II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. kawasan hutan mangrove dikenal dengan istilah vloedbosschen (hutan

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Manfaat dari penelitian ini adalah : silvofishery di Kecamatan Percut Sei Tuan yang terbaik sehingga dapat

PENDAHULUAN. beradaptasi dengan salinitas dan pasang-surut air laut. Ekosistem ini memiliki. Ekosistem mangrove menjadi penting karena fungsinya untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis, ekologis, maupun biologis. Fungsi fisiknya yaitu sistem perakaran

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

TINJAUAN PUSTAKA. didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

Oleh. Firmansyah Gusasi

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

BAB I PENDAHULUAN. kebun binatang dan cagar alam/taman nasional. Biologi adalah pengejawantahan

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mangrove merupakan vegetasi yang kemampuan tumbuh terhadap salinitas air

BAB I PENDAHULUAN. Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi. pembangunan adalah sebagai berikut ; pertama, sumberdaya yang dapat

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem Mangrove. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya alam hayati dan non hayati. Salah satu sumberdaya alam hayati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pesisir memiliki peranan sangat penting bagi berbagai organisme yang berada di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ekosistem Mangrove

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

TINJAUAN PUSTAKA. Mangrove merupakan salah satu ekosistem langka dan khas di dunia,

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamis serta memiliki potensi ekonomi bahkan pariwisata. Salah satu

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

TINJAUAN PUSTAKA. dipengaruhi pasang surut air laut. Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. 16,9 juta ha hutan mangrove yang ada di dunia, sekitar 27 % berada di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Asahan secara geografis terletak pada ,2 LU dan ,4

BAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang

PENDAHULUAN. karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai mencapai

1. Pengantar A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai panjang garis pantai lebih kurang 114 km yang membentang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

TINJAUAN PUSTAKA. terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak

PENDAHULUAN. seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air

Melaksanakan tanaman hutan di setiap lokasi garapan masing-masing. pasang surut air laut dan aliran sungai. pengembangan pengelolaan ikan dan lainnya.

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Menurut Mac Nae (1968), pada mulanya hutan mangrove hanya dikenal secara terbatas oleh kawasan ahli lingkungan, terutama lingkungan laut. Mulamula kawasan hutan mangrove dikenal dengan istilah vloedbosschen (hutan payau) karena sifat habitatnya yang payau. Berdasarkan dominasi jenis pohonnya, yaitu bakau, maka kawasan mangrove juga disebut hutan bakau. Kata mangrove merupakan kombinasi antara kata mangue (bahasa portugis) yang berarti tumbuhan dan grove (bahasa inggris) yang berarti belukar atau hutan kecil (Arief, 2003). Dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan baik untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang-surut maupun untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Sedangkan dalam bahasa Portugis kata mangrove digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan, dan kata mangal untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut (Anonim, 2003). Mangrove juga dapat digunakan untuk menyebut populasi tumbuhtumbuhan dari beberapa spesies yang mempunyai perakaran Pneumatophores (akar nafas) dan tumbuh di antara garis pasang surut (Steenis, 1978). Sehingga hutan mangrove juga disebut hutan pasang. Berdasarkan SK Dirjen Kehutanan No. 60/Kpts/Dj/I/1978, hutan mangrove dikatakan sebagai hutan yang terdapat di

sepanjang pantai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut, yakni tergenang pada waktu pasang dan bebas genangan pada waktu surut (Arief, 2003). Keberadaan hutan mangrove dalam ekosistem pantai merupakan suatu persekutuan hidup alam hayati dan alam lingkungannya yang terdapat di daerah pantai dan disekitar muara sungai pada kawasan hutan tropika, yaitu kawasan hutan yang khas dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan merupakan jalur hijau daerah pantai yang mempunyai fungsi ekologis dan sosial ekonomis yang memiliki berbagai manfaat (Farimansyah, 2005). Adapun tumbuhan yang dominan hidup di daerah hutan mangrove adalah bakau. Bakau merupakan jenis pohon yang tumbuh di daerah perairan dangkal dan daerah intertidal yaitu daerah batas antara darat dan laut dimana pengaruh pasang surut masih terjadi. Hutan bakau tumbuh di daerah tropis dan subtropics, yang berfungsi sebagai pelindung pantai dari terjangan gelombang secara langsung. Oleh karena itu daerah hutan bakau dicirikan oleh adanya lapisan lumpur dan sedimen halus. Hutan bakau juga menjadi tempat hidup bagi habitat liar dan memberikan perlindungan alami terhadap angin yang kuat, gelombang yang dibangkitkan oleh angin (siklon atau badai), dan juga gelombang tsunami (Anonim, 2005). Menurut Marsoedi dan Samlawi (1997), hutan mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh di daerah pantai dan disekitar muara sungai, yang selalu atau secara teratur digenangi oleh air laut serta dipengaruhi pasang surut. Vegetasi hutan mangrove dicirikan oleh jenis-jenis tanaman bakau, api-api, prepat, dan tunjang. Areal mangrove tidak hanya sebagai koleksi tanaman, tetapi merupakan

salah satu sumber daya alam yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Hutan mangrove juga berperan sebagai tempat hidup jenis udang dan ikan yang bernilai komersial. Dengan demikian secara ringkas hutan mangrove dapat didefenisiskan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Sedangkan ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungan dan dengan sesamanya di dalam suatu habitat mangrove (Anonim, 2003). Fungsi dan Manfaat Mangrove Mangrove mempunyai berbagai fungsi. Fungsi fisiknya yaitu untuk menjaga kondisi pantai agar tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat pencemar. Fungsi biologis mangrove adalah sebagai habitat benih ikan, udang, dan kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai sumber keanekaragaman biota akuatik dan nonakuatik seperti burung, ular, kera, kelelawar, dan tanaman anggrek, serta sumber plasma nutfah. Fungsi ekonomis mangrove yaitu sebagai sumber bahan bakar (kayu, arang), bahan bangunan (balok, papan), serta bahan tekstil, makanan, dan obat-obatan (Gunarto, 2004). Hutan mangrove mempunyai keterkaitan dalam pemenuhan kebutuhan hidup manusia sebagai penyedia bahan pangan, papan dan kesehatan. Fungsi mangrove dibedakan menjadi 5 golongan yaitu; (1) Fungsi Fisik : menjaga garis pantai agar tetap stabil dan kokoh dari abrasi air laut, melindungi

pantai dan tebing sungai dari proses erosi atau abrasi, dll. (2) Fungsi Kimia : sebagai tempat terjadinya proses daur ulang yang menghasilkan oksigen, sebagai penyerap karbondioksida. (3) Fungsi Biologi : sebagai kawasan untuk berlindung, bersarang serta berkembangbiak bagi burung dan satwa lain, sebagai kawasan pemijahan dan daerah asuhan bagi udang. (4) Fungsi Ekonomi : penghasil ikan, udang, kerang dan kepiting, telur burung serta madu (nektar), penghasil kayu bakar, arang serta kayu untuk bangunan dan perabot rumah tangga. (5) Fungsi Wisata : sebagai kawasan wisata alam pantai, sebagai lahan konservasi dan lahan penelitian (Suwignyo, 2007). Ekosistem hutan mangrove mempunyai arti penting karena tidak sedikit jumlah masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam ini (Sugiarto dan Willy, 2003). Disamping itu adanya berbagai komponen rantai makanan yang saling bergantung pada ekosistem mangrove ini, yaitu serasah yang berasal dari tumbuhan mangrove, yang prosesnya dimulai oleh bakteri dan cendawan yang mengubah daun-daun menjadi detritus yang disebut sebagai bahan organik. Selanjutnya bahan organik ini menjadi makanan bagi udang atau rebon, kemudian binatang pemakan detritus menjadi makanan larva ikan, udang, dan kepiting. Demikian seterusnya sampai pada tingkat yang lebih tinggi (Gambar.1).

Gambar 1. Bagan Hubungan Saling Bergantung Antara Berbagai Komponen Ekosistem Mangrove (Sugiarto dan Willy, 1996)

Dari segi fungsinya, menurut Wartaputra (1990), hutan mangrove mempunyai fungsi ganda disamping fungsi sosial ekonomis yang sejak lama kegunaannya telah dimanfaatkan secara tradisional oleh sebagian besar masyarakat disekitar pesisir, juga mempunyai fungsi yang sangat penting sekali untuk menjaga keseimbangan lingkungan disekitar pantai yaitu fungsi ekologis (fisik). Dari segi aspek ekologis hutan mangrove mempunyai fungsi sebagai penahan abrasi, angin taufan, pencegah intrusi air laut, dan pencegah banjir. Disamping itu hutan mangrove juga berfungsi sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat persembunyian, tempat pembenihan berbagai jenis binatang air (Sianipar, 2001). 2.2 Landasan Teori 2.2.1 Penyebaran Hutan Mangrove Penyebaran hutan mangrove di Indonesia telah diteliti oleh berbagai institusi baik organisasi internasional maupun nasional melalui departemen atau lembaga. Lembaga FAO (1982) memperkirakan luas hutan mangrove Indonesia 4,25 juta hektar, PHPA-AWB (1987) memperkirakan tinggal 3,23 juta hektar, sedangkan menurut RePPPRot (1985-1989) memperkirakan 3,79 juta hektar, dan GIESEN (1993) memperkirakan luas hutan mangrove Indonesia tinggal 2,49 juta hektar. Untuk mengurangi ketidakpastian luas hutan mangrove maka DITJEN INTAG DEPHUT (1993) memperkirakan bahwa luas hutan mangrove Indonesia tinggal 3,74 juta hektar (Anonim, 2004). Dari data di atas dapat diketahui bahwa kawasan hutan mangrove mengalami kemerosotan dari tahun ke tahun dalam pengelolaan yang bersifat lestari. Hal ini adalah suatu latar belakang perlunya partisipasi masyarakat dalam pelestarian kawasan mangrove di negara kita.

2.2.2 Permasalahan Hutan Mangrove Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya merupakan suatu kekuatan dalam pelaksanaan konservasi kawasan hutan mangrove ( Arief, 2003). Di dalam undang-undang tersebut terdapat tiga aspek yang sangat penting, yaitu : 1. Perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan dengan menjamin terpeliharanya proses ekologi bagi kelangsungan hidup biota dan keberadaan ekosistemnya. 2. Pengawetan sumber plasma nutfah, yaitu menjamin terpeliharanya sumber genetik dan ekosistemnya, yang sesuai bagi kepentingan kehidupan umat manusia. 3. Pemanfaatan secara lestari atau berkelanjutan, baik berupa produksi dan jasa. Adapun penyebab kerusakan mangrove yang kerap terjadi menurut Kusmana (1994) adalah : (1) Pencemaran oleh minyak dan logam berat, (2) Konversi hutan mangrove yang kurang memperhatikan lingkungan, seperti budidaya tambak udang dan ikan, lahan pertanian, pembuatan jalan raya, industri, produksi garam, penggalian pasir laut, dan (3) Penebangan/pemanenan hasil hutan secara berlebihan (Anonim, 2003). Faktor-faktor pendukung penyebab kerusakan hutan mangrove adalah pengaruh dari pertumbuhan ekonomi yang memerlukan tersedianya sarana dan prasarana transportasi terutama jalan raya. Pembangunan industri, pelabuhan, terminal, dan prasarana lainnya merupakan indikator terjadinya peningkatan

aktivitas perekonomian. Peningkatan aktivitas perekonomian seperti ini ikut mempercepat terjadinya kerusakan hutan mangrove (Anonim, 2003). Penyebab utama kerusakan hutan mangrove secara tak terkendali dimasa lalu ada dua penyebab utama yakni, karena ketidaktahuan kita tentang arti dan peranan yang sangat penting dari hutan mangrove bagi kehidupan, termasuk manusia, dan kurangnya penguasaan kita tentang teknik-teknik pengelolaan hutan mangrove yang ramah lingkungan (Bengen, 2000). Adapun cara-cara memanfaatkan hutan mangrove cenderung bersifat ekstruktif dan tidak mengindahkan asas-asas kelestariannya, terjadinya penebangan kayu mangrove secara semena-mena melebihi kemampuan regenerasinya (Sianipar, 2001). 2.2.3 Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Hutan Mangrove Menurut Arimbi (1993) dalam Sianipar (2001), partisipasi merupakan instrumen untuk mencapai tujuan tertentu, dimana tujuan dimaksud adalah dikaitkan dengan keputusan atau tindakan yang lebih baik dalam menentukan kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini partisipasi datang dari pola pandang masyarakat yang berada di desa penelitian, dengan tujuan pelestarian hutan mangrove. Bila dilihat secara umum kata partisipasi dapat diartikan sebagai keikutsertaan mengambil peran tertentu dalam kegiatan pelestarian kawasan mangrove. Sedangkan yang dimaksud dengan masyarakat adalah kelompok penduduk yang dapat dikategorikan menjadi masyarakat lokal, masyarakat swasta, dan masyarakat umum yang ada di desa penelitian (Debdikbud, 1989; dalam Sianipar, 2001 ). Partisipasi masyarakat yang terjadi di Desa Paluh Sibaji diartikan sebagai suatu proses yang melibatkan masyarakat yang berada di desa itu dalam

pengambilan keputusan, perumusan, pelaksanaan, dan pengawasan kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, serta pembinaan masyarakat yang mendukung kegiatan pelestarian hutan mangrove. Adapun asas partisipasi masyarakat yang dipakai adalah kebebasan berpendapat mengeluarkan pikiran secara lisan dan tulisan secara rasional, efisien, tepat guna dan tepat sasaran. Sedangkan tujuan dari partisipasi itu adalah meningkatkan kualitas dan keefektifan kebijakan yang dirumuskan dan ditetapkan dalam membangun pemerintahan yang demokratis dan partisipatif. Tujuan lainnya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat akan makna penting peran dan tanggung jawab bersama dalam menentukan masa depan kehidupannya khususnya pelestarian hutan mangrove, sesuai dengan nilai-nilai budaya lokal maupun kebijakan nasional (Sudirman, 2005). Untuk mewujudkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pelestarian hutan mangrove sebaiknya ada keterlibatan aktif masyarakat secara sukarela dalam seluruh tahapan proses pembangunan bukan melalui para wakilnya. Dikatakan bahwa pengertian tersebut mengandung substansi pokok yaitu : (1) Partisipasi dalam perencanaan kegiatan; (2) Partisipasi dalam pelaksanaan keg iatan; (3) Partisipasi dalam penerimanmanfaat ; (4) Partisipasi dalam pemantuan dan evaluasi; (5) Partisipasi dalam menerima resiko (Mishra, 1984). Partisipasi masyarakat juga dapat berupa suatu perwujudan dari proses intervensi pemerintah dalam kehidupan masyarakat dengan pemberian bantuanbantuan yang bersifat stimulan/perangsang (Awang, 2002). Partisipasi secara kelompok ditunjukkan dengan wujud perpanjangan tangan pemerintah ke tingkat masyarakat desa dengan memanfaatkan pihak-pihak yang telah menjadi kekuatan

informal di desa itu. Berkaitan dengan perekonomian, partisipasi masyarakat dalam pembangunan ekonomi sekarang bukan lagi merupakan mau tidaknya masyarakat di desa itu ikut berpartisipasi, tapi sejauh mana masyarakat memperoleh manfaat dari program partisipasi itu (Soetrisno, 1995). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam kegiatan palestarian hutan mangrove, terdiri dari tiga hal, yaitu : (1) Keadaan sosial masyarakat meliputi; pendidikan, tingkat pendapatan, kebiasaan, dan kedudukan sosial dalam sistem sosial, (2) Kegiatan program pembangunan meliputi; kegiatan pelestarian mangrove yang direncanakan dan dikendalikan oleh pemerintah dalam waktu yang telah dijadwalkan. Hal ini dapat mengikutsertakan organisasi masyarakat, dan (3) Keadaan alam sekitar meliputi; faktor fisik atau keadaan geografis daerah yang ada pada lingkungan tempat hidup masyarakat (Amba, 1998). Berdasarkan hasil penelitian Cut Yusnawati (2004), mengenai pengaruh sosial ekonomi masyarakat terhadap pemanfaatan hutan mangrove di Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, bahwa faktor yang mempengaruhi pemanfaatan hutan mangrove adalah adanya kesiapan, pengetahuan, dan penyuluhan masyarakat. Sedangkan faktor sosial ekonomi adalah pendapatan dan umur. Dapat dikatakan bahwa partisipasi masyarakat sangat memegang peranan penting dalam mempengaruhi penerapan faktor-faktor tersebut dalam pelestarian hutan mangrove. Menurut Cut Yusnita (2004), untuk merangsang dan memacu sikap partisipasi pada masyarakat tersebut, diperlukan penyuluhan-penyuluhan (bimbingan) kepada masyarakat, faktor pengetahuan dan kepatuhan hukum perlu ditingkatkan, serta dikenakan denda bagi pihak yang merusak kawasan hutan.

Adapun kerusakan pada kawasan mangrove sering ditimbulkan oleh kepentingan pribadi oleh masyarakat sekitar hutan mangrove itu sendiri. Baik tujuannya pembuatan tambak, penebangan kayu bakau untuk dijual, maupun pendirian pelabuhan seperti di Pantai Labu. Hal ini dikuatkan oleh hasil penelitian Tambunan (2004) mengenai pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Asahan, bahwa kerusakan yang paling parah adalah konversi lahan menjadi tambak. Melalui observasi Tambunan (2004), bahwa partisipasi masyarakat dalam perlindungan hutan mangrove, baik dalam perencanaan, sosialisasi, pengawasan, maupun evaluasi masih sangat rendah. 2.3 Kerangka Pemikiran Kondisi hutan mangrove yang ada saat ini berada dalam situasi yang sangat mengkhawatirkan. Hal ini terlihat dari luas hutan mangrove yang mengalami penyusutan tiap tahunnya. Keadaan ini tidak terlepas dari kerusakan yang disebabkan oleh alam, dan terutama oleh manusia. Lestarinya kawasan hutan mangrove sangat dipengaruhi oleh aktifitas yang terjadi di sekitar hutan itu sendiri. Adapun aktifitas yang dapat membantu pelestarian hutan mangrove itu adalah adanya partisipasi masyarakat yang timbul secara berkelanjutan dalam pelestarian hutan mangrove. Partisipasi masyarakat disekitar hutan mangrove sangat diperlukan untuk mensukseskan kegiatan pelestarian hutan mangrove. Oleh sebab itu sangat diperlukan masyarakat yang memiliki jiwa partisipasi yang tinggi. Namun tingkat partisipasi tiap-tiap masyarakat berbeda. Hal ini disebabkan oleh karakteristik individu tiap masyarakat tersebut berbeda-beda. Adapun karakteristik individu

masyarakat itu adalah umur, jumlah anggota keluarga, lama masa bermukim, tingkat pendapatan, dan tingkat pendidikan. Tingkat partisipasi masyarakat dapat dinilai dari tindakan-tindakan masyarakat dalam kegiatan pelestarian hutan mangrove yang berkelanjutan di desa penelitian. Tindakan pelestarian itu dapat berupa kegiatan penanaman bibit (baik dari lembaga desa maupun individu masyarakat), kegiatan pemeliharaan hutan mangrove, pengawasan terhadap hutan mangrove, hingga pemanfaatan yang bersifat lestari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar.2. Hasil yang diharapkan dari adanya partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove adalah terciptanya kawasan hutan mangrove yang lestari. Keadaan ini juga akan memberikan pengaruh kepada lingkungan di sekitar hutan mangrove, dapat berupa manfaat ekologi (lingkungan), manfaat biologi, hingga manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar hutan itu. Namun pada kenyataannya ada beberapa kendala yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove. Kendala ini dapat menghambat partisipasi masyarakat untuk ikut dalam kegiatan pelestarian kawasan mangrove.

Tingkat Partisipasi Masyarakat Tindakan Pelestarian : - Penanaman Bibit - Pemeliharaan - Pengawasan - Pemanfaatan Bersifat Lestari Kendala Karakteristik Masyarakat : - Umur - Jumlah Anggota Keluarga - Lama Bermukim - Pendapatan - Pendidikan Hutan Mangrove Lestari Keterangan : (Menyatakan hubungan) Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Tingkat partisipasi masyarakat di Desa Paluh Sibaji terhadap pelestarian hutan mangrove adalah rendah. 2. Terdapat hubungan antara karakteristik masyarakat secara individu terhadap tingkat partisipasi dalam upaya pelestarian hutan mangrove, dimana : a. Semakin tinggi umur masyarakat maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan mangrove. b. Semakin besar jumlah anggota keluarga masyarakat maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan mangrove. c. Semakin lama masa bermukim masyarakat maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan mangrove. d. Semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan mangrove. e. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan mangrove.