PERKEMBANGANN SITUASI GAKI DAN GARAM BERIODIUM DI KABUPATEN TRENGGALEK SAMPAI DENGAN TAHUN 2014 Kekurangan unsur yodium dalam makanan sehari-hari, dapat pula menurunkan tingkat kecerdasan seseorang. Indonesia saat ini diperkirakan kehilangann 140 juta I.Q. point akibat GAKY. Perhitungan ini didasarkan pada klasifikasi pengurangan I.Q. point sebagai berikut : Kretin (GAKY berat) = 50 point Gondok = 5 point Bayi di daerah GAKY = 10 point GAKY bentuk lain = 10 point Catatan: - Rata-rata IQ manusia normal = 110 point. - IQ di bawah 80 point tergolong bodoh. - IQ point merupakan ukuran kemampuan seseorang dalam hal berpikir, memecahkan masalah dan menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru. Pada anak usia sekolah masih amat mudah dan cepat bereaksi terhadap perubahan masukan yodium dari luar. Kasus gondok pada anak sekolah yang berusia 6-12 tahun dapat dijadikan sebagai petunjuk dalam perkiraan besaran GAKY di masyarakat pada suatu daerah (Arisman, 2004). Selain dengan pengukuran TGR yang ditentukan untuk menilai status yodium, secara lebih tajam parameter yang digunakan adalah pemeriksaan ekskresi yodium dalam urin untuk memantau kecukupan yodium pada anak usia sekolah Gangguan Akibat kekurangan Yodium (GAKY) menurut Depkes RI tahun 1997 adalah sekumpulan gejalaa atau kelainan yang ditimbulkan karena tubuh menderita kekurangan yodium secara terus-menerus dalam waktu lama yang berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan mahluk hidup (manusiaa dan hewan) sedangkan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) atau Iodine Deficiency Disorders (IDD) merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan berbagai akibat dari kekurangan
yodium pada suatu penduduk dan gangguan ini bisa dicegah dengan mengatasi kekurangan yodium (Djokomoeljanto, 2002). Dalam rangka meningkatkann peredaran garam beriodium di masyarakat dan menurunkan jumlah pedagang yang menjual garam tanpa iodiom, maka DInas Kesehatan Kabupaten Trenggalek mengadakan pertemuan Sosialisasi Garam Yodium bagi Masyarakat mum dengan sasaran pedagang /penyalur garam sebanyak 40 orang di Kabupaten Trenggalek pada tanggal 10 April 2012. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan pedagang tentang garam beryodium. Pengukuran dengan palpasi telah menjadi standar untuk mengukur gondok. Pada anak usia sekolah masih amat mudah dan cepat bereaksi terhadap perubahan masukan yodium dari luar. Kasus gondok pada anak sekolah yang berusia 6-12 tahun dapat dijadikan sebagai petunjuk dalam perkiraan besaran GAKY di masyarakat padaa suatu daerah (Arisman, 2004). Survei epidemiologis untuk gondok endemik prevalensi gondok endemik diperoleh dari survei pada anak sekolah dasar didasarkan atas klasifikasi sebagai berikut : Klasifikasi Pembesaran Kelenjar Tiroid Grade Keterangan 0 Tidak teraba/tidak terlihat 1 Teraba dan tidak terlihat pada posisi kepala biasa 2 Terlihat pada posisi kepala biasa Sumber : Joint WHO/UNICEF/ICCIDD, 1992. Klasifikasi tersebut mampu memberikan tingkat perbandingan di antara survei di setiap wilayah. Gondok yang lebih besar mungkin tidak membutuhkan palpasi untuk diagnosis. Prevalensi gondok endemik dari grade 1 sampai dengan grade 2 dinamakan Total Goiter Rate (TGR) sedangkan grade 2 dan grade 3 dinamakan Visible Goiter Rate (VGR) (WHO, 1997; 75-95). Terdapat beberapa kelebihan palpasi
sebagai suatu metode pengukuran, palpasi adalah suatu teknik yang tidak memerlukan instrumen, bisa mencapai jumlah yang besar dalam periode waktu yang singkat, tidak bersifat invasif dan hanya menuntut sedikit ketrampilan. Meskipun demikian, palpasi mempunyai beberapa kelemahan yang menonjol di antaranya antar pemeriksa dengan kemampuan dan pengalaman yang berbeda-beda khususnya dalam gondok endemik grade 0 dan grade 1. Hal ini telah ditunjukkan oleh penelitianpenelitian para peneliti yang berpengalaman di mana kesalahan klasifikasi bisa sebesar 40% (Gaitan & Dunn, 1992). Palpasi sangat berguna sebagai suatu tanda awal bahwa GAKY mungkin ada dan sebagai suatu indikator maka diperlukan penilaian yang lebih baik. Saat ini metode Palpasi sudah tidak dipakai lagi untuk menentukan endemisitas GAKI di suatu daerah dalam skala nasional. Namun demikian, hal tersebut masih dilaksanakan di Kabupaten Trenggalek pada tahun 2013 sebagai pembanding dari intervensi yang telah dilaksanakan selama 5 tahun terakhir sejak tahun 2009. Sebelum pelaksanaan Palpasi di tingkat masyarakat, terlebih dahulu Dinas Kesehatan Kabupaten Trenggalek mengadakan refreshing Palpasi Gondok yang dilengkapi dengan praktek lapangan di salah satu SD di Kecamtan Gandusari sebagai media pemeriksaan refreshing palpasi gondok petugas palpasi. Adapun tujuan dari refreshing tersebut antara lain : Peserta mampu melakukan deteksi GAKI melalui palpasi dan tindak lanjut, mengenali tanda dan gejala klinis penderita GAKI, mengenali tanda dan gejala penderita hipertyroid, merencanakan terapi dan intervensi pada penderita GAKI maupun hipertyroid. Peserta refreshing palpasi tersebut antara lain Pelaksana Gizi Puskesmas sebanyak 22 orang, pelaksana UKS 22 orang, dinas kesehatan, 4 orang.
Tahapan Pelaksanaan Palpasi 1. Tahap Persiapan a. Mengurus surat ijin dan sekaligus melaporkan kegiatan pelaksanaan Palpasi pada instansi yang berwenang. b. Meninjau lokasi penelitian dan mengadakan pendekatan pada kepala sekolah untuk meminta persetujuan melaksanakan Palpasi pada masing- secara masing SD. c. Melakukan perhitungan dan pendataan jumlah sampel proporsional dari masing-masing sekolah. d. Menyiapkan blanko pencatatan dalam pelaksanaan Palpasi di Sekolah. 2. Tahap Pelaksanaan a. Petugas melaksanakan pencatatan umur dan nama siswa b. Petugas melakukan pengukuran Palpasi gondok c. Petugas mencatat hasil pengukuran Palpasi Gondok d. Petugas Menghitung TGR dan VGR di desa masing-masing. Status Gizi Anak Sekolah yg dipalpasi di Kabupaten Trenggalek Tahun 2013 9% 2% 3% 13% 73% S.Kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas Grafik 1.1 Status Gizi Anak Sekolah hasil Palpasi Gondok di Kabupaten Trenggalek Tahun 2013 Pada anak usia sekolah masih amat mudah dan cepat bereaksi terhadap perubahan masukan yodium dari luar. Kasus gondok pada anak sekolah yang berusia 6-12 tahun dapat dijadikan sebagai petunjuk dalam perkiraan besaran GAKY di masyarakat pada suatu daerah (Arisman, 2004). Pada pelaksanaan Palpasi Gondok Tahun 2013 yang dilakukan di semua Kecamatan di Kabupaten Trenggalek, selain pemeriksaan pembesaran kelenjar tiroid, petugas juga melaksanakan antropometri dan penentuan status gizi siswa yang dipalpasi. Palpasi Gondok Tahun 2013 ini
dilaksanakan dengan ketentuan sample minimal 40 siswa / desa. Hasil dari penentuan status gizi siswa sampel palpasi ditunjukkan pada diagram disamping. 12 10 8 6 4 2 0 2005 2009 2013 Berat Sedang NON Endemis Grafik 1.2 Kondisi Kecamatan Di Kabupaten Trenggalek Berdasarkan Prevalensi Gondok Hasil Palpasi Gondok Tahun 2005, 2009 dan 2013 Perkembangan situasi prevalensi gondok hasil Palpasi Gondok Tahun 2005, 2009 dan 2013 menunjukkan adanya perkembangan yang baik yaitu dengan hasil pada tahun 2013 sudah tidak ada lagi Kecamatan dengan status Endemis Berat dan Sedang, sedangkan jumlah kecamatan non Endemis semakin meningkat dari tahun ke tahun hingga tahun 2013. TAHUN PREVALENSI KATEGORI ( TGR ) GAKI(ENDEMIK) 2001 27,68 2003 24,13 2005 16,12 2009 12,1 2013 5,78 Sedang Sedang
Kondisi endemisitas GAKI Hasil Palpasi tersebut diperkuat dengan hasil monitoring garam yang dilakukan pada tahun yang sama dengan hasil cakupan desa dengan Garam beriodium baik di Kabupaten Trenggalek mengalami peningkatan dari 62,20 % pada tahun 2010 dan 83,55% pada tahun 2012 menjadi 99,19% pada tahun 2013 dan 99,36% pada tahun 2014. Tabel 1.1 Rekapitulasi Pemantauan Garam Beryodium di Masyarakat Kabupaten Trenggalek Tahun 2014 KAJIAN Monitoring Garam Kabupaten Trenggalek Hasil Uji Garam Kategori Desa Baik Tahun % desa RT.Diuji RT.mengkonsumsi garam beryodium % Jml.Desa diuji Desa Baik % Diuji 2009 3900 3577 91.72 157 86 54.78 100% 2010 1722 1686 97.91 82 49 59.76 52% 2011 3296 3184 96.60 157 82 52.23 100% 2012 4384 4216 96.17 152 127 83.555 81% 2013 4992 4984 99.84 123 122 99.199 78% 2014 4073 4051 99,46 157 156 99,36 100%
Hasil Uji Garam tingkat rumah tangga menunjukkan variasi bentuk garam yang dikonsumsi masyarakat berupa garam halus, briket dan curai (grosok). Pada Tahun 2012, masyarakat yang menggunakan garam grosok sebanyak 52,94% dan pada tahun 2013 sebanyak 42,71%. Penurunan sebesar 10,23% ini menandakan masih kurangnya perubahan perilaku dan pemahaman masyarakat mengenai konsumsi bentuk garam yang baik dan seharusnya dikonsumsi mereka. Garam Curai (grosok) tidak direkomendasikan karena fortifikasi Iodium pada garam tersebut kurang merata dan bahkan bisa menjadi sangat kurang karena partikel garam yang ada berbulir besar dan padat. Sehingga meminimalkan luas permukaan sebagai media terikatnya zat Iodium yang ditambahkan. (Tim Penyusun Seksi Gizi)