IMPLEMENTASI PASAL 31 KUHAP TENTANG PENANGGUHAN PENAHANAN DENGAN ATAU TANPA JAMINAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Boyolali)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

PELAKSANAAN PENANGGUHAN PENAHANAN DENGAN JAMINAN. (Studi Kasus Tindak Pidana Penipuan di Pengadilan Negeri Klaten dan. Pengadilan Negeri Surakarta)

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

jahat tersebut tentunya berusaha untuk menghindar dari hukuman pidana, yaitu dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) semakin besar pengaruhnya

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BANTUAN HUKUM DAN UPAYA PERLINDUNGAN HAK ASASI TERDAKWA DALAM PROSES PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

BAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta

Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

PENDAHULUAN ABSTRAK. Pengadilan Negeri Gorontalo. Hasil penelitian yang diperoleh adalah terhadap penerapan Pasal 56 KUHAP tentang

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

BAB II HAK-HAK TERSANGKA DALAM HUKUM ACARA PIDANA. seseorang yang menjalani pemeriksaan permulaan, dimana salah atau tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang : Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dan hendak dilaksanakan oleh bangsa ini tidak hanya hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

GANTI RUGI ATAS KESALAHAN PENANGKAPAN, PENAHANAN PASCA PUTUSAN PENGADILAN 1 Oleh: David Simbawa 2

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006

II. TINJAUAN PUSTAKA

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. proses acara pidana di tingkat pengadilan negeri yang berakhir dengan pembacaan

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap yang dilakukan oleh pelakunya. Dalam realita sehari - hari, ada

BAB II PENGATURAN PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA. A. Penangguhan Penahanan Menurut HIR dan KUHAP

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal: 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA)

PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

Transkripsi:

IMPLEMENTASI PASAL 31 KUHAP TENTANG PENANGGUHAN PENAHANAN DENGAN ATAU TANPA JAMINAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Boyolali) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun oleh : HAFID NURZAMAN NIM : C. 100. 060. 159 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum bukanlah semata-mata sekedar sebagai pedoman untuk dilihat dan dibaca atau diketahui saja, melainkan untuk dilaksanakan atau ditaati. Dapatlah dikatakan bahwa setiap individu melaksanakan hukum. Setiap hari kita melaksanakan hukum. Bahkan seringkali kita tanpa sadari kita melaksanakan hukum. Jadi pelaksanaan hukum bukan dimonopoli oleh pihak tertentu seperti pejabat atau penegak hukum. Pengertian negara hukum dalam arti materiil tidak hanya melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, tetapi juga harus memajukan kesejahteraan umum dan kehidupan bangsa. Pembangunan hukum yang bersifat nasional seperti hukum acara pidana dilandasi oleh motivasi dan tujuan agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya, menciptakan suatu ketertiban dalam masyarakat serta agar masyarakat mendapatkan suatu kepastian hukum. Selanjutnya dari kepastian hukum tersebut dapat ditunjang dengan berfungsinya hukum itu sendiri sebagaimana mestinya. Adapun tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta

pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwakan itu dapat dipersalahkan. 1 Untuk menegakkan hukum pidana materiil maka bagi pelanggar peraturan hukum harus dijatuhi pidana atau pemidanaan. Untuk keperluan tersebut maka dibentuk suatu hukum pidana formil atau hukum acara pidana yang dalam pelaksanaannya tetap harus melindungi hak-hak asasi tersangka dan terdakwa seperti yang dikehendaki dalam undang-undang. Tujuan mencapai ketertiban dan kepastian hukum dalam undangundang ini nampaknya sudah bukan merupakan suatu tujuan utama, namun tujuan perlindungan atas harkat dan martabat seorang tersangka atau tertuduh atau terdakwalah yang merupakan tujuan yang utama. 2 Dengan begitu pada akhirnya hukum yang dijalani dapat meningkatkan nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat pada umumnya. Demikian halnya Indonesia, sebagai negara hukum selalu berupaya untuk memenuhi persyaratan-persyaratan agar menjadi negara yang menjunjung tinggi hukum yang sebenar-benarnya. Sebagai bukti dari pernyataan ini adalah dianutnya asas legalitas dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berbunyi: Tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana, kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan. 1 Andi Hamzah. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1987. Hal. 18. 2 Rangga Maindra. 04 Agustus 2009. Jaminan Penangguhan Penahanan Dalam Proses Penyelesaian Perkara Pidana. dalam http: //one.indoskrip.com/judul--skripsi/ilmuhukum/jaminan-penangguhan-penahanan-dalam-proses-penyelesaian-perkara-pidana. Donw load Kamis. 08 Oktober 2009 pukul 20:32.

Sejalan dengan pernyataan di atas, Moeljatno menyatakan dari bunyi Pasal 1 ayat (1) KUHAP dapat ditarik kesimpulan bahwa perbuatan seseorang dapat dipidana apabila: a. Tidak ada perbuatan dan diancam pidana jika perbuatan itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu undang-undang. b. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi (kiyas). c. Aturan-aturan pidana tidak boleh berlaku surut. 3 Hukum acara pidana juga menjelaskan berbagai macam hak-hak bagi tersangka/terdakwa dalam semua tingkat pemeriksaan perkara. Adapun macam-macam hak bagi tersangka atau terdakwa di dalam Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (UU Nomor 8 Tahun 1981) mulai Pasal 50 sampai Pasal 68: a. Hak untuk segera diperiksa, diajukan ke pengadilan dan diadili. (Pasal 50) b. Hak untuk mengetahui dengan jelas dan bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan dan apa yang didakwakan. (Pasal 51) c. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan hakim seperti tersebut. (Pasal 52) d. Hak untuk mendapat juru bahasa. (Pasal 53) e. Hak untuk mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan. (Pasal 54) 3 Sudaryono dan Natangsa Surbakti. Buku Pegangan Kuliah Hukum Pidana. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2005. Hal. 34.

f. Hak untuk mendapat nasihat hukum dari penasihat hukum yang ditunjuk oleh pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan bagi tersangka atau terdakwa yang diancam pidana mati, seumur hidup, atau paling lama 15 tahun dengan biaya cuma-cuma. (Pasal 56) g. Hak tersangka atau terdakwa yang berkebangsaan asing untuk menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya. (Pasal 57) h. Hak kunjungan oleh dokter bagi tersangka dan terdakwa yang ditahan. (Pasal 58) i. Hak untuk diberi tahu kepada keluarganya atau orang yang serumah dengan tersangka atau terdakwa yang ditahan untuk mendapat bantuan hukum atau bagi jaminan penangguhannya. (Pasal 59) j. Hak diberitahukan, menghubungi, atau menerima kunjungan dari sanak keluarga. (Pasal 60 dan Pasal 61) k. Hak berkirim dan menerima surat dengan penasehat hukumnya. (Pasal 62) l. Hak menerima rohaniawan. (Pasal 63) m. Hak untuk diadili di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum. (Pasal 64) n. Hak tersangka atau terdakwa untuk mengajukan saksi dan ahli yang a de charge. (Pasal 65) o. Hak tersangka atau terdakwa tidak dibebani pembuktian. (Pasal 66) p. Hak untuk menuntut kerugian dan rehabilitasi. (Pasal 68) 4 4 Andi Hamzah. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1987. Hal. 63.

Hak-hak di atas adalah hak-hak yang berlaku pada umumnya bagi tersangka dan terdakwa. Di samping hak-hak tersangka atau terdakwa yang umum tersebut, undang-undang masih memberi lagi hak yang melindungi tersangka atau terdakwa yang berada dalam penahanan, yaitu: a. Berhak menghubungi penasihat hukum. b. Berhak menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadi untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses perkara atau tidak. c. Tersangka atau terdakwa untuk diberitahukan penahanannya kepada: 1) keluarganya, 2) atau kepada orang yang serumah dengannya, 3) atau orang lain yang dibutuhkan bantuannya, 4) terhadap orang yang hendak memberi bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhan penahanannya. d. Selama tersangka berada dalam penahanan berhak: 1) menghubungi pihak keluarga, dan 2) mendapat kunjungan dari pihak keluarga. e. Berhak secara langsung atau dengan perantaraan penasihat hukum melalukan hubungan: 1) menghubungi dan menerima sanak keluarganya, 2) baik hal itu untuk kepentingan perkaranya, 3) atau untuk kepentingan keluarganya, dan 4) maupun untuk kepentingan pekerjaannya.

f. Berhak atas surat-menyurat. Hal ini diatur dalam pasal 62, yang memberi hak sepenuhnya kepada tersangka atau terdakwa yang berada dalam penahanan: 1) mengirim dan menerima surat kepada dan dari penasihat hukumnya, 2) mengirim dan menerima surat kepada dan dari sanak keluarganya. g. Berhak atas rahasia kebebasan surat: 1) tidak boleh diperiksa oleh penyidik, penuntut umum, hakim, atau pejabat rumah tahanan negara, 2) kecuali cukup alasan untuk menduga bahwa surat-menyurat tersebut disalahgunakan. h. Tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan. 5 Dalam hukum acara pidana juga terdapat keistimewaannya, dimana keistimewaan itu dapat menyingkirkan hak-hak asasi manusia yang diakui secara universal. Ketentuan demikian terutama mengenai penahanan, walaupun tidak menutup kemungkinan adanya tindakan-tindakan lainnya, oleh karena itu penahanan seharusnya dilakukan jika perlu sekali. 6 Adapun pengertian penahanan dalam Pasal 1 butir 21 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana disebutkan: Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undangundang ini. 5 M.Yahya Harahap. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan. Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika. 2002. Hal. 336. 6 Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika edisi ke 2. 2008. Hal. 129.

Penahanan hanya dapat dilakukan dengan alasan-alasan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 20 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berbunyi: 1) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berwenang melakukan penahanan. 2) Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan. 3) Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan. Untuk melakukan penahanan terhadap seorang tersangka atau terdakwa maka harus memenuhi syarat-syarat penahanan, yaitu: 1. Syarat Objektif/yuridis, yaitu (Pasal 21 ayat (4) KUHAP) : a. Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih. b. Tindak pidana dalam Pasal 282 ayat (3) (kesusilaan), Pasal 296 (perbuatan cabul) Pasal 335 ayat (1) (perbuatan tdk menyenangkan, pencemaran nama baik), Pasal 351 ayat (1) (penganiayaan berat kecuali percobaan penganiayaan), Pasal 372 (penggelapan), Pasal 378 (penipuan), Pasal 379a (penipuan), Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 KUHAP, Pasal 25 dan Pasal 26 stbld 1931 no. 471 (pelanggaran terhadap Ordonansi Bea dan Cukai), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 UU TP Imigrasi. c. Bagi tindak pidana yang disebutkan dalam Pasal 21 ayat (4) huruf b meskipun ancaman kurang dari 5 tahun juga dapat dikenakan penahanan. d. Percobaan dan pembantuan dari tindak pidana di atas.

2. Syarat Subjektif, yaitu : a. Syarat ini yang menekankan pada keadaan tersangka atau terdakwanya. b. Penahanan dilakukan dengan alasan menurut Pasal 21 ayat (1) KUHAP, bila penyidik, penuntut umum, atau hakim mempunyai kekhawatiran bahwa : 1. Tersangka atau terdakwa melarikan diri. 2. Tersangka atau terdakwa akan mengulangi melakukan tindak pidana. 3. Tersangka atau terdakwa akan menghilangkan barang bukti. Menahan seseorang dilakukan karena seseorang diduga keras telah melakukan salah satu delik yang memenuhi ketentuan Pasal 21 ayat (4) KUHAP. 7 Namun berkaitan dengan ketiga syarat subyektif tersebut tidak perlu bersama-sama terpenuhi, tapi satu syarat saja sudah cukup. 8 Walaupun pada kenyataannya semua surat perintah penahanan sudah mencantumkan secara baku ketiga syarat. Dalam Pasal 59 KUHAP juga menjelaskan, bahwa tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan atas dirinya oleh pejabat yang berwenang dalam semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan: 1. Berhak untuk diberitahukan perintah penahanan itu oleh pejabat yang melakukan penahanan kepada keluarganya; 2. Atau kepada orang lain yang serumah dengan dia; 3. Atau kepada orang lain yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi pengguhan penahanannya. 7 Ibid, Hal 130. 8 M. Muhtarom. Pengantar Hukum Acara Pidana. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Suarakarta. 1997. Hal. 14.

KUHAP juga mengatur penangguhan penahanan kepada tersangka atau terdakwa baik dengan atau tanpa jaminan dalam Pasal 31 ayat (1) yang berbunyi: Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim sesuai denagan kewenangan masing-masing dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang berdasar syarat yang ditentukan. 9 Syarat-syarat yang ditentukan yang dimaksud, misalnya : 1. Wajib lapor. 2. Tidak keluar kota. 10 Penangguhan penahanan adalah tahanan yang resmi dan sah yang masih ada dan belum habis waktunya, namun pelaksanaan penahanan yang masih harus dijalani tersangka atau terdakwa ditangguhkan, sekalipun masa penahanan yang diperintahkan kepadanya belum habis. Dengan adanya penangguhan penahanan, seorang tersangka atau terdakwa dikeluarkan dari tahanan pada saat masa tahanan yang sah dan resmi sedang berjalan. Mengenai masalah penangguhan penahanan yang diatur dalam Pasal 31 KUHAP belum secara keseluruhan mengatur bagaimana tata cara pelaksanaannya, serta bagaimana syarat dan jaminan yang dapat dikenakan kepada tahanan atau kepada orang yang menjamin, sedangkan tentang alasan penangguhan penahanan tidak ada disinggung dalam Pasal 31 KUHAP 9 Hartanto dan Murofiqudin. Undang-undang hokum Acara Pidana Indonesia.Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2001. Hal. 17. 10 Anggara, 29 Agustus 2006, Tentang Penangguhan Penahanan, dalam http : //anggara.org/2006/08/29/tentang-penangguhan-penahanan/, Down load Senin, 05 Oktober 2009 pukul 23:59.

maupun dalam penjelasan pasal tersebut. Jika ditinjau dari segi yuridis, mengenai alasan penangguhan dianggap tidak relevan untuk dipersoalkan. Persoalan pokok dalam hal penangguhan penahanan berkisar pada masalah syarat dan jaminan penangguhan. Berdasarkan uraian yang penulis jelaskan, maka penulis tertarik untuk menyusun dan menulis skripsi dengan judul: IMPLEMENTASI PASAL 31 KUHAP TENTANG PENANGGUHAN PENAHANAN DENGAN ATAU TANPA JAMINAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Boyolali). B. Pembatasan Masalah Untuk menghindari pembahasan yang meluas dan untuk mempermudah penulis dalam membuat penulisan, maka penulis membatasi penelitian ini tentang implementasi Pasal 31 KUHAP tentang penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan yang dilakukan di Pengadilan Negeri Boyolali. C. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka penulis merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana implementasi penangguhan penahanan terhadap terdakwa di Pengadilan Negeri Boyolali?

2. Apakah yang menjadi pertimbangan hakim di Pengadilan Negeri Boyolali dalam mengabulkan permohonan penangguhan penahanan terhadap terdakwa? 3. Apakah yang menjadi hambatan dalam proses penangguhan penahanan terhadap terdakwa di Pengadilan Negeri Boyolali? D. Tujuan Penelitian Agar penelitian yang dilakukan tertuju pada dasar pemikiran tersebut maka tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah: 1. Tujuan obyektif: a. Untuk mengetahui lebih jelas tentang implementasi penangguhan penahanan, khususnya di Pengadilan Negeri Boyolali. b. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan penangguhan penahanan. c. Untuk mengetahui hambatan dalam proses penangguhan penahanan. 2. Tujuan Subyektif: a. Agar dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan pengetahuan penulis pada khususnya dan mengembangkan pengetahuan masyarakat pada umumnya dengan begitu dapat diketahui secara benar tentang permohonan penangguhan penahanan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. b. Untuk mengetahui kesesuaian teori yang diperoleh dan kenyataan yang terjadi dalam praktek kehidupan.

c. Untuk memenuhi tugas akhir sebagai syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan perkembangan hukum acara pidana pada khususnya, lebih khusus lagi tentang penangguhan penahanan. F. Kerangka Pemikiran Sehubungan dengan tujuan hukum pada umumnya ialah tercapainya kesejahteraan masyarakat baik itu materiil dan spiritual, maka perbuatan yang tidak dikehendaki ialah perbuatan yang mendatangkan kerugian atas warga masyarakatnya. Kalau apa yang dikemukakan ini berlaku untuk pembentukan hukum pada umumnya, lebih perlu lagi mendapat perhatian ialah pembentukan hukum pidana, karena menyangkut nilai-nilai kehidupan manusia tidak hanya yang mengenai diri pribadi, rasa, dan kejiwaan seseorang, serta nilai-nilai masyarakat pada umumnya. 11 Sebagai upaya dalam penegakan hukum agar tercipta tata tertib, keamanan, dan ketentraman dalam masyarakat maka perlu adanya peraturan hukum yang jelas. Dengan adanya asas Presumtion of innocent yaitu asas praduga tak bersalah, maka hak asasi seorang tersangka atau terdakwa harus dihormati 11 Sudarto. Hukum Dan Hukum Pidana. Bandung: Alumni. 1986. Hal. 35.

dan dijunjung tinggi sesuai harkat dan martabatnya sebagai seorang manusia. 12 Hal-hal yang menyangkut tentang tindak pidana akan berhubungan dengan tindak penahanan, dimana penahanan itu bergantung pada pada berat atau ringannya tindak pidana yang dilakukan. Dalam Pasal 1 butir 21 KUHAP menjelaskan penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Penahanan yang diatur dalam Pasal 22 ayat (1) KUHAP terdapat variasi tempat penahan. Adapun jenis-jenis penahanan, yaitu: a. Penahanan rumah tahanan Negara (RUTAN); b. Penahanan rumah; Dilaksanakan di rumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya untuk menghindari segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. c. Penahanan kota: Dilaksanakan di kota tempat tinggal/tempat kediaman tersangka/terdakwa dengan kewajiban untuk melapor pada waktu yang ditentukan. 13 Terhadap tersangka atau terdakwa berdasarkan atas Pasal 31 ayat (1) dan (2) KUHAP yang berbunyi: 12 M. Muhtarom. Hukum Acara Pidana. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. 1997. Hal. 30. 13 Ibid. Hal. 18.

(1) Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan. (2) Karena jabatannya penyidik atau penuntut umum atau hakim sewaktuwaktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1. Sebelum Peraturan Pelaksana dikeluarkan, Pasal 31 KUHAP merupakan ketentuan yang kaku, yang dapat menimbulkan perselisihan penafsiran terutama tentang hal jaminan. Sebab penjelasan Pasal 31 KUHAP tidak memberi petunjuk mengenai jaminan. 14 Maka jika dikehendaki atas permintaan tersangka atau terdakwa, Penyidik atau Penuntut Umum atau Hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasar syarat yang ditentukan. Di sisi lain Penyidik atau Penuntut Umum atau Hakim karena jabatannya sewaktu-waktu dapat mencabut penangguhan penahanan itu, dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat yang ditentukan misalnya wajib lapor, tidak keluar rumah atau kota dan lain sebagainya. 15 Dalam literatur penangguhan penahanan juga terdapat hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya. Adapun hambatan yang dapat mengganggu penangguhan penahanan itu sendiri, dikarenakan hal-hal sebagai berikut: 1. Tersangka atau terdakwa tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam perjanjian penangguhan penahanan. 14 M.Yahya Harahap. Op. Cit. Hal. 214. 15 S. Tanusubroto. Dasar-dasar Hukum Acara Pidana. Bandung: Armico. 1984. Hal. 51-52.

2. Tersangka atau terdakwa tidak memenuhi panggilan untuk kepentingan pemeriksaan. 3. Tersangka atau terdakwa melarikan diri. 16 Demikian juga dalam pemberian penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan kepada terdakwa, tergantung hakim yang menetukan dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang maupun orang berdasarkan syarat yang ditentukan sesuai (Pasal 31 KUHAP Jo. Pasal 35 dan Pasal 36 PP no. 27/1983 Jo. Psl 25 Peraturan Menteri Kehakiman No. M.04.UM.01.06/1983. tgl 16 Desember 1983 Jo. Keputusan Menteri Kehakiman No. M.14-PW.07.03/1983 tanggal 10 Desember 1983). 17 G. Metode Penelitian Dalam melakukan suatu penelitian agar tercapainya sasaran dan tujuan yang diinginkan, maka penulis menggunakan metode sebagai berikut: 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris yaitu mengkaji konsep normatif/yuridis mengenai penangguhan penahanan dan praktik pelaksanaannya di Pengadilan Negeri Boyolali. 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang merupakan prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan 16 Hamid Hamrat dan Husein Harun. Pembahasan Permasalahan KUHAP Bidang Penyidikan. Jakarta: Sinar Grafika. 1997. Hal. 62. 17 Santos, 11 Juli 2006 08:34, Penahanan, dalam http://www.santoslolowang.com/hukum/penahanan/, Down load Selasa, 27 Oktober 2009 12:43.

menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek dan obyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak. 18 Dengan begitu penelitian ini dimaksudkan untuk menggambarkan selengkap-lengkapnya tentang aturan yuridis dan implementasi penangguhan penahanan terhadap terdakwa dan pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan penangguhan penahanan terhadap terdakwa, serta hambatan dalam proses penangguhan penahanan terhadap terdakwa. 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Pengadilan Negeri Boyolali. 4. Jenis Data Dalam penelitian ini penulis menggunakan data berupa : a. Data Primer Data yang diperoleh secara langsung dari lokasi penelitian yaitu dari Pengadilan Negeri Boyolali. b. Data Sekunder Data yang diperoleh dari literatur-literatur yang berkaitan dengan penangguhan penahanan atau data yang diperoleh dari studi kepustakaan, juga dari virtual internet yang berkaitan dengan penangguhan penahanan. 5. Metode Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan penulis, maka penulis dalam melakukan penelitian menggunakan cara sebagai berikut: 18 Soerjono dan Abdulrahman. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta. 2003. Hal. 23.

a. Studi kepustakaan Metode ini digunakan dengan cara mencari, mengumpulkan, mencatat serta melakukan inventarisasi dari data-data yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan penulis, baik yang berbentuk bahan-bahan pustaka, peraturan perundang-undangan, dan dokumen lainnya. b. Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberiakan jawaban atas pertanyaan itu. 19 Metode ini yang dilakukan secara langsung terhadap obyek yang diteliti dengan cara komunikasi dengan obyek yang dipilih, agar didapatkan data-data yang berasal dari jawaban yang dijawab oleh responden atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan penulis. Adapun responden dalam penelitian ini adalah hakim dan panitera PN Boyolali. 6. Metode Analisis Data Setelah data-data terkumpul selanjutnya dianalisis menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu suatu analisa yang diperoleh baik dari observasi, wawancara, maupun studi kepustakaan kemudian dituangkan dalam bentuk uraian yang logis dan sistematis, dan selanjutnya dianalisa untuk mendapatkan kejelasan yang diteliti. Seperti yang dijelaskan oleh Bogdan dan Taylor, bahwa metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang 19 Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2007. Hal. 186.

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. 20 H. Sistematika Skripsi Penelitian skripsi ini terdiri atas 4 (empat) bab yang disusun secara sistematis, dimana antara bab saling berkaitan sehingga merupakan suatu rangkaian yang berkesinambungan. Bab I berisi pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika skripsi. Tinjauan Pustaka merupakan judul Bab II, menguraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penangguhan penahanan yang berisikan tinjauan umum tentang fase-fase penyelesaian perkara pidana, tinjauan umum tentang penahanan dan penangguhan penahanan, dan tinjauan umum tentang penahanan dan HAM dalam acara pidana. Hasil Penelitian dan Pembahasan penulis menguraikan mengenai masalah-masalah yang menyinggung penangguhan penahanan yang berisikan tentang implementasi permohonan penangguhan penahanan, pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan penangguhan penahanan, dan hambatan dalam proses penangguhan penahanan. Penutup yang berisikan kesimpulan dan saran yang mencakup dari hasil penelitian dan pembahasan. 20 Ibid. Hal 4.