BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan peserta didik, baik secara mental maupun intelektual, digembleng agar

KUANTITAS PROPORSI SMK : SMA

BAB I PENDAHULUAN. perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang

BAB II TELAAH PUSTAKA

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang telah ditetapkan, yaitu untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Adapun pengertian pendidikan menurut UU RI No. 20 Tahun 2003: melimpah, Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki potensi-potensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BUPATI GUNUNG MAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DI KABUPATEN GUNUNG MAS

I. PENDAHULUAN. proses pembelajaran. Keberadaan pendidikan yang sangat penting tersebut telah

peningkatan SDM berkualitas menjadi sangat penting, Terutama dengan dua hal (teori dan praktek) harus berjalan seiring dan saling melengkapi.

BAB I PENDAHULUAN. bersaing di era globalisasi dan tuntutan zaman. Perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan setiap individu serta watak dan peradaban bangsa yang bermartabat

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif

BAB I PENDAHULUAN. persoalan-persoalan tersebut di atas,melalui pembaharuan dalam sistim pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Era globalisasi menyebabkan terjadinya perubahan yang sangat cepat pada

BAB I PENDAHULUAN. peradaban bangsa yang bermartabat. Hal ini ditegaskan dalam Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dapat dikatakan sebagai sebuah kebutuhan bagi setiap orang,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

ANALISIS KEBIJAKAN PENAMBAHAN SEKOLAH MENENGAH NEGERI BARU DI KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2004

BAB I PENDAHULUAN. atau anak didik sesuai dengan kebutuhan dan perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi yang melanda dunia membawa berbagai konsekuensi logis bagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MEMBENTUK SUMDER DAYA MANUSIA BERKUALITAS MELALUI LEADER CLASS

BAB I PENDAHULUAN. ada sehingga setiap manusia diharapkan mampu menghadapi tantangan sesuai

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015

EKSPLORASI KESIAPAN SISWA MEMASUKI DUNIA KERJA PADA PROGRAM KEAHLIAN TEKNIK KENDARAAN RINGAN

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, 2) fokus penelitian, 3) tujuan penelitian, 4) kegunaan penelitian, 5)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KATA PENGANTAR. menengah.

BAB I PENDAHULUAN. akan dilakukan perubahan dari dana APBN menjadi dana perimbangan. yang dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai

BAB I PENDAHULUAN. untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan temuan-temuan penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Nasional dinyatakan bahwa Pendidikan nasional...bertujuan untuk

2015 KONTRIBUSI PROGRAM PEMBINAAN KESISWAAN TERHADAP PEMENUHAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 1 CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dana, manajemen dan lingkungan sudah memadai (Widyastono,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. di SMK masih sangat konvensional, bahkan ada yang membiarkan para

BAB I PENDAHULUAN. individu yang dipersiapkan untuk mampu mengikuti laju perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. telah berperan secara signifikan dalam percepatan pencapaian program wajar 9

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam UUD 1945 pasal 34 ayat 1 dirumuskan bahwa fakir miskin dan

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pembangunan pendidikan di Indonesia dilaksanakan dalam berbagai

Tabel 2 Ketimpangangan hasil pembangunan pendidikan antar wilayah masih belum terselesaikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang

BAB I PENDAHULUAN. berkualitasnya sumber daya manusia (human capital) negara tersebut.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG SEKOLAH GRATIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DI KABUPATEN GUNUNG MAS

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menjalani hidupnya. Hal ini terlihat dalam Undang-Undang No.20

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan global mengharuskan Indonesia harus mampu bersaing

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEBIJAKAN STRATEGIS DI BIDANG PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. dasar sekaligus kekayaan suatu bangsa, sedangkan sumber-sumber modal dan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan yang harus dihadapi. Melalui pendidikanlah seseorang dapat memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB III ISU-ISU STRATEGIS Identifikasi Isu-Isu strategis Lingkungan Internal

BAB I PENDAHULUAN. membekali diri dengan ilmu pengetahuan agar dapat bersaing dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu modal pembangunan karena sasarannya

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dimensi dalam kehidupan mulai dari politik, sosial, budaya, dan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman didunia pendidikan yang terus berubah secara signifikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Dengan pendidikan yang memadai seseorang akan mampu menjawab

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK

ANALISIS PENGELOLAAN DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) (STUDI PADA SMK NEGERI 1 YOGYAKARTA)

I. PENDAHULUAN. yang berkualitas. Pembelajaran yang dilakukan guru hendaknya dapat. tinggi selalu memperbaharui mekanisme dan pola pembelajaran kearah

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN UNTUK RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan pondasi kemajuan suatu negara, maju tidaknya

I. PENDAHULUAN. Peran serta masyarakat dalam pendidikan pada dasarnya bukan merupakan sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku. Kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang direncanakan. diluncurkan kurikulum baru yaitu kurikulum 2013.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dari kebodohan dan kemiskinan. Hal ini Sesuai dengan fungsi pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan diperlukan guna meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. terdiri atas murid, guru, pegawai serta sarana dan prasarana sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan dalam era global menuntut berbagai perubahan pendidikan yang

PEDOMAN BANTUAN PENDIDIKAN BAGI MAHASISWA MISKIN PERGURUAN TINGGI AGAM ISLAM NEGERI (PTAIN) TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

TREND DAN ESTIMASI ANGGARAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA BIDANG PENDIDIKAN DI PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN BAB II KETENTUAN UMUM BAB III DASAR, FUNGSI DAN TUJUAN BAB IV PRINSIP PENYELENGGARAAN PEND KEB BAB V PESERTA DIDIK BAB VI JALUR DAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan Nasional juga didefinisikan sebagai pendidikan berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilainilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Lebih lanjut, UU No 20 Tahun 2003 Pasal 5 menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan pada pasal 6 menyatakan bahwa setiap warga negara yang berusia 7 tahun sampai 15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Undangundang ini mengamatkan bahwa pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan dan peningkatan mutu serta relevansi pendidikan bagi setiap warga Negara Indonesia untuk 1

menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Pada tahun 2010-2035 bangsa Indonesia memasuki periode bonus demografi, suatu periode yang belum pernah dialami dan hanya akan terjadi sekali dalam siklus perjalanan berbangsa. Periode dimana jumlah populasi usia produktif lebih besar dibanding usia non produktif. Bonus demografi yang lebih dikenal sebagai Demography Dividen akan menjelma menjadi Demography Disaster jika jumlah besar usia produktif tersebut tidak mempunyai kualifikasi yang cukup untuk menjadi produktif dalam era globalisasi (BPS-Statistics. 2013). Momentum ini membutuhkan sumber daya manusia usia produktif yang mempunyai ilmu dan keterampilan. Kualifikasi tersebut harus disiapkan secepat mungkin agar dapat memberikan keuntungan maksimal bagi perekonomian Indonesia. Momentum lain yang tak kalah pentingnya adalah meraih capaian pendidikan yang signifikan dalam menyiapkan generasi emas Indonesia menyongsong seratus tahun kemerdekaan negara ini pada 2045. Kendala yang dihadapi dalam usaha untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan adalah indeks ketercapaian pendidikan Indonesia masih memprihatinkan mengingat angka Partisipasi Kasar (APK) sekolah menengah (SMA/SMK/MA/MAK) yang rendah. Liang (2002, hal 31), mengatakan bahwa setelah 2

menyelesaikan pendidikan dasar, seseorang akan mendapatkan manfaat kenaikan penghasilan 17% untuk setiap tahun pendidikan tambahan yang ditempuh. Keberhasilan wajib belajar 9 tahun menghasilkan 4,2 juta lulusan SMP pada tahun 2011, namun hanya 3 juta yang melanjutkan ke sekolah menengah, sisanya sebesar 1,2 juta siswa tidak melanjutkan pendidikan. Sementara itu terdapat sekitar 159.805 siswa sekolah menengah yang mengalami putus sekolah yang sebagian besar karena tidak mampu membayar biaya sekolah.data pada Badan Pusat Statistik menunjukan APK sekolah menengah tahun 2009 adalah 62,55%, sampai dengan tahun 2013 APK sekolah menengah mencapai 66,61%. Indikasinya adalah dalam kurun waktu 5 tahun APK hanya naik sekitar 4,06%. kondisi demikian menurut Mendiknas saat itu Muhammad Nuh, jika tidak dilakukan percepatan maka APK 97% baru akan dicapai pada 2040(bahan paparan PMU mendikbud 6 Maret 2012) Dalam rangka menjaga kesinambungan pendidikan warga negara Republik Indonesia dan memperkuat daya saing bangsa, sebagaimana yang tertuang dalam RPJMN 2010-2014, pemerintah perlu mengambil langkah strategis. Salah satu langkah strategis tersebut adalah program Pendidikan Menengah Universal yang secara resmi diluncurkan pada selasa 25 Juni 2013 di Plasa Insan Berprestasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta oleh Mendikbud Muhamad 3

Nuh(Bahan Paparan Mendiknans, 2012; Juknis BOS SMK 2013;Permendiknas No.80 Tahun 2013). Strategi pencapaian Pendidikan Menengah Universal terdiri dari empat komponen yaitu : Satuan Pendidikan; Sistem Pembelajaran, Pendidik & Tenaga Kependidikan; Serta Peserta Didik. Kebutuhan anggaran untuk komponen Peserta Didik antara lain berupa BOS Sekolah Menengah (BOS SM), Beasiswa Khusus Murid dan Beasiswa Prestasi. (bahan paparan PMU mendikbud 6 maret 2012) Program BOS SM yang terintegrasi dalam kebijakan pemerintah tentang Pendikan Menengah Universal (PMU), digulirkan sejak pertengahan tahun 2012 dengan tujuan membantu sekolah memenuhi biaya operasional non personalia dan membantu siswa miskin memenuhi biaya pendidikan. Dengan adanya program BOS SMdiharapkan dapat mewujudkan layanan pendidikan yang terjangkau dan bermutu bagi semua lapisan masyarakat dalam rangka mendukung Pendidikan Menengah Universal (PMU). Berdasarkan PermenNo 80 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Dana Bantuan Operasional Sekolah, Program BOS SMA dan SMK bertujuan untuk mewujudkan layanan pendidikan menengah yang menjangkau dan bermutu bagi semua lapisan masyarakat. Secara khusus program BOS SMA dan SMK bertujuan untuk 1) 4

membantu biaya operasional sekolah non personalia, 2) meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK), 3) mengurangi angka putus sekolah, 4) mewujudkan keberpihakan pemerintah bagi siswa miskin SMA dan SMK dengan membebaskan dan/atau membantu tagihan biaya sekolah dan biaya lainnya di sekolah khususnya bagi siswa miskin, 5) memberikan kesempatan yang setara bagi siswa miskin SMA dan SMK untuk mendapatkan layanan pendidikan yang terjangkau dan bermutu, serta 6) meningkatkan kualitas proses pembelajaran di sekolah. Lampiran 3 Permen No 80 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Dana Bantuan Operasional Sekolah secara khusus juga mendefinisikan Program BOS SMK dalam beberapa pengertian dasar yaitu 1) Program BOS SMK merupakan program pemerintah untuk mendukung pelaksanaan rintisan program wajib belajar 12 tahunn, 2) Program BOS SMK merupakan program pemerintah berupa pemberian dana langsung kepada SMK Negeri dan swasta untuk membantu memenuhi Biaya Operasional Non-Personalia Sekolah dan pembiayaan lainnya untuk menunjang proses pembelajaran, dan 3) Besaran dana BOS SMK yang diterima sekolah dihitung berdasarkan jumlah siswa masing-masing sekolah dan satuan biaya bantuan. Secara umum Program BOS SMK bertujuan 5

untuk mewujudkan layanan sekolah menengah kejuruan yang terjangkau dan bermutu bagi semua lapisan masyarakat. Istilah terjangkau dalam pengertian untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka rintisan wajib belajar 12 tahun yang bermutu. Sedangkan istilah bermutu dalam pengertian untuk pencapaian Standar Nasional Pendidikan (SNP). Sasaran program BOS SMK adalah semua satuan pendidikan SMK baik negeri maupun swasta pada seluruh provinsi di Indonesia yang sudah terdata dalam sistem Data Pokok Pendidikan Dasar dan Menengah (Dapodikdasmen). SMK Negeri 1 Salatiga merupakan salah satu sekolah di Salatiga yang menerima dana bantuan program BOS pada tahun 2013. Berdasarkan studi dokumentasi awal di SMK Negeri 1 Salatigamengenai penggunaan BOS tahun 2013-2015 belum mengutamakan skala prioritas. Fakta bahwa 5 komponen yang dominan yaitu pembelian habis pakai, pemeliharaan dan perbaikan ringan sarana prasarana sekolah, pembelian alat tulis sekolah yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, penggandaan soal dan penyediaan lembar jawaban siswa dalam kegiatan ulangan dan ujian. Pada tahun 2013, pembelian peralatan pendidikan menghabiskan 75,6% anggaran, pembelian bahan praktek habis pakai, diikuti dengan pemeliharaan sarana dan prasarana. Pembelian dan 6

pengadaan buku teks pelajaran yang merupakan komponen paling penting hanya dianggarkan 43.514.822 atau sekitar 5.9%. Penyelenggarann uji kompetensi tidak mendapat prioritas dalam penggunaan anggaran. Dengan anggaran sebesar 547.000 diasumsikan SMKN 1 Salatiga selama tahun 2013 sangat sedikit melakukan kegiatan uji kompetensi. Minimnya kegiatan uji kompetensi bisa berdampak pada penurunan pencapaian kompetensi siswa, yang berakhir pada penurunan kualitas sumber daya manusia. Demikian pula penggunaan dana BOS di tahun 2014 dan 2015 dimana peruntukannnya tidak jauh berbeda dengan tahun 2013. Dari data penggunaan dana BOS ternyata penyerapan dana BOS dari tahun 2013-2015 lebih banyak dipergunakan untuk pemeliharaan dan perbaikan ringan sarana prasarana sekolah sebesar Rp 1.007.239.296,00 atau 42,62% dan ada ketidakterserapan dana sebesar Rp 25.600.000,00 atau 1,08% yang di setor ke kas Negara. Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan hasil kajian penggunaan program BOS tahun 2013-2015 di SMK Negeri 1 Salatiga telah terjadi kesenjangan pada penggunaan program BOS dan hambatan yang dihadapi adalah kemampuan SDM pengguna program BOS sekolah yang rendah. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan dari program BOS SMK yang mewujudkan layanan pendidikan yang terjangkau dan bermutu bagi semua lapisan masyarakat dalam rangka mendukung program PMU maka sekolah penerima bantuan BOS SMK harus 7

mematuhi dalam penggunaan dana BOS seperti yang telah diatur dalam petunjuk Teknis BOS baik dari tujuan maupun peruntukannnya. Hal ini dilatarbelakangi bahwa program BOS merupakan salah satu program yang relative baru dan perlu mendapatkan pengawasan karena program tersebut akan dilaksanakan terus-menerus sampai pemerintah menghentikan program tersebut. Pengawasan terhadap penggunaan program BOS SMK dilakukan untuk menghindari terjadinya penyimpangan penyimpangan sehingga tujuan digulirkannnya program BOS bisa tercapai. Bentuk pengawasan terhadap program BOS melalui kegiatan evaluasi pada tahap awal pelaksanaan program BOS memiliki peran yang cukup strategis dalam rangka mengukur apakah program tersebut telah memenuhi tujuan yang ditetapkan serta dapat mengungkap faktor pendukung maupun faktor penghambat pelaksanaan program sehingga pada akhirnya dapat memberi masukan untuk pelaksanaan program tahun berikutnya. Evaluasi program merupakan salah satu alat yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan pengelolaan yang efektif dan peningkatan manfaat dari program BOS. Wirawan (2011) menyatakan bahwa semua program perlu dievaluasi untuk menentukan apakah layanan atau intervensinya telah mencukupi tujuan yang ditetapkan. Tindakan evaluasi yang dilakukan terhadap suatu program dapat membantu mengukur tujuan program 8

tersebut. Menurut Arikunto (2010), evaluasi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program. Mahmudi (2011) mendefinisikan evaluasi program sebagai langkah awal dalam supervise, yaitu mengumpulkan data yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian pembinaan yang tepat pula. Evaluasi program sangat penting dan bermanfaat terutama bagi pengambil keputusan. Alasannya adalah dengan masukan hasil evaluasi program itulah para pengambil keputusan akan menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan. Selain itu, Wirawan (2011) juga mendefinisikan evaluasi program sebagai metode-metode sistematik untuk mengumpulkan informasi, menganalisa, dan menggunakan informasi tersebut untuk menjawab pertanyaan dasar mengenai program. Evaluasi program mempunyai beberapa model. Isaac dalam Jaedun (2010) membedakan model evaluasi program berdasarkan orientasinya yaitu 1) Model yang berorientasi pada tujuan (goal-oriented); 2) Model yang berorientasi pada keputusan (decision oriented); 3) Model yang berorientasi pada kegiatan dan orang-orang yang menanganinya; dan 4) Model yang berorientasi pada pengaruh dan dampak program. Lebih lanjut, Jaedun (2010) juga menyatakan bahwa beberapa ahli membedakan model evaluasi menjadi 8 model yaitu 1) Goal Oriented Evaluation Model; 2) Goal Free Evaluation Model; 3) Formatif Sumatif 9

Evaluation Model; 4) Countenance Evaluation Model; 5) Responsive Evaluation Model; 6) CSE-UCLA Evaluation Model; 7) CIPP Evaluation Model; dan 8) Discrepancy Model. Berbeda dengan pendapat sebelumnya, Wirawan (2011) menyatakan bahwa terdapat berbagai model evaluasi program yaitu: 1) model evaluasi berbasis tujuan; 2) model evaluasi bebas tujuan; 3) model evaluasi formatif dan sumatif; 4) model evaluasi formatif dan sumatif; 5) model evaluasi responsive; 6) model evaluasi CIPP; 7) model evaluasi adversary; 8) model evaluasi ketimpangan; 9) model evaluasi sistem analisis; 10) model evaluasi benchmarking; 11) model evaluasi kotak hitam; 12) model evauasi konosurship dan kritikisme; 13) model evaluasi terfokus utilisasi; 14) akreditasi; 15) theory driven evaluation model; serta 16) model evaluasi semu. Berdasarkan beberapa pendapat para pakar tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Model CIPP merupakan salah satu jenis model evaluasi program. Mahmudi (2011) menyatakan bahwa CIPP merupakan sebuah model evaluasi yang menggunakan pendekatan yang berorientasi pada manajemen (management-oriented evaluation approach) atau disebut sebagai bentuk evaluasi manajemen program (evaluation in program management). Model CIPP berpijak pada pandangan bahwa tujuan terpenting dari evaluasi program bukanlah membuktikan (to prove), melainkan meningkatkan (to improve).oleh karena itu, model ini juga 10

dikategorikan dalam pendekatan evaluasi yang berorientasi pada peningkatan program (improvementoriented evaluation),atau bentuk evaluasi pengembangan (evaluation for development).artinya, model CIPP diterapkan dalam rangka mendukung pengembangan organisasi dan membantu pemimpin dan staf organisasi tersebut mendapatkan dan menggunakan masukan secara sistematis supaya lebih mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan penting atau, minimal, bekerja sebaik-baiknya dengan sumber daya yang ada. BOS merupakan salah satu program pendanaan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional sehingga dalam perwujudannya diperlukan suatu evaluasi program dan salah satu model evaluasi yang dapat digunakan adalah Model CIPP. Evaluasi Program BOS telah dilaksanakan dalam beberapa penelitian sebelumnya seperti penelitian Ni Wayan Parwati Asih (2014) yang menyimpulkan bahwa penggunaan Program BOS di SMK Teknologi Nasional Denpasar tergolong efektif meskipun menghadapi beberapa kendala; penelitian Ramadhansyah (2013) yang menyimpulkan bahwa terdapat korelasi positif antara dana BOS dengan optimalisasi proses belajar mengajar; penelitian Elmizola (2015) yang menyimpulkan penggunaan BOS di SMPN 1 Tanjungsamak masih belum efektif karena belum pahamnya pihak sekolah dalam menganggarkan dana BOS untuk kebutuhan sekolah 11

sehingga ada beberapa dari rencana anggaran yang tidak sesuai dengan penggunaan dana BOS; penelitian Fitri (2014) yang menyimpulkan bahwa pengelolaan dana BOS SD di Kecamatan Mandiaingin Koto Selayan Kota Bukittinggi dapat dikategorikan terlaksana dengan cukup baik; serta penelitian Alkafi (2012) yang menyimpulkan bahwa pembuatan perencanaan, penyusunan pembukuan dan pembuatan laporan BOS dengan menggunakan aplikasi software SDS ++ lebih efektif dibandingkan dengan pembuatan secara manual. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat dirumuskan suatu penelitian yang berjudul Evaluasi Penggunaan Dana BOS dalam mensukseskan PMU di SMK Negeri 1 Kota Salatiga dengan Model CIPP. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi program BOS di SMK Negeri 1 Salatiga dengan menggunakan Model CIPP. Model ini dipilih karena model ini bersifat mendasar, menyeluruh, dan terpadu. Bersifat mendasar karena mencakup objek-objek inti pengembangan program BOS SMK. Bersifat menyeluruh karena evaluasi memfokuskan pada seluruh pihak yang terkait dalam program dan mengimplementasikan program. Bersifat terpadu karena proses evaluasi ini melibatkan seluruh pihak yang terkait dalam program pengembangan BOS SMK. 12

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimana Context penggunaan dana BOS dalam mensukseskan PMU di SMK Negeri 1 Salatiga? 2. Bagaimana Input penggunaan dana BOS dalam mensukseskan PMU di SMK Negeri 1 Salatiga? 3. Bagaimana Process penggunaan dana BOS dalam mensukseskan PMU di SMK Negeri 1 Salatiga? 4. Bagaimana Product penggunaan dana BOS dalam mensukseskan PMU di SMK Negeri 1 Salatiga? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang telah diuraikan di atas maka tujuan penelitian ini adalah 1. Menganalisis Context penggunaan dana BOS dalam mensukseskan PMU di SMK Negeri 1 Salatiga 2. Menganalisis Input penggunaan dana BOS dalam mensukseskan PMU di SMK Negeri 1 Salatiga 3. Menganalisis Process penggunaan dana BOS dalam mensukseskan PMU di SMK Negeri 1 Salatiga 4. Menganalisis Product penggunaan dana BOS dalam mensukseskan PMU di SMK Negeri 1 Salatiga 13

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat teoritis dan praktis dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dalam bidang pendidikan, khususnya mengenai evaluasi program BOS SMK. Disamping itu hasil penelitian ini juga diharap dapat memberikan bahan untuk penelitian ilmiah selanjutnya. 2. Manfaat Praktis Bagi SMK Negeri 1 Salatiga, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan dalam pengambilan keputusan tekait dengan pelaksanaan program BOS. 1.5 Keterbatasan Peneltian 1. Peneliti hanya mencari data-data penelitian/informasi pada Manajemen Bos tetapi terkadang data data yang berkembang dari pihakpihak lain kurang mendapatkan perhatian 2. Hasil analisis CIPP mengenai PMU ditujukan untuk TOP Manajemen dalam mengetahui keberhasilan penggunaan Dana BOS tetapi kurang dapat diimplementasikan pada low manajemen. 14