BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi minyak bumi telah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi manusia saat ini karena dapat menghasilkan berbagai macam bahan bakar, mulai dari bensin, minyak tanah, aspal dan berbagai reagen kimia yang dibutuhkan untuk membuat plastik dan obat-obatan. Minyak bumi bersumber dari hasil olahan fosil yang telah ada jutaan tahun di dalam perut bumi. Proses pembentukan minyak bumi memakan waktu jutaan tahun yang terbentuk meresap dalam batuan yang berpori. Minyak bumi adalah sumber daya yang tak terbarukan (unrenewable) dan bersifat given sehingga suatu saat pasti akan habis. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah penduduk terbesar keempat, namun Indonesia bukanlah negara penghasil minyak bumi yang dapat memenuhi kebutuhan minyak bumi dalam negeri. Hal ini terbukti pada tahun 2015 Indonesia tercatat sebagai negara terbesar importir minyak bumi kedua di dunia. Berdasarkan data Kementerian ESDM konsumsi BBM nasional rata-rata mencapai 1,5 juta barel per hari. Sementara produksi minyak Indonesia rata-rata hanya sekitar 800.000 barel per hari. Sebagai bentuk antisipasi terhadap semakin langkanya minyak bumi sebagai sumber energi bahan bakar di masa mendatang, maka pemanfaatan sumber energi terbarukan perlu dikembangkan. Bioetanol adalah cairan biokimia dari hasil proses fermentasi gula dari karbohidrat dengan menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol merupakan etanol yang berasal dari sumber hayati dan 1
2 sumber yang telah banyak digunakan saat ini adalah nira sorgum, ubi kayu, garut, ubi jalar, jagung, jerami, bonggol jagung dan kayu. Bahan baku pembuatan bioetanol terdiri dari bahan - bahan yang mengandung karbohidrat, glukosa dan selulosa. Akan tetapi, penggunaan sumber bahan baku bioetanol yang berasal dari tanaman pangan bukan menjadi suatu alternatif yang bijak. Indonesia memiliki ketahanan pangan yang masih lemah. Berdasarkan Data Global Food Security Index (GFSI) yang dirilis oleh The Economist Intelligence Unit menunjukkan bahwa Indonesia pada tahun 2014 dan 2015 menduduki peringkat ke-76 dalam hal ketahanan pangan. Pada tahun 2016, ketahanan pangan Indonesia berhasil naik ke peringkat 71 dari 113 negara, namun kenaikan peringkat Indonesia tidak signifikan sehingga belum dapat menjadi alasan yang kuat untuk menggunakan sumber bahan baku pangan sebagai sumber energi terbarukan seperti bioetanol. Selain itu, salah satu bahan yang dapat digunakan untuk membuat bioetanol adalah lignoselulosa. Ketersediaan lignoselulosa di alam melimpah, mudah didapat dan murah karena pada umumnya lignoselulosa bersumber dari limbah pertanian dan kayu. Pemanfaatan limbah pertanian yang dijadikan bahan baku untuk pembuatan bioetanol dapat membantu mengurangi limbah tak terpakai menjadi energi alternatif yang bermanfaat bagi masyarakat. Bioetanol generasi ke dua berbahan baku biomassa lignoselulosa diharapkan akan menjadi salah satu energi alternatif di masa depan. Bioetanol generasi kedua paling berpeluang diproduksi untuk mengurangi beban ketergantungan pada bahan bakar fosil. Meskipun belum mampu bersaing, bioetanol makin memiliki prospek seiring dengan menipisnya cadangan minyak bumi. Pada Gambar 1.1. ditunjukkan salah satu contoh rantai pasok industri bioetanol yang ada di Indonesia, yaitu PT Medco Ethanol Lampung.
3 PEMASOK PRODUSEN DISTRIBUTOR Lahan: 1.000 Ha 40% Medco (HGU) 60% Masyarakat Ubi Kayu Bioetanol Mutu 97% Bioetanol Distributor Ekspor Otoritas: Kelompok Tani, Industri Medco Produksi: 40 Ha/hari (1.200 ton/hari) Harga: Rp600-700/kg Proses Produksi: Fermentasi Destilasi Otoritas: Kelompok Tani, Industri Medco Trasportasi: Dari pabrik di Kota Bumi ke Pelabuhan Bakauheni sebagai gudang dan pemasaran tiap hari Harga: US$ 650/ton Otoritas: Kelompok Tani, Industri Medco Peran: Pemda: Kebijakan dalam penggunaan lahan HGU Medco 40% Medco: Peningkatan produksi melalui pengadaan bibit unggul Medco membeli semua produk ubi kayu dari petani dengan harga pasar Peran: B2TP/BPPT: desain pabrik PT Medco: Investasi/modal dan SDM Kapasitas produksi > 10 kl/hari izin diatur pemerintah pusat Peran: PT Medco: pemasaran Pemerintah Pusat: Penentuan cukai Gambar 1.1. Rantai Pasokan Industri Bioetanol PT Medco Ethanol Lampung Sumber: (Siahaan, 2013) Indonesia memiliki produksi tanaman hias yang besar, berdasarkan Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura milik Departemen Pertanian pada tahun 2014 produksi tanaman hias di Indonesia untuk bunga krisan, anggrek dan mawar adalah 620.065.497 tangkai. Total produksi tanaman hias Indonesia sangat besar mengingat Indonesia juga memiliki luas lahan pertanian dan perkebunan yang luas. Selain hasil produksi yang besar, sebuah industri seperti tanaman hias pasti memiliki limbah produksi. Limbah yang ada pada industri
4 tanaman hias antara lain bunga layu, potongan tangkai bunga, daun layu dan sebagainya. Berikut adalah data peningkatan produksi tiga komoditas bunga potong terbesar di Indonesia. Tabel 1.1. Data Produksi dan Luas Panen Bunga Potong di Indonesia Komoditas Produksi (tangkai) 2012 2013 2014 Krisan 397.651.571 387.208.754 427.248.059 Mawar 68.671.463 152.066.469 173.077.811 Sedap Malam 101.197.847 104.975.942 104.975.942 Komoditas Luas Panen (m 2 ) 2012 2013 2014 Krisan 9.852.612 9.080.709 9.647.827 Mawar 2.744.233 3.285.612 3.414.005 Sedap Malam 3.108.021 3.639.623 2.495.256 Rasio 2012 2013 2014 Krisan 40,36 42,64 44,28 Mawar 25,02 46,28 50,70 Sedap Malam 32,56 28,84 42,07 Sumber: (Kementrian Pertanian., 2013) Berdasarkan Tabel 1.1. tersebut dapat dicari rasio antara produksi bunga terhadap luas panen. Pada tahun 2012 tanaman bunga yang memiliki rasio terbesar adalah bunga krisan dengan besar rasio 40,36. Pada tahun 2013 tanaman bunga yang memiliki rasio terbesar adalah mawar dengan 46,28. Pada tahun 2014 tanaman yang memiliki rasio terbesar adalah mawar dengan rasio 50,70. Pada tahun 2013 dan 2014, rasio bunga krisan berada di posisi kedua dengan selisih yang tidak berbeda jauh, yaitu untuk tahun 2013 rasio krisan adalah 42,64 dan pada tahun 2014 adalah 44,28. Pada Gambar 1.2. ditunjukkan kurva perbandingan rasio dengan lebih jelas agar dapat terlihat perbedaan antar komoditas bunga potong.
Rasio 5 60 50 40 30 20 10 0 2012 2013 2014 Tahun Krisan Mawar Sedap Malam Gambar 1.2. Rasio Produksi terhadap Luas Panen Bunga Potong Pada Gambar 1.2 dapat dilihat bahwa rasio bunga mawar terus meningkat dari tahun 2012 sampai 2014. Hal ini menunjukkan bahwa produksi bunga mawar masih berkembang dan terus bertambah dibandingkan dengan bunga krisan. Bunga krisan memiliki rasio yang cenderung stabil karena bunga krisan memiliki produksi dan luas panen yang lebih besar dibandingkan dengan bunga mawar dan sedap malam. Sedangkan bunga sedap malam memiliki rasio yang fluktuatif, yaitu mengalami penurunan pada tahun 2013 dan kembali mengalami peningkatan pada tahun 2014. Sebuah keuntungan bagi Indonesia yang memiliki hasil tanaman hias yang besar karena selain dihasilkan sebagai produk tanaman hias, jumlah limbah yang dihasilkan dari industri tanaman hias dapat dimanfaatkan. Sebagai bentuk antisipasi terhadap semakin menipisnya sumber minyak bumi dikemudian hari, limbah tanaman hias terutama limbah dari bunga potong dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Pada prinsipnya pengembangan bioetanol dapat berasal
6 dari limbah-limbah pertanian (biomassa) yang mengandung banyak lignin seperti tangkai bunga potong. Tabel 1.2. Perkembangan Produksi Krisan Tahun Jawa (Tangkai) Pertumb. Luar Jawa (Tangkai) Pertumb. Indonesia (Tangkai) Pertumb. 2000 2.120.036 161.089 2.281.125 2001 6.146.577 189,93 1.241.160 670,48 7.387.737 223,86 2002 25.088.738 308,17 715.892-42,32 25.804.630 249,29 2003 26.424.493 5,32 981.971 37,17 27.406.464 6,21 2004 26.502.079 0,29 1.181.370 20,31 27.683.449 1,01 2005 45.405.465 71,33 2.060.329 74,40 47.465.794 71,46 2006 60.679.028 33,64 3.037.228 47,41 63.716.256 34,24 2007 61.764.385 1,79 5.214.875 71,70 66.979.260 5,12 2008 95.396.469 54,45 6.380.657 22,35 101.777.126 51,95 2009 104.292.061 9,32 3.555.011-44,28 107.847.072 5,96 2010 182.799.852 75,28 2.433.118-31,56 185.232.970 71,76 2011 297.610.039 62,81 8.257.843 239,39 305.867.882 65,13 2012 383.152.812 28,74 14.498.759 75,58 397.651.571 30,01 2013 379.353.323-0,99 7.855.431-45,82 387.208.754-2,63 Rata-rata Pertumbuhan (%/tahun) 2000-2013 64,62 84,22 62,57 Sumber : (Kementrian Pertanian., 2014) Penurunan ketersedian krisan pada tahun 2013 sebesar 2,59% disebabkan pada tahun tersebut terjadi penurunan produksi krisan sebesar 2,63% yang ditunjukkan pada Tabel 1.2. Rata-rata pertumbuhan bunga krisan pada tahun 2000-2013 di Jawa lebih kecil dibandingkan dengan di luar Jawa karena luas lahan untuk bunga krisan di Jawa lebih besar dibanding dengan di luar Jawa. Luas lahan bunga krisan di luar Jawa masih belum optimal sehingga tiap tahunnya masih ada penambahan luas lahan yang dijadikan budidaya krisan dan menyebabkan kenaikan pertumbuhan produksi bunga krisan. Perkembangan ketersedian krisan selama periode 2007-2013 yang ditunjukan pada Tabel 1.3 terlihat meningkat, walaupun
7 sedikit mengalami penurunan pada tahun 2013 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 37,12% per tahun. Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Tabel 1.3. Konsumsi Krisan Indonesia Produksi Ekspor Impor Konsumsi (Tangkai) (K) (K) (K) (K) 66.979.260 101.777.126 107.847.072 185.232.970 305.867.882 397.651.571 387.208.754 6.697.926 10.177.713 10.784.707 18.523.297 30.586.788 39.765.157 38.720.875 39.059 60.501 37.791 63.063 59.547 79.102 57.049 177 1.010 2.016 3.024 4.424 8.000 2.976 Rata-rata Pertumbuhan (%/Tahun) 6.659.044 10.118.222 10.748.932 18.463.258 30.531.665 39.694.055 38.666.802 Pertumb. 51,95 6,23 71,77 65,36 30,01-2,59 2007-2013 37,12 Sumber : (Kementrian Pertanian., 2014) Kebutuhan bunga potong di kota-kota besar di Indonesia mengalami peningkatan karena diikuti dengan laju pertumbuhan ekonomi kota tersebut. Hal ini dapat dilihat dengan semakin berkembangnya pembangunan hotel, restoran dan perkantoran. Permintaan bunga krisan dari luar negeri juga menyebabkan semakin naiknya produksi bunga krisan di Indonesia agar dapat memenuhi permintaan dari dalam dan luar negeri. Bunga krisan yang diimpor dari luar negeri dilakukan untuk memenuhi permintaan bunga krisan dalam negeri yang masih belum terpenuhi. Setiap produk hasil pertanian memiliki kekurangan yaitu mudah rusak termasuk bunga potong yang dapat bertahan kesegarannya hanya beberapa hari saja. Bunga potong pada umumnya hanya dapat bertahan antara 4-17 hari tergantung terhadap jenis bunganya. Daya tahan bunga dapat dilihat pada Tabel 1.4. Sebagai komponen utama bahan penyegar bunga adalah sumber makanan, yang dapat dipilih salah satu dari berbagai jenis gula seperti glukosa, sukrosa atau gula pasir. Bahan lainnya
8 adalah antimikroba yang dapat ditentukan berdasarkan kepentingannya, karena sering kali bersifat sangat spesifik. Sebagai antibakteri dapat dipilih dari sederetan bahan kimia, antara lain hidrokuinon, phisan, perak nitrat, hidrokuinolin sulfat, hidrokuinolin sitrat, atau perak tiosulfat. Penambahan asam sitrat diperlukan selain untuk mengasamkan larutan agar penyerapan lebih mudah juga bersifat antiseptik (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, 2007). Tabel 1.4. Daya Tahan Bunga Potong Segar Lama Kesegaran (hari) Bunga Potong Dengan Penyegar Tanpa Penyegar Krisan Spray 12 8 Krisan Standar 17 11 Mawar 14 6 Sedap Malam 8 4 Sumber: (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian., 2007) Bunga-bunga yang telah mengalami kerusakan akan mengalami penurunan harga dan rentan untuk tidak laku dijual. Apabila tidak terjual, bunga-bunga tersebut akan menjadi limbah dan untuk menanggulangi adanya limbah tersebut dapat dilakukan dengan pemanfaatan limbah bunga potong menjadi alternatif sumber energi bioetanol. Pada Tabel 1.3. menunjukkan bahwa krisan mengalami penurunan produksi sebesar 2,63% pada tahun 2012 ke tahun 2013 dan mengalami kenaikan pada tahun 2014 sebesar 9,37%. Penurunan produksi krisan pada tahun 2012 ke tahun 2013 tidak mengubah posisi krisan sebagai produksi tertinggi komoditas bunga potong di Indonesia. Pada Tabel 1.4. menunjukkan bahwa krisan dapat bertahan paling lama dibandingkan dengan jenis bunga potong lainnya, yaitu dapat bertahan 8-12 hari untuk krisan spray dan 11-17 hari untuk krisan standar. Data tersebut menjadi dasar pengambilan keputusan untuk menjadikan tangkai bunga krisan sebagai bahan baku objek penelitian bioetanol.
9 Industri bunga potong Kotabaru menjadi objek penelitian karena memiliki potensi limbah tangkai bunga krisan yang cukup banyak di Yogyakarta. Bunga krisan merupakan komoditas bunga terbanyak yang ada di industri bunga potong Kotabaru seperti yang dituliskan dalam Lampiran 1 bahwa dalam seminggu bunga krisan dipasok ke toko-toko yang ada di Kotabaru dengan jumlah antara 600-2000 tangkai per minggu di setiap tokonya. Terdapat 20 toko bunga di Kotabaru, namun penulis hanya dapat mengakses data dari 10 toko sehingga data pada Lampiran 1 hanya menunjukkan data dari 10 toko bunga di Koatabaru. Bunga krisan memiliki tiga bagian utama, yaitu kelopak bunga, tangkai, dan daun. Tangkai merupakan bagian yang pasti memiliki limbah. Tangkai bunga krisan yang masih segar dari pemasok akan dipotong sepertiga bagiannya sebelum dijual. Sehingga, tangkai bunga krisan memiliki limbah terbanyak di industri bunga potong Kotabaru. Selain itu, pemilihan tangkai bunga krisan dikarenakan kandungan selulosa krisan tertinggi diantara bagian kelopak dan daun. Uji lignin dan selulosa dilakukan di LPPT UGM dan hasilnya ditunjukkan pada Tabel 1.5. Tabel 1.5. Hasil Uji Kadar Lignin dan Selulosa No Bagian Krisan Kadar Lignin Kadar Selulosa 1 Bunga 12,14 24,51 2 Tangkai 22,56 37,63 3 Daun 23,03 21,55 Sumber: (Uji Laboratorium LPPT UGM, 2016.) 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dituliskan sebelumnya, permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Penentuan metode dan pretreatment melalui studi pustaka untuk pembuatan bioetanol berbahan dasar limbah tangkai bunga krisan.
10 2. Berapa lama waktu optimal untuk proses fermentasi dan hidrolisis dalam pembutan bioetanol? 3. Penentuan parameter kualitas produk akhir bioetanol berbahan dasar limbah tangkai bunga krisan. 1.3. Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bahan baku adalah limbah tangkai bunga potong, yaitu krisan dari sentra bunga potong Kotabaru, Yogyakarta. 2. Limbah tangkai bunga krisan yang diteliti tidak dibedakan jenisnya. 3. Hidrolisis menggunakan asam sulfat 0,1 M; 0,3 M; dan 0,5 M. 4. Fermentasi menggunakan mikroorganisme Saccharomyces cerevisiae. 5. Proses dehidrasi tidak digunakan di dalam penelitian. 1.4. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mendapatkan waktu proses hidrolisis asam dan fermentasi yang tepat dari pembuatan bioetanol berbahan dasar limbah tangkai bunga krisan yang menghasilkan kadar yang optimal. 2. Mengidentifikasi kualitas produk akhir pembuatan bioetanol berbahan dasar limbah tangkai bunga krisan, yaitu warna, bobot jenis dan indeks bias.
11 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Memberikan informasi mengenai proses pembuatan bioetanol dari limbah tangkai bunga krisan. 2. Mengetahui karakteristik bioetanol yang dihasilkan dengan bahan dasar limbah tangkai bunga krisan. 3. Mengembangkan energi alternatif bioetanol dari limbah tangkai bunga krisan. 4. Mengurangi limbah dalam industri bunga potong yang memiliki manfaat bagi masyarakat luas.