BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan-perusahaaan yang berhasil dan memiliki kinerja yang baik mengerti bagaimana beradaptasi dengan pasar yang berubah secara kesinambungan. Peningkatan tekanan persaingan di antara pemain pasar yang ada dan new entrants, menjadikan resiko perusahaan meningkat dengan keuntungan makin tipis. Hanya perusahaan yang unggul saja yang dapat keluar dari keadaan yang berlaku umum tersebut, seperti perusahaan yang aktif dalam bursa saham atau disebut indeks LQ45. Namun keunggulan yang dimiliki perusahaan makin cepat terdilusi karena kemajuan teknologi sehingga terjadi peningkatan kompleksitas operasional perusahaan. Semakin kompleksnya aktivitas pengelolaan perusahaan tersebut meningkatkan kebutuhan praktik tata kelola usaha yang baik (good corporate governance). Penerapan corporate governance yang profesional sangat penting sehubungan dengan meningkatnya kondisi persaingan dan globalisasi dengan memberikan prioritas terhadap perbaikan penerapan corporate governance, perusahaan-perusahaan dapat mengarah ke biaya operasional yang lebih rendah dan peningkatan kinerja. Lemahnya penerapan corporate governance ditandai dengan perilaku manajemen yang mulai mementingkan kepentingan sendiri dengan mengabaikan kepentingan pemilik perusahaan (investor), maka hal ini menyebabkan jatuhnya
harapan investor tentang tingkat pengembalian (return) atas investasi yang telah mereka tanamkan dan mulai berhenti melakukan pendanaan atau investasi di perusahaan-perusahaan di negara tersebut, yang mengakibatkan menurunnya aliran masuk modal (capital inflows) ke negara tersebut secara keseluruhan sedangkan aliran modal keluar (capital outflows) mengalami kenaikan. Hal tersebut menyebabkan lemahnya investasi di negara tersebut, maka harga saham agregat perusahaan-perusahaan di negara tersebut akan menurun. Hal ini menuntun pada rendahnya kinerja perusahaan-perusahaan di negara tersebut (Darmawati, Khomsiyah, dan Rahayu, 2004). Kondisi-kondisi di atas, menyebabkan corporate governance sangat dibutuhkan, dimana pihak manajemen perusahaan memiliki wewenang dalam penggunaan segala sumber daya perusahaan, sementara para pemegang saham berharap manajemen dapat bertindak profesional dalam mengelola perusahaan dan segala sumber dayanya. Setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh manajemen seharusnya mementingkan kepentingan pemegang saham dan bertujuan untuk kepentingan pertumbuhan nilai perusahaan. Namun pada kenyataannya, manajemen seringkali bertindak demi kepentingan mereka sendiri dan merugikan perusahaan serta pemegang saham. Permasalahan inilah yang kemudian dikenal sebagai agency problem. Masalah keagenan yang dipicu dari adanya pemisahan peran atau perbedaan kepentingan antara pemegang saham dengan pengelolaan atau manajemen perusahaan. Manajemen selaku pengelola perusahaan memiliki informasi tentang
perusahaan lebih banyak dan lebih dahulu daripada pemegang saham sehingga terjadi asimetri informasi yang memungkinkan manajemen melakukan praktek akuntansi dengan orientasi pada laba untuk mencapai suatu kinerja tertentu. Menurut Hastuti (2005) manajemen laba merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Konflik keagenan yang mengakibatkan laba dilaporkan semu akan menyebabkan nilai perusahaan berkurang dimasa yang akan datang. Nilai perusahaan pada dasarnya dapat diukur melalui beberapa aspek, salah satunya adalah harga pasar saham perusahaan karena harga pasar saham perusahaan mencerminkan penilaian investor keseluruhan atas setiap ekuitas yang dimiliki. Menurut Van Horne (2002) value is represented by the market price of the company s common stock which in turn, is a function of the firm s investment, financing and dividen decision. Harga pasar saham menunjukkan penilaian sentral dari seluruh pelaku pasar, harga pasar saham bertindak sebagai barometer kinerja manajemen perusahaan. Peningkatan nilai perusahaan ini dapat tercapai apabila ada kerja sama antara manajemen perusahaan dengan pihak lain yang meliputi sharehoder maupun stakeholder dalam membuat keputusan keputusan keuangan dengan tujuan memaksimumkan modal kerja yang dimiliki. Apabila tindakan antara manajer dengan pihak lain tersebut berjalan sesuai, maka masalah diantara kedua pihak tersebut tidak akan terjadi. Dalam kenyataannya penyatuan kepentingan kedua pihak tersebut sering kali menimbulkan masalah. Adanya masalah diantara manajer dan pemegang saham disebut masalah agensi (agency problem). Dalam konsep theory of the firm (Jensen
dan Meckling, 1976), adanya masalah agensi tersebut akan menyebabkan tidak tercapainya tujuan keuangan perusahaan, yaitu meningkatkan nilai perusahaan dengan cara memaksimumkan kekayaan pemegang saham. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan penyebab konflik antara manajer dengan pemegang saham adalah perbedaan dalam pembuatan keputusan yang berkaitan dengan aktivitas pencarian dana (financing decision) dan pembuatan keputusan yang berkaitan dengan bagaimana dana yang diperoleh diinvestasikan. Dalam aktivitas pencarian dana, manajemen menginginkan untuk mencari sumber pendanaan dengan biaya sekecil mungkin sehingga mampu meningkatkan laba perusahaan. Dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan dana yang diperoleh, manajer cenderung memilih untuk menginvestasikan dananya pada proyek dengan resiko rendah, tetapi investor cenderung untuk memilih proyek dengan resiko tinggi karena resiko yang tinggi mencerminkan return yang akan diperoleh juga tinggi. Teori agensi memberikan pandangan bahwa masalah manajemen laba dapat diminimumkan dengan pengawasan sendiri melalui good corporate governance. Praktek manajemen laba oleh manajemen dapat diminimumkan melalui mekanisme monitoring untuk menyelaraskan (alignment) perbedaan kepentingan pemilik dan manajemen dengan cara; pertama memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (managerial ownership) (Jensen dan Meckling 1976). Kedua, kepemilikan saham oleh institutional karena mereka dianggap sebagai sophisticated investor dengan jumlah kepemilikan yang cukup signifikan dapat memonitor
manajemen yang berdampak mengurangi motivasi manajer untuk melakukan manajemen laba (Pratana dan Mas ud 2003); ketiga, peran monitoring yang dilakukan dewan komisaris independen (Barnhart dan Rosentein 1998); keempat, kualitas audit yang dilihat dari peran auditor yang memiliki kompetensi yang memadai dan bersikap independen sehingga menjadi pihak yang dapat memberikan kepastian terhadap integritas angka-angka akuntansi yang dilaporkan manajemen (Mayangsari 2003). Komposisi dewan komisaris merupakan salah satu karakteristik dewan yang berhubungan dengan kandungan informasi laba. Melalui perannya dalam menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan laba yang berkualitas (Boediono, 2005). Adanya dewan komisaris independen diharapkan mampu meningkatkan peran dewan komisaris sehingga tercipta good corporate governance di dalam perusahaan. Teoh dan Wong (1993) menyatakan bahwa kualitas audit berhubungan positif dengan kualitas laba yang diukur dengan Earnings Response Coeficient. Karena pada saat penelitian ini Big six telah berubah menjadi big four, juga diduga bahwa klien dari auditor non big four cenderung lebih tinggi dalam melakukan manajemen laba. Hal ini berarti kualitas audit berhubungan negatif dengan manajemen laba. Walaupun demikian untuk kasus Indonesia sebagaimana penelitian yang dilakukan Siregar dan Utama (2006) tidak menemukan pengaruh signifikan antara kalitas audit dengan manajemen laba perusahaan.
Komite audit mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam hal memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan seperti halnya menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang memadai serta terlaksananya good corporate governance. Menurut Sofyan, Komite Audit dapat dibentuk oleh Komisaris dan bertanggungjawab kepada Komisaris dengan pertimbangan bahwa dalam rangka mengoptimalkan kinerja, BUMN dituntut untuk dapat mengelola kegiatan usahanya dengan hemat, berdayaguna dan berhasil guna dan dengan mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan mewujudkan sistem dan pelaksanaan pengawasan yang kompeten dan independen. Hubungan GCG dengan nilai perusahaan telah diteliti oleh Arsjah (2002) membuktikan corporate governance berpengaruh terhadap nilai perusahaan namun tidak semua komponen corporate governance berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap nilai perusahaan. Nilai perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain struktur kepemilikannya, komposisi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris, manajemen laba, serta keberadaan komite audit. Dalam penelitian Andrianto (2009) membuktikan corporate governance berpengaruh signifikan terhadap Price to Book Value, dalam hal ini merupakan kepemilikan manajerial dan kualitas audit serta manajemen laba, sedangkan kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan menurut Niken (2009), kepemilikan manajerial dan institusional berpengaruh terhadap nilai perusahaan, dimana variabel yang tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan adalah komposisi komisaris independen dan keberadaan komite audit.
Konsistensi yang beragam mengenai pengaruh mekanisme good corporate governance terhadap nilai perusahaan ini memotivasi penulis untuk menguji pengaruh penerapan Good Corporate Governance dalam hal ini kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komposisi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris, keberadaan komite audit dan kualitas audit dapat meningkatkan nilai perusahaan yang diproxi dengan Price to Book Value, dimana manajemen laba sebagai variabel moderating pada perusahaan yang memperkuat atau memperlemah pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen yang tergabung dalam indeks LQ 45 di Bursa Efek Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka pembahasan utama dari penelitian ini adalah: 1. Apakah mekanisme corporate governance, yang meliputi kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komposisi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris, keberadaan komite audit dan kualitas audit berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ-45? 2. Apakah manajemen laba memperkuat atau memperlemah pengaruh mekanisme corporate governance yang meliputi kepemilikan institusional, komposisi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris, keberadaan komite audit dan kualitas audit terhadap nilai perusahaan pada perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ-45?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah 1. Untuk menguji pengaruh penerapan corporate governance, yang meliputi kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komposisi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris, keberadaan komite audit dan kualitas audit berpengaruh baik secara parsial ataupun simultan terhadap nilai perusahaan dengan proxi Price to Book Value pada perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ-45. 2. Untuk menguji manajemen laba yang memperkuat atau memperlemah pengaruh mekanisme corporate governance, yang meliputi kepemilikan institusional, komposisi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris, keberadaan komite audit dan kualitas audit terhadap nilai perusahaan dengan proxi Price to Book Value pada perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ-45. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai bahan referensi bagi manajemen perusahaan dan investor dalam menilai kinerja perusahaan dalam hubungannya dengan penerapan good corporate governance 2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya. 3. Sebagai sarana untuk mengembangkan wawasan dan pengetahuan intelektual bagi peneliti.
1.5 Originalitas Penelitian Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Animah dan Rahmadhani (2010) dengan judul Pengaruh Struktur Kepemilikan, Mekanisme Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan (Survei Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta 2003-2007). Penelitian dilakukan terhadap perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ tahun 2003-2007. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komite audit, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen dan ukuran perusahaan secara simultan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Selain itu juga, variabel ukuran dewan komisaris dan ukuran perusahaan berpengaruh secara parsial terhadap nilai perusahaan. Kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit tidak berpengaruh secara parsial terhadap nilai perusahaan. Adapun perbedaan penelitian ini dengan peneliti terdahulu adalah sebagai berikut: 1. Dalam penelitian ini peneliti mengganti ukuran perusahaan dengan kualitas audit yang di duga akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. 2. Dalam penelitian ini peneliti menambahkan manajemen laba sebagai variabel moderating yang di duga akan memperkuat atau memperlemah variabel independen terhadap nilai perusahaan 3. Periode penelitian ini adalah 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010 sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan periode 2003, 2004, 2005, 2006, 2007.
4. Jumlah sampel perusahaan yang terdaftar pada indeks LQ-45 di BEI dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 diteliti berjumlah 10 perusahaan, sedangkan penelitian sebelumnya, jumlah sampel perusahaan manufaktur yang diteliti adalah 28 perusahaan yang terdaftar di BEJ dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007.