 61/2009, hak konsesi akan diberikan kepada Badan Usaha melalui proses tender (lelang) Jurnal BAPPEDA, Vol. 2 No. 3, Desember 2016 184

ISSN: 2442-7845 Jenis Infrastruktur GCA Dasar Konsensi Dasar Penghasilan Pemilihan Jenis Badan Usaha Bidang Usaha Perhubungan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pasal 78 PP/61/2009 mengatur bahwa prosedur pemberian konsesi akan diatur oleh Peraturan Menteri. Jalan Tol** Pembiayaan, perancangan, pembangunan, operasi dan/atau pemeliharaan Berdasarkan Pasal 64, Menteri Pekerjaan Umum atas nama Pemerintah RI akan menandatangani Perjanjian dengan Badan Usaha Perjanjian Berdasarkan Pasal 64 (2) (c) PP 15/2005, tariff dan formula untuk penyesuaian akan diatur dalam Perjanjian. Berdasarkan Pasal 68 PP 15/2005 BPJT akan melakukan pengkajian ulang atas penyesuaian tariff dalam kurun waktu setiap 2 tahun. Penyesuaian tariff akan ditentukan oleh Menteri Pekerjaan Umum berdasarkan rekomendasi dari BPJT Berdasarkan Pasal 55 (1) PP 15/2005, pemilihan Badan Usaha akan dilakukan via proses tender (lelang). Prosedur tender (lelang) diatur dalam Peraturan emerintah No. 15 tahun 2005 tentang Jalan Told an Perpres 13/2010.Sumber: Kemenkokesra, 2010 *) Berdasarkan Pasal 82 (1) UU 17/2008, Menteri Perhubungan akan menentukan Otoritas Pelabuhan untuk, antara lain, menjalankan fungsi kewenangan di pelabuhan komersial **) Regulator: Berdasarkan Pasal 3 PP 15/2005, fungsi kewenangan pemerintah akan dilaksanakan oleh Badan Pengatur Jalan Tol atau BPJT Review: PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP ( Gasali Et Al.) 185