BAB I PENDAHULUAN. Energi minyak bumi telah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi manusia saat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi

PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI DURIAN MELALUI HIDROLISIS. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh : Fifi Rahmi Zulkifli

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia semakin tahun

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang industri jasa maupun industri pengolahan bahan baku menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri semakin berkurang, bahkan di

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bahan bakar. Sumber energi ini tidak dapat diperbarui sehingga

I. PENDAHULUAN. tanaman yang mengandung mono/disakarida (tetes tebu dan gula tebu), bahan

BAB I PENDAHULUAN. Energi (M BOE) Gambar 1.1 Pertumbuhan Konsumsi Energi [25]

PENGUJIAN MODEL BURNER KOMPOR BIOETANOL DENGAN VARIASI VOLUME BURNER CHAMBER 50 cm 3, 54 cm 3, 60 cm 3, 70 cm 3

I. PENDAHULUAN. Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin

Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat seiring dengan terus meningkatnya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissma, Pohl) VARIETAS MUKIBAT DENGAN PENAMBAHAN Aspergillus niger

I. PENDAHULUAN. itu, diperlukan upaya peningkatan produksi etanol secara besar-besaran

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi di berbagai negara di belahan dunia saat ini

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Noor Azizah, 2014

I. PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan suatu bentuk energi alternatif, karena dapat. mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak dan sekaligus

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. malam cukup tinggi yang disebabkan adanya variasi manfaat. Keharuman bunga

I. PENDAHULUAN. menurun. Penurunan produksi BBM ini akibat bahan bakunya yaitu minyak

Analisa Penggunaan Bahan Bakar Bioethanol Dari Batang Padi Sebagai Campuran Pada Bensin

I. PENDAHULUAN. yang tidak dapat diperbaharui) disebabkan oleh pertambahan penduduk dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. alternatif penanganan limbah secara efektif karena dapat mengurangi pencemaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROSPEK TANAMAN PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. maka kebutuhan energi juga mengalami peningkatan. Hal tersebut tidak

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tersebut, pemerintah mengimpor sebagian BBM. Besarnya ketergantungan

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi

BAB I PENDAHULUAN. Advisory (FAR), mengungkapkan bahwa Indonesia adalah penyumbang

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi untuk beberapa abad ke depan, semakin meningkat

BAB I PENDAHULUAN. dan Costa Rica yang umumnya digemari sebagai konsumsi buah segar. Buah segar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya

2015 KONVERSI LIGNOSELULOSA TANDAN PISANG MENJADI 5-HIDROKSIMETIL-2-FURFURAL (HMF) : OPTIMASI KOMPOSISI

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Proyeksi tahunan konsumsi bahan bakar fosil di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih

Gambar 1.1 Konsumsi BBM Berdasarkan Sektor 2011 (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting, terutama di jaman modern dengan mobilitas manusia yang sangat

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan energi dunia yang dinamis dan semakin terbatasnya cadangan energi

BIOETANOL DARI LIGNOSELULOSA: POTENSI PEMANFAATAN LIMBAH PADAT DARI INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak (BBM) dan gas yang semakin meningkat serta

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. minyak bumi pun menurun. Krisis energi pun terjadi pada saat ini, untuk

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi adalah energi yang tidak dapat diperbarui, tetapi dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMANFAATAN TONGKOL JAGUNG SEBAGAI BAHAN BAKU BIOETANOL DENGAN PROSES HIROLISIS H 2 SO 4 DAN FERMENTASI SACCHAROMYCES CEREVICEAE

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah

I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang dan Masalah. Kebutuhan energi makin lama makin meningkat. Peningkatan kebutuhan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET ARANG KAYU DAN DAUN CENGKEH SISA DESTILASI MINYAK ATSIRI DENGAN VARIASI KOMPOSISI

BIOETHANOL. Kelompok 12. Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto

NURUL FATIMAH A

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

I. PENDAHULUAN. akan tetapi juga berperan bagi pembangunan sektor agrowisata di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. energi karena cadangan energi fosil yang terus menurun. Mengantisipasi masalah

BIOETANOL DARI PATI (UBI KAYU/SINGKONG) 3/8/2012

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi semakin meningkat dengan peningkatan jumlah

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

BAB I PENDAHULUAN. Ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang terus menipis mendorong para

Evolusi Teknologi Produksi Bioetanol

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kartika Mayasai, 2014

Hak Cipta milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

Analisa Penggunaan Bahan Bakar Bioethanol Dari Batang Padi Sebagai Campuran Pada Bensin

I. PENDAHULUAN. Pada masa sekarang konsumsi bahan bakar minyak sangat tinggi,

BIOENERGI. Bioenergi : energi yang diperoleh dari biomasa (mahluk hidup) Biofuel : bahan bakar yang berbahan baku dari tanaman

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Industri pengolahan obat-obatan tradisional mengalami perkembangan yang

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

PEMANFAATAN JAGUNG SEBAGAI BIOETANOL DENGAN PROSES FERMENTASI DAN HIDROLISA ASAM H 2 SO 4

BAB I PENDAHULUAN. tanaman hias yang populer dalam tatanan kehidupan manusia karena bentuk dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. asam ataupun enzimatis untuk menghasilkan glukosa, kemudian gula

BAB I PENDAHULUAN. fosil (Meivina et al., 2004). Ditinjau secara global, total kebutuhan energi dunia

GAPLEK KETELA POHON (Manihot utillisima pohl) DENGAN PENAMBAHAN Aspergillus niger

PENDAHULUAN. Nira adalah cairan yang rasanya manis dan diperoleh dari bagian tandan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi minyak bumi telah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi manusia saat ini karena dapat menghasilkan berbagai macam bahan bakar, mulai dari bensin, minyak tanah, aspal dan berbagai reagen kimia yang dibutuhkan untuk membuat plastik dan obat-obatan. Minyak bumi bersumber dari hasil olahan fosil yang telah ada jutaan tahun di dalam perut bumi. Proses pembentukan minyak bumi memakan waktu jutaan tahun yang terbentuk meresap dalam batuan yang berpori. Minyak bumi adalah sumber daya yang tak terbarukan (unrenewable) dan bersifat given sehingga suatu saat pasti akan habis. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah penduduk terbesar keempat, namun Indonesia bukanlah negara penghasil minyak bumi yang dapat memenuhi kebutuhan minyak bumi dalam negeri. Hal ini terbukti pada tahun 2015 Indonesia tercatat sebagai negara terbesar importir minyak bumi kedua di dunia. Berdasarkan data Kementerian ESDM konsumsi BBM nasional rata-rata mencapai 1,5 juta barel per hari. Sementara produksi minyak Indonesia rata-rata hanya sekitar 800.000 barel per hari. Sebagai bentuk antisipasi terhadap semakin langkanya minyak bumi sebagai sumber energi bahan bakar di masa mendatang, maka pemanfaatan sumber energi terbarukan perlu dikembangkan. Bioetanol adalah cairan biokimia dari hasil proses fermentasi gula dari karbohidrat dengan menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol merupakan etanol yang berasal dari sumber hayati dan 1

2 sumber yang telah banyak digunakan saat ini adalah nira sorgum, ubi kayu, garut, ubi jalar, jagung, jerami, bonggol jagung dan kayu. Bahan baku pembuatan bioetanol terdiri dari bahan - bahan yang mengandung karbohidrat, glukosa dan selulosa. Akan tetapi, penggunaan sumber bahan baku bioetanol yang berasal dari tanaman pangan bukan menjadi suatu alternatif yang bijak. Indonesia memiliki ketahanan pangan yang masih lemah. Berdasarkan Data Global Food Security Index (GFSI) yang dirilis oleh The Economist Intelligence Unit menunjukkan bahwa Indonesia pada tahun 2014 dan 2015 menduduki peringkat ke-76 dalam hal ketahanan pangan. Pada tahun 2016, ketahanan pangan Indonesia berhasil naik ke peringkat 71 dari 113 negara, namun kenaikan peringkat Indonesia tidak signifikan sehingga belum dapat menjadi alasan yang kuat untuk menggunakan sumber bahan baku pangan sebagai sumber energi terbarukan seperti bioetanol. Selain itu, salah satu bahan yang dapat digunakan untuk membuat bioetanol adalah lignoselulosa. Ketersediaan lignoselulosa di alam melimpah, mudah didapat dan murah karena pada umumnya lignoselulosa bersumber dari limbah pertanian dan kayu. Pemanfaatan limbah pertanian yang dijadikan bahan baku untuk pembuatan bioetanol dapat membantu mengurangi limbah tak terpakai menjadi energi alternatif yang bermanfaat bagi masyarakat. Bioetanol generasi ke dua berbahan baku biomassa lignoselulosa diharapkan akan menjadi salah satu energi alternatif di masa depan. Bioetanol generasi kedua paling berpeluang diproduksi untuk mengurangi beban ketergantungan pada bahan bakar fosil. Meskipun belum mampu bersaing, bioetanol makin memiliki prospek seiring dengan menipisnya cadangan minyak bumi. Pada Gambar 1.1. ditunjukkan salah satu contoh rantai pasok industri bioetanol yang ada di Indonesia, yaitu PT Medco Ethanol Lampung.

3 PEMASOK PRODUSEN DISTRIBUTOR Lahan: 1.000 Ha 40% Medco (HGU) 60% Masyarakat Ubi Kayu Bioetanol Mutu 97% Bioetanol Distributor Ekspor Otoritas: Kelompok Tani, Industri Medco Produksi: 40 Ha/hari (1.200 ton/hari) Harga: Rp600-700/kg Proses Produksi: Fermentasi Destilasi Otoritas: Kelompok Tani, Industri Medco Trasportasi: Dari pabrik di Kota Bumi ke Pelabuhan Bakauheni sebagai gudang dan pemasaran tiap hari Harga: US$ 650/ton Otoritas: Kelompok Tani, Industri Medco Peran: Pemda: Kebijakan dalam penggunaan lahan HGU Medco 40% Medco: Peningkatan produksi melalui pengadaan bibit unggul Medco membeli semua produk ubi kayu dari petani dengan harga pasar Peran: B2TP/BPPT: desain pabrik PT Medco: Investasi/modal dan SDM Kapasitas produksi > 10 kl/hari izin diatur pemerintah pusat Peran: PT Medco: pemasaran Pemerintah Pusat: Penentuan cukai Gambar 1.1. Rantai Pasokan Industri Bioetanol PT Medco Ethanol Lampung Sumber: (Siahaan, 2013) Indonesia memiliki produksi tanaman hias yang besar, berdasarkan Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura milik Departemen Pertanian pada tahun 2014 produksi tanaman hias di Indonesia untuk bunga krisan, anggrek dan mawar adalah 620.065.497 tangkai. Total produksi tanaman hias Indonesia sangat besar mengingat Indonesia juga memiliki luas lahan pertanian dan perkebunan yang luas. Selain hasil produksi yang besar, sebuah industri seperti tanaman hias pasti memiliki limbah produksi. Limbah yang ada pada industri

4 tanaman hias antara lain bunga layu, potongan tangkai bunga, daun layu dan sebagainya. Berikut adalah data peningkatan produksi tiga komoditas bunga potong terbesar di Indonesia. Tabel 1.1. Data Produksi dan Luas Panen Bunga Potong di Indonesia Komoditas Produksi (tangkai) 2012 2013 2014 Krisan 397.651.571 387.208.754 427.248.059 Mawar 68.671.463 152.066.469 173.077.811 Sedap Malam 101.197.847 104.975.942 104.975.942 Komoditas Luas Panen (m 2 ) 2012 2013 2014 Krisan 9.852.612 9.080.709 9.647.827 Mawar 2.744.233 3.285.612 3.414.005 Sedap Malam 3.108.021 3.639.623 2.495.256 Rasio 2012 2013 2014 Krisan 40,36 42,64 44,28 Mawar 25,02 46,28 50,70 Sedap Malam 32,56 28,84 42,07 Sumber: (Kementrian Pertanian., 2013) Berdasarkan Tabel 1.1. tersebut dapat dicari rasio antara produksi bunga terhadap luas panen. Pada tahun 2012 tanaman bunga yang memiliki rasio terbesar adalah bunga krisan dengan besar rasio 40,36. Pada tahun 2013 tanaman bunga yang memiliki rasio terbesar adalah mawar dengan 46,28. Pada tahun 2014 tanaman yang memiliki rasio terbesar adalah mawar dengan rasio 50,70. Pada tahun 2013 dan 2014, rasio bunga krisan berada di posisi kedua dengan selisih yang tidak berbeda jauh, yaitu untuk tahun 2013 rasio krisan adalah 42,64 dan pada tahun 2014 adalah 44,28. Pada Gambar 1.2. ditunjukkan kurva perbandingan rasio dengan lebih jelas agar dapat terlihat perbedaan antar komoditas bunga potong.

Rasio 5 60 50 40 30 20 10 0 2012 2013 2014 Tahun Krisan Mawar Sedap Malam Gambar 1.2. Rasio Produksi terhadap Luas Panen Bunga Potong Pada Gambar 1.2 dapat dilihat bahwa rasio bunga mawar terus meningkat dari tahun 2012 sampai 2014. Hal ini menunjukkan bahwa produksi bunga mawar masih berkembang dan terus bertambah dibandingkan dengan bunga krisan. Bunga krisan memiliki rasio yang cenderung stabil karena bunga krisan memiliki produksi dan luas panen yang lebih besar dibandingkan dengan bunga mawar dan sedap malam. Sedangkan bunga sedap malam memiliki rasio yang fluktuatif, yaitu mengalami penurunan pada tahun 2013 dan kembali mengalami peningkatan pada tahun 2014. Sebuah keuntungan bagi Indonesia yang memiliki hasil tanaman hias yang besar karena selain dihasilkan sebagai produk tanaman hias, jumlah limbah yang dihasilkan dari industri tanaman hias dapat dimanfaatkan. Sebagai bentuk antisipasi terhadap semakin menipisnya sumber minyak bumi dikemudian hari, limbah tanaman hias terutama limbah dari bunga potong dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Pada prinsipnya pengembangan bioetanol dapat berasal

6 dari limbah-limbah pertanian (biomassa) yang mengandung banyak lignin seperti tangkai bunga potong. Tabel 1.2. Perkembangan Produksi Krisan Tahun Jawa (Tangkai) Pertumb. Luar Jawa (Tangkai) Pertumb. Indonesia (Tangkai) Pertumb. 2000 2.120.036 161.089 2.281.125 2001 6.146.577 189,93 1.241.160 670,48 7.387.737 223,86 2002 25.088.738 308,17 715.892-42,32 25.804.630 249,29 2003 26.424.493 5,32 981.971 37,17 27.406.464 6,21 2004 26.502.079 0,29 1.181.370 20,31 27.683.449 1,01 2005 45.405.465 71,33 2.060.329 74,40 47.465.794 71,46 2006 60.679.028 33,64 3.037.228 47,41 63.716.256 34,24 2007 61.764.385 1,79 5.214.875 71,70 66.979.260 5,12 2008 95.396.469 54,45 6.380.657 22,35 101.777.126 51,95 2009 104.292.061 9,32 3.555.011-44,28 107.847.072 5,96 2010 182.799.852 75,28 2.433.118-31,56 185.232.970 71,76 2011 297.610.039 62,81 8.257.843 239,39 305.867.882 65,13 2012 383.152.812 28,74 14.498.759 75,58 397.651.571 30,01 2013 379.353.323-0,99 7.855.431-45,82 387.208.754-2,63 Rata-rata Pertumbuhan (%/tahun) 2000-2013 64,62 84,22 62,57 Sumber : (Kementrian Pertanian., 2014) Penurunan ketersedian krisan pada tahun 2013 sebesar 2,59% disebabkan pada tahun tersebut terjadi penurunan produksi krisan sebesar 2,63% yang ditunjukkan pada Tabel 1.2. Rata-rata pertumbuhan bunga krisan pada tahun 2000-2013 di Jawa lebih kecil dibandingkan dengan di luar Jawa karena luas lahan untuk bunga krisan di Jawa lebih besar dibanding dengan di luar Jawa. Luas lahan bunga krisan di luar Jawa masih belum optimal sehingga tiap tahunnya masih ada penambahan luas lahan yang dijadikan budidaya krisan dan menyebabkan kenaikan pertumbuhan produksi bunga krisan. Perkembangan ketersedian krisan selama periode 2007-2013 yang ditunjukan pada Tabel 1.3 terlihat meningkat, walaupun

7 sedikit mengalami penurunan pada tahun 2013 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 37,12% per tahun. Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Tabel 1.3. Konsumsi Krisan Indonesia Produksi Ekspor Impor Konsumsi (Tangkai) (K) (K) (K) (K) 66.979.260 101.777.126 107.847.072 185.232.970 305.867.882 397.651.571 387.208.754 6.697.926 10.177.713 10.784.707 18.523.297 30.586.788 39.765.157 38.720.875 39.059 60.501 37.791 63.063 59.547 79.102 57.049 177 1.010 2.016 3.024 4.424 8.000 2.976 Rata-rata Pertumbuhan (%/Tahun) 6.659.044 10.118.222 10.748.932 18.463.258 30.531.665 39.694.055 38.666.802 Pertumb. 51,95 6,23 71,77 65,36 30,01-2,59 2007-2013 37,12 Sumber : (Kementrian Pertanian., 2014) Kebutuhan bunga potong di kota-kota besar di Indonesia mengalami peningkatan karena diikuti dengan laju pertumbuhan ekonomi kota tersebut. Hal ini dapat dilihat dengan semakin berkembangnya pembangunan hotel, restoran dan perkantoran. Permintaan bunga krisan dari luar negeri juga menyebabkan semakin naiknya produksi bunga krisan di Indonesia agar dapat memenuhi permintaan dari dalam dan luar negeri. Bunga krisan yang diimpor dari luar negeri dilakukan untuk memenuhi permintaan bunga krisan dalam negeri yang masih belum terpenuhi. Setiap produk hasil pertanian memiliki kekurangan yaitu mudah rusak termasuk bunga potong yang dapat bertahan kesegarannya hanya beberapa hari saja. Bunga potong pada umumnya hanya dapat bertahan antara 4-17 hari tergantung terhadap jenis bunganya. Daya tahan bunga dapat dilihat pada Tabel 1.4. Sebagai komponen utama bahan penyegar bunga adalah sumber makanan, yang dapat dipilih salah satu dari berbagai jenis gula seperti glukosa, sukrosa atau gula pasir. Bahan lainnya

8 adalah antimikroba yang dapat ditentukan berdasarkan kepentingannya, karena sering kali bersifat sangat spesifik. Sebagai antibakteri dapat dipilih dari sederetan bahan kimia, antara lain hidrokuinon, phisan, perak nitrat, hidrokuinolin sulfat, hidrokuinolin sitrat, atau perak tiosulfat. Penambahan asam sitrat diperlukan selain untuk mengasamkan larutan agar penyerapan lebih mudah juga bersifat antiseptik (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, 2007). Tabel 1.4. Daya Tahan Bunga Potong Segar Lama Kesegaran (hari) Bunga Potong Dengan Penyegar Tanpa Penyegar Krisan Spray 12 8 Krisan Standar 17 11 Mawar 14 6 Sedap Malam 8 4 Sumber: (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian., 2007) Bunga-bunga yang telah mengalami kerusakan akan mengalami penurunan harga dan rentan untuk tidak laku dijual. Apabila tidak terjual, bunga-bunga tersebut akan menjadi limbah dan untuk menanggulangi adanya limbah tersebut dapat dilakukan dengan pemanfaatan limbah bunga potong menjadi alternatif sumber energi bioetanol. Pada Tabel 1.3. menunjukkan bahwa krisan mengalami penurunan produksi sebesar 2,63% pada tahun 2012 ke tahun 2013 dan mengalami kenaikan pada tahun 2014 sebesar 9,37%. Penurunan produksi krisan pada tahun 2012 ke tahun 2013 tidak mengubah posisi krisan sebagai produksi tertinggi komoditas bunga potong di Indonesia. Pada Tabel 1.4. menunjukkan bahwa krisan dapat bertahan paling lama dibandingkan dengan jenis bunga potong lainnya, yaitu dapat bertahan 8-12 hari untuk krisan spray dan 11-17 hari untuk krisan standar. Data tersebut menjadi dasar pengambilan keputusan untuk menjadikan tangkai bunga krisan sebagai bahan baku objek penelitian bioetanol.

9 Industri bunga potong Kotabaru menjadi objek penelitian karena memiliki potensi limbah tangkai bunga krisan yang cukup banyak di Yogyakarta. Bunga krisan merupakan komoditas bunga terbanyak yang ada di industri bunga potong Kotabaru seperti yang dituliskan dalam Lampiran 1 bahwa dalam seminggu bunga krisan dipasok ke toko-toko yang ada di Kotabaru dengan jumlah antara 600-2000 tangkai per minggu di setiap tokonya. Terdapat 20 toko bunga di Kotabaru, namun penulis hanya dapat mengakses data dari 10 toko sehingga data pada Lampiran 1 hanya menunjukkan data dari 10 toko bunga di Koatabaru. Bunga krisan memiliki tiga bagian utama, yaitu kelopak bunga, tangkai, dan daun. Tangkai merupakan bagian yang pasti memiliki limbah. Tangkai bunga krisan yang masih segar dari pemasok akan dipotong sepertiga bagiannya sebelum dijual. Sehingga, tangkai bunga krisan memiliki limbah terbanyak di industri bunga potong Kotabaru. Selain itu, pemilihan tangkai bunga krisan dikarenakan kandungan selulosa krisan tertinggi diantara bagian kelopak dan daun. Uji lignin dan selulosa dilakukan di LPPT UGM dan hasilnya ditunjukkan pada Tabel 1.5. Tabel 1.5. Hasil Uji Kadar Lignin dan Selulosa No Bagian Krisan Kadar Lignin Kadar Selulosa 1 Bunga 12,14 24,51 2 Tangkai 22,56 37,63 3 Daun 23,03 21,55 Sumber: (Uji Laboratorium LPPT UGM, 2016.) 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dituliskan sebelumnya, permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Penentuan metode dan pretreatment melalui studi pustaka untuk pembuatan bioetanol berbahan dasar limbah tangkai bunga krisan.

10 2. Berapa lama waktu optimal untuk proses fermentasi dan hidrolisis dalam pembutan bioetanol? 3. Penentuan parameter kualitas produk akhir bioetanol berbahan dasar limbah tangkai bunga krisan. 1.3. Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bahan baku adalah limbah tangkai bunga potong, yaitu krisan dari sentra bunga potong Kotabaru, Yogyakarta. 2. Limbah tangkai bunga krisan yang diteliti tidak dibedakan jenisnya. 3. Hidrolisis menggunakan asam sulfat 0,1 M; 0,3 M; dan 0,5 M. 4. Fermentasi menggunakan mikroorganisme Saccharomyces cerevisiae. 5. Proses dehidrasi tidak digunakan di dalam penelitian. 1.4. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mendapatkan waktu proses hidrolisis asam dan fermentasi yang tepat dari pembuatan bioetanol berbahan dasar limbah tangkai bunga krisan yang menghasilkan kadar yang optimal. 2. Mengidentifikasi kualitas produk akhir pembuatan bioetanol berbahan dasar limbah tangkai bunga krisan, yaitu warna, bobot jenis dan indeks bias.

11 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Memberikan informasi mengenai proses pembuatan bioetanol dari limbah tangkai bunga krisan. 2. Mengetahui karakteristik bioetanol yang dihasilkan dengan bahan dasar limbah tangkai bunga krisan. 3. Mengembangkan energi alternatif bioetanol dari limbah tangkai bunga krisan. 4. Mengurangi limbah dalam industri bunga potong yang memiliki manfaat bagi masyarakat luas.