BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dalam pendidikan, pekerjaan dan pergaulan (Keliat, 2006). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang

BAB I PENDAHULUAN. kurang baik ataupun sakit. Kesehatan adalah kunci utama keadaan

KARYA TULIS ILMIAH PERBANDINGAN PERSEPSI MAHASISWA KEPERAWATAN UMY TAHAP AKADEMIK DAN PROFESI TERHADAP ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif yang. mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. Menurut data WHO pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

BAB I PENDAHULUAN. adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku dimana. individu tidak mampu mencapai tujuan, putus asa, gelisah,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia memiliki tiga komponen utama sehingga disebut. makhluk yang utuh dan berbeda dengan mahkluk lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan pergaulan masyarakat di Indonesia mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. oleh penderita gangguan jiwa antara lain gangguan kognitif, gangguan proses pikir,

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2005). Kesehatan terdiri dari kesehatan jasmani (fisik) dan

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan

dicintai, putusnya hubungan sosial, pengangguran, masalah dalam pernikahan,

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. American Nurses

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat serius dan memprihatinkan. Kementerian kesehatan RI dalam

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. perannya dalam masyarakat dan berperilaku sesuai dengan norma dan aturan

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) (2009) memperkirakan 450 juta. orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari. kesehatan dan Keadaan Sejahtera Badan, Jiwa dan Sosial yang

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan kesehatan jiwa (Prasetyo, 2006). pasien mulai mengalami skizofenia pada usia tahun.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keperawatan jiwa adalah proses interpesonal yang berupaya untuk

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju

BAB I PENDAHULUAN. terhadap individu, keluarga dan masyarakat yang mempunyai masalah

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terpotongnya suplai oksigen dan nutrisi yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan sematamata

BAB I 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang Undang No. 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa, mampu memberikan kontribusi pada komunitasnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan meningkatnya penderita gangguan jiwa. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berpikir (cognitive),

BAB I PENDAHULUAN. yang mengarah pada kestabilan emosional (Nasir dan Muhith, 2011). mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. faktor peningkatan permasalahan kesehatan fisik dan juga masalah kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Padahal deteksi dini dan penanganan yang tepat terhadap depresi dapat

BAB I PENDAHULUAN. sehat, maka mental (jiwa) dan sosial juga sehat, demikian pula sebaliknya,

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesadaran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN SIKAP PERAWAT KETIKA MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN SKIZOFRENIA DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

HUBUNGAN PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA MAHASISWA S1 KEPERAWATAN UMS SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan politik (Depkes, 2006). Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila

BAB I PENDAHULUAN. adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah kondisi maladaptif pada psikologis dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelayanan kesehatan salah satu bagian terpenting dalam

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar Negara Republik. gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa.

BAB 1 PENDAHULUAN. setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Depkes, 2014). Hawkins dan Groves

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penderita gangguan jiwa di dunia pada tahun 2001 adalah 450 juta jiwa, menurut

BAB I PENDAHULUAN. Praktik klinik dalam keperawatanadalah kesempatan kepada semua. yang sesungguhnya(emilia, 2008). Pembelajaran klinik tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. (Fidianty & Noviastuti, 2010). Menurut Taylor (2006) kecemasan adalah suatu

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Bp. J DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

BAB I PENDAHULUAN. perasaan dan tingkah laku seseorang sehingga menimbulkan penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal progresif

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan proses belajar seumur hidup bagi perawat. Perawat terus

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk hidup yang lebih sempurna dibandingkan

GAMBARAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN DIRUANG RAWAT INAP RSUD SULTANSYARIF MOHAMAD ALKADRIE KOTA PONTIANAK

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang. Gangguan jiwa adalah sebuah penyakit dengan. manifestasi dan atau ketidakmampuan psikologis atau perilaku yang

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 18 pasal 1 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB 1 PENDAHULUAN. melanjutkan kelangsungan hidupnya. Salah satu masalah kesehatan utama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. emosional serta hubungan interpersonal yang memuaskan (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan sosial yang terlihat dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari 2017 terhadap 82

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

1

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health organization (WHO) pada tahun 2012, depresi. konsentrasi yang buruk. Sementara itu depresi merupakan gangguan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive), kemauan (volition), emosi (affective), dan tindakan (psychomotor) (Yosep, 2013). Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna yang berhubungan dengan distress atau penderitaan dan menimbulkan gangguan pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia (Keliat, 2011). Seseorang mengalami gangguan jiwa disebabkan oleh respon maladaptif terhadap stressor dari lingkungan baik eksternal maupun internal, yang dapat mengganggu fungsi sosial, kerja, dan fisik individu, sehingga orang dengan gangguan jiwa tidak mampu melakukan fungsi sehari-harinya sebagai seorang manusia dalam masyarakat (Videback, 2008). Beberapa hal lain yang juga menjadi penyebab gangguan jiwa yaitu karena adanya faktor suasana rumah, pengalaman masa kanak-kanak dan faktor keturunan (Suliswati, dkk., 2005). Fenomena gangguan jiwa pada saat ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan, dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah penderita gangguan jiwa bertambah. Berdasarkan data dari World Health Organisasi (WHO) dalam Yosep (2013), ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan jiwa. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan bahwa prevalensi gangguan mental emosional 1

2 yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan adalah sebesar 6 % untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta orang. Sedangkan, prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia adalah 1,7 % penduduk atau sekitar 400.000 orang. Prevalensi tertinggi di Yogyakarta dan Aceh masing-masing 2,7 (per mil), sedangkan yang terendah di Kalimantan Barat 0,7 (per mil). Jadi prevalensi gangguan jiwa berat nasional sebesar 1,7 (per mil). Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2008, gangguan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap negara, tidak hanya di Indonesia saja. Gangguan jiwa yang dimaksud tidak hanya gangguan jiwa psikotik/skizofrenia saja, tetapi kecemasan, depresi dan penggunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (Napza) juga menjadi masalah kesehatan jiwa. Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2014, upaya kesehatan jiwa merupakan setiap kegiatan untuk mewujudkan derajat kesehatan jiwa yang optimal bagi setiap individu, keluarga, dan masyarakat dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan oleh Pemerintah pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Upaya kesehatan jiwa yang dimaksud berasaskan diantaranya: keadilan, perikemanusiaan, manfaat, transparansi, akuntabilitas, komprehensif, pelindungan dan non-diskriminasi. Data tersebut menunjukkan banyaknya penderita gangguan jiwa dan erat hubungannya dengan persepsi masyarakat yang tidak lain hanya

3 mengarah pada stigma dan diskriminasi. Khulsum (2014) mendefinisikan bahwa persepsi adalah suatu proses pencarian informasi yang menyangkut interpretasi lingkungan sekitar melalui pengindraan. Persepsi yang terbentuk oleh komponen kognitif seseorang dapat menjadi positif atau negatif. Stigma itu sendiri adalah tidak diterimanya seseorang pada suatu kelompok karena kepercayaan bahwa orang tersebut melawan norma yang ada (Sarwono & Meinaro, 2009). Pembentukan stigma terjadi tanpa pertimbangan yang memadai terhadap data-data yang ada dan cenderung mengarah pada penekanan keanggotaan orang yang menjadi sasaran prasangka, misalnya penderita gangguan jiwa dikalangan masyarakat yang dipandang sebagai sampah sosial. (Sukana, 2013). Diskriminasi merupakan perilaku yang dihasilkan oleh streotip atau prasangka lalu ditunjukkan dalam tindakan yang terbuka atau rencan tertutup untuk menyingkirkan, menjauhi, atau membuka jarak baik bersifata fisik maupun sosial dengan kelompok tertentu (Liliweri, 2005). Penderita gangguan jiwa sering mendapatkan stigma dan diskriminasi yang lebih besar dari masyarakat disekitarnya dibandingkan individu yang menderita penyakit medis lainnya. Mereka sering mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi, perlakuan ini disebabkan karena ketidaktahuan atau pengertian yang salah dari masyarakat mengenai gangguan jiwa (Sulistyorini, 2013). Menurut American Nurses Associations (ANA) tahun 2011, keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan diri sendiri secara terapeutik dalam meningkatkan,

4 mempertahankan, memulihkan kesehatan mental klien dan kesehatan mental masyarakat dimana klien berada. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Novita (2012) menunjukkan bahwa bagi seorang perawat menjalin hubungan yang baik dengan pasien gangguan jiwa merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukannya. Seorang perawat wajib untuk memberikan rasa nyaman pada penderita dengan cara memberikan sapaan, pujian, dan melakukan hubungan saling percaya terhadap pasien dan keluarga pasien, perawat harus bertindak sebagai komunikator pada penderita dengan melakukan komunikasi yang dapat dipahami oleh pasien. Perawat adalah salah satu profesi kesehatan yang sangat berkompeten dalam peningkatan pelayanan kesehatan. Pendidikan perawat pada dasarnya terbagi menjadi dua bagian yaitu program pendidikan akademik dan pendidikan profesi. Pendidikan profesi merupakan lanjutan dari pendidikan tahap akademik. Proses pendidikan profesi di Indonesia dikenal dengan pembelajaran klinik dan lapangan, yang bertujuan untuk memberikan kesempatan pada mahasiswa dalam menerapkan ilmu yang dipelajari di kelas (tahap akademik). Hal ini didukung pendapat Reilly (2002) yang juga membagi pendidikan keperawatan menjadi dua disiplin yaitu disiplin akademik dan disiplin profesional. Disiplin akademik menekankan pada pengetahuan dan pada teori yang bersifat deskriptif, sedangkan disiplin profesional diarahkan pada tujuan praktis, sehingga menghasilkan teori preskriptif dan deskriptif. Disiplin profesi hanya akan didapat di lingkungan klinis karena lingkungan klinis merupakan lingkungan yang memfasilitasi

5 mahasiswa untuk belajar menerapkan teori tindakan ke dalam masalah klinis yang nyata. Perbedaan dari setiap tahapan pendidikan keperawatan berdasarkan capaian pembelajaran yang ada di PSIK UMY diantaranya untuk tahap akademik yaitu memahami tentang konsep dasar keperawatan jiwa, masalah keperawatan jiwa dan psikodinamikanya, termasuk keperawatan jiwa komunitas dengan mengintegrasikan nilai-nilai islam (Romdzati, 2015). Tahap profesi terdiri dari empat unsur yaitu sikap, penguasaan pengetahuan, keterampilan umum, dan keterampilan khusus. (Wardaningsih, Irawati, & Hidayati, 2016). Menurut Potter dan Perry (2006) faktor yang mempengaruhi terbentunya persepsi diantarnya adalah variabel interpersonal yang meliputi tingkat pendidikan, tingkat perkembangan, latar belakang sosokultural, serta peran. Fenomena yang terjadi saat ini dapat ditinjau dari segi paparan terhadap orang dengan gangguan jiwa, tahap akademik mendapatkan pembelajaran di kelas dan bertemu langsung dengan penderita pada saat kunjungan ataupun koas muda (komuda), berbeda dengan mahasiswa tahap profesi yang menerapkan pembelajaran secara nyata terhadap penderita dengan berinteraksi langsung pada satse keperawatan jiwa, namun dengan waktu yang singkat (4 minggu) di stase keperawatan jiwa sehingga dapat memengaruhi persepsi mahasiswa profesi. Survei pendahuluan dilakukan terhadap sepuluh mahasiswa keperawatan UMY tahap akademik dan profesi dengan metode wawancara.

6 Lima mahasiswa tahap akademik dan lima mahasiswa tahap profesi, peneliti menemukan bahwa sebagian besar mahasiswa tahap akademik mengemukakan akan mengikuti pembelajaran keperawatan jiwa, sedangkan sebagian lainnya mengemukakan merasa takut terhadap penderita gangguan jiwa. Hal lain disampaikan oleh mahasiswa tahap profesi, Sebagian besar mahasiswa profesi akan mengikuti stase keperawatan jiwa, menerapkan teori dan kompetensi yang telah didapatkan ketika masih berada di tahap akademik. Dari penjelasan dan survei pendahuluan diatas peneliti tertarik untuk meneliti perbandingan persepsi mahasiswa keperawatan UMY tahap akademik dan profesi terhadap orang dengan gangguan jiwa. B. Rumusan Masalah Bagaimana perbandingan persepsi mahasiswa keperawatan UMY tahap akademik dan profesi terhadap orang dengan gangguan jiwa? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Membandingkan persepsi mahasiswa keperawatan UMY tahap akademik dan profesi terhadap orang dengan gangguan jiwa. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui data demografi/karakteristik responden yang meliputi tahapan studi, usia, dan jenis kelamin. b. Mengetahui persepsi mahasiswa tahap akademik terhadap orang dengan gangguan jiwa.

7 c. Mengetahui persepsi mahasiswa tahap profesi terhadap orang dengan gangguan jiwa D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan atau dasar dalam proses pembelajaran keperawatan jiwa dan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi atau referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan gangguan jiwa. 2. Manfaat Praktis a. Mahasiswa. Hasil penelitian ini akan diperoleh persepsi mahasiswa tahap akademik dan profesi terhadap orang dengan gangguan jiwa, sehingga dapat menjadi tambahan ilmu pengetahuan dan acuan bagi mahasiwa/calon perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. b. Program Studi Ilmu Keperawatan UMY. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam proses pembelajaran keperawatan jiwa. c. Untuk Institusi Pelayanan Kesehatan Hasil penelitan ini dapat digunakan puskesmas atau rumah sakit agar kasus-kasus gangguan jiwa dapat terdeteksi secara dini.

8 E. Penelitian Terkait Berdasarkan pengetahuan peneliti, belum pernah ada penelitian sejenis yang pernah dilakukan tentang perbandingan persepsi mahasiswa keperawatan UMY tahap akademik dan profesi terhadap orang dengan gangguan jiwa. Namun ada beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini, yakni : 1) Sukmianti (2014) meneliti tentang Hubungan persepsi keluarga terhadap stigma masyarakat dengan perilaku perawatan pada anggota keluarga gangguan jiwa di wilayah kerja puskesmas mlati II kabupaten sleman tahun 2014. Penelitian ini menggunakan desain penelitian korelasi kuatitatif, dengan rancangan cross sectional. Metode pengumpulan data dengan teknik total sampling dengan jumlah 25 responden dan instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuisioner. Teknis analisis data yang digunakan yaitu uji spearman-rank. Dari hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara stigma masyarakat dengan perilaku perawatan keluarga dengan anggota keluarga gangguan jiwa, karena p value = 0,069 > 0,05. Perbedaan penelitian ini terdiri dari: metode sampling penelitian total sampling sedangkan metode sampling pada penelitian ini adalah simple random sampling, variabel penelitian persepsi keluarga sedangkan pada penelitian ini persepsi mahasiswa keperawatan tahap akademik dan profesi, teknik analisa data menggunakan uji spearman-rank sedangkan pada penelitian ini menggunakan uji Mann-Whitney untuk data ordinal, jumlah sampel 25 responden sedangkan pada penelitian 166 responden.

9 2) Morrison (2011), meneliti tentang Nursing Students Attitudes toward Pepole with Mental Illness. Penelitian ini menggunakan desain penelitian korelasi kuantitatif. Metode pengumpulan data menggunakan CAMI scale (Taylor & Dear, 1981) dengan survey demographic question. Stastistik analisis menggunakan IBM SPSS statistics version 19. Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji korelasi spearman-rank. Dengan jumlah responden 93 mahasiswa dengan Hasil penelitiannya rata-rata skor untuk mahasiswa yang telah memilih pelayanan kesehatan jiwa lebih rendah untuk otoritarianisme (bersifat otoriter), keterbatasan sosial dan lebih tinggi untuk ideologi kesehatan mental masyarakat. Perbedaan penelitian ini terdiri dari : uji korelasi spearman-rank sedangkan pada penelitian ini menggunakan uji Mann-Whitney untuk data ordinal, jumlah sampel 93 responden sedangkan pada penelitian 166 responden, variabel penelitian sikap mahasiswa keperawatan sedangkan pada penelitian ini persepsi mahasiswa keperawatan UMY tahap akademik dan profesi 3) Ramadhon (2011), meneliti tentang Persepsi Masyarakat Terhadap Individu yang Mengalami Gangguan Jiwa di Kelurahan Poris Plawad Kecamatan Cipondoh Tangerang. Jenis penelitan menggunakan deskriptif eksploratif dan variabel adalah persepsi. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 115 responden. Self perception sebanyak 68 responden (59%) berpersepsi sangat baik dan

10 sebanyak 47 responden (41%) berpersepsi baik, external perception sebanyak 110 responden (95,7%) berpersepsi baik dan sebanyak 5 responden (4,3%) berpersepsi sangat baik. Perbedaan penelitan ini terdiri dari: desain penelitian menggunakan descriptive explorative sedangkan pada penelitian ini descriptive comparative, variabel penelitian persepsi masyarakat yang ditinjau dari self perception dan external perception sedangkan pada penelitian ini persepsi mahasiswa tahap akademik dan profesi, jumlah sampel 115 responden sedangkan pada penelitian 163 responden, sampling penelitian hanya menggunakan 1 teknik sampling sedangkan sampling pada penelitian ini menggunakan 2 teknik sampling,