BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENURUNAN AIR TAK BEREKENING (Non Revenue Water) Ir. BUDI SUTJAHJO MT Anggota BPP SPAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan air bersih atau air PDAM sering di sebut sebagai Non-Revenue-Water

KAJIAN KEHILANGAN AIR PADA WILAYAH PELAYANAN PDAM ( TIRTA NAULI ) SIBOLGA Zuhendri Tanjung 1, Ahmad Perwira Mulia 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI KEHILANGAN AIR (WATER LOSSES) PDAM TIRTANADI PADANGSIDIMPUAN DI KECAMATAN PADANGSIDIMPUAN SELATAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Studi Kehilangan Air Komersial (Studi Kasus: PDAM Kota Kendari Cabang Pohara)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Rekomendasi Upaya Pengendalian Kehilangan Air

Bab III Tinjauan Pustaka III.1 Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

meter, kesalahan pencatatan angka meter, pemakaian yang tidak tercatat misalnya untuk pengurasan dan pemadam kebakaran.

Tabel IV.1 Guna Lahan Perumahan Dan Proyeksi Jumlah Penduduk

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 28 PERATURAN WALIKOTA KOTA BANDUNG NOMOR : 937 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 SERI E.6 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Ali Masduqi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air bersih merupakan kebutuhan dasar bagi manusia sehingga menjadi hal

Perencanaan pengembangan SPAM

MONITORING TERHADAP KOMPONEN SAMBUNGAN RUMAH SEBAGAI SATU UPAYA PENGENDALIAN KEHILANGAN AIR DI PDAM KOTA MALANG

BAB III ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA MELAWI

Metodologi Penelitian

PENYUSUNAN NERACA AIR SEBAGAI FUNGSI KONTROL LAJU KEHILANGAN AIR PDAM (STUDI KASUS PDAM KOTA SEMARANG)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 2010 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG

BADAN PENINGKATAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D A N P E R U M A H A N R A K YAT

PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH BAGI MASYARAKAT DI PERUMNAS PUCANGGADING TUGAS AKHIR

PERMASALAHAN ALIRAN AIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STANDAR KEBUTUHAN AIR DAN KOMPONEN UNIT SPAM I PUTU GUSTAVE S. P., ST., M.ENG

Penyediaan Air Minum di Dalam Gedung 1

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR TENTANG PELAYANAN AIR MINUM PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA PAKUAN KOTA BOGOR

BAB III. METODE PENELITIAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

BAB II LANDASAN TEORI. ketersediaan air dengan tingkat pemenuhan yang dapat ditelorir di daerah yang

ANALISIS KEHILANGAN AIR FISIK PDAM TIRTANADI SUNGGAL PADA WILAYAH PELAYANAN KOMPLEKS GRAHA SUNGGAL EGIA PUTRI KARINA SEMBIRING

DESAIN SISTEM JARINGAN DAN DISTRIBUSI AIR BERSIH PEDESAAN (STUDI KASUS DESA WAREMBUNGAN)

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah sumber kehidupan mahluk hidup termasuk manusia yang

BAB 5 KESIMPULAN TERHADAP EVALUASI KINERJA PENYEDIA AIR BERSIH PERPIPAAN DI KOTA KECIL (SOREANG DAN BANJARAN)

Manajemen Aset Berbasis Risiko pada Perusahaan Air Minum (Disusun oleh Slamet Susanto dan Christina Ningsih)*

PENGELOLAAN SISTEM PIPA TRANSMISI DAN DISTRIBUSI PDAM DUA SUDARA KOTA BITUNG UNTUK MELANJUTKAN PELAYANAN

BAB IV PENENTUAN KEBUTUHAN AIR MINUM DI WILAYAH PERENCANAAN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN TEKNIS DAN TATA CARA PENGATURAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM

-1- DOKUMEN STANDAR PERENCANAAN TEKNIS TERINCI

STRATEGI PENURUNAN KEBOCORAN DI SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH KOTA MATARAM

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi atau perusahaan memerlukan sumber daya untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR : 2 TAHUN 2009 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Yogi S, dan M. Ikhsan. Standar Pelayanan Publik di Daerah

PERATURAN BUPATI BANGKA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG PENETAPAN TARIF PELAYANAN AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) TIRTA BANGKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan. Secara umum air yang terdapat di alam yang dapat dikonsumsi oleh manusia bersumber dari:

PAM JAYA SEBAGAI PENYEDIA AIR BERSIH DALAM RENCANA PENGEMBANGAN RUMAH SUSUN DI DKI JAKARTA

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 16 TAHUN 2008 TENTANG

PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI DESA SEA KECAMATAN PINELENG KABUPATEN MINAHASA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 12A Tahun : 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG

RANCANAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN DAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INFRASTRUKTUR AIR MINUM BERKELANJUTAN

BAB V ANALISIS HASIL SIMULASI HIDROLIS JARINGAN DISTRIBUSI PDAM BADAKSINGA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGADA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG POKOK-POKOK PELAYANAN AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN NGADA

I. Latar belakang penyesuaian tarif air minum tahun 2013 meliputi :

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PRT/M/2014 TENTANG

BAB V PEMBAHASAN. Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 270 sampel di wilayah usaha

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN TEMUKAN PEMBOROSAN AIR BERSIH SENILAI Rp791 MILIAR

Perencanaan Pengembangan Sistem Distribusi Instalasi Pengolahan Air (IPA) Kedunguling Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur

PERATURAN DIREKSI PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA SATRIA KABUPATEN BANYUMAS. NOMOR : 3 Tahun 2016 TENTANG

OPERASIONAL PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM DI INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Worm dan Hattum (2006), penampungan air hujan adalah

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

STRATEGI PDAM KOTA TOMOHON DALAM MENINGKATKAN PELAYANAN AIR BERSIH

Instalasi hydrant kebakaran adalah suatu sistem pemadam kebakaran tetap yang menggunakan media pemadam air bertekanan yang dialirkan melalui

STRATEGI PENINGKATAN PELAYANAN PDAM KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN GUNA PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH MASYARAKAT KOTA SO E

PERENCANAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DESA LOBONG, DESA MUNTOI, DAN DESA INUAI KECAMATAN PASSI BARAT KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW

PENGARUH PENAMBAHAN DEBIT KEBUTUHAN PADA ZONA PELAYANAN AIR BERSIH DI PDAM TIRTA MEULABOH

BAB III PENENTUAN KEBUTUHAN AIR MINUM

BAB 2 EKSPLORASI ISU BISNIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROFIL KABUPATEN / KOTA

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. LEIDING BEDRIJF yang dikelola oleh pemerintah Hindia Belanda, dengan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Evaluasi Pajak Pengambilan dan Pemanfataan Air Permukaan

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

PROFIL KABUPATEN / KOTA

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS

PROFIL KABUPATEN / KOTA

BAB IV DASAR PERENCANAAN SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Visi, Misi, Strategi dan Tujuan

4.1. PENGUMPULAN DATA

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Pengelolaan Sumberdaya Air Berdasarkan Kapasitas Produksi Instalasi

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Air Minum Air adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, yakni peradaban manusia. Bahkan dapat dipastikan, tanpa pengembangan sumber daya air secara konsisten peradaban manusia tidak akan mencapai tingkat yang dinikmati sampai saat ini. Oleh karena itu, pengembangan sumber daya air merupakan dasar peradaban manusia. Menurut Peraturan Pemerintah No.122 Tahun 2015 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, terdapat beberapa pengertian yang terkait dengan Sistem Penyediaan Air Minum yakni: 1. Air baku untuk air minum rumah tangga, yang selanjutnya disebut air baku adalah air yang dapat berasal dari sumber air permukaan, air tanah, air hujan dan air laut yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum. 2. Air minum adalah air minum rumah tangga yang memenuhi proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. 2.2 Standar Kebutuhan Air Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum membagi standar kebutuhan air minum tersebut berdasarkan lokasi wilayah sebagai berikut: a) Pedesaan dengan kebutuhan 60 liter/kapita/hati b) Kota kecil dengan kebutuhan 90 liter/kapita/hari c) Kota sedang dengan kebutuhan 110 liter/kapita/hari d) Kota besar dengan kebutuhan 130 liter/kapita/hari e) Kota metropolitan dengan kebutuhan 150 liter/kapita/hari 2.2.1 Kebutuhan Air Domestik Kebutuhan dasar domestik ditentukan oleh adanya konsumen domestik, yang berasal dari data penduduk, pola kebiasaan dan tingkat hidup yang didukung perkembangan 5

sosial ekonomi yang memberikan kecenderungan peningkatan kebutuhan air. Standar kebutuhan air domestik yaitu kebutuhan air yang digunakan pada tempat-tempat hunian pribadi untuk memenuhi keperluan sehari hari. Besarnya kebutuhan air domestik dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini: No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Uraian Konsumsi Unit Sambungan Rumah (L/O/hari) Konsumsi Unit Hidran Umum (L/o/h) Konsumsi Unit Non Domestik (%) Kehilangan Air (%) Faktor maximum day Faktor Peak Hour Jumlah jiwa per SR Jumlah jiwa per HU Sisa Tekan di jaringan distribusi (mka) Tabel 2.1 Kebutuhan Air Domestik Kategori Kota berdasarkan Jumlah Penduduk >1.000.000 500.000-100.000-20.000-1.000.000 500.000 100.000 <20.000 Metro Besar Sedang Kecil Desa 190 170 130 100 80 30 30 30 30 30 20-30 20-30 20-30 20-30 20-30 20-30 20-30 20-30 20-30 20-30 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 5 5 5 5 5 100 100 100 100 100 10 10 10 10 10 10 Jam operasi 24 24 24 24 24 11 Volume Reservoir (%) (Max Demand) 20 20 20 20 20 12 SR : HU 50 : 50 s/d 80 :20 50 : 50 s/d 80 :20 80 : 20 70 : 30 70 : 30 Cakupan 13 90 90 90 90 70 Pelayanan Sumber: Dirjen Cipta Karya, 2000 6

2.2.2 Kebutuhan Air Non Domestik Kebutuhan air non domestik ditentukan oleh adanya konsumen non domestik. Konsumen non domestik ini memanfaatkan fasilitas fasilitas antara lain: a) Perkantoran b) Tempat Ibadah c) Prasarana Pendidikan d) Prasarana Kesehatan e) Komersial f) Industri 2.3 Kehilangan Air 2.3.1 Definisi Kehilangan Air Battermann, A., (2001) Unaccounted-For Water didefinisikan sebagai hilangnya air dihitung sebagai perbedaan antara kuantitas air diumpankan kedalam sistem distribusi (produksi air minum) dan kuantitas air dimanfaatkan dengan sah, yang telah dimeterkan atau dapat diperkirakan. Kuantitas air dimasukkan yang sah belum termasuk pemakaian masyarakat yang tidak dimeterkan. Yepes, (1995) UFW didefinisikan perbedaan antara air yang diantar ke sistem distribusi dan air yang dijual. Dan menurut Djamal, Z (2009) kehilangan Air (Water Losses) adalah selisih antara jumlah air yang dipasok kedalam jaringan perpipaan air dan jumlah air yang dikonsumsi. Kehilangan air (Sari, 1999) berarti perbedaan jumlah air yang masuk ke dalam sistem penyediaan air bersih ( water supply system) dengan jumlah air yang tercatat. Jenis kehilangan air dapat diklasifikasikan menjadi: a. Kehilangan air yang tercatat / dapat dicatat Kehilangan jenis ini misalnya pemakaian air untuk pengurasan pipa, pemakaian fire hydrant, pemakaian air untuk fasilitas keindahan kota, pemakaian air untuk penggunaan sosial yang tidak terbayar dan lain- lain. b. Kehilangan air yang tak tercatat 7

Contoh kehilangan air jenis ini adalah kebocoran air pada jaringan pipa distribusi, pemakaian air konsumen yang tidak tercatat oleh meter karena meter rusak atau tidak teliti, pembuatan rekening yang salah dan sebagainya. Kehilangan air dalam hal ini sama dengan jumlah air tidak terbayar yang besarnya dihitung dari jumlah air yang didistribusikan dikurangi jumlah air yang terbayar atau terjual. Pada umumnya besarnya kehilangannya melebihi batas kewajaran (20 %). Persen (%) kehilangan air Jumlah kehilangan air yang diperoleh menurut batas-batas efisiensi dan ekonomi perusahaan (batas kewajaran): a) Kebocoran pada sistem distribusi = 5% b) Ketelitian pengukuran meter air = 3-5% c) Kebocoran pipa konsumen = 5% d) Pemakaian operasi dan pemeliharaan = 3% e) Kehilangan air non fisik = 2% 18 20 % ( Akatirta,2012) Besarnya kehilangan air ataupun persentase kehilangan air dapat dihitung dengan menggunakan rumus: D - K H D x 100 % Dimana : H = Kehilangan air ( % ) D = Jumlah Air yang didistribusikan (m³ ) K = Jumlah Air yang tercatat di meter tagihan ( m³ ) ( Tornton,2008 ) 2.3.2 Sumber Kehilangan Air Pada dasarnya sumber-sumber kehilangan air sama pada setiap sistem, potensinya untuk menghasilkan kehilangan air juga tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya (Seminar Perpamsi dalam Ferijanto, 2007). Menurut Sari dalam Ferijanto (2007), sumber-sumber kehilangan air antara lain: 8

1. Meter Air a) Fungsi Meter Air Meter air digunakan pada sistem penyediaan air bersih dengan tujuan, yaitu: untuk mengetahui jumlah produksi air; untuk mengetahui besar pemakaian air keperluan pelanggan; untuk mengetahui besar pemakaian air konsumen, termasuk kepentingan sosial; untuk dapat memperhitungkan tarif air; untuk dapat memperhitungkan rekening pelanggan; untuk memperkirakan besar kehilangan air dari sistem instalasi keseluruhan; untuk keperluan penelitian/pengendalian. b) Ketelitian Meter Air Hasil pengujian menunjukkan bahwa meter air tidak selalu dapat diandalkan kebenaran penunjukkannya. Ternyata untuk beberapa kondisi sistem pengaliran air, meter air memperlihatkan kekurangtelitian saat beroperasi. Disamping kecepatan aliran, yang dapat mempengaruhi ketelitian meter air adalah udara. Sebuah instalasi penyaluran air minum yang bekerja secara periodik, pada saat operasi berhenti, maka sejumlah udara akan masuk ke dalam pipa distribusi dari celah sambungan pipa, katup yang tidak tertutup sempurna atau dari pipa yang bocor. Aliran udara dalam meter air akan memutar dial meter dengan cepat. Peristiwa ini sering ditemui di lapangan pada meter air konsumen. Tekanan yang bekerja pada pipa akan menentukan kecepatan aliran dalam pipa dan akan mempengaruhi besarnya starting flow. Starting flow adalah debit aliran terkecil yang diperlukan untuk dapat menggerakan alat penghitung meter air. Kecepatan aliran di bawah starting flow akan mengakibatkan air tidak tercatat pada meter air. 2. Pipa Transmisi dan Distribusi Kehilangan air pada pipa transmisi sering terjadi karena adanya kebocoran yang dipengaruhi oleh tekanan di dalam dan di luar pipa yang tidak seimbang. Beberapa hal yang mempengaruhi adalah konstruksi pemasangan, penyambungan serta kualitas material yang digunakan dan usia dari pipa. Pada pipa distribusi yang mengalirkan air 9

kepada pelanggan, kehilangan air sangat besar karena banyaknya pipa-pipa kecil yang potensial sebagai sumber kebocoran. a) Tekanan Dalam kehilangan air, tekanan dalam pipa merupakan indikator terjadinya suatu kebocoran fisik pada jaringan distribusi. Tekanan yang besar dalam pipa akan mengakibatkan udara di dalam pipa, udara yang terakumulasi dalam pipa akan mempengaruhi perputaran propeller dalam meter air (Leakage Reduction dalam Ferijanto, 2007). b) Konstruksi Sambungan antar pipa ataupun dengan fitting harus kokoh. Pada lokasi penyeberangan perlu adanya jembatan pipa atau penyangga serta angker blok pada lokasi-lokasi rawan untuk meredam gaya-gaya dari luar. Penimbunan lapisan paling bawah dengan pasir, kerikil, dan dipadatkan dengan tanah. Sebelum penimbunan secara permanen, terlebih dahulu dilakukan pengetesan tekanan pada pipa. c) Beban Adanya getaran lalu lintas dan beban dari luar seperti kendaraan akan mengakibatkan beban yang dipikul pipa semakin besar. Beban ini dapat direduksi dengan cara penimbunan pipa yang mengikuti peraturan. Beban yang dipikul pipa akan semakin kecil pengaruhnya jika pemasangan pipa dilakukan dengan baik. d) Kualitas Material Pemilihan kualitas material harus baik dan dilakukan dengan cermat. Hal ini akan mempengaruhi kecepatan terjadinya kerusakan pada sistem jika kualitasnya buruk. Kualitas yang bagus akan berusia lebih lama dan lebih tahan terhadap gangguan. e) Korosi Korosi internal merupakan proses korosi di dalam pipa akibat proses kimia antara air dengan pipa logam, sehingga pipa akan mudah retak/pecah jika beban bertambah atau tekanannya yang bertambah. Pengaruh kualitas air dapat menyebabkan korosi. 10

3. Perlengkapan Pipa (Fitting) Perlengkapan pipa ini meliputi joint, bend, tee, cross, dan valve. Kondisi sistem penyambungan antar fitting yang kurang baik dan tidak sesuai dengan tekanan kerja yang diijinkan akan menyebabkan pipa mudah pecah. Daerah tempat penyambungan fitting dengan pipa merupakan daerah yang rawan akan kebocoran terlebih-lebih jika konstruksi pemasangannya tidak baik sehingga sangat dipengaruhi oleh beban yang bekerja pada tempat tersebut ( Twort dalam Ferijanto, 2007 ). 4. Pemakaian Air Tanpa Meter Air Pemakaian air oleh pelanggan tetapi tidak dilengkapi oleh meter air sehingga untuk beban rekening tidak berdasarkan pemakaian air sebenarnya dan angka menjadi tidak pasti ( Leakage Reduction dalam Ferijanto, 2007 ). 5. Sambungan Liar ( Illegal Connection ) Sambungan yang terjadi dengan menapping pipa pelayanan tanpa diketahui pihak PDAM. Tujuannya agar pemakaian air tidak tercatat sehingga tidak perlu membayar beban rekening. 6. Pencucian Pipa (Flushing) Air yang digunakan untuk mencuci pipa merupakan jumlah tidak tercatat. Umumnya jumlah dipakai sebesar 2% dari jumlah produksi, tetapi seharusnya melalui meter air agar jelas berapa jumlah pemakaiannya. 7. Kesalahan Administrasi Administrasi kurang tertib, seperti penagihan yang kurang tertib dan tidak menurut sistem yang telah ditetapkan, proses pembacaan meter air, pencatatan meter, kesalahan pada pembukuan lainnya, proses pembuatan rekening ataupun karena petugas pembaca meter tidak membacanya. Pemakaian untuk infrastruktur, hidran, taman-taman kota seringkali tidak diketahui secara pasti karena tidak ada meter air. Kesalahan administrasi akan mengacaukan dan sulit untuk dikendalikan. Jumlah pemakaian air menjadi tidah sesuai dengan kenyataan di lapangan, sehingga air yang didistribusi dengan yang terpakai menjadi tidak jelas. 11

8. Sosial Budaya Sambungan liar, tanpa meter air, meter air dimodifikasi, sambungan ganda sebelum meter air, melepas meter air saat pengaliran kemudian dipasang lagi, merusak cara kerja meter air, membubuhkan garam pada gelas meter air, meletakkan magnet di dekat dial merupakan bentuk-bentuk kecurangan yang pernah ditemui dan dilakukan oleh konsumen. Tujuan dari itu semua adalah agar angka tercatat lebih kecil sehingga membayarnya menjadi murah. Hal ini menunjukkan kesadaran masyarakat masih kurang dan begitu juga kesadaran untuk melapor. Kondisi sosial para pegawai PDAM pun kurang bertanggungjawab, petugas pembaca meter air yang merupakan ujung tombak perusahaan jika kurang bertanggung jawab akan mempengaruhi pendapatan yang sebenarnya. 2.4 Kerugian Akibat Kehilangan Air Secara garis besar kerugian akibat kehilangan air dapat dikelompokkan menjadi 4, antara lain: a) Kerugian dari segi Kuantitas Air Dengan adanya kehilangan air maka jumlah air yang dapat digunakan oleh konsumen Perusahaan Air Minum menjadi berkurang. b) Kerugian dari segi Tekanan Air Dengan adanya kehilangan air (khususnya akibat kebocoran pada pipa) distribusi dan adanya sambungan yang tidak tercatat, maka hal ini akan mengakibatkan bertambahnya kebutuhan akan air minum yang selanjutnya akan mengakibatkan berkurangnya tekanan air pada sistem distribusi, termasuk tekanan air pada konsumen. c) Kerugian dari segi Kualitas Air Akibat kehilangan air ini (termasuk akibat kebocoran air pada pipa distribusi). Maka keadaan ini dapat mengakibatkan pengaruh terhadap kualitas air yang sampai ke konsumen. Dengan adanya kebocoran air, maka pada saat pipa tidak berisi air atau terjadi tekanan negatif, ada kemungkinan kotoran dari luar pipa masuk ke dalam pipa, sehingga terjadi kontaminasi air. 12

d) Kerugian dari segi Keuangan Akibat kehilangan air ini, maka Perusahaan Daerah Air Minum akan mendapat kerugian dari segi keuangan. Kerugian keuangan akibat kehilangan air, antara lain: Biaya produksi per meter kubik air akan meningkat. Jumlah air yang dijual menjadi kecil, pendapatan hasil penjualan air juga makin kecil. Jumlah air yang diproduksi harus ditambah untuk menutupi air yang hilang. Makin lama kehilangan air tersebut dibiarkan, maka akan makin besar pula biaya yang diperlukan untuk mengurangi biaya kehilangan air tersebut. (AKATIRTA, 2012) 2.5 Bentuk Kehilangan Air 2.5.1 Kehilangan Air Fisik Kehilangan air fisik adalah kehilangan air yang secara fisik atau nyata terbuang keluar dari sistem distribusi sehingga tidak dapat dimanfaatkan, misalnya kebocoran air pada pipa distribusi, kebocoran air pada pipa dinas atau kebocoran air pada katup. Kehilangan air ini pada umumnya tergolong kehilangan air tidak tercatat. Penyebab kehilangan air fisik merupakan faktor teknis yang sering terjadi pada sistem penyediaan air bersih, terutama pada jaringan-jaringan pipa yang sudah berumur tua, tetapi juga sering terjadi pada jaringan-jaringan pipa yang masih baru, dimana karena kelalaian pemasangan dan kualitas pipa yang digunakan akan menyebabkan kebocoran pipa. Macam-macam kehilangan air fisik, yaitu: 1) Kebocoran pada Pipa Transmisi dan Distribusi : a. Kebocoran pada badan pipa. b. Kebocoran pada alat sambung. c. Kebocoran pada air valve. d. Kebocoran pada gate valve. e. Perbaikan pipa. f. Pengurasan pipa. 13

Gambar 2.1 Kebocoran pada pipa distribusi. 2) Kebocoran pada Pipa Dinas: a. Kebocoran pada badan pipa. b. Kebocoran pada sambungan dan asesories. c. Kebocoran pada water meter. d. Perbaikan pipa. 3) Kebocoran pada Reservoir atau Tangki : a. Kebocoran pada bangunan reservoir. b. Overflow. c. Pengurasan. d. Kebocoran pada peralatan. 2.5.1.1 Akibat Dari Kebocoran Fisik Beberapa penyebab diatas perlu mendapat perhatian serius dalam upaya pengendalian kebocoran fisik, karena secara langsung berdampak terhadap sistem penyediaan air minum. Adapun beberapa akibat dari kebocoran fisik adalah: 1) Terhadap Kuantitas. 14

Kebocoran sangat merugikan terutama bila sumber air yang ada sangat terbatas dan upaya perlindungan sumber air sangat mahal. Air terbuang percuma sehingga debit air tidak dapat memenuhi kebutuhan pelayanan terhadap masyarakat. 2) Terhadap Kualitas. Kebocoran pipa atau sambungan pada saat pemakaian maksimum (jam puncak) di mana terjadi tekanan minimum dapat mengakibatkan efek syphon, yaitu air dari luar pipa tersedot masuk ke dalam pipa karena ada tekanan negatif di dalam pipa sehingga mengakibatkan kualitas air menurun karena tercampur dengan air dari luar pipa, serta kualitas pipa tidak baik karena akan berkerak. muka tanah saluran air buangan Air masuk ke pipa Sambungan bocor Gambar 2.2. Efek Syphon pada kebocoran pipa saat tekanan minimum. 3) Terhadap Kontinuitas. Kebocoran air menyebabkan air mengalir keluar sistem, sehingga penggunaan air tidak terkendali dan mengakibatkan tekanan menjadi turun serta keberlangsungan aliran di beberapa tempat terhambat. 4) Terhadap Faktor Ekonomi / Keuangan. 15

Kebocoran meningkatkan biaya operasi terutama pada sistem pemompaan dan pengolahan lengkap. Konsekuensi logisnya adalah bahwa kebocoran akan menurunkan pendapatan Perusahaan (PDAM). 5) Terhadap Faktor Sosial. Secara psikologis, tingginya angka kebocoran dapat mempengaruhi kepercayaan sehingga pelanggan enggan memakai air bahkan enggan membayar rekening dan memacu sambungan liar atau pencurian air, sebagai dampak buruknya pelayanan 6) Terhadap faktor Lingkungan Hidup. Bocoran air bertekanan tinggi yang keluar dari pipa sangat berpotensi merusak susunan tanah di sekitarnya. Tanah menjadi terkikis, jalan (aspal) di atasnya menjadi rusak. Jika kebocoran ini terjadi pada tanah yang miring atau lereng, maka dapat menyebabkan longsor. (AKATIRTA,2010) 2.5.2 Kehilangan Non Fisik Klasifikasi kehilangan air non fisik/komersial adalah sebagai berikut: Kehilangan air non fisk adalah kehilangan yang bukan kebocoran dalam infrastruktur, tetapi disebabkan oleh faktor-faktor lain. Kehilangan non fisik dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori berikut berdasarkan asal mereka: a. ketidak akuratan meteran karena rusak atau salah pelanggan dan penanganan b. penanganan data dan kesalahan akuntansi c. karena pencurian air dan koneksi ilegal. d. Meringkas hal di atas, kerugian komersil terdiri dari semua air yang berhasil dikirim ke pelanggan tetapi tidak direkam secara akurat dan dengan demikian menyebabkan kesalahan dalam penjumlahan pelanggan konsumsi. Kerugian komersil dapat mewakili air dalam jumlah yang signifikan. ( Ziegler, 2008 ) 2.6 Audit Air Secara sederhana, pengertian audit air adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memperhitungkan air yang dimasukkan ke dalam sistem distribusi danpendistribusiannya, baik yang dapat dilacak penggunaannya maupun yang hilang. Audit air sebaiknya dilakukan setiap tahun sekali. Manfaat audit air adalah : 16

a. Untuk memahami ke mana saja perginya air yang disuplai ke dalam system jaringan distribusi b. Menghasilkan data-data yang handal untuk perhitungan keuangan/bisnis. 2.7 Neraca Air Untuk mempermudah pelaksanaan audit air, diperlukan instrumen pembantu. Instrumen tersebut, adalah neraca air. Neraca air adalah bentuk audit air yang paling sederhana, di mana : Input Sistem = Konsumsi + Kehilangan Air Pada hakekatnya neraca air merupakan kerangka untuk menilai kondisi kehilangan air di suatu PDAM. Perhitungan neraca air berarti juga: a. Mengungkap ketersediaan/keandalan data dan tingkat pemahaman terhadap situasi ATR (Air tidak berekening). b. Menciptakan kesadaran tentang adanya masalah ATR (Air tidak berekening). c. Petunjuk langsung menuju perbaikan. Neraca air juga menjadi alat untuk komunikasi dan benchmarking, karena menggunakan indikator-indikator yang disepakati, seragam dan dapat diperbandingkan di seluruh dunia. Memahami neraca air hukumnya wajib untuk penyusunan prioritas perhatian dan investasi. Peristilahan neraca air yang saat ini baku telah banyak digunakan di negaranegara lain, telah juga diadopsi dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 18 tahun 2007. Penggunaan neraca air yang sudah dibakukan peristilahannya maupun perhitungannya, membuat kehilangan air pada suatu PDAM atau pengelola dibandingkan dengan PDAM atau pengelola lain, bahkan dari satu negara dengan negara lain bisa dibandingkan. (Sutjahjo,2014) 17

Tabel 2.2 Neraca Air Volume Input Sistem Konsumsi Resmi Kehilangan Air Konsumsi Resmi Konsumsi Resmi Tak berekening Kehilangan air non fisik Kehilangan air fisik Konsumsi Bermeter Berekening Konsumsi tak bermeter tak berekening Konsumsi tak bermeter tak berekening Konsumsi tak resmi Ketidak akuratan meter pelanggan dan kesalahan penanganan data Kebocoran pada pipa distribusi dan transmisi Kebocoran dan luapan dari tangki-tangki penyimpanan perusahaan air minum Kebocoran di pipa dinas hingga ke meter pelanggan Air Berekening Air Tak Berekening (NRW) Sumber: IWA,2001 Adapun pengertian dari istilah-istilah neraca air pada Tabel 2.2 diatas (Farley et al., 2008), yaitu : a. Volume Input Sistem (System Input Volume) Input volume tahunan ke dalam sistem penyediaan air bersih. b. Konsumsi Resmi (Authorised Consumption) Volume tahunan air bermeter dan tidak bermeter dari pelanggan yang terdaftar, pemasok air dan lain-lain yang secara implisit atau eksplisit mempunyai kewenangan untuk mengambil air (misalnya air yang digunakan di kantor-kantor pemerintah atau hidran pemadam kebakaran). Ini mencakup air yang diekspor dan kebocoran serta luapan seterlah meter pelanggan. c. Kehilangan Air (Water Losses) Selisih antara Volume Input Sistem dan Konsumsi Resmi. Kehilangan Air terdiri dari Kehilangan Air Non Fisik dan Kehilangan Air Fisik. 18

d. Konsumsi Resmi Berekening (Billed Authorised Consumption) Komponen-komponen Konsumsi Resmi yang berekening (ditagih) dan menghasilkan pemasukan (juga dikenal sebagai Air Berekening [Revenue Water]). e. Konsumsi Resmi Tak Berekening (Unbilled Authorised Consumption) Komponen-komponen Konsumsi Resmi yang sah namun tidak berekening (tidak ditagih) dan oleh karena itu tidak menghasilkan pemasukan. f. Kehilangan Air Non Fisik/Komersial (Commercial Losses) Mencakup semua jenis ketidakakuratan yang berkaitan dengan meter pelanggan serta kesalahan-kesalahan penanganan data (pembacaan meter dan penagihan), serta konsumsi yang tidak resmi (pencurian atau penggunaan ilegal). g. Kehilangan Air Fisik (Physical Losses) Kehilangan air fisik dari sistem bertekanan dan tangki penyimpanan perusahaan air minum, hingga pemanfaatan oleh pelanggan. Dalam sistem-sistem bermeter, ini merupakan meter pelanggan sementara dalam situasi tidak bermeter ini merupakan titik penggunaan pertaman (stop keran/keran) di dalam properti. h. Konsumsi Bermeter Berekening (Billed Metered Consumption) Semua konsumsi bermeter yang juga berekening. Ini mencakup semua kelompok pelanggan seperti rumah tangga, komersial, industri atau lembaga dan juga mencakup air yang disalurkan melintasi batas operasional (air diekspor) yang bermeter dan berekening. i. Konsumsi Bermeter Berekening (Billed Unmetered Consupmtion) Semua konsumsi berekening yang dihitung berdasarkan pada estimasi atau normanorma namun tidak bermeter. Ini bisa merupakan satu komponen yang sangat kecil dalam sistem-sistem yang bermeter secara penuh (misalnya penagihan berdasarkan pada estimasi untuk jangka waktu meterpelanggan sedang tidak berfungsi) namun bisa menjadi komponen konsumsi kunci dalam sistem-sistem tanpa meter universal. 19

j. Konsumsi Bermeter Tak Berekening (Unbilled Metered Consumption) Konsumsi Bermeter yang karena segala alasan tak berekening. Ini misalnya bisa mencakup konsumsi bermeter oleh perusahaan air minum sendiri atau air yang disediakan untuk lembaga-lembaga tanpa dipungut biaya, termasuk air yang disalurkan melintasi batas-batas operasional (air yang diekspor) yang bermeter namun tak berekening. k. Konsumsi Tak Bermeter Tak Berekening (Unbilled Unmetered Consumption) Segala jenis Konsumsi Resmi yang tak berekening dan tak bermeter. Komponen ini biasanya mencakup item-item seperti pemadaman kebakaran, penggelontoran pipa-pipa utama dan saluran pembuangan limbah, pembersihan jalan, perlindungan dari kebekuan, dll. l. Konsumsi Tidak Resmi (Unauthorised Consumption) Segala penggunaan air secara tidak resmi. Ini bisa mencakup penggunaan air secara ilegal dari hidran air (misalnya untuk keperluan konstruksi), sambungan ilegal, bypass pada meter konsumsi atau perusakan (tampering) meter. Ketidakakuratan Meter Pelanggan dan Kesalahan-Kesalahan Penanganan Data (Customer Metering Inaccuracies and Data Handling Errors) Kehilangan air nonfisik (komersial yang disebabkan oleh ketidakakuratan meter pelanggan dan kesalahan-kesalahan penanganan data dalam pembacaan meter dan sistem penagihan. m. Kebocoran pada Pipa Transmisi dan/atau Distribusi Air yang hilang akibat kebocoran dan retakan pada saluran pipa transmisi dan distribusi. Ini bisa berupa kebocoran-kebocoran kecil yang masih tidak terlaporkan (misalnya kebocoran pada sambungan) atau semburan-semburan besar yang dilaporkan dan diperbaiki namun jelas bocor selama waktu tertentu setelah itu. n. Kebocoran dan Limpahan di Tangki Penyimpanan Perusahaan Air Minum (Leakage and Overflows at Utility's Storage Tanks) 20

Air yang hilang karena struktur tangki penyimpanan mengalami kebocoran atau limpahan tangki-tangki seperti itu yang disebabkan oleh misalnya masalah-masalah operasional atau teknis. o. Kebocoran pada Sambungan Pipa Pelanggan hingga ke titik Meter Pelanggan (Leakage on Service Connections up to point of Customer Metering) Air yang hilang karena kebocoran dan retakan pada sambungan pipa pelanggan dari (dan termasuk) titik keran hingga titik penggunaan oleh pelanggan. p. Air Berekening (Revenue Water) Komponen-komponen dari Konsumsi Resmi yang berekening (ditagih) dan menghasilkan pemasukan (juga disebut sebagai Konsumsi Resmi Berekening). q. Air Tak Berekening (Non-Revenue Water) Komponen-komponen dalam Input Sistem yang tidak berekening (ditagih) dan tidak menghasilkan pemasukan. 2.8 Indikator Kehiangan Air Tabel 2.3 Indikator Kinerja Kehilangan Air FUNGSI LEVEL INDIKATOR KINERJA CATATAN FINANSIAL 1(basic) (% Volume Input Sistem) Bisa diperkirakan dari neraca air yang sederhana VOLUME NRW OPERATIONAL KEBOCORAN NON FISIK 1(basic) (m3/sambungan/tahun (m3/panjang pipa distribusi/tahun) (jika kepadatan Baik untuk menilai indikator kinerja yang sederhana, berguna untuk menetapkan target, kurang kegunaannya untuk membandingkan antar sistem (liter/sambungan/hari) Baik untuk menilai OPERATIONAL KEBOCORAN FISIK 1(Basic) (liter/panjang pipa dist./hari) (jika kepadatan indikator kinerja yang sederhana, berguna untuk menetapkan target 2(Intermediat) (liter/sambungan/hari/m tekanan) Mudah digunakan apabila ILI 21

FUNGSI LEVEL INDIKATOR KINERJA CATATAN OPERATIONAL KEBOCORAN FISIK (m3/ panjang pipa dist./hari/m tekanan) (jika kepadatan sambungan belum bisa dihitung, berguna untuk membandingkan antar sistem FINANSIAL BIAYA NRW 3 (detail) Nilai NRW ( % dari biaya operasi sistem) Memperkirakan unit biaya ATR yang berbeda, baik untuk indikator keuangan OPERATIONAL KEBOCORAN FISIK 3 (detail) INFRASTRUCTUR E LEAKAGE INDEX Ratio antara Current Annual Real Losses dan Minimum Achievable Annual Phisycal Losses Sumber: BPP-SPAM, 2015 2.8.1 Infrastructure Leakage Index ( ILI ) Infrastructure Leakage Index ILI saat ini semakin banyak digunakan didunia internasional, sebagai salah satu indikator yang paling baik, untuk menilai kehilangan air fisik. Rasio atau perbandingan antara CAPL dengan MAAPL, mengukur seberapa baik fungsi manajemen infrastruktur perbaikan, jaringan perpipaan, aset manajemen dan active leakage control. Rasio CAPL dan MAAPL adalah ILI. ILI = CAPL / MAAPL Dimana: CAPL : Current (real) Annual Physical Losses, kehilangan fisik tahunan saat ini (riil), bisa diperoleh dari neraca air. MAAPL : Minimum Achievable Annual Physical Losses, tingkat kehilangan minimum yang bisa dicapai pada pengelola penyedia air minum yang memiliki jaringan dalam kondisi baik dan melakukan pengendalian kebocoran secara aktif secara intensif. Menghitung Indeks Kehilangan Infrastruktur (Infrastructure Leakage Index) Menghiltung ILI bisa dilakukan dengan tatacara sebagai berikut : 1. Menghitung MAAPL MAAPL bisa dihitung menggunakan rumus empiris: MAAPL (l/hari) = [18 x LM + (0.8 + 25 x LP) x NC] x P 22

Dimana : LM NC LP P = length of mains, panjang total pipa induk. = number of service connections, jumlah sambungan = length of service connections, jumlah panjang pipadinas dari batas persil pelanggan sampai meter pelanggan = Tekanan rata-rata 2. Hitung CAPL CAPL atau current annual physical losses adalah kehilangan fisik per hari saat ini, bisa diperoleh dari perhitungan neraca air. 3. Menghitung ILI ILI bisa dihitung dengan rumus; = CAPL / MAAPL, 4. Evaluasi ILI Bandingkan ILI dengan matriks target kehilangan fisik seperti pada tabel 2.3 Tabel 2.4 Matriks Target Kehilangan Fisik Kehilangan Fisik (liter/sambungan/hari) Kategori Kinerja Teknis ILI (keadaan sistem bertekanan pada tekanan rata-rata) 10 m 20 m 30 m 40 m 50 m A 1-2 < 50 < 75 < 100 < 125 Negara-negara B 2-4 50-100 75-150 100-200 125-250 maju C 4-8 100-200 150-300 200-400 250-500 D > 8 > 200 > 300 > 400 > 500 A 1-4 < 50 < 100 < 150 < 200 < 250 Negara-negara B 4-8 50-100 100-200 150-300 200-400 250-500 berkembang C 8-16 100-200 200-400 300-600 400-800 500-1000 D > 16 > 200 > 400 > 600 > 800 Sumber : World Bank Institute a) Kategori A Kebocoran sangat tidak signifikan sehingga bila dilakukan upaya penurunan kebocoran mungkin malah tidak ekonomis, kecuali dalam kasus terjadi kekurangan air baku. Perlu dilakukan analisis yang teliti untuk menemukan cara perbaikan yang paling efektif. 23

b) Kategori B Ada potensi keberhasilan yang nyata. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah pengaturan tekanan, pengendalian kebocoran aktif (ALC) yang lebih baik, serta perawatan jaringan yang lebih baik. c) Kategori C Kebocoran cukup parah, dapat ditoleransi hanya jika air melimpah dan murah. Harus dilakukan analisis keparahan dan sifat kebocoran, serta melakukan upaya-upaya penurunan tingkat kebocoran yang intensif. d) Kategori D Kebocoran sangat parah, terjadi pemborosan sumber daya yang luar biasa. Program penurunan kebocoran menjadi keharusan dan harus diprioritaskan. 24