BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam

dokumen-dokumen yang mirip
Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) di Sekolah Inklusi

PROFIL IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR DI KOTA BANDUNG. Juang Sunanto, dkk

BAB I PENDAHULUAN. individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu anak mempunyai hak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kompleks perbuatan yang sistematis untuk

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN. Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan telah dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan posisi yang strategis dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia di suatu Negara. Oleh karena itu pemerintah berupaya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Indeks Inklusi dalam Pembelajaran di Kelas yang Terdapat ABK di Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Suherman Guru Fisika SMA Negeri 1 Stabat dan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika Pascasarjana Unimed

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan temuan penelitian dan analisis hasil penelitian tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang lebih

2013 IMPLEMENTASI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA TENTANG SIFAT BAHAN DAN KEGUNAANNYA

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini membahas metode penelitian tentang bagaimana pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar.

I. PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini akan dibahas beberapa hal mengenai gambaran umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan kunci untuk semua kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional mengartikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan dewasa ini bukan hanya untuk memenuhi target kurikulum semata, namun menuntut adanya pemahaman kepada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. maupun secara kuantitatif. Dalam tinjauan pustaka ini peneliti akan

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran. dasar untuk pengembangan materi lebih lanjut.

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. berbangsa, dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan

G. Lian Y. Nababan. NIM ABSTRAK. antara hasil belajar siswa menggunakan model konvensional dengan model

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, yaitu saling pengaruh antara pendidik dan peserta didik. Pendidikan

sekolah dasar (SD/MI). IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam peningkatan kualitas pendidikan yang juga tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang bertakwa

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia untuk menciptakan manusia yang berilmu, cerdas dan terampil di lingkungan masyarakat.

1. PENDAHULUAN. dikarenakan sasaran dari pendidikan adalah peningkatan kualitas sumber daya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hamalik (2001, 37) belajar adalah memperoleh. pengetahuan melalui alat indra yang disampaikan dalam bentuk perangsang

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan ujung tombak bagi pembangunan peradaban.

Oleh. Sarlin K. Dai Meyko Panigoro La Ode Rasuli Pendidikan Ekonomi

I. PENDAHULUAN. disusun oleh satuan pendidikan. Dengan mengacu kepada Standar Isi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dalam bahasa Inggris yaitu natural science, artinya Ilmu Pengetahuan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aspek penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seorang guru tidak hanya dituntut berdiri di depan kelas untuk berceramah

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. PSKGJ - Pendidikan Guru Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DITINJAU DARI HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS 4 SD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menatap masa depan yang lebih terbuka, matematika harus

II. KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Hakikat Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menentukan kualitas sumber daya manusia di suatu negara,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan pengalamannya kepada siswa pada setiap mata pelajaran.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian RESTU NURPUSPA, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. pasal 25 ayat 1 menyatakan beban kerja guru mencakup kegiatan pokok

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi diperlukan sumber daya manusia yang tangguh. Pendidikan merupakan

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi

BAB I PENDAHULUAN. yang diberikan mulai dari tingkat sekolah dasar. Pendidikan Ilmu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika 2 Mahasiswa Teknik Informatika Universitas Potensi Utama

KOLABORASI MEDIA GAMBAR DAN MODEL PEMBELAJARAN BOTLE DANCE PADA MATERI PENINGGALAN SEJARAH

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 02/Tahun XVIII/November 2014

BAB I PENDAHULUAN. belajar dengan menggunakan akal pikiran dan emosi yang dimiliki.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

I. PENDAHULUAN. mendorong terjadinya belajar. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila tujuantujuan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pembelajaran Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dengan evaluasi tipe

II. KAJIAN TEORI. 2.1 Belajar dan Pembelajaran Pengertian Belajar dan Pembelajaran. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiara Dara Lugina, 2013

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS DALAM UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar para siswa atau sering disebut peserta didik

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENJASKES SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA PEMBELAJARAN SEJARAH. Yusni Pakaya Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. (pendidik), kurikulum (materi pelajaran), sarana (peralatan dan dana) serta murid

STUDI KOMPARASI HASIL BELAJAR BIOLOGI MENGGUNAKAN MIND MAP

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses penyampaian pelajaran dibutuhkan pendekatan-pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang diajarkan di Pendidikan Dasar (SD dan SLP) dan Pendidikan Menengah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada dasarnya, penerapan metode mengajar yang bervariasi

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mencakup tiga segmen

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan utama manusia, karena dengan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia juga akan menjadi baik. Pendidikan juga merupakan aspek

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH. Disusun Untuk Memenuhi Sebagai. Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1. Pendidikan sekolah Dasar. Disusun Oleh : Disusun :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam pendidikan, terus menerus melakukan upaya pembaharuan untuk meningkatkan mutu pendidikan, baik secara kuantitas, maupun secara kualitas. Usaha pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan secara kuantitas diantaranya telah melaksanakan program wajib belajar 9 tahun, program penyetaraan dan mengimplementasikan pendidikan inklusif. Usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan yang berkualitas diantaranya adalah dengan meningkatkan mutu pembelajaran, karena pembelajaran yang baik akan menghasilkan lulusan yang baik dan berkualitas, mempunyai kompetensi yang diharapkan. Hal tersebut di atas telah diamanatkan pada Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 Tahun 2003, bahwa: Sisdiknas harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, meningkatkan mutu, relevansi dan efisiensi pengelolaan manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai tuntutan perubahan lokal, nasional, internasional dan global sehingga diperlukan paradigma pembaharuan pendidikan yang diselenggarakan secara terencana, terarah dan berkesinambungan (Dit. PSLB, 2009). Upaya peningkatan mutu dan relevansi untuk meningkatkan mutu keluaran antara lain adalah dengan peningkatan kualitas proses kegiatan belajar mengajar. Paradigma pembaharuan pendidikan yang berkualitas itu bermuara pada proses pendidikan dan pembelajaran. Proses pembelajaran yang bagaimana

2 yang dapat mengakomodasi semua kebutuhan peserta didik, kondusif, seluruh peserta didik dapat belajar dengan baik dan ingin belajar serta merasa terlibat di kelas. Pendidikan inklusif merupakan paradigma baru dalam system pendidikan nasional, merujuk pada system pendidikan atau lembaga pendidikan yang terbuka bagi semua peserta didik, menghilangkan dikriminatif dalam pendidikan, memberi peluang dan dorongan bahwa semua anak dapat belajar bersama-sama tak terkecuali anak-anak yang mengalami hambatan dalam belajar atau Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Seperti dikemukakan SkjØrten M. D. (2006) sebagai berikut: Di suatu sekolah yang berkembang menuju inklusi, pendidikan berkualitas harus diberikan dalam lingkungan yang ramah anak dan ramah pembelajaran, dimana keragaman diperkenankan, dirangkul dan diakui sebagai pengayaan untuk semua yang terlibat di dalamnya. Kurikulum serta pendekatan dan metode pengajaran harus ditandai dengan penekanan pada aspek sosial pembelajaran, dialog, kepekaan terhadap kebutuhan dan minat anak, berbagi daripada bersaing, dan guru serta manajemen kelas yang fleksibel dan kreatif. Semua anak, juga anak-anak yang mengalami hambatan belejar, berkembang dan berpartisipasi, termasuk anak-anak penyandang cacat, mempunyai hak atas pendidikan berkualitas di sekolah yang dekat dengan rumah mereka dan kelas yang sesuai dengan usia mereka. Dalam hal upaya pembaharuan pembelajaran yang berkualitas membutuhkan perubahan dan perbaikan pola pikir, sikap dan perilaku, kurikulum, program perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan penilaian. Dengan menganalisis fenomena di atas, guru sebagai penanggung jawab kegiatan belajar mengajar hatus betul-betul mempersiapkan pembelajaran dengan matang dan melaksanakan proses belajar mengajar dengan tepat. Pembelajaran di kelas regular yang terdapat anak berkebutuhan khusus, kendalanya lebih banyak

3 dibandingkan dengan pembelajaran di kelas regular dimana tidak terdapat anakanak berkebutuhn khusus. Sekolah regular atau sekolah umum yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus untuk bersama-sama belajar dengan anak-anak pada umumnya harus melihat perbedaan sebagai suatu kewajaran, memperlakukan yang berbeda dengan sentuhan kasih sayang. Prinsip pendidikan yang disesuaikan dalam sekolah inklusi menyebabkan adanya tuntutan yang besar terhadap guru regular maupun pendidikan khusus (Johnson B. H, 2003: 288). Ini menuntut pergeseran besar dari tradisi mengajar materi yang sama kepada semua peserta didik di kelas, menjadi mengajar peserta didik yang berkebutuhan khusus sesuai dengan kebutuhan individualnya. Pada saat ini pendidikan inklusif sudah dikenal dalam dunia pendidikan, namun pada tahap implementsinya masih banyak kendala-kendala yang ditemukan, terutama dalam pembelajaran di kelas. Masih banyak para guru reguler di sekolah dasar yang belum memahami anak-anak berkebutuhan khusus, sehingga berdampak pada pelayanan di dalam kelas. Masih banyak pembelajaran yang belum mengakomodasi kebutuhan setiap peserta didik yang sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan inklusif. Ainscow (Sunanto, 2000) mengemukakan bahwa Keterlaksanaan pendidikan inklusif dapat dievaluasi dengan suatu indeks yang disebut indeks for inclusion Pada penelitian terdahulu menyatakan bahwa indeks inklusi merupakan gambaran sejauh mana proses pembelajaran di kelas menunjukan derajat inklusivitas. Indeks inklusi yang dicapai oleh sekolah dasar di kota Bandung yang menyelenggarakan pendidikan inkulsif baru sebesar 38,58 dari indeks maksimal

4 54, atau baru mencapai (71,4%). Hal ini menggambarkan bahwa inklusivitas dalam pembelajaran di sekolah tersebut belum ideal. (Juang Sonanto, dkk ). Inkulsivitas pembelajaran yang ideal mencerminkan bahwa pembelajaran tersebut telah dapat mengakomodasi setiap kebutuhan peserta didik termasuk peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK). Untuk menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip inklusif memerlukan kreativitas guru dalam memilih model pembelajaran yang sesuai. Pembelajaran yang mempunyai kaitan dengan konsep pendidikan inklusif adalah pembelajaran kooperatif, karena memiliki beberapa kesamaan pandangan. Slavin (2008) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif mengacu pada satu set metode pembelajaran dimana peserta didik terdorong atau terpanggil untuk bekerja sama pada tugas akademik, dimana peserta didik bekerja dalam kelompok kecil dan adanya percampuran berbagai kemampuan belajar. Belajar secara kelompok berguna untuk membina dan mengembangkan sikap sosial anak (Djamarah & Zain, 2002). Cooperative mengandung pengertian bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama (Hasan H, 1996, dalam Solihatin, 2005). Pada dasarnya pembelajaran kooperatif mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri (Solihatin, 2005). Sehingga memungkinkan terjadi hubungan saling ketergantungan yang positif, terjadi interaksi secara terbuka.

5 Menurut Solihatin E, (2005) mengemukakan beberapa hasil penelitian terdahulu sebagai berikut: Dari hasil mengkaji beberapa temuan penelitian terdahulu, tampaknya model cooperative learning menunjukkan efektivitas yang sangat tinggi bagi perolehan hasil belajar siswa, baik dilihat dari pengaruhnya terhadap penguasaan materi pelajaran maupun dari pengembangan dan pelatihan sikap serta keterampilan sosial yang sangat bermanfaat bagi siswa dalam kehidupan di masyarakat. Salah satu bentuk pembelajaran kooperatif adalah Student Teams- Achievement Division (STAD) Student Teams-Achievement Division (STAD) merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. STAD dilaksanakan dengan cara menempatkan peserta didik dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 4 sampai 6 orang, yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, suku atau ras yang berbeda-beda. Mereka menyelesaikan tugas secara bersma-sama di dalam kelompoknya. Dengan demikian pembelajaran kooperatif tipe STAD memungkinkan untuk dapat diterapkan pada kelas penyelenggara pendidikan inklusif, seperti yang dikemukakan Slavin & Steven (2008) adalah: Penelitian terhadap pembelajaran kooperatif dan hubungannya dengan para siswa yang cacat akademik dengan siswa yang perkembangannya normal secara umum menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat mengatasi hambatan terhadap pertemanan dan interaksi di antara para siswa ini. Pembelajaran kooperatif tipe STAD telah digunakan mulai dari kelas dua sampai kelas sebelas, dalam mata pelajaran mulai dari Matematika, Seni Bahasa, Ilmu Sosial, dan Ilmu Pengetahuan Alam (Slavin, 2008).

6 Dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas pendidikan, para guru harus mampu memilih model pembelajaran yang cocok dengan keadaan peserta didik dan materi pembelajaran, membuat belajar menjadi menyenangkan, inovatif, kreatif, tidak membosankan, sehingga kompetensi yang telah ditentukan akan tercapai, yang mencakup kognitif, afektif, dan psikomotor. Keberhasilan juga bukan hanya dilihat dari segi akademik, tetapi juga dari segi kompetensi sosial. Dari beberapa hasil penelitian tentang pembelajaran kooperatif, penulis tertarik untuk menerapkan pembelajaran kooperatif di kelas yang terdapat anak berkebutuhan khusus, dengan harapan terjadi perubahan pembelajaran yang semula kurang memperhatika keberagaman, masih berpusat pada guru, menjadi pembelajaran yang mengaktifkan semua peserta didik termasuk anak berkebutuhan khusus, dan berpusat pada anak. Dengan demikian kelas inklusif yang dicita-citakan seperti semua peserta didik menerima perbedaan, kebutuhan belajar semua peserta didik dapat terpenuhi, semua aktif dan saling bekerja sama secara efektif dan menyenangkan, yang pandai dengan ikhlas membantu yang kurang dan yang kurang mau belajar dari temannya yang pandai, dapat diwujudkan. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang selama ini dianggap sebagai mata pelajaran yang membosankan dengan model pembelajaran konvensional (ceramah), berpusat pada guru, pola interaksi searah, peserta didik masih menjadi objek pembelajaran bukan sebagai subjek, kurang mendorong potensi peserta didik, kurang merangsang untuk belajar mandiri, tujuan sulit dicapai serta prestasi peserta didik yang kurang optimal (Solihatin, 2005), harus diubah lebih terbuka, sehingga mampu memberikan layanan sesuai dengan

7 keberagaman dan kebutuhan belajar setiap peserta didik serta hasil belajar dan keterampilan sosial para peserta didik lebih ditingkatkan. Penelitian ini difokuskan pada tipe pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran IPS dan dibatasi pada peserta didik kelas V dengan asumsi bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana diantara metode-metodel yang lain sehingga memudahkan guru yang baru menerapkan metode pembelajaran kooperatif dan dimungkinkan cocok diterapkan di kelas inklusi karena mengutamakan kerjasama dan sikap saling membantu antara yang kuat dengan yang lemah serta menghargai perbedaan setiap peserta didik. Mata pelajaran yang dipilih dalam penelitian ini adalah mata pelajaran IPS. Kelas yang diambil adalah kelas V dimana terdapat anak berkebutuhan khusus lambat belajar, dengan asumsi bahwa peserta didik kelas V dengan usia berkisar 10-12 tahun, anak pada usia ini sudah memiliki kemampuan untuk mengontrol dirinya, berempati dan merefleksi diri terhadap perilaku dan interaksinya. Ia sudah bisa diajak berdiskusi dan bersikap lebih kooperatif. (Munawir, 2005). Anak usia 10-12 tahun sudah bisa menyampaikan pendapat dan menghargai pendapat orang lain. Berdasarkan hal tersebut di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas inklusi. B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian, maka rumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-

8 Achievement Divisions (STAD) dapat meningkatkan inklusivitas kelas dan hasil belajar peserta didik lambat belajar? Dari rumusan masalah di atas dijabarkan dalam pertanyaan penelitian berikut: 1. Bagaimana inklusivitas kelas pada pembelajaran IPS dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD? 2. Bagaimana hasil belajar pelajaran IPS peserta didik lambat belajar pada pembelajaran kooperatif tipe STAD? C. Tujuan Penelitian Tujuan secara umum adalah untuk mengetahui penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan inklusivitas kelas dan hasil belajar peserta didik yang lambat belajar di kelas V Sekol.ah Dasar. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui inklusivitas kelas pada pembelajaran IPS dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD? 2. Mengetahui hasil belajar pelajaran IPS peserta didik yang lambat belajar dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD? D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari temuan penelitian ini antara lain: 1. Manfaat teoritis adalah memberikan sumbangan dalam inovasi pendidikan, melalui metode pembelajaran kooperatif, sehingga guru-guru yang mengajar di

9 sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dapat diberdayakan untuk mengambil prakarsa profesionalnya secara mandiri. 2. Manfaat praktis sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi guru yang mengajar di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dalam menyusun dan mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran agar dapat mangakomodasi kebutuhan semua peserta didik, termasuk peserta didik berkebutuhan khusus. 3. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan kepada para kepala sekolah dalam mengevaluasi proses, produktivitas pembelajaran dan pengembangan pembelajaran yang berkualitas. E. Definisi Operasional Variabel Untuk menghindari terjadinya perbedaan penapsiran pada penelitian ini, maka perlu dikemukakan beberapa definisi operaasional sebagai berikut: a. Pembelajaran Kooperatif Slavin (2008) mengemukakan cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana peserta didik belajar dan bekerja dalam kelompokkelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang, dengan struktur kelompok bersifat heterogen. Keberhasilan belajar kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok. Metode pembelajaran kooperatif yang digunakan adalah model Students Team Achievement Divisions (STAD). STAD merupakan salah satu metode

10 pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan merupakan metode yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif (Slavin, 2008). Dalam pembelajaran kooperatif ini peserta didik dibagi dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4-6 orang, secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll). Model STAD terdiri dari 5 komponen yaitu presentasi kelas, pembentukan tim, kuis/test akhir, perubahan/perkembangan skor individu dan pengakuan tim. b. Inklusivitas Kelas Inklusivitas adalah menggambarkan tentang derajat nilai-nilai inklusi dalam pembelajaran di kelas. Yang dimaksud inklusivitas dalam penelitian ini adalah inklusivitas kelas dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), yaitu derajat nilai-nilai inklusi dalam pembelajaran IPS. Nilai-nilai inklusi ini dapat diobservasi dengan indeks inklusi yang dikembangkan oleh Booth, T, Ainscow, M, dan Kingston, D (2006), yang diterbitkan oleh Centre for Studies on Inclusive Education (CSIE). c. Hasil Belajar Belajar adalah perkembangan yang berasal dari latihan dan usaha (Hurlock, 1978: 28). Dalam belajar, anak akan mengembangkan potensi yang diwariskan dan akan menimbulkan perubahan dalam perilaku dan pengetahuan. Menurut Arief Rachman (2005:5) Hasil belajar adalah sebagai keterampilan akademis dan kepribadian untuk mencapai sukses, diantaranya dengan mempunyai harga

11 diri, motivasi, prestasi akademis, hubungan baik, mengenali proses pembelajaran dan bertanggung jawab. Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai yang diperoleh peserta didik dalam mata pelajaran IPS. d. Peserta Didik Lambat Belajar Ada perbedaan mendasar antara ketunagrahitaan, lambat belajar dan kesulitan belajar, namun sering terjadi kesalahan dalam memahami istilah-istilah tersebut. Hal ini terjadi karena ketiga jenis anak ini sama-sama menunjukkan prestasi yang rendah atau di bawah rata-rata anak pada umumnya. Perbedaan akan tampak apabila dilihat dari tingkat kecerdasan berdasarkan skor IQ. Sebagaimana dikemukakan Rochyadi, E & Alimin, Z, (2005:30) bahwa Seorang anak dikatakan tunagrahita apabila memiliki skor IQ menyimpang dua standar deviasi (IQ 70 ke bawah), sementara penyimpangan satu standar deviasi (IQ 85-71) tergolong anak yang disebut lambat belajar. Dan selanjutnya dikatakan bahwa anak yang disebut kesulitan belajar (learning disability) sebetulnya memiliki kemampuan kecerdasan rata-rata, bahkan diantara mereka ada yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Anak lambat belajar disebut juga border line dan tidak termasuk pada kelompok tunagrahita, ia menjadi kelompok tersendiri yang memisahkan antara tunagrahita dan normal (Rochyadi, E & Alimin, Z, 2005:30). Munawir (2005: 86) mengemukakan cirri-ciri anak lambat adalah: (1) nilai rata-rata yang dicapai seluruh mata pelajaran kurang dari 6,0, (2) hasil test IQ berkisar

12 70-90. Anak dengan lambat belajar memiliki ciri fisik normal, sehingga pada awalnya guru-guru tidak menyadari, tetapi saat di sekolah mereka sulit menangkap materi pelajaran, responnya lambat, kosa kata kurang sehingga saat diajak bicara kurang jelas maksudnya. Yang dimaksud peserta didik lambat belajar dalam penelitian ini adalah peserta didik yang berprestasi sangat rendah (di bawah rata-rata anak pada umumnya) selalu mendapat nilai kurang dari 6,0 untuk seluruh mata pelajaran yang berjumlah 3 orang. Ketiga anak ini menunjukkan salah satu ciri tersebut di atas, maka dengan demikian ketiga anak ini dikatagorikan lambat belajar. F. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Dan untuk menganalisis data menggunakan statistik deskriptif. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap inklusivitas kelas pada pembelajaran IPS dan hasil belajar peserta didik yang diduga lambat belajar pada pembelajaran IPS di kelas V Sekolah Dasar X, penyelenggara pendidikan inklusif di Kota Bandung Tempat penelitian adalah di SD X Kota Bandung. Pertimbangan memilih sekolah ini adalah karena sekolah ini merupakan sekolah swasta penyelenggara pendidikan inklusif, memiliki jumlah peserta didik berkebutuhan khusus yang cukup banyak, tetapi tidak mempunyai guru pembimbing khusus lulusan Pendidikan Luar Biasa. Lokasinya cukup strategis berada di pusat kota, sehingga memudahkan untuk mengambil data.

13 Subyek penelitian ini adalah satu guru kelas V dan tiga peserta didik lambat belajar yang ada di kelas V tersebut. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan observasi dan test. Teknik ini didukung atau dilengkapi dengan studi dokumen. Observasi untuk melihat inklusivitas pembelajaran di kelas dengan menggunakan indeks inklusi dari Booth and Ainscow (2006), dan teknik test untuk melihat hasil belajar IPS peserta didik.