BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Non Revenue Water (NRW) Dunia air minum tidak pernah terlepas dengan istilah Non Revenue Water (NRW). NRW adalah total produksi perusahaan yang tidak memberikan penghasilan kepada perusahaan. Artinya proporsi NRW dibanding dengan total produski ternyata bisa sangat berarti. Bahkan McIntosh (2003) mengemukakan bahwa, persentase NRW di berbagai kota di Asia dapat mencapai 50-65%. (Utama, 2010). Tingginya nilai NRW mencerminkan besarnya volume air yang hilang karena kebocoran, maupun tidak adanya tagihan ke pelanggan. Hal ini secara serius mempengaruhi finansial sebuah perusahaan air karena menurunnya pendapatan dan naiknya biaya operasional. Tingkat NRW yang tinggi biasanya terjadi karena utilitas air yang buruk, kurangnya pengelolaan, tanggungjawab, dan kemampuan teknis maupun manajemen yang sangat diperlukan untuk memenuhi pelayanan ke masyarakat (Kingdom et al., 2006). Adapun perkiraan tingkat NRW di dunia disajikan pada Tabel 2.1. Populasi (juta, 2002) Tabel 2.1 Perkiraan Tingkat NRW di Dunia Volume Input Sistem (l/orang/hari) Tingkat NRW (% dari input sistem) Kehilangan air fisik (%) Ratio Estimasi NRW Kehilangan air nonfisik (%) Volume (juta per m 3 /tahun) Kehilangan air nonfisik Kehilangan air fisik Total NRW Negara maju Eurasia (CIS) Negara berkembang Sumber : WHO dan Kingdom et al., 2006 Total Tabel 2.1 menunjukkan perkiraan volume NRW di seluruh dunia pada sistem pasokan air perkotaan dan kerusakan fasilitas sistem. Disampaikan pada World Bank Discussion Paper tahun 2006, volume NRW sangat mengejutkan. Dapat dilihat pada Tabel 2.1, setiap tahun lebih dari 32 miliar m 3 air yang diolah hilang karena kebocoran dari

2 jaringan distribusi. Tambahan lainnya 16 miliar m 3 per tahun air yang didistribusikan ke konsumen tetapi tidak tercatat karena adanya pencurian, pembacaan meter yang buruk sampai penggunaan ilegal. Beberapa negara berpenghasilan rendah, tingkat kehilangan air dapat mencapai 50-60% dari total suplai air, dengan rata-rata 35% (Simbeye, 2010). Setengah dari tingkat kehilangan air di negara-negara berkembang, dimana beberapa utilitas publik mengalami kerusakan menjadikan pendapatan tambahan yang harusnya digunakan untuk biaya pengembangan pelayanan dan pelanggan mengalami kerugian karena terbatasnya penyediaan air serta kualitas air yang buruk (Kingdom et al., 2006) Menurut Utama (2010), akibat yang ditimbulkan karena NRW jangka pendek yaitu pelanggan dirugikan karena harus membayar untuk pelayanan yang tidak memuaskan, setiap air yang berharga terbuang dengan percuma, serta pemborosan sumber daya untuk memproduksi. NRW dalam jangka panjang yaitu, penghasilan yang seharusnya didapat dari air bersih ini bisa digunakan oleh perusahaan untuk investasi finansial pada jaringan baru sekaligus memberikan pelayanan air bersih yang lebih luas. Definisi lainnya, NRW diartikan sebagai air yang hilang, yang dapat diukur dan diketahui besarnya namun tidak dapat direkeningkan atau tidak dapat menjadi penghasilan, tetapi dapat dipertanggungjawabkan (Yayasan Pendidikan Tirta Dharma dalam Harlini dkk, 2006). 2.2 Definisi Kehilangan Air Kehilangan air dapat diartikan sebagai jumlah total air yang mengalir ke jaringan distribusi air minum dari sebuah instalasi pengolahan air bersih dikurang dengan jumlah total air yang resmi menjadi rekening dari pelanggan industri dan pelanggan rumah tangga (Farley et al., 2008). Menurut Pilcher et al. (2008), kehilangan air merupakan inefisiensi pada operasi penyaluran air di transmisi dan jaringan distribusi serta pada beberapa sistem dan dapat berjumlah proporsi yang cukup besar dari total produksi air. Kehilangan air pada umumnya disebabkan karena adanya kebocoran air pada pipa transmisi dan distribusi serta kesalahan dalam pembacaan meter. Kehilangan air juga dapat diartikan sebagai selisih jumlah air yang didistribusikan dan jumlah air yang diterima pelanggan atau perbedaan antara jumlah air yang dibaca pada

3 meter induk dan jumlah air yang dibaca pada meter pelanggan (Seminar Perpamsi dalam Ferijanto, 2007). Air yang diproduksi oleh perusahaan air bersih tidak seluruhnya dapat dijual kepada pelanggan serta dapat diukur melalui meter air. Adapun perbedaan mendasar antara NRW dan kehilangan air (water losses) yaitu perbedaan antara jumlah air yang diproduksi dengan air yang terjual (yang didistribusi) kepada pelanggan melalui meter air. Oleh sebab itu, jumlah air yang didistribusikan secara gratis melalui meter air ditambah NRW dapat digunakan untuk menghitung jumlah total produksi air yang digunakan. Di sisi lain, kehilangan air merupakan air yang didistribusi dalam bentuk kebocoran, pencurian air, dan penggunaan ilegal lainnya. Perbedaan lainnya antara NRW dengan kehilangan air adalah sebagian dari NRW merupakan penggunaan air yang dimanfaatkan secara produktif, seperti untuk pemadam kebakaran, pembersihan jalan dan publik, maupun pengabaian jumlah air pada saat pembacaan meter air (Putra dan Nopriansyah, 2014). Secara umum, perhitungan untuk mencari persen kehilangan air dapat menggunakan rumus sebagai berikut.... (2.1) Dimana : H = kehilangan air (%) D = jumlah air yang didistribusikan (m 3 ) K = jumlah air yang terjual atau jumlah air yang tercatat dalam rekening tagihan (m ) 2.3 Bentuk Kehilangan Air Kehilangan Air Fisik (Real Losses) Kehilangan air fisik adalah kehilangan air yang secara nyata terbuang dari sistem distribusi yang penyebabnya merupakan faktor teknis dan sering terjadi pada sistem penyediaan air bersih. Misalnya, karena kelalaian pemasangan dan kualitas pipa yang digunakan sehingga menyebabkan kebocoran pipa ataupun akurasi meteran yang tidak tepat (Ferijanto, 2007).

4 Menurut Farley et al. (2008), kehilangan air fisik terkadang disebut sebagai kehilangan yang sesungguhnya (real losses), yaitu volume kehilangan tahunan melalui semua jenis kebocoran, ledakan dan luapan pada pipa, reservoir pelayanan, dan pipa dinas, hingga setelah pembacaan meter. Kehilangan air fisik dapat juga dapat diartikan sebagai kehilangan air berupa kebocoran yang terjadi pada jaringan distribusi air minum maupun kebocoran yang terlihat yang dilaporkan oleh masyarakat Kehilangan Air Non-Fisik (Apparent Losses) Menurut Ferijanto (2007), kehilangan air non-fisik merupakan kehilangan air yang sebagian besar disebabkan oleh faktor-faktor nonteknis yang sulit dilacak maupun ditanggulangi karena menyangkut masalah kompleks baik di dalam maupun di luar PDAM itu sendiri. Kehilangan air non-fisik merupakan kehilangan air yang terpakai tetapi tidak dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya karena berbagai alasan. Kehilangan air ini dapat dikategorikan antara lain: a. Commercial Losses : disebabkan oleh pelanggan yang tak terdaftar, adanya sambungan ilegal, maupun manipulasi atau penipuan dan lain sebagainya. b. Metering Losses : disebabkan oleh pembacaan meteran yang salah, tertimbunnya meteran, kesalahan pengujian meteran, dll. Kesalahan penanganan data juga termasuk ke dalam contoh kehilangan non-fisik, yang meliputi: 1) Pembacaan meter yang salah atau tidak dibaca oleh petugas pembaca meter 2) Pencatatan meter yang curang/salah 3) Kesalahan pada saat penanganan data (pemindahan data yang salah sehingga data menjadi berbeda) 2.4 Sumber Kehilangan Air Secara umum, sumber-sumber kehilangan air sama pada setiap sistem. Potensi untuk menghasilkan kehilangan air juga tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya (Seminar Perpamsi dalam Ferijanto, 2007). Menurut Sari dalam Ferijanto (2007), sumber-sumber kehilangan air antara lain: 1. Meter Air

5 Meter air merupakan alat yang digunakan untuk mengukur banyaknya aliran air secara kontinu pada suatu sistem kerja yang dilengkapi dengan unit penghitung dan indikator pengukur sebagai tanda dari volume air yang lewat (SNI Spesifikasi Meter Air Minum, 2008). Adapun tujuan meter air yang digunakan pada sistem penyediaan air bersih (Sari dalam Ferijanto, 2007), yaitu: a. untuk melihat jumlah produksi air; b. untuk melihat besarnya pemakaian air keperluan pelanggan; c. untuk melihat besarnya pemakaian air konsumen, termasuk kepentingan sosial; d. untuk mendapat nilai tarif air; e. untuk dapat memperhitungkan rekening pelanggan; f. untuk memperkirakan besar kehilangan air dari sistem instalasi keseluruhan; g. untuk kebutuhan penelitian/pengendalian. Berdasarkan hasil pengujian yang pernah dilakukan, menunjukkan bahwa meter air tidak selalu dapat diandalkan kebenaran penunjukkannya. Faktanya untuk beberapa kondisi sistem pengaliran air, meter air memperlihatkan kurangnya ketelitian saat beroperasi. Selain kecepatan aliran, udara juga dapat mempengaruhi ketelitian suatu meter air. Jika instalasi penyaluran air minum yang bekerja secara periodik namun pada saat operasi berhenti, maka sejumlah udara akan masuk ke dalam pipa distribusi melalui celah-celah pipa atau katup yang tidak tertutup sempurna maupun dari pipa yang bocor. Hal tersebut menyebabkan aliran udara dalam meter air akan memutar dial meter dengan cepat. Peristiwa ini sering terjadi dan ditemui di lapangan pada meter air pelanggan. Tekanan yang bekerja pada pipa akan menentukan kecepatan suatu aliran dalam pipa sehingga akan mempengaruhi besarnya starting flow. Starting flow dapat diartikan sebagai debit aliran terkecil yang diperlukan untuk dapat menggerakan alat penghitung meter air. Kecepatan aliran di bawah starting flow akan mengakibatkan air tidak tercatat pada meter air. Adapun gambar dari meter air dapat dilihat pada Gambar 2.1.

6 Gambar 2.1 Meter Air Sumber : SNI Spesifikasi Meter Air Minum, 2008 Dari Gambar 2.1 terdapat indeks meteran yang terdiri atas dua warna yang berbeda di meter air. Pada meter air tersebut, empat angka pertama berwarna hitam yang menunjukkan kubikasi sebagai dasar perhitungan tagihan dan tiga angka terakhir berwarna merah yang dibaca 1 m 3. Dengan melihat angka pada meter air, pelanggan dapat mengetahui jumlah air yang digunakan pelanggan serta menghitung besarnya jumlah tagihan rekening air. 2. Pipa Transmisi dan Distribusi Pipa transmisi merupakan pipa yang digunakan untuk menyalurkan air dari satu unit lokasi ke unit lainnya. Pada instalasi pengolahan air bersih, pipa transmisi umumnya berfungsi untuk mengantarkan air dari intake menuju unit instalasi pengolahan yang lain. Air bersih yang selanjutnya dialirkan dari sumber air ke reservoir distribusi juga dialirkan melalui pipa transmisi. Sedangkan pipa distribusi adalah pipa yang berfungsi untuk mengalirkan air bersih ke pelanggan. Terjadinya kehilangan air pada pipa transmisi sering dikarenakan adanya kebocoran yang dipengaruhi oleh tekanan di dalam maupun di luar pipa yang tidak seimbang. Beberapa hal yang mempengaruhi yaitu, konstruksi pemasangan, penyambungan, dan kualitas material yang digunakan serta usia dari pipa. Untuk pipa distribusi yang mengalirkan air ke pelanggan, kehilangan air sangat besar karena banyaknya pipa-pipa kecil yang berpotensi sebagai sumber kebocoran. Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kehilangan air pada pipa transmisi dan distribusi (Sari dalam Ferijanto, 2007), yaitu:

7 a) Tekanan Tekanan dalam pipa juga mempengaruhi terjadinya kehilangan air. Hal ini merupakan indikator terjadinya suatu kebocoran fisik pada jaringan distribusi. Tekanan yang besar dalam pipa dapat mengakibatkan udara di dalam pipa yaitu udara yang terakumulasi dalam pipa akan mempengaruhi perputaran propeller dalam meter air (Leakage Reduction dalam Ferijanto, 2007). Perubahan tekanan yang terjadi di dalam pipa disebabkan oleh beberapa hal, seperti jam distribusi pelayanan (intermittent supply), perubahan tekanan secara tiba-tiba, maupun terjadinya tekanan yang memuncak secara tiba-tiba. Perubahan-perubahan ini dapat menimbulkan tingginya potensi pecah pipa pada sistem jaringan distribusi. Oleh sebab itu, besar tekanan dalam pelayanan air bersih harus sesuai dengan standar untuk dapat menyuplai air ke seluruh daerah distribusi (Putra dan Nopriansyah, 2014). b) Beban Terjadinya getaran lalu lintas dan beban dari luar seperti kendaraan, akan mengakibatkan beban yang dipikul pipa semakin besar. Beban ini dapat direduksi dengan melakukan penimbunan pipa sesuai peraturan. Beban yang dipikul pipa akan semakin kecil pengaruhnya jika pemasangan pipa dilakukan dengan baik. c) Konstruksi Konstruksi seperti sambungan antar pipa pada sistem penyediaan air bersih haruslah kokoh. Pada lokasi penyebrangan perlu adanya jembatan pipa sebagai penyangga serta angker blok yang dipasang pada lokasi-lokasi rawan untuk meredam gaya-gaya dari luar. Dapat dilakukan penimbunan lapisan paling bawah dengan pasir, kerikil dan kemudian dipadatkan dengan tanah. Sebelum penimbunan secara permanen, terlebih dahulu perlu dilakukan pengetesan tekanan pada pipa. d) Korosi Korosi internal adalah suatu proses korosi yang terjadi di dalam pipa akibat adanya proses kimia antara air dengan pipa logam sehingga pipa menjadi mudah retak/pecah jika beban bertambah ataupun tekanan yang bertambah. Selain itu, pengaruh kualitas air juga dapat menyebabkan korosi.

8 e) Kualitas Material Pemilihan kualitas material haruslah baik dan dilakukan dengan cermat. Hal ini dapat mempengaruhi jangka waktu terjadinya kerusakan pada sistem. Jika kualitas buruk maka akan terjadi kerusakan lebih cepat. Kualitas yang bagus akan berumur lebih lama dan lebih tahan terhadap gangguan. 3. Aksesoris Pipa (Fitting) Aksesoris pipa (fitting) meliput i joint, bend, tee, cross, dan valve. Jika sistem penyambungan antar fitting kurang baik dan tidak sesuai dengan tekanan kerja yang diijinkan dapat menyebabkan pipa menjadi mudah pecah. Sementara itu, area tempat penyambungan fitting dengan pipa adalah area yang rawan akan kebocoran terlebih jika konstruksi pemasangan tidak baik sehingga sangat dipengaruhi oleh beban yang bekerja pada bagian tersebut (Twort dalam Ferijanto, 2007). 4. Pencucian Pipa (Flushing) dan Pemakaian Tanpa Meter Air Pencucian pipa atau flushing merupakan salah satu contoh kehilangan air fisik. Penggunaan air yang dipakai untuk pencucian pipa (flushing) merupakan jumlah yang tidak tercatat. Umumnya, jumlah yang digunakan sebesar 2% dari jumlah produksi, tetapi seharusnya tercatat oleh meter air agar jumlah pemakaiannya lebih jelas. Adanya pemakaian air oleh pelanggan namun tidak dilengkapi oleh meter air menyebabkan beban rekening tidak berdasarkan pada pemakaian air sebenarnya dan menyebabkan angka pemakaian air menjadi tidak pasti (Leakage Reduction dalam Ferijanto, 2007). Contoh pemakaian air tanpa meter air adalah penggunaan air yang dipakai pada instalasi pengolahan air minum misalnya penggunaan air untuk pencucian unit pengolahan. 5. Sambungan Liar (Illegal Connection) Sambungan liar terjadi dengan cara menapping pipa pelayanan tanpa diketahui oleh pihak perusahaan air minum. Hal ini bertujuan agar pemakaian air tidak tercatat sehingga tidak perlu adanya pembayaran rekening. Terjadinya sambungan liar merupakan salah satu sumber kehilangan air yang sulit dilacak karena hal ini biasanya dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.

9 6. Kesalahan Administrasi Beberapa kesalahan administrasi seperti penagihan yang kurang tertib dan tidak sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan, kesalahan pembacaan meter dan pencatatan meter, kesalahan pada pembukuan, proses pembuatan rekening ataupun karena petugas pembaca meter yang tidak membaca dengan benar. Kesalahan administrasi dapat mengacaukan pencatatan dan sulit untuk dikendalikan. Jumlah pemakaian air menjadi tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan sehingga air yang didistribusi dengan yang terpakai menjadi tidak jelas. Selain itu, pemakaian untuk infrastruktur seperti hidran, taman-taman kota juga seringkali tidak diketahui secara pasti jumlah pemakaiannya karena tidak ada meter air. 7. Sosial Budaya Faktor sosial budaya dapat menjadi penyebab terjadinya kehilangan air. Konsumen dan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab tidak jarang melakukan kecurangan yang menjadi sumber munculnya kehilangan air. Bentuk-bentuk kecurangan yang sering ditemui dan dilakukan antara lain: 1) Pemakaian tanpa meter air 2) Adanya sambungan liar 3) Terdapat sambungan ganda sebelum meter air 4) Meter air yang dimodifikasi 5) Melepas meter air saat pengaliran kemudian dipasang lagi 6) Merusak cara kerja meter air serta meletakkan magnet di dekat dial Semua bentuk kecurangan tersebut dilakukan dengan tujuan agar angka tercatat lebih kecil sehingga pembayaran menjadi murah. Kecurangan yang terjadi menunjukkan masih kurangnya kesadaran masyarakat dan juga kesadaran untuk melapor. Selain itu, kondisi sosial para pegawai perusahaan pun tidak jarang ada yang kurang bertanggungjawab. Petugas pembaca meter air yang merupakan ujung tombak perusahaan, jika kurang bertanggungjawab akan mempengaruhi pendapatan yang sebenarnya. Diperlukan pihak-pihak dari perusahaan yang bertanggungjawab dan tegas untuk mencegah terjadinya kecurangan tersebut.

10 2.5 Audit Air Audit air merupakan langkah pertama mengurangi tingkat kehilangan air dengan mengembangkan pendalaman tentang sistem air secara menyeluruh. Kegiatan ini akan membantu para penyedia layanan air bersih untuk memahami nilai, sumber, dan biaya dari terjadinya kehilangan air. Artinya para manajer perusahaan air minum harus melakukan audit mengenai kehilangan air dan NRW agar memantau perkembangan dari pelaksanaan pengurangan kehilangan air. Asosiasi Air Internasional atau International Water Association yang dikenal dengan IWA, telah mengeluarkan satu konsep audit air yang telah diikuti oleh banyak negara di dunia yaitu neraca air internasional (water balance) (Farley et al., 2008). 2.6 Neraca Air Neraca air merupakan metode perhitungan kehilangan air yang diusulkan oleh IWA pada konferensi di Berlin tahun Penggunaan metode neraca air dapat memudahkan perusahaan dalam menganalisis kehilangan air. Hakekatnya, neraca air merupakan kerangka untuk menilai kondisi kehilangan air di suatu perusahaan. Perhitungan neraca air artinya mengungkap ketersediaan dan keandalan data serta tingkat pemahaman terhadap situasi NRW atau Air Tak Berekening (ATR), menciptakan kesadaran tentang adanya masalah ATR, serta sebagai petunjuk langsung menuju perbaikan (Deppu BPPSPAM, 2014). Neraca air dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Neraca Air Internasional Volume Input Sistem Konsumsi Resmi Kehilangan Air Sumber : IWA, 2001 Konsumsi Resmi Berekening Konsumsi Resmi Tak Berekening Kehilangan Air Non-Fisik Kehilangan Air Fisik Konsumsi Bermeter Berekening Konsumsi Tak Bermeter Berekening Konsumsi Bermeter Tak Berekening Konsumsi Tak Bermeter Tak Berekening Konsumsi Tak Resmi Ketidakakuratan Meter Pelanggan dan Kesalahan Penanganan Data Kebocoran pada Pipa Distribusi dan Transmisi Kebocoran dan Luapan dari Tangki-Tangki Penyimpanan Perusahaan Air Minum Kebocoran di Pipa Dinas hingga ke Meter Pelanggan Air Berekening Air Tak Berekening (NRW)

11 Berdasarkan Tabel 2.2, air tak berekening (NRW) merupakan selisih antara volume input total pada sistem dengan konsumsi berekening. Adapun komponen Air Tak Berekening dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut. ATR = Volume Input Sistem Konsumsi Berekening...(2.2) Pengertian dari istilah-istilah neraca air pada Tabel 2.2 (Farley et al., 2008), yaitu: a. Volume Input Sistem (System Input Volume) Merupakan volume tahunan yang masuk ke dalam sistem penyediaan air bersih. b. Konsumsi Resmi (Authorised Consumption) Volume tahunan air bermeter maupun tidak bermeter dari pelanggan yang terdaftar. Termasuk pemasok air dan yang memiliki kewenangan untuk mengambil air, seperti air yang dipakai di kantor pemerintahan atau hidran pemadam kebakaran. c. Kehilangan Air (Water Losses) Merupakan selisih antara Volume Input Sistem dan Konsumsi Resmi. Kehilangan Air terbagi atas Kehilangan Air Non-Fisik dan Kehilangan Air Fisik. Adapun rumus menghitung kehilangan air dapat dilihat pada persamaan sebagai berikut. Kehilangan Air = Volume Input Sistem Konsumsi Resmi... (2.3) d. Konsumsi Resmi Berekening (Billed Authorised Consumption) Setiap komponen Konsumsi Resmi yang berekening (ditagih) dan menghasilkan pemasukan (Air Berekening [Revenue Water]). e. Konsumsi Resmi Tak Berekening (Unbilled Authorised Consumption) Setiap komponen Konsumsi Resmi yang sah tetapi tidak berekening (tidak ditagih). Oleh sebab itu, tidak menghasilkan pemasukan. f. Kehilangan Air Non-Fisik/Komersial (Commercial Losses) Semua jenis ketidakakuratan yang berhubungan dengan meter pelanggan termasuk kesalahan penanganan data seperti pembacaan meter maupun konsumsi yang tak resmi (pencurian atau penggunaan ilegal).

12 g. Kehilangan Air Fisik (Real/Physical Losses) Merupakan kehilangan dari sistem bertekanan dan tangki penyimpanan perusahaan air minum. Pada sistem bermeter seperti meter pelanggan, sedangkan sistem tak bermeter yaitu titik pertama penggunaan per taman (stop keran/keran). Adapun persamaan untuk menghitung kehilangan fisik, yaitu: Kehilangan Fisik = Kehilangan Air Kehilangan Non-Fisik... (2.4) h. Konsumsi Bermeter Berekening (Billed Metered Consumption) Semua konsumsi bermeter yang juga berekening, mencakup semua kelompok pelanggan seperti rumah tangga, komersial, industri atau lembaga. i. Konsumsi Tak Bermeter Berekening (Billed Unmetered Consupmtion) Semua konsumsi berekening yang dihitung berdasarkan pada estimasi atau perhitungan tertentu namun tidak bermeter. Misalnya, penagihan berdasarkan pada perkiraan untuk jangka waktu meter pelanggan yang sedang rusak. j. Konsumsi Bermeter Tak Berekening (Unbilled Metered Consumption) Merupakan Konsumsi Bermeter namun karena berbagai alasan menjadi tidak berekening. Misalnya konsumsi bermeter oleh perusahaan air minum itu sendiri ataupun air yang disediakan untuk instansi dan lembaga tanpa direkeningkan. k. Konsumsi Tak Bermeter Tak Berekening (Unbilled Unmetered Consumption) Setiap Konsumsi Resmi yang tanpa pembayaran (tanpa rekening) juga tidak bermeter. Dalam hal ini air yang digunakan mencakup pemakaian untuk pemadam kebakaran, pencucian pipa dan saluran pembuangan, pembersihan jalan, dll. l. Konsumsi Tak Resmi (Unauthorised Consumption) Merupakan semua penggunaan air yang tak resmi, seperti pemakaian air secara ilegal dari hidran air yang biasanya digunakan untuk keperluan konstruksi. Contoh lainnya yaitu sambungan ilegal yang dilakukan pihak tidak bertanggungjawab.

13 m. Ketidakakuratan Meter Pelanggan dan Kesalahan Penanganan Data (Customer Metering Inaccuracies and Data Handling Errors) Merupakan kehilangan air nonfisik yang termasuk jenis kehilangan komersial yang disebabkan karena ketidakakuratan meter pelanggan, kesalahan penanganan data, dan pembacaan meter. n. Kebocoran pada Pipa Transmisi dan/atau Distribusi Mencakup air yang hilang akibat adanya kebocoran ataupun retakan pada pipa transmisi maupun distribusi. Kebocoran ini seringkali tidak terlaporkan. Termasuk juga semburan-semburan besar yang dilaporkan dan diperbaiki, tetapi sebelumnya sudah bocor selama waktu tertentu. o. Kebocoran dan Limpahan di Tangki Penyimpanan Perusahaan Air Minum (Leakage and Overflows at Utility's Storage Tanks) Kebocoran dan limpahan pada tandon penyimpanan perusahaan air minum yang disebabkan oleh masalah operasional maupun teknis. p. Kebocoran pada Sambungan Pipa Dinas sampai Titik Meter Pelanggan (Leakage on Service Connections up to point of Customer Metering) Dalam hal ini air yang hilang terjadi karena kebocoran atau pecahan di sambungan pipa pelanggan dari titik keran sampai ke titik pelanggan. q. Air Berekening (Revenue Water) Mencakup Konsumsi Resmi yang berekening atau ditagih serta menghasilkan pemasukan (Konsumsi Resmi Berekening). r. Air Tak Berekening (Non-Revenue Water) Setiap komponen pada input sistem yang tidak ditagih/tidak berekening dan tidak menghasilkan pemasukan. 2.7 Indeks Kebocoran Infrastruktur (Infrastructure Leakage Index/ILI) Setelah menghitung neraca air, selanjutnya identifikasi lebih dalam terhadap pola kehilangan air yang terjadi dengan menggunakan metode pendekatan analisa perhitungan, yaitu Infrastructure Leakage Index (ILI).

14 Menurut Farley et al. (2008), Indeks Kebocoran Infrastruktur (Infrastructure Leakage Index/ILI) merupakan satu indikator kehilangan fisik yang cukup baik untuk mempertimbangkan pengelolaan jaringan. Indeks ini dikembangkan oleh IWA dan WLCC (Water Loss Control Committee) dari AWWA (American Water Works Association). Dengan adanya ILI, dapat dilihat sejauh mana satu jaringan distribusi dikelola sebagai pengendalian kehilangan air. ILI merupakan rasio antara CAPL (Current Annual Volume of Physical Losses) yang adalah volume tahunan kehilangan fisik terhadap MAPL (Minimum Achievable Annual Physical Losses) yang merupakan kehilangan fisik tahunan yang dicapai secara minimum. Adapun persamaan untuk mencari nilai ILI dapat dilihat pada Persamaan 2.5. ILI =... (2.5) Dimana : ILI = Infrastructure Leakage Index (Indeks Kebocoran Infrastruktur) CAPL = Current Annual of Physical Losses (Volume Tahunan Kehilangan Fisik) (liter/tahun) MAAPL = Minimum Achievable Annual Physical Losses (Kehilangan Fisik yang Dapat Dicapai secara Minimal) (liter/hari) Untuk mencari nilai CAPL dan MAAPL dapat dilihat pada persamaan sebagai berikut. MAAPL (liter/hari) = [(18 x Lm) + (0.8 x Nc) + (25 x Lp)] x P... (2.6) Dimana : MAAPL = Minimum Achievable Annual Physical Losses (Kehilangan Fisik yang Dapat Dicapai secara Minimal) (liter/hari) Lm = panjang pipa utama (km) Nc = jumlah sambungan pelanggan Lp = panjang rata-rata pipa dinas (km) P = tekanan rata-rata (m) CAPL (liter/tahun) = Kehilangan Fisik... (2.7)

15 Dimana : CAPL = Current Annual of Physical Losses (Volume Tahunan Kehilangan Fisik) (liter/tahun) Catatan : ILI merupakan satu rasio dan tidak memiliki satuan agar membantu perbandingan pada perusahaan air minum di negara-negara (Farley et al., 2008). Jika nilai ILI sudah didapat, selanjutnya membandingkan dengan matriks target kehilangan fisik. Matriks ini menunjukkan tingkat nilai ILI yang diharapkan dan kehilangan fisik dari perusahaan air minum di berbagai negara. Negara-negara maju umumnya memiliki nilai ILI yang kecil. Adapun matriks target kehilangan fisik dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Matriks Target Kehilangan Fisik Kehilangan Fisik (liter/sambungan/hari) Kategori Kinerja ILI (keadaan sistem bertekanan pada tekanan rata-rata) Teknis 10 m 20 m 30 m 40 m 50 m Negara-negara maju Negara-negara berkembang A 1-2 < 50 < 75 < 100 < 125 B C D > 8 > 200 > 300 > 400 > 500 A 1-4 < 50 < 100 < 150 < 200 < 250 B C D > 16 > 200 > 400 > 600 > 800 Sumber : World Bank Institute dan IWA, 2010 Dengan menggunakan matriks target tersebut, pemilik perusahaan air minum dapat memandu pengembangan dan perbaikan jaringan lebih jauh. Penilaian pada matriks target kehilangan fisik dapat dikategorikan antara lain (Farley et al., 2008): a) Kategori A (Baik) Penurunan tingkat kehilangan yang lebih jauh sepertinya tidak ekonomis sebab dibutuhkan analisa yang lebih fokus terhadap perbaikan pada komponen jaringan karena lebih efektif dari segi biaya.

16 b) Kategori B (Berpotensi) Memiliki potensial untuk penurunan kehilangan air dan menghasilkan perbaikan. Perlu mempertimbangkan pengelolaan tekanan, lebih lagi melakukan penurunan kebocoran aktif dan pemeliharaan pipa. c) Kategori C (Lemah) Tingkat kehilangan air yang cukup buruk, namun dapat ditoleransi jika terdapat air baku yang berlimpah dan harga jual yang relatif murah. Perlu dilakukan upaya penurunan kehilangan air yang lebih intensif. d) Kategori D (Buruk) Sumber daya yang ada digunakan dengan tidak efisien oleh perusahaan air minum sehingga harus dilakukan program penurunan tingkat kehilangan air. 2.8 Upaya Pengendalian Kehilangan Air Fisik Strategi pengendalian kehilangan air fisik pada distribusi air bersih merupakan hal yang lebih sulit dilaksanakan jika dibandingkan dengan mengurangi kehilangan non-fisik karena perlu melakukan penanggulangan secara teknis. Pengendalian kehilangan air fisik harus dilihat klasifikasi kebocorannya, baik kebocoran yang terlihat (terlapor) maupun kebocoran tak terlihat. Berdasarkan klasifikasi tersebut, kebocoran yang paling banyak terjadi adalah kebocoran tidak terlihat, seperti kebocoran yang muncul ke permukaan serta kebocoran yang terjadi di pipa dinas (Putra dan Nopriansyah, 2014) District Meter Area (DMA) District Meter Area (DMA) merupakan metode penurunan kehilangan air dengan cara membagi satu jaringan pasokan air menjadi zona-zona kawasan bermeter. DMA bertujuan untuk mendeteksi suatu kebocoran pada suatu bagian sistem jaringan distribusi yang difokuskan menjadi satu wilayah deteksi kebocoran. Dengan kata lain, suatu daerah jaringan distribusi diisolasi untuk melihat potensi terjadinya kebocoran di daerah tersebut. Kriteria rancangan DMA harus benar-benar diperhatikan untuk menghasilkan sistem yang efektif. Kriteria-kriteria tersebut antara lain (Farley et al., 2008):

17 1. Jumlah sambungan pada DMA umumnya antara sambungan; 2. Jumlah katup yang harus ditutup untuk mengisolasi DMA; 3. Banyaknya meter air untuk mengukur air masuk dan air keluar (semakin sedikit meter yang diperlukan, semakin kecil biaya pembentukan); 4. Variasi permukaan tanah yang berpengaruh terhadap tekanan-tekanan di dalam DMA (semakin datar kawasan, semakin stabil tekanan yang ada sehingga lebih mudah untuk membentuk kendali tekanan). Pemilihan metode DMA dapat diaplikasikan pada tipe pemukiman domestik dan non domestik yang tingkat deteksi kebocorannya diprioritaskan. Metode DMA sebaiknya berada pada aliran air masuk tunggal (input tunggal), namun jika input aliran air yang masuk lebih dari satu, metode DMA tetap dapat digunakan bila semua input diukur dengan benar. DMA akan lebih efektif jika memiliki kelengkapan perangkat sehingga diharapkan peralatan pengukuran seperti meter induk, meter pelanggan, gate valve, dan peralatan penunjang lainnya dimiliki oleh wilayah zona (Putra dan Nopriansyah, 2014). PDAM Kabupaten Bandung pernah melaksanakan metode DMA sebagai salah satu cara untuk menurunkan NRW dengan melakukan pergantian 343 unit meter air pelanggan kelas B menjadi kelas C di zona 1 DMA Cingcin Permata Indah. Kelas C pada meter air merupakan jenis kelas meter air yang lebih handal dibandingkan kelas B. Dampak yang dihasilkan dari penggantian meter air pelanggan ini, yaitu tingkat NRW di wilayah DMA tersebut menurun dari 47% menjadi 16%. Penurunan NRW ini merupakan suatu hasil yang signifikan (Farley et al., 2008). Dengan melakukan metode DMA, nyatanya dapat memberikan pengaruh positif terhadap sistem pelayanan air bersih Step Test Step test adalah metode yang dilakukan dengan membentuk penapisan (scoping) jaringan yang bertujuan untuk memperkecil area aliran air sehingga dapat memperkirakan titik kebocoran. Step test dilakukan pada wilayah terkecil yaitu subzona. Metode step test diperlukan untuk melihat di wilayah kebocoran mana yang harus diprioritaskan pengawasan jaringannya. Adapun prinsip step test antara lain: 1. Menutup valve secara bertahap dari valve yang paling jauh dengan berurutan menuju valve yang terdekat dengan distrik meter.

18 2. Bagian demi bagian akan semakin tertutup terhadap meter air sehingga menyebabkan aliran air menjadi nol. 3. Selanjutnya, bagian demi bagian dibuka kembali dari valve yang terdekat dengan distrik meter sampai valve terjauh. Hal ini bertujuan sebagai faktor pembanding debit pada tahap penutupan. 4. Selisih dan aliran air Q pada setiap tahapan merupakan indikator terjadinya kebocoran Teknik Sounding Teknik sounding merupakan teknik yang dilakukan sebagai langkah pemantapan dari strategi untuk memastikan suatu titik berpotensi korelasi kebocoran (leak correlation) yaitu kebocoran yang sesungguhnya atau tidak. Sounding bertujuan untuk menemukan titik nyata kebocoran secara pasti. Teknik sounding bekerja mengikuti besarnya gelombang suara dan getaran media penghantar suara yang ditangkap oleh suatu sensor. Potensi terjadinya kebocoran dapat dilihat dengan mengamati kekuatan gelombang suara yang ditangkap oleh sensor. Jika suara yang paling kuat tertangkap sensor, mengindikasi titik sumber bunyi sebagai titik kebocoran air yang berada di dalam tanah (Yayasan Pendidikan Tirta Dharma dalam Tanjung, 2013). Sounding akan menginspeksi jaringan pipa distribusi yang dilakukan secara berkala dengan menggunakan alat pendeteksi kebocoran atau katup pada jaringan distribusi. Sounding menggunakan alat yang disebut leak detector. Secara umum, leak detector dilengkapi dengan alat bantu dengar dikarenakan frekuensi suara yang dilacak relatif rendah akibat dihambat oleh lapisan tanah. Dengan alasan tersebut, menyebabkan pelaksanaan teknik sounding harus dilakukan pada sekitar lokasi yang diam dan tanpa ada aktivitas yang dapat menimbulkan suara dan getaran yang mengganggu selama proses pelaksanaan sounding, maka teknik sounding sebaiknya dilakukan pada malam hari (Yayasan Pendidikan Tirta Dharma dalam Tanjung, 2013). 2.9 Populasi dan Sampel Populasi Populasi adalah semua bagian dari objek atau subjek yang memiliki karakteristik tertentu yang dipilih sebagai bahan untuk diteliti. Populasi termasuk juga menyangkut

19 manusia, benda, maupun jumlah dari objek tersebut. Pada populasi akan dibahas mengenai sifat dan karakteristik yang ada yang ditentukan oleh peneliti (Sugiyono dalam Ferijanto, 2007) Sampel Sampel adalah bagian dari populasi yang dijadikan sebagai objek penelitian. Sampel dapat diartikan sebagai contoh. Jadi sampel merupakan sedikit bagian dari populasi yang diambil untuk kemudian diteliti. Alasan perlu dilakukan pengambilan sampel karena terbatasnya waktu, tenaga, dan biaya; memudahkan penelitian, serta mendapatkan informasi yang lebih fokus (Nasution, 2003) Metode Pengambilan Sampel Pemilihan sampel merupakan upaya penelitian untuk mendapatkan sampel yang refresentatif dan mewakili dari populasi yang ada. Menurut Henry dalam Dwiastuti (2012), pengambilan sampel dibedakan menjadi dua jenis yakni probabilitas (probability sampling) dan nonprobabilitas (nonprobability sampling) Propability Sampling Pengambilan sampel probabilitas (probability sampling) artinya setiap bagian populasi memiliki kesempatan yang sama dan diambil secara acak dari populasi. Metode ini terbagi atas beberapa tipe yang dijelaskan pada Tabel 2.4.

20 Tabel 2.4 Tipe Metode Sampel Probabilitas Tipe Sampel Deskripsi Kapan Digunakan Simple random sampling Sampel acak sederhana artinya setiap 1. Bila populasi tidak tersebar luas. bagian dari populasi yang ada 2. Bila populasi sedikitnya homogen mempunyai kesempatan yang sama dengan karakteristik yang diteliti. untuk diambil sebagai sampel. Sampel nantinya akan dipilih secara acak. Kelebihan dari cara pengambilan sampel ini karena sederhana dan mudah dilakukan. Systematic sampling Stratified sampling Cluster sampling Sumber : Dwiastuti, Nonpropability Sampling Metode pengambilan sampel dengan unsur pertama yang dipilih secara acak dan unsur selanjutnya dipilih secara sistematis dengan pola tertentu. Populasi sifatnya besar dan homogen. Masing-masing bagian dari populasi dibentuk menjadi strata dan dipilih secara acak dari masing-masing strata. Populasi bersifat heterogen. Tidak tersedia kerangka sampel dan masing-masing unit populasi dibentuk dalam cluster kemudian cluster dipilih secara acak. Anggota cluster adalah unit sampel. 1. Bila terdapat stratifikasi pada populasi. 2. Bila stratifikasi dengan banyak data digunakan. 1. Bila penyebaran karakteristik populasinya sangat sedikit dan menumpuk dalam kelompok kecil. 1. Bila populasi bisa dikelompokkan ke cluster saat unit populasi individu berbeda dari karakteristik yang dibahas. Pengambilan sampel nonprobabilitas (nonpropability sampling) artinya sampel diambil berdasarkan pertimbangan peneliti agar mencapai tujuan penelitian dan dipilih secara sistematis. Metode sampel nonprobabilitas terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu: a. Sampling Sistematis Sampling sistematis merupakan metode pengambilan sampel yang berdasarkan pada urutan dari anggota populasi yang sebelumnya telah diberi nomor urut. b. Sampling Kuota Sampling kuota bertujuan untuk menentukan sampel dari populasi yang memiliki karakteristik tertentu dan jumlah yang diinginkan. c. Sampling Insidental Sampling insidental merupakan metode sampling dengan cara kebetulan yang artinya siapapun yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat dijadikan sebagai sampel jika orang tersebut dianggap sesuai untuk digunakan sebagai sumber data.

21 d. Sampling Purposif Sampling purposif adalah metode sampel dengan pertimbangan tertentu. Metode sampling ini lebih cocok digunakan pada penelitian kualitatif. e. Sampling Jenuh Sampling jenuh merupakan tipe metode penentuan sampel yang menggunakan semua anggota populasi sebagai sampelnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Air Minum Air adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, yakni peradaban manusia. Bahkan dapat dipastikan, tanpa pengembangan sumber daya air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan air bersih atau air PDAM sering di sebut sebagai Non-Revenue-Water

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan air bersih atau air PDAM sering di sebut sebagai Non-Revenue-Water BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Kehilangan air bersih atau air PDAM sering di sebut sebagai Non-Revenue-Water (NRW).sederhananya adalah air bersih yang menjadi olahan yang tidak menjadi pendapatan

Lebih terperinci

PENURUNAN AIR TAK BEREKENING (Non Revenue Water) Ir. BUDI SUTJAHJO MT Anggota BPP SPAM

PENURUNAN AIR TAK BEREKENING (Non Revenue Water) Ir. BUDI SUTJAHJO MT Anggota BPP SPAM AIR TAK BEREKENING / NON REVENUE WATER 1 D E P A R T E M E N P E K E R J A A N U M U M BADAN PENDUKUNG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM Jl. Wijaya I No. 68 Kebayoran Baru Jakarta, Telp. (021) 72789126,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan air tidak dapat dilepaskan dari kehidupan makhluk hidup karena air merupakan komponen vital yang sangat diperlukan terutama oleh manusia. Setiap harinya

Lebih terperinci

KAJIAN KEHILANGAN AIR PADA WILAYAH PELAYANAN PDAM ( TIRTA NAULI ) SIBOLGA Zuhendri Tanjung 1, Ahmad Perwira Mulia 2

KAJIAN KEHILANGAN AIR PADA WILAYAH PELAYANAN PDAM ( TIRTA NAULI ) SIBOLGA Zuhendri Tanjung 1, Ahmad Perwira Mulia 2 KAJIAN KEHILANGAN AIR PADA WILAYAH PELAYANAN PDAM ( TIRTA NAULI ) SIBOLGA Zuhendri Tanjung 1, Ahmad Perwira Mulia 2 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No.1 Kampus USU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. NON REVENUED WATER (NRW) Dalam penulisan Tugas Akhir ini, berpedoman pada beberapa hal yang bisa dijadikan acuan meliputi: 1) Kehilangan air dapat didefinisikan sebagai selisih

Lebih terperinci

Studi Kehilangan Air Komersial (Studi Kasus: PDAM Kota Kendari Cabang Pohara)

Studi Kehilangan Air Komersial (Studi Kasus: PDAM Kota Kendari Cabang Pohara) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-355 Studi Komersial (Studi Kasus: PDAM Kota Kendari Cabang Pohara) Iis Puspitasari dan Alfan Purnomo Departemen Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Konsep Metodologi Penelitian Langkah penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada diagram alir penelitian pada Gambar 3.1 di bawah ini. Mulai Studi Literatur Pelaksanaan

Lebih terperinci

EVALUASI KEHILANGAN AIR (WATER LOSSES) PDAM TIRTANADI PADANGSIDIMPUAN DI KECAMATAN PADANGSIDIMPUAN SELATAN

EVALUASI KEHILANGAN AIR (WATER LOSSES) PDAM TIRTANADI PADANGSIDIMPUAN DI KECAMATAN PADANGSIDIMPUAN SELATAN EVALUASI KEHILANGAN AIR (WATER LOSSES) PDAM TIRTANADI PADANGSIDIMPUAN DI KECAMATAN PADANGSIDIMPUAN SELATAN Nikmad Arsad Siregar, Ahmad Perwira Mulia 2 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara,

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab I V Metodologi Penelitian IV.1 Umum Untuk penentuan perhitungan penelitian kehilangan air pada sistem jaringan perpipaan distribusi air minum Kota Bandung, perlu diketahui dahulu apakah kehilangan

Lebih terperinci

Rekomendasi Upaya Pengendalian Kehilangan Air

Rekomendasi Upaya Pengendalian Kehilangan Air Bab VI Rekomendasi Upaya Pengendalian Kehilangan Air VI.1 Umum Studi pengendalian kehilangan air untuk PDAM Kota Bandung tidak cukup hanya meneliti berapa besar nilai kehilangan air dan penyebab-penyebabnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, tanpa air tidak akan ada kehidupan di bumi. Karena pentingnya kebutuhan akan air bersih,

Lebih terperinci

Bab III Tinjauan Pustaka III.1 Pendahuluan

Bab III Tinjauan Pustaka III.1 Pendahuluan Bab III Tinjauan Pustaka III.1 Pendahuluan Sistem penyaluran air bagi masyarakat luas mengalami kebutuhan akan infrastruktur yang signifikan untuk melindungi kesehatan publik dan menjamin keberadaan air

Lebih terperinci

ANALISIS KEHILANGAN AIR FISIK PDAM TIRTANADI SUNGGAL PADA WILAYAH PELAYANAN KOMPLEKS GRAHA SUNGGAL EGIA PUTRI KARINA SEMBIRING

ANALISIS KEHILANGAN AIR FISIK PDAM TIRTANADI SUNGGAL PADA WILAYAH PELAYANAN KOMPLEKS GRAHA SUNGGAL EGIA PUTRI KARINA SEMBIRING ANALISIS KEHILANGAN AIR FISIK PDAM TIRTANADI SUNGGAL PADA WILAYAH PELAYANAN KOMPLEKS GRAHA SUNGGAL TUGAS AKHIR Oleh EGIA PUTRI KARINA SEMBIRING 12 0407 042 TUGAS AKHIR INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitan ini adalah untuk mengidentifikasi pengelolaan air bersih pada instalasi pengolahan air (IPA) yang digunakan di kawasan Jababeka. 3.2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok makhluk hidup untuk dapat menjalankan segala aktivitasnya.tanpa air tidak akan ada kehidupan di bumi. Karena pentingnya kebutuhan air

Lebih terperinci

STRATEGI PENURUNAN KEBOCORAN DI SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH KOTA MATARAM

STRATEGI PENURUNAN KEBOCORAN DI SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH KOTA MATARAM STRATEGI PENURUNAN KEBOCORAN DI SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH KOTA MATARAM Oleh: Indah Eka Febriany (3312202812) Dosen Pembimbing Alia Damayanti ST, MT, PhD PROGRAM MAGISTER TEKNIK SANITASI LINGKUNGAN JUR.

Lebih terperinci

meter, kesalahan pencatatan angka meter, pemakaian yang tidak tercatat misalnya untuk pengurasan dan pemadam kebakaran.

meter, kesalahan pencatatan angka meter, pemakaian yang tidak tercatat misalnya untuk pengurasan dan pemadam kebakaran. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok makhluk hidup untuk dapat menjalankan segala aktivitasnya. Tanpa air tidak akan ada kehidupan di bumi. Karena pentingnya kebutuhan air

Lebih terperinci

MONITORING TERHADAP KOMPONEN SAMBUNGAN RUMAH SEBAGAI SATU UPAYA PENGENDALIAN KEHILANGAN AIR DI PDAM KOTA MALANG

MONITORING TERHADAP KOMPONEN SAMBUNGAN RUMAH SEBAGAI SATU UPAYA PENGENDALIAN KEHILANGAN AIR DI PDAM KOTA MALANG MONITORING TERHADAP KOMPONEN SAMBUNGAN RUMAH SEBAGAI SATU UPAYA PENGENDALIAN KEHILANGAN AIR DI PDAM KOTA MALANG Sudiro Dosen Teknik Lingkungan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Kehilangan air merupakan salah satu

Lebih terperinci

Perencanaan pengembangan SPAM

Perencanaan pengembangan SPAM Perencanaan pengembangan SPAM Dasar Hukum PP No. 16/2005: Pengembangan SPAM Peraturan Menteri PU No. 18/PRT/M/2007: Penyelenggaraan Pengembangan SPAM Ruang Lingkup Perencanaan pengembangan SPAM terdiri

Lebih terperinci

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Ali Masduqi

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Ali Masduqi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Ali Masduqi Penyediaan Air Minum Aspek Teknis Unit Air Baku Unit Produksi Unit Distribusi Unit Pelayanan Unit Pengelolaan Aspek Keuangan Aspek Sosial Tanggap Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Air merupakan sumber kehidupan manusia. Ketersediaan air yang aman untuk dikonsumsi adalah sangat penting dan merupakan kebutuhan dasar bagi semua manusia di bumi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Disamping kebutuhan manusia untuk mengonsumsi air sehari hari, air juga

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Disamping kebutuhan manusia untuk mengonsumsi air sehari hari, air juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu hal yang penting bagi manusia sebagai makhluk hidup. Disamping kebutuhan manusia untuk mengonsumsi air sehari hari, air juga mempunyai

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN 62 BAB III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Penelitian awal dilakukan pada periode 10 September 2012 dengan menghimpun data PDAM Tirta Lawu Kabupaten Karanganyar tahun

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 SERI E.6 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 SERI E.6 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 SERI E.6 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM (RI SPAM) KABUPATEN CIREBON TAHUN 2015-2030 DENGAN

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR STUDI KEHANDALAN METER AIR

TUGAS AKHIR STUDI KEHANDALAN METER AIR TUGAS AKHIR STUDI KEHANDALAN METER AIR Oleh : Nasta Rofika/3308100113 Dosen Pembimbing: Ir. Eddy S. Soedjono, Dipl.SE, M.Sc, PhD TEKNIK LINGKUNGAN-FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

PENYUSUNAN NERACA AIR SEBAGAI FUNGSI KONTROL LAJU KEHILANGAN AIR PDAM (STUDI KASUS PDAM KOTA SEMARANG)

PENYUSUNAN NERACA AIR SEBAGAI FUNGSI KONTROL LAJU KEHILANGAN AIR PDAM (STUDI KASUS PDAM KOTA SEMARANG) B.2. Penyusunan Neraca Air sebagai Fungsi Kontrol Laju Kehilangan Air PDAM PENYUSUNAN NERACA AIR SEBAGAI FUNGSI KONTROL LAJU KEHILANGAN AIR PDAM (STUDI KASUS PDAM KOTA SEMARANG) COMPILING WATER BALANCE

Lebih terperinci

FORM APL-02 ASESMEN MANDIRI

FORM APL-02 ASESMEN MANDIRI LEMBAGA SERTIFIASI PROFESI AIR MINUM INDONESIA (LSP AMI) FORM APL-02 ASESMEN MANDIRI CLUSTER AHLI PENGENDALIAN EHILANGAN AIR NAMA ASESI NAMA ASESOR LEMBAGA SERTIFIASI PROFESI AIR MINUM INDONESIA (LSP AMI)

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR TENTANG PELAYANAN AIR MINUM PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA PAKUAN KOTA BOGOR

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR TENTANG PELAYANAN AIR MINUM PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA PAKUAN KOTA BOGOR PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR TENTANG PELAYANAN AIR MINUM PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA PAKUAN KOTA BOGOR I. PENJELASAN UMUM Sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air bersih merupakan kebutuhan dasar bagi manusia sehingga menjadi hal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air bersih merupakan kebutuhan dasar bagi manusia sehingga menjadi hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air bersih merupakan kebutuhan dasar bagi manusia sehingga menjadi hal yang wajar jika sektor air bersih mendapat prioritas dalam penanganan dan pemenuhannya. PDAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi atau perusahaan memerlukan sumber daya untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi atau perusahaan memerlukan sumber daya untuk mencapai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi atau perusahaan memerlukan sumber daya untuk mencapai tujuannya. Sumber daya merupakan sumber energi, tenaga, kekuatan yang diperlukan untuk menciptakan daya,

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN TERHADAP EVALUASI KINERJA PENYEDIA AIR BERSIH PERPIPAAN DI KOTA KECIL (SOREANG DAN BANJARAN)

BAB 5 KESIMPULAN TERHADAP EVALUASI KINERJA PENYEDIA AIR BERSIH PERPIPAAN DI KOTA KECIL (SOREANG DAN BANJARAN) BAB 5 KESIMPULAN TERHADAP EVALUASI KINERJA PENYEDIA AIR BERSIH PERPIPAAN DI KOTA KECIL (SOREANG DAN BANJARAN) 5.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian data dan analisis yang telah dilakukan pada penelitian ini,

Lebih terperinci

Tabel IV.1 Guna Lahan Perumahan Dan Proyeksi Jumlah Penduduk

Tabel IV.1 Guna Lahan Perumahan Dan Proyeksi Jumlah Penduduk 86 BAB IV KAJIAN PEMBIAYAAN PENYEDIAAN AIR BERSIH 4.1 Proyeksi Kebutuhan Air Bersih Proyeksi kebutuhan air bersih pada wilayah pelayanan yang telah ditentukan didapat berdasarkan guna lahan rencana Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. LEIDING BEDRIJF yang dikelola oleh pemerintah Hindia Belanda, dengan

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. LEIDING BEDRIJF yang dikelola oleh pemerintah Hindia Belanda, dengan BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah singkat perusahaan Pada tahun 1926 Perusahaan air minum dikenal dengan nama WATER LEIDING BEDRIJF yang dikelola oleh pemerintah Hindia Belanda, dengan cakupan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 11 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAERAH KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

EVALUASI KEHILANGAN AIR (WATER LOSSES) PDAM TIRTANADI PADANGSIDIMPUAN DI KECAMATAN PADANGSIDIMPUAN SELATAN NIKMAD ARSAD SIREGAR

EVALUASI KEHILANGAN AIR (WATER LOSSES) PDAM TIRTANADI PADANGSIDIMPUAN DI KECAMATAN PADANGSIDIMPUAN SELATAN NIKMAD ARSAD SIREGAR EVALUASI KEHILANGAN AIR (WATER LOSSES) PDAM TIRTANADI PADANGSIDIMPUAN DI KECAMATAN PADANGSIDIMPUAN SELATAN Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik

Lebih terperinci

PERMASALAHAN ALIRAN AIR

PERMASALAHAN ALIRAN AIR PERMASALAHAN ALIRAN AIR A. Mengapa air tidak mengalir? Penyebab air tidak mengalir pada pelanggan adalah : - Permasalahan di sistem perpipaan pelanggan. - Stopkran yang ada di pelanggan rusak (dalam posisi

Lebih terperinci

KAJIAN KEHILANGAN AIR PADA WILAYAH PELAYANAN PDAM (TIRTA NAULI) SIBOLGA

KAJIAN KEHILANGAN AIR PADA WILAYAH PELAYANAN PDAM (TIRTA NAULI) SIBOLGA KAJIAN KEHILANGAN AIR PADA WILAYAH PELAYANAN PDAM (TIRTA NAULI) SIBOLGA TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh Colloqium Doqtum/ Ujian Sarjana Teknik Sipil

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SISTEM PIPA TRANSMISI DAN DISTRIBUSI PDAM DUA SUDARA KOTA BITUNG UNTUK MELANJUTKAN PELAYANAN

PENGELOLAAN SISTEM PIPA TRANSMISI DAN DISTRIBUSI PDAM DUA SUDARA KOTA BITUNG UNTUK MELANJUTKAN PELAYANAN PENGELOLAAN SISTEM PIPA TRANSMISI DAN DISTRIBUSI PDAM DUA SUDARA KOTA BITUNG UNTUK MELANJUTKAN PELAYANAN Ollivia Zusan Darenoh 1, Joni Hermana 2 dan I. D. A. A. Warmadewanthi 2 1 Program Studi Manajemen

Lebih terperinci

STUDI JARINGAN AIR BERSIH PDAM DI KECAMATAN PONTIANAK TENGGARA

STUDI JARINGAN AIR BERSIH PDAM DI KECAMATAN PONTIANAK TENGGARA STUDI JARINGAN AIR BERSIH PDAM DI KECAMATAN PONTIANAK TENGGARA Ikas 1) Abstrak Pengkajian terhadap pelayanan jaringan air bersih PDAM di Kecamatan Pontianak Tenggara masih kurang mendapat perhatian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah sumber kehidupan mahluk hidup termasuk manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah sumber kehidupan mahluk hidup termasuk manusia yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Air adalah sumber kehidupan mahluk hidup termasuk manusia yang kebutuhannya tidak dapat terelakan lagi dan merupakan kebutuhan primer. Air bukan hanya dipergunakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 2010 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 2010 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 2010 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN AIR MINUM PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN KUTAI TIMUR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 270 sampel di wilayah usaha

BAB V PEMBAHASAN. Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 270 sampel di wilayah usaha 69 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pemakaian Air Bersih 5.1.1 Pemakaian Air Untuk Domestik Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap sampel di wilayah usaha PAM PT. TB, menunjukkan bahwa pemakaian air bersih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum). Untuk mengetahui volume air

BAB I PENDAHULUAN. melalui PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum). Untuk mengetahui volume air BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok manusia dan mempunyai banyak kegunaan antara lain untuk minum, mandi, mencuci dan lain sebagainya. Di perkotaan, pelayanan jasa air bersih

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA MELAWI

BAB III ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA MELAWI BAB III ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA MELAWI A. Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Melawi Bagaimana Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Melawi? Berikut ini analisa yang

Lebih terperinci

STUDI PENYUSUNAN PROGRAM PENYEHATAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KABUPATEN LAMONGAN

STUDI PENYUSUNAN PROGRAM PENYEHATAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KABUPATEN LAMONGAN STUDI PENYUSUNAN PROGRAM PENYEHATAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KABUPATEN LAMONGAN Edy Wiyono Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya Jl. Arief Rahman Hakim 100 Surabaya

Lebih terperinci

Manajemen Aset Berbasis Risiko pada Perusahaan Air Minum (Disusun oleh Slamet Susanto dan Christina Ningsih)*

Manajemen Aset Berbasis Risiko pada Perusahaan Air Minum (Disusun oleh Slamet Susanto dan Christina Ningsih)* Manajemen Aset Berbasis Risiko pada Perusahaan Air Minum (Disusun oleh Slamet Susanto dan Christina Ningsih)* 1. Pendahuluan Air bersih atau air minum sangat penting artinya bagi kehidupan manusia. Kajian

Lebih terperinci

BAB IV PENENTUAN KEBUTUHAN AIR MINUM DI WILAYAH PERENCANAAN

BAB IV PENENTUAN KEBUTUHAN AIR MINUM DI WILAYAH PERENCANAAN BAB IV PENENTUAN KEBUTUHAN AIR MINUM DI WILAYAH PERENCANAAN IV.1 Umum Dalam merencanakan instalasi pengolahan air minum diperlukan informasi mengenai kebutuhan air minum di wilayah perencanaan. Kebutuhan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BANGKA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG PENETAPAN TARIF PELAYANAN AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) TIRTA BANGKA

PERATURAN BUPATI BANGKA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG PENETAPAN TARIF PELAYANAN AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) TIRTA BANGKA PERATURAN BUPATI BANGKA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG PENETAPAN TARIF PELAYANAN AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) TIRTA BANGKA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa guna menjamin kelancaran operasional

Lebih terperinci

PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH BAGI MASYARAKAT DI PERUMNAS PUCANGGADING TUGAS AKHIR

PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH BAGI MASYARAKAT DI PERUMNAS PUCANGGADING TUGAS AKHIR PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH BAGI MASYARAKAT DI PERUMNAS PUCANGGADING TUGAS AKHIR Oleh: DODY KURNIAWAN L2D 001 412 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Sistem Pengolahan Air Minum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Sistem Pengolahan Air Minum BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Penyediaan Air Bersih Sistem Penyediaan Air Bersih (SPAB) terdiri dari beberapa sistem dan sub sistem serta komponen atau elemen sistem yaitu, sumber air baku, sistem

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR : 2 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR : 2 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR : 2 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN TARIF PEMAKAIAN AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN BENGKAYANG PEMERINTAH KABUPATEN BENGKAYANG PERATURAN DAERAH

Lebih terperinci

KERANGKA KEBIJAKAN SEKTOR AIR MINUM PERKOTAAN RINGKASAN EKSEKUTIF

KERANGKA KEBIJAKAN SEKTOR AIR MINUM PERKOTAAN RINGKASAN EKSEKUTIF KERANGKA KEBIJAKAN SEKTOR AIR MINUM PERKOTAAN a. Pada akhir Repelita V tahun 1994, 36% dari penduduk perkotaan Indonesia yang berjumlah 67 juta, jiwa atau 24 juta jiwa, telah mendapatkan sambungan air

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 23 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi mengenai Kualitas Saat kata kualitas digunakan, kita mengartikannya sebagai suatu produk atau jasa yang baik yang dapat memenuhi keinginan kita. Menurut ANSI/ASQC Standard

Lebih terperinci

Penyediaan Air Minum di Dalam Gedung 1

Penyediaan Air Minum di Dalam Gedung 1 Penyediaan Air Minum di Dalam Gedung 1 Oleh Gede H. Cahyana 2 Adakah peran PDAM dalam penyediaan air minum di dalam gedung? Sebagai sebuah sistem, penyediaan air minum di dalam gedung memang bukanlah tanggung

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. milik Pemerintah Daerah Kampar. Sesuai dengan surat Keputusan Menteri

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. milik Pemerintah Daerah Kampar. Sesuai dengan surat Keputusan Menteri BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 4.1 Sejarah Singkat Perusahaan Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Kampar adalah Badan Usaha milik Pemerintah Daerah Kampar. Sesuai dengan surat Keputusan Menteri Pekerjaan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYEDIAAN AIR MINUM PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM SURYA SEMBADA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BADAN PENINGKATAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D A N P E R U M A H A N R A K YAT

BADAN PENINGKATAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D A N P E R U M A H A N R A K YAT BADAN PENINGKATAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D A N P E R U M A H A N R A K YAT OUTLINE 1 2 3 PENDAHULUAN PENJELASAN MENGENAI PENILAIAN KINERJA

Lebih terperinci

METODE DAN DISTRIBUSI SAMPLING. Oleh : Riandy Syarif

METODE DAN DISTRIBUSI SAMPLING. Oleh : Riandy Syarif METODE DAN DISTRIBUSI SAMPLING Oleh : Riandy Syarif HUBUNGAN SAMPEL DAN POPULASI Populasi Sampel DEFINISI Populasi kumpulan dari semua kemungkinan orang-orang, benda-benda, dan ukuran lain yang menjadi

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERENCANAAN SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH

BAB IV DASAR PERENCANAAN SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH BAB IV DASAR PERENCANAAN SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH 4.1 Umum Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan sistem distribusi air bersih yaitu berupa informasi mengenai kebutuhan air bersih

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI DESA SEA KECAMATAN PINELENG KABUPATEN MINAHASA

PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI DESA SEA KECAMATAN PINELENG KABUPATEN MINAHASA PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI DESA SEA KECAMATAN PINELENG KABUPATEN MINAHASA Risky Yohanes Rottie Tiny Mananoma, Hanny Tangkudung Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Visi, Misi, Strategi dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Visi, Misi, Strategi dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Perusahaan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bandung pada mulanya milik Belanda didirikan tahun 1916 dengan nama Water Leiding Bednif (Perusahaan Air). Seiring dengan

Lebih terperinci

Buku Pegangan tentang Air Tak Berekening (NRW) untuk Manajer. Panduan untuk Memahami Kehilangan Air

Buku Pegangan tentang Air Tak Berekening (NRW) untuk Manajer. Panduan untuk Memahami Kehilangan Air Buku Pegangan tentang Air Tak Berekening (NRW) untuk Manajer Panduan untuk Memahami Kehilangan Air Judul asli: The Manager s Non-Revenue Water Hanbook: A Guide to Understanding Water Losses Buku Pegangan

Lebih terperinci

RANCANAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN DAN

RANCANAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN DAN RANCANAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN DAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAERAH KABUPATEN KUNINGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Pengelolaan Sumberdaya Air Berdasarkan Kapasitas Produksi Instalasi

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Pengelolaan Sumberdaya Air Berdasarkan Kapasitas Produksi Instalasi VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Pengelolaan Sumberdaya Air Berdasarkan Kapasitas Produksi Instalasi PDAM Bekasi merupakan salah satu PDAM yang berada di wilayah Kota Bekasi. Pengelolaan sumberdaya

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 28 PERATURAN WALIKOTA KOTA BANDUNG NOMOR : 937 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 28 PERATURAN WALIKOTA KOTA BANDUNG NOMOR : 937 TAHUN 2009 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 28 PERATURAN WALIKOTA KOTA BANDUNG NOMOR : 937 TAHUN 2009 TENTANG PENGATURAN PELAYANAN AIR MINUM DAN AIR LIMBAH PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTAWENING

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENGERJAAN

BAB III METODOLOGI PENGERJAAN BAB III METODOLOGI PENGERJAAN Tugas akhir ini merupakan pengembangan dari tugas akhir dari Rahmat Satria Dewangga yang berjudul Pemodelan Jaringan dan Sistem Distribusi Air Minum pada Pipa Primer dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. ketersediaan air dengan tingkat pemenuhan yang dapat ditelorir di daerah yang

BAB II LANDASAN TEORI. ketersediaan air dengan tingkat pemenuhan yang dapat ditelorir di daerah yang 4 BAB II LANDASAN TEORI Penyediaan air bersih di Desa Kanigoro Kecamatan Saptosari Kabupaten Gunungkidul diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang kemudian dapat berdampak pada perkembangan

Lebih terperinci

OLEH: Loufzarahma Tritama Nazar NRP DOSEN PEMBIMBING: Ir. Eddy Setiadi Soedjono, Dipl.SE.,M.Sc., Ph.D

OLEH: Loufzarahma Tritama Nazar NRP DOSEN PEMBIMBING: Ir. Eddy Setiadi Soedjono, Dipl.SE.,M.Sc., Ph.D TUGAS AKHIR RE-091324 STUDI PENGARUH AKURASI METER AIR TERHADAP TINGKAT KEHILANGAN AIR OLEH: Loufzarahma Tritama Nazar NRP. 3308100049 DOSEN PEMBIMBING: Ir. Eddy Setiadi Soedjono, Dipl.SE.,M.Sc., Ph.D

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan PDAM atau Perusahaan Daerah Air Minum merupakan salah satu unit usaha milik daerah, yang yang bergerak dalam distribusi air bersih bagi masyarakat umum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki luas wilayah Jumlah Air (m 3 ) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki luas wilayah kurang lebih 5.180.053 km 2 yang terdiri dari 1.922.570 km 2 daratan dan 3.257.483

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2013

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2013 PEMANFAATAN SIG UNTUK MONITORING KEBOCORAN JARINGAN PIPA PDAM DI KABUPATEN DEMAK Rr. Yossia Herlin A. 1), Arief Laila N. S.T.,M.Eng 2), Ir. Sutomo Kahar, M.Si 3) 1) Mahasiswa Teknik Geodesi Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan. Secara umum air yang terdapat di alam yang dapat dikonsumsi oleh manusia bersumber dari:

BAB 1 Pendahuluan. Secara umum air yang terdapat di alam yang dapat dikonsumsi oleh manusia bersumber dari: BAB 1 Pendahuluan 1.1. Umum Air merupakan karunia Tuhan yang secara secara alami ada diseluruh muka bumi. Manusia sebagai salah satu makluk yang ada di bumi juga sangat tergantung terhadap air dan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan pada suatu daerah sering membawa dampak, baik dari nilai positif maupun nilai negatif. Semakin berkembangnya suatu daerah tersebut akan meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Irigasi Jatiluhur terletak di Daerah Aliran Sungai Citarum Provinsi Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

STANDAR KEBUTUHAN AIR DAN KOMPONEN UNIT SPAM I PUTU GUSTAVE S. P., ST., M.ENG

STANDAR KEBUTUHAN AIR DAN KOMPONEN UNIT SPAM I PUTU GUSTAVE S. P., ST., M.ENG STANDAR KEBUTUHAN AIR DAN KOMPONEN UNIT SPAM I PUTU GUSTAVE S. P., ST., M.ENG LANDASAN HUKUM UndangUndang Nomor 7 Tahun 04 tentang Sumber Daya Air Peraturan Pemerintah Repbulik Indonesia Nomor : 42 Tahun

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DAN KONDISI EKSISTING PELAYANAN PDAM TIRTA DARMA AYU

BAB II GAMBARAN UMUM DAN KONDISI EKSISTING PELAYANAN PDAM TIRTA DARMA AYU BAB II II.1 Profil PDAM Tirta Darma Ayu II.1.1 Sejarah PDAM Tirta Darma Ayu Bermula pada tahun 1932 dibangunlah sebuah instalasi pengolahan air di Kabupaten Indramayu dengan kapasitas 20 liter/detik dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN UMUM DAERAH AIR MINUM TIRTA MERAPI KABUPATEN KLATEN DENGAN

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM JARINGAN DAN DISTRIBUSI AIR BERSIH PEDESAAN (STUDI KASUS DESA WAREMBUNGAN)

DESAIN SISTEM JARINGAN DAN DISTRIBUSI AIR BERSIH PEDESAAN (STUDI KASUS DESA WAREMBUNGAN) DESAIN SISTEM JARINGAN DAN DISTRIBUSI AIR BERSIH PEDESAAN (STUDI KASUS DESA WAREMBUNGAN) Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja, Tommy Jansen Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado

Lebih terperinci

MITIGASI RISIKO KEAMANAN SISTEM INFORMASI

MITIGASI RISIKO KEAMANAN SISTEM INFORMASI MITIGASI RISIKO KEAMANAN SISTEM INFORMASI Pengertian Risiko Sesuatu yang buruk (tidak diinginkan), baik yang sudah diperhitungkan maupun yang belum diperhitungkan, yang merupakan suatu akibat dari suatu

Lebih terperinci

BAB 4 KINERJA PDAM KABUPATEN PONOROGO TAHUN

BAB 4 KINERJA PDAM KABUPATEN PONOROGO TAHUN BAB 4 KINERJA PDAM KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2007-2009 Penilaian kinerja PDAM Kabupaten Ponorogo tahun 2007-2009 berdasarkan Kepmendagri No.47 Tahun 1999 Tentang Pedoman Penilaian Kinerja PDAM. Kinerja

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Sistem Pengolahan Air Minum

Gambar 2.1. Sistem Pengolahan Air Minum BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Penyediaan Air Bersih (SPAB) Sistem Penyediaan Air Bersih (SPAB) terdiri dari beberapa sistem dan sub sistem serta komponen atau elemen sistem yaitu, sumber air baku,

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 1 BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. Sejarah Perusahaan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten didirikan berdasar kan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bengkalis Nomor 4 Tahun 1994 Tanggal

Lebih terperinci

Kata kunci: Evaluasi, Sistem Distribusi Air Bersih, Penurunan Tingkat Kehilangan Air

Kata kunci: Evaluasi, Sistem Distribusi Air Bersih, Penurunan Tingkat Kehilangan Air PENURUNAN TINGKAT KEHILANGAN AIR MELALUI EVALUASI SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KOTA BANJARMASIN Setia Budi, R. Sutjipto Tantyonimpuno Laboratorium Manajemen Konstruksi,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PRT/M/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PRT/M/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PRT/M/2014 TENTANG PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Perusahaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Perusahaan Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Cirebon pada awalnya bernama Badan Pengelola Air Minum (BPAM) yang merupakan badan usaha dengan berdasarkan Surat Keputusan

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN

BAB 3 OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN BAB 3 OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 3 Ayat (3) disebutkan bahwa Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung

Lebih terperinci

pemisahan tugas, pengendalian akuntansi juga masih lemah dan biasanya ada kepercayaan yang besar dari pemilik kepada karyawannya. Orang-orang yang mel

pemisahan tugas, pengendalian akuntansi juga masih lemah dan biasanya ada kepercayaan yang besar dari pemilik kepada karyawannya. Orang-orang yang mel PERSEPSI MANAJEMEN BADAN USAHA MILIK NEGARA/DAERAH DAN BADAN USAHA MILIK SWASTA DI JAWA TIMUR TERHADAP MANAGEMENT AUDIT SEBAGAI STRATEGI...(AK-20) 1.1. Latar Belakang Permasalahan Setiap manajer yang mengelola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mega Wati, 2015 ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE STRATIFIED CLUSTER SAMPLING (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013)

BAB I PENDAHULUAN. Mega Wati, 2015 ANALISIS QUICK COUNT MENGGUNAKAN METODE STRATIFIED CLUSTER SAMPLING (STUDI KASUS PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2013) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara kesatuan yang menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Prinsip-prinsip yang tertuang

Lebih terperinci

Analisis Perencanaan dan Pengembangan Jaringan Distribusi Air Bersih di PDAM Tulungagung

Analisis Perencanaan dan Pengembangan Jaringan Distribusi Air Bersih di PDAM Tulungagung JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-25 Analisis Perencanaan dan Pengembangan Jaringan Distribusi Air Bersih di PDAM Tulungagung Firga Yosefa dan Hariwiko Indarjanto

Lebih terperinci

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran.

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran. LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN Pencegahan Kebakaran

Lebih terperinci

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS 2.1 Conceptual Framework Berdasarkan hasil wawancara dan literatur, isu utama yang dihadapi PDAM Kota Bandung adalah nya kualitas pelayanan. Hal ini disebabkan oleh beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. PT.Chevron Pacific Indonesia (PT. CPI) merupakan perusahaan minyak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. PT.Chevron Pacific Indonesia (PT. CPI) merupakan perusahaan minyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PT.Chevron Pacific Indonesia (PT. CPI) merupakan perusahaan minyak terbesar di Indonesia. PT. CPI memperhatikan kebutuhan masyarakatyang tinggal di lingkungan PT.

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL SIMULASI HIDROLIS JARINGAN DISTRIBUSI PDAM BADAKSINGA

BAB V ANALISIS HASIL SIMULASI HIDROLIS JARINGAN DISTRIBUSI PDAM BADAKSINGA BAB V ANALISIS HASIL SIMULASI HIDROLIS JARINGAN DISTRIBUSI PDAM BADAKSINGA Kondisi air pada jaringan distribusi terbagi menjadi dua parameter penting, yaitu berkaitan dengan kualitasnya dan kondisi hidrolisnya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tradisi yang melekat dalam dinamika masyarakat. Air merupakan sumber daya yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tradisi yang melekat dalam dinamika masyarakat. Air merupakan sumber daya yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang mutlak diperlukan bagi kehidupan manusia. Selain sebagai kebutuhan dasar, air diperlukan sebagai pendukung dalam kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari air merupakan salah satu komponen yang paling dekat dengan manusia yang menjadi kebutuhan dasar bagi kualitas dan keberlanjutan kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pelayanan air bersih merupakan komponen pelayanan publik yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pelayanan air bersih merupakan komponen pelayanan publik yang sangat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pelayanan air bersih merupakan komponen pelayanan publik yang sangat penting. Air merupakan kebutuhan dasar yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia.

Lebih terperinci

PAM JAYA SEBAGAI PENYEDIA AIR BERSIH DALAM RENCANA PENGEMBANGAN RUMAH SUSUN DI DKI JAKARTA

PAM JAYA SEBAGAI PENYEDIA AIR BERSIH DALAM RENCANA PENGEMBANGAN RUMAH SUSUN DI DKI JAKARTA PAM JAYA SEBAGAI PENYEDIA AIR BERSIH DALAM RENCANA PENGEMBANGAN RUMAH SUSUN DI DKI JAKARTA Oleh Ir. H. Sriwidayanto Kaderi Kongres Penghuni Rusun Indonesia 18 Desember 2013 Auditorium Cawang Kencana TUJUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berbagai macam kebutuhan dasar manusia. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berbagai macam kebutuhan dasar manusia. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan sumber kehidupan makhluk hidup, terutama manusia digunakan untuk berbagai macam kebutuhan dasar manusia. Oleh karena itu, air penting untuk kelangsungan

Lebih terperinci