BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hadirnya seorang anak merupakan harapan dari setiap orangtua.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Efikasi Pengambilan Keputusan Karir. dalam berbagai keadaan (Bandura,1997).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. a. Pengertian Dukungan Sosial Orang Tua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Menyelesaikan Skripsi. Motivasi berasal dari kata bahasa Latin movere yang berarti menggerakkan.

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN EFIKASI DIRI DALAM MEMECAHKAN MASALAH PADA REMAJA ASUH DI PANTI ASUHAN SINAR MELATI SLEMAN YOGYAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) siswa dengan kelompok heterogen. Sedangkan, Sunal dan Hans

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tardif (dalam Muhibbin Syah, 2003) yang dimaksud dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di samping faktor guru, tujuan, dan metode pengajaran. Sebagai salah satu

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. barang ataupun jasa, diperlukan adanya kegiatan yang memerlukan sumber daya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi ( Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ulet, meskipun mengalami berbagai rintangan dan hambatan dalam

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI. Widanti Mahendrani 1) 2)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman sekarang ini kemajuan suatu negara dipengaruhi oleh faktor

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB V PEMBAHASAN. Bandura 1997 mengungkapkan bahwa self efficacy membuat individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mereka dan kejadian di lingkungannya (Bandura, dalam Feist & Feist, 2006).

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN OPTIMISME MAHASISWA PSIKOLOGI UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG DALAM MENYELESAIKAN SKRIPSI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan psikis (rasa ingin tahu, rasa aman), setiap manusia selalu ingin memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara

Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

SS S TS STS SS S TS STS

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. yaitu SD, SMP, SMA/SMK serta Perguruan Tinggi. Siswa SMP merupakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Hurlock (1999), masa kanak-kanak akhir berlangsung dari usia enam

juga kelebihan yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian

BAB II LANDASAN TEORI. administrators ( diaskes tanggal 7

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB. II LANDASAN TEORITIS. 2015), ialah pelajar perguruan tinggi. Didalam struktur pendidikan Indonesia,

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KECEMASAN TERHADAP PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. EFIKASI DIRI PARENTING 1. Pengertian Efikasi Diri Bandura merupakan tokoh yang memperkenalkan istilah efikasi diri (selfefficacy). Bandura (2001) mendefinisikan bahwa efikasi diri merupakan keyakinan seseorang terhadap kemampuan atau kompetisinya untuk melakukan sebuah tugas, mencapai tujuan, atau mengatasi hambatan tertentu. Lebih lanjut Bandura menjelaskan efikasi diri adalah kepercayaan seseorang bahwa orang tersebut dapat menguasi sebuah situasi dan menghasilkan keluaran yang positif. Efikasi diri tidak hanya dapat dipahami sebagai keyakinan seseorang pada kemampuannya, tetapi juga dapat dilihat sebagai penilaian atas kemampuan yang dimiliki diri sendiri. Pikiran individu terhadap efikasi diri kemudian menentukan seberapa besar usaha yang dicurahkan dan seberapa lama individu akan tetap bertahan dalam menghadapi hambatan yang sedang dialami. Bandura (1997) menjelaskan kepercayaan seseorang dalam keyakinan dirinya memiliki berbagai dampak, Seperti pengaruh kepercayaan dalam mengambil keputusan untuk mencari kebahagiaan, seberapa banyak usaha yang dilakukan dalam mencurahkan kerja kerasnya, seberapa lama seseorang akan gigih menghadapi rintangan dan kegagalan, penyesuaian dalam keadaan sengsara, pola apa yang akan dilakukan antara menghindari atau menghadapinya, seberapa banyak stres dan depresi pengalaman seseorang dengan beban yang dituntut oleh 13

14 lingkungan, dan tingkat penyelesaian tugas yang dapat diselesaikan. Bagian inilah yang menentukan seperti apa seseorang akan tergambarkan secara alami dan alternatif gambaran dari terbentuknya seseorang. Sedangkan menurut Baron & Byrne (1991) menyatakan bahwa efikasi diri merupakan salah satu bagian dari konsep diri yang meliputi suatu kumpulan keyakinan mengenai kemampuan individu untuk menghadapi tugas-tugas secara efektif dan menyelesaikan tugas tersebut. Myers (2012) mengemukakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, efikasi diri mengarahkan kepada sekumpulan target yang menantang dan tidak pantang menyerah dalam mendapatkannya. Kurniawan (2004) mengatakan bahwa keyakinan diri merupakan panduan untuk tindakan, yang telah dikonstruksikan dalam perjalanan pengalaman interaksi sepanjang hidup individu. Crick & Dodge (dalam Kurniawan, 2004) menjelaskan keyakinan diri merupakan representasi mental individu atas realitas, terbentuk oleh pengalaman pengalaman masa lalu dan masa kini, dan disimpan dalam memori jangka panjang. Pada penelitian ini, pengertian efikasi diri mengacu pada definisi yang dikemukakan oleh Bandura karena pengertian efikasi diri cenderung mengarahkan pada seberapa besar usaha yang dapat dicurahkan seseorang dan seberapa lama individu akan tetap bertahan dalam menghadapi hambatan yang sedang dialami. Bandura menjelaskan bagaimana efikasi diri dapat membentuk dan menentukan seperti apa kepribadian manusia dan gambaran diri seseorang dalam menghadapi masalah, seberapa besar usaha yang dilakukan, dan sikap apa yang diambil dalam

15 menghadapi masalah, dan pengaruh efikasi diri seseorang dalam mengambil keputusan. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa efikasi diri merupakan keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk mengasuh dan mendidik anaknya. Hal ini meliputi keyakinan mengenai kemampuan seseorang dalam mengasuh secara efektif dan mengarahkan pada sekumpulan target yang harus dicapai dan berusaha untuk mendapatkannya. Kepercayaan seseorang dapat menguasai sebuah situasi dan menghasilkan keluaran positif serta tidak hanya dipahami sebagai keyakinan pada kemampuannya, tetapi dapat juga sebagai penilaian atas kemampuan yang dimiliki diri sendiri. Efikasi diri merupakan representasi mental individu atas realitas sehingga terbentuk oleh pengalaman masa lalu dan masa kini dan disimpan dalam memori jangka panjang. Terbentuknya pemikiran individu terhadap efikasi akan menentukan seberapa besar usaha yang dicurahkan seseorang untuk terus berusaha menghadapi hambatan. 2. Pengertian Efikasi Diri parenting pada orangtua anak dengan down syndrome Jones & Prinz (2005) mengemukakan efikasi diri parenting merupakan sebuah gagasan kognitif yang penting sebab ia berkaitan dengan fungsi anak dan keluarga. Efikasi diri parenting awalnya muncul dari teori efikasi diri umum yang dikemukakan oleh Albert Bandura. Menurut Coleman & Karraker (1997) salah satu keyakinan yang berpengaruh kuat dalam pengasuhan bagi orangtua adalah keyakinan akan efikasi diri (self-efficacy beliefs). Efikasi diri mengacu pada

16 keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk sukses melakukan suatu tingkah laku tertentu (Bandura, 1997). Menurut bandura, efikasi diri sendiri penting untuk keberfungsian manusia sebab ia mempengaruhi emosi, pemikiran, motivasi dan perilaku manusia, sehingga dalam ranah parenting, keyakinan akan efikasi diri inilah yang kemudian disebut dengan efikasi diri parenting (parenting self-efficacy). Coleman & Karraker (2000) menyatakan efikasi diri parenting didefinisikan sebagai penilaian orangtua tentang kompetensi dirinya dalam peran sebagai orangtua atau persepsi orangtua tentang kemampuannya secara positif mempengaruhi perilaku dan perkembangan anak-anaknya. Hal ini senada dengan pernyataan Teti dan Gelfard (dalam Coleman & Karraker, 1997) Efikasi diri parenting juga dapat diterangkan sebagai kemampuan yang dipersepsikan seseorang untuk memberikan pengaruh positif pada perkembangan anak. Jadi efikasi diri parenting sendiri mengacu pada harapan orangtua tentang derajat dimana seseorang mampu berperan secara kompeten dan efektif sebagai orangtua. Ahli lain, Jones dan Prinz (2005) menyatakan Efikasi diri parenting dapat didefinisikan secara luas sebagai harapan yang dipegang oleh pengasuh tentang kemampuannya untuk dapat mengasuh dengan sukses. Berdasarkan uraian diatas, efikasi diri parenting adalah penilaian orangtua terhadap kompetensi dirinya dalam menjalankan perannya sebagai orangtua atau persepsi tentang kemampuannya secara positif dimana seseorang mampu berperan secara efektif sebagai orangtua tentang kemampuannya agar

17 dapat mengasuh dengan sukses dalam mempengaruhi perilaku dan perkembangan anak-anaknya. 3. Aspek - Aspek Efikasi Diri Parenting Bandura (1997) menyatakan terdapat tiga hal penting yang dapat digunakan untuk membentuk efikasi diri, yaitu sebagai berikut : a. level Dimensi ini mengacu pada taraf kesulitan tugas yang diyakini individu akan mampu mengatasinya. Apabila tugas-tugas yang dibebankan pada individu disusun menurut tingkat kesulitannya, maka perbedaan efikasi diri secara individual mungkin terbatas pada tugas-tugas yang sederhana, menengah, atau tinggi. Individu akan melakukan tindakan yang dirasakan mampu untuk dilaksanaknnya dan akan tugas-tugas yang diperkirakan di luar batas kemampuan yang dimilikinya. b. Generality Dimensi ini mengacu pada variasi situasi di mana penilaian tentang efikasi diri dapat diterapkan. Aspek ini berhubungan luas bidang tugas atau tingkah laku. Beberapa pengalaman berangsur-angsur menimbulkan penguasaan terhadap pengharapan pada bidang tugas atau tingkah laku yang khusus sedangkan pengalaman lain membangkitkan keyakinan yang meliputi berbagai tugas. c. Strength Dimensi ini terkait dengan kekuatan atau kemantapan dari efikasi diri seseorang ketika berhadapan dengan tuntutan tugas atau suatu

18 permasalahan. Tingkat efikasi diri yang lebih rendah mudah digoyangkan oleh pengalaman-pengalaman yang memperlemahnya, sedangkan seseorang yang memiliki efikasi diri yang kuat tekun dalam meningkatkan usahanya meskipun dijumpai pengalaman yang memperlemahnya. Corsini (dalam Hambawany, 2007) mengemukakan terdapat empat aspek yang dapat mempengaruhi efikasi diri yaitu: a. Kognitif. Kemampuan seseorang untuk memikirkan cara-cara yang digunakan dan merancang tindakan yang akan diambil untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Asumsi yang timbul dari dari aspek kognitif ini adalah semakin efektif kemampuan berfikir dan dalam berlatih mengungkapkan ide-ide atau gagasan-gagasan pribadi, maka akan mendukung seseorang bertindak dengan tepat untuk mencapai tujuan yang diharapkan. b. Motivasi. Kemampuan seseorang untuk memotivasi diri melalui pikirannya untuk melakukan suatu tindakan dan keputusan dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Motivasi seseorang timbul dari pemikiran optimis dalam diri untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan. Motivasi dalam efikasi diri digunakan untuk memprediksi kesuksesan dan kegagalan individu. c. Afeksi. Kemampuan mengatasi emosi yang timbul pada diri sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Afeksi terjadi secara alami dalam diri seseorang dan berperan dalam menentukan intensitas pengalaman emosional.

19 Afeksi ditunjukkan dengan mengontrol kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi pola-pola pikir yang benar untuk mencapai tujuan. d. Seleksi. Kemampuan seseorang untuk menyeleksi tingkah laku dan lingkungan yang tepat sehinnga dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Asumsi yang timbul dalam aspek ini yaitu ketidakmampuan orang dalam melakukan seleksi, tingkah laku membuat orang tidak percaya diri, bingung dan mudah menyerah ketika menghadapi masalah atau situasi yang sulit. Beberapa aspek yang telah peneliti jabarkan di atas, maka peneliti memilih untuk menggunakan aspek yang dikemukakan oleh Bandura (2001), sebagai acuan yang digunakan untuk mengukur efikasi diri orangtua anak dengan down syndrome. Aspek efikasi diri yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Bandura (2001) yaitu level, generality dan strengh. Karena aspekaspek efikasi diri ini sesuai dan mencakup secara keseluruhan tentang efikasi diri yang ingin diteliti Hasil penelitian yang dilakukan Philips (2014) menemukan bahwa orangtua anak dengan down syndrome dengan pola asuh yang negatif berhubungan langsung dengan permasalahan tingkah laku anak. Orangtua anak dengan down syndrome secara keseluruhan menggunakan pola asuh yang serupa dengan orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus lainnya. Penelitian lain yang dilakukan Wiryadi (2011) menghasilkan bahwa pola asuh yang perlu diterapkan untuk kemandirian anak dengan down syndrome ini adalah pola asuh demokratis yang artinya orangtua memahami kebutuhan anak dan kebutuhan ini

20 bukan memenuhi segala kebutuhannya tetapi kebutuhan untuk kemandirian anak. Hurlock (1993) menyatakan bahwa pola asuh demokratis adalah orangtua memberikan peraturan yang luwes serta memberikan penjelasan bagi peraturan dan perilaku yang diharapkan, ada komunikasi timbal balik, memberikan hadiah dan hukuman yang diberi penjelasan. Baumrind dan Black (dalam steinberg, 2002) menjelaskan bahwa ada beberapa aspek penting dalam pola asuh demokratis, yaitu: a. Komunikasi Pada pola asuh demokratis terjadi komunikasi yang baik antara orantua dengan anak. Komunikasi itu berjalan dua arah atau timbal balik, orangtua mengajak anak untuk bermusyawarah dan memberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat. b. Norma dan nilai Dalam pola asuh demokratis, orangtua membuat norma atau peraturan serta nilai-nilai yang harus dipatuhi oleh anak. Hal ini bertujuan agar anak memiliki pedoman dalam bertingkah laku dan berpikir untuk tidak melanggar aturan tersebut. c. Kasih sayang dan sikap tegas Pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada anak-anaknya merupakan hal penting dalam menjaga suatu hubungan antara anak dan orangtua. Lebih lanjut Baumrind (dalam Santrock, 2007) menjelaskan bahwa model pola asuh demokratis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

21 a. Mendorong anak untuk mandiri, namun masih menerapkan batas-batas dan kendali pada tingkatannya. b. Tindakan verbal memberi dan menerima dimungkinkan. c. Orangtua bersikap hangat dan penyayang terhadap anak. d. Menunjukan kesenangan dan dukungan sebagai respon terhadap perilaku konstruktif anak. e. Sebagai orangtua mengharapkan perilaku anak yang dewasa, mandiri, dan sesuai dengan usianya. f. Anak yang memiliki orangtua demokratis seringkali ceria, bisa mengendalikan diri dan mandiri, dan berorientasi pada prestasi. g. Cenderung untuk mempertahankan hubungan yang ramah dengan teman sebaya, dengan orang dewasa, dan bisa mengatasi stress dengan baik. Ahli lain Gunarsa & Gunarsa, (1995) mengemukakan bahwa ada beberapa aspek pola asuh demokratis, yaitu: a. Aspek kognitif, dalam menanamkan displin tidak lepas dari mengembangkan pengertian-pengertian dan karena itu harus disesuaikan dengan perkembangannya. b. Aspek kasih sayang, kasih sayang sebagai dasar untuk menciptakan hubungan dengan anak, agar anak tidak merasa dipaksa berbuat sesuatu diluar kemauannya. c. Aspek hukuman, diartikan sebagai sikap tegas, konsekuen dan konsisten dengan dasar bahwa yang dihukum bukan anak atau perasaan anak melainkan perbuatanya yang melanggar aturan.

22 Berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Bandura (2001), sebagai acuan yang digunakan untuk mengukur efikasi diri orangtua anak dengan down syndrome. Aspek efikasi diri yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Bandura (2001) yaitu level, generality dan strengh. Karena aspek-aspek efikasi diri ini sesuai dan mencakup secara keseluruhan tentang efikasi diri yang ingin diteliti, dan ditambahkan dengan aspek pola asuh demokratis yaitu: komunikasi, norma dan nilai, serta kasih sayang dan sikap tegas sebagai indikator aspek guna mendukung teori yang akan diungkap peneliti yaitu efikasi diri parenting orangtua anak dengan down syndrome. Bandura (1997) menyatakan bahwa individu yang memiliki efikasi tinggi akan menetapkan target yang tinggi. Jika target tersebut telah tercapai maka akan menetapkan target selanjutnya yang lebih tinggi. Hal sebaliknya akan terjadi pada individu yang efikasi dirinya rendah, maka keberhasilan dan kegagalan yang dialami akan mempengaruhi kepercayaanya. Berdasarkan uraian di atas, efikasi diri parenting adalah keyakinan atau kemantapan seseorang dalam memperkirakan kemampuan yang ada pada dirinya untuk melaksanakan tugasnya sebagai orangtua yang mengasuh anak dengan down syndrome yang mencakup aspek-aspek yang membentuk efikasi diri yaitu level (tingkat kesulitan), generality (tingkat keluasan bidang), dan juga strength (tingkat kekuatan) ditambah dengan aspek pola asuh demokratis sebagai indikator aspek yaitu: komunikasi, norma dan nilai, serta kasih sayang dan sikap tegas.

23 4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efikasi Diri Menurut Bandura (1997) efikasi diri dapat diubah, ditingkatkan serta diturunkan melalui salah satu atau empat kombinasi sumber yaitu: a. Pengalaman keberhasilan (mastery experience), Didasarkan oleh pengalaman-pengalaman yang dialami individu secara langsung. Apabila seseorang pernah mengalami keberhasilan dimasa lalu maka dapat meningkatkan efikasi dirinya. Keberhasilan yang didapatkan oleh seseorang akan meningkatkan efikasi dirinya. Apabila keberhasilan yang didapatkan seseorang lebih banyak karena faktor-faktor di luar dirinya, biasanya tidak akan membawa pengaruh terhadap peningkatan efikasi diri. Sebaliknya, apabila keberhasilan didapat melalui hambatan yang besar dan merupakan hasil perjuangan sendiri maka hal itu akan membawa pengaruh terhadap peningkatan efikasi diri. b. Meniru (vicarious experience/modeling), Individu yang melihat orang lain berhasil dalam melakukan aktivitas yang sama dan memiliki kemampuan yang sebanding dapat meningkatkan efikasi dirinya. Individu yang pada awalnya memiliki efikasi diri yang rendah akan sedikit berusaha untuk dapat mencapai keberhasilan seperti yang diperoleh orang lain. Pengalaman keberhasilan orang lain yang memiliki kemiripan dengan seorang individu dalam mengerjakan suatu tugas biasanya akan meningkatkan efikasi diri seseorang dalam mengerjakan tugas yang sama. Efikasi diri tersebut didapat melalui upaya meniru yang biasanya terjadi pada diri seseorang yang kurang pengetahuan tentang kemampuan

24 dirinya sehingga melakukan peniruan tersebut. Dalam hal ini efikasi diri yang didapat tidak akan berpengaruh apabila model yang diamati tidak memiliki kemiripan atau berbeda dengan individu tersebut. c. Persuasi sosial (social persuasion), Individu diarahkan dengan saran, nasihat, bimbingan sehingga dapat meningkatkan keyakinan bahwa kemampuan-kemampuan yang dimiliki dapat membantu untuk mencapai apa yang diinginkan. informasi tentang kemampuan yang disampaikan secara verbal oleh seseorang yang berpengaruh biasanya digunakan untuk meyakinkan seseorang bahwa dirinya cukup mampu melakukan suatu tugas. d. Kondisi psikologis dan emosi (physiological & emotion state), Seseorang akan lebih mungkin mencapai keberhasilan jika tidak terlalu sering mengalami keadaan yang menekan karena dapat menurunkan prestasinya dan menurunkan keyakinan akan kemampuan dirinya. kecemasan dan stres yang terjadi dalam diri seseorang ketika melakukan tugas yang sering diartikan sebagai suatu kegagalan. Pada umumnya seseorang cenderung akan mengharapkan keberhasilan dalam kondisi yang tidak diwarnai oleh ketegangan dan tidak merasakan adanya keluhan. Efikasi diri biasanya ditandai oleh rendahnya tingkat stres dan kecemasan, sebaliknya efikasi diri yang rendah ditandai oleh tingkat stres dan kecemasan yang tinggi. Bandura (dalam Rizvi, dkk, 1997) menjelaskan bahwa perbedaan derajat efikasi diri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah:

25 a. Sifat tugas yang dihadapi Ketika karakteristik suatu tugas belum diketahui, maka penilaian yang akan terjadi hanya berdasarkan pada kemampuannya, sehingga performasi tidak optimal. Jenis tugas yang sulit menuntut usaha yang lebih keras dan berat dari pada jenis tugas yang lebih mudah. Usaha yang akan dikeluarkan untuk mencapai hasil yang maksimal. Kerasnya usaha disertai strategi yang baik memunculkan efikasi diri seseorang karena adanya kontribusi yang diberikan terhadap tugas tersebut (Rahmawati, 2005). Orangtua membutuhkan usaha yang keras untuk dapat meyakinkan diri agar anaknya mampu diterima di masyarakat. Dengan memikirkan bagaimana cara dan mencoba agar mendapatkan hasil yang memuaskan. Bukanlah hal yang mudah dalam menemukan cara yang tepat agar dapat diterima di masyarakat. b. Intensif eksternal Intensif berupa hadiah yang diberikan oleh orang lain untuk merefleksikan keberhasilan seseorang dalam menguasai atau melaksanakan suatu tugas, misalnya pemberian pujian, status sosial, materi, dan lain-lain. Intensif dari orang lain tersebut dapat memotivasi seseorang untuk mengeluarkan usaha yang lebih keras serta memuncukan efikasi dirinya (Bandura, 1997). c. Suatu tugas peran individu dalam lingkungan Derajat status seseorang mempengaruhi penghargaan dari orang lain dan rasa percaya dirinya. Penghargaan dari orang lain ini merupakan motivasi yang akan mendorong seseorang agar dapat terus berusaha. Dengan adanya

26 status dan peran dalam lingkungan akan memberikan rasa nyaman pada orangtua dalam lingkungan karena adanya pengakuan dari masyarakat. Adanya penghargaan dari orang lain memunculkan perasaan yang berarti dalam suatu lingkungan, sehingga akan memunculkan efikasi diri (Bandura, 1997). d. Informasi tentang kemampuan diri Efikasi diri seseorang akan meningkat atau menurun apabila mendapat informasi yang positif atau negatif tentang dirinya (Bandura, 1997). Baron & Byrne (1991) menyatakan efikasi diri merupakan salah satu bagian dari konsep diri yang meliputi suatu kumpulan keyakinan mengenai kemampuan individu untuk menghadapi tugas-tugas secara efektif dan menyelesaikan tugas tersebut. Informasi positif akan meningkatkan efikasi diri apabila diterima dengan jelas sehingga mengarahkan seseorang untuk memunculkan kemampuan yang sesuai dengan karakteristik tugas (Bandura, 1997). Menurut Greenberg dan Baron (Hambawany, 2007) mengatakan ada dua faktor yang mempengaruhi efikasi diri, yaitu: 1. Pengalaman langsung, sebagai hasil dari pengalaman mengerjakan suatu tugas di masa lalu (sudah pernah melakukan tugas yang sama di masa lalu). 2. Pengalaman tidak langsung, sebagai hasil observasi pengalaman orang lain dalam melakukan tugas yang sama (pada waktu individu mengerjakan sesuatu dan bagaimana individu tersebut menerjemahkan pengalamannya tersebut dalam mengerjakan suatu tugas).

27 Berdasarkan faktor di atas, peneliti memilih faktor yang dikemukakan oleh Bandura (1997), yaitu pengalaman keberhasilan (mastery experience), meniru (vicarious experience/modeling), persuasi sosial (social persuasion), kondisi psikologis dan emosi (physiological & emotion state). Dalam hal ini alasan peneliti memilih faktor yang mempengaruhi efikasi diri menurut Bandura (1997) berdasarkan pemahaman yang peneliti dapatkan bahwa persuasi sosial adalah seseorang saat mendapatkan saran, nasihat, bimbingan dapat meningkatkan keyakinan bahwa kemampuan-kemampuan yang dimiliki dapat membantu untuk mencapai apa yang diinginkan. informasi yang disampaikan secara verbal oleh seseorang yang berpengaruh, dapat digunakan untuk meyakinkan seseorang bahwa dirinya cukup mampu melakukan suatu tugas. Hal ini menunjukan bahwa teori yang telah dipaparkan sesuai dengan variabel yang peneliti gunakan dan dapat dijadikan acuan penelitian. B. Dukungan Sosial 1. Pengertian Dukungan Sosial Menurut Sarafino (2011) dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, kepedulian, harga diri, atau bantuan yang tersedia untuk orang dari orang-orang atau kelompok lain. Kebutuhan, kemampuan dan sumber dukungan sosial mengalami perubahan sepanjang kehidupan seseorang. Dukungan bisa datang dari banyak sumber seperti pasangan atau kekasih, keluarga, teman, dokter, atau organisasi masyarakat. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenal oleh individu dalam proses sosialisasinya. Orang dengan dukungan sosial yang

28 tinggi percaya bahwa seseorang akan merasa dicintai, dihargai, dan merasa bagian dari kelompok sosial, seperti keluarga atau organisasi masyarakat, yang dapat membantu pada saat dibutuhkan. Jadi dukungan sosial mengacu pada tindakan yang benar-benar dilakukan oleh orang lain, atau menerima dukungan. Sarafino juga berpendapat bahwa akan ada banyak efek dari dukungan sosial karena dukungan sosial secara positif dapat memulihkan kondisi fisik dan psikis seseorang, baik secara langsung maupun tidak langsung. Gore (dalam Gotlieb & Hammen, 1992) menyatakan bahwa dukungan sosial lebih sering didapat dari relasi yang terdekat, yaitu dari keluarga atau sahabat. Kekuatan dukungan sosial yang berasal dari relasi yang terdekat merupakan salah satu proses psikologis yang dapat menjaga perilaku sehat dalam diri seseorang. Melengkapi pendapat tersebut, Rodin dan Salovey (dalam Smet, 1994) mengungkapkan bahwa dukungan sosial yang terpenting adalah yang berasal dari keluarga. Rook dalam Smet (1994) mengatakan bahwa dukungan sosial merupakan salah satu fungsi dari ikatan sosial, dan ikatan-ikatan sosial tersebut menggambarkan tingkat kualitas umum dari hubungan interpersonal yang akan melindungi individu dari konsekuensi stress. Sedangkan Menurut Schwarzer (dalam smet, 1994) mengemukakan dukungan sosial dapat dilihat sebagai fakta sosial atas dukungan yang sebenarnya terjadi atau diberikan oleh orang lain kepada individu (perceived support) dan sebagai kognisi individu yang mengacu pada persepsi terhadap dukungan yang diterima (receive support). Taylor (2006) mendefinisikan dukungan sosial sebagai bentuk pemberian informasi serta merasa dirinya dicintai dan diperhatikan terhormat, dan dihargai,

29 serta merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan kewajiban timbal balik dari orangtua, kekasih atau kerabat, teman, jaringan lingkungan sosial serta dalam lingkungan masyarakat. Dukungan sosial merupakan interaksi interpersonal yang di dalamnya terkandung perhatian secara emosional dan penilaian diri yang berhubungan dengan lingkungan sekitar. Dukungan sosial dipercayai mempunyai efek secara langsung terhadap kesehatan dan secara tidak langsung dapat menahan efek dari bahaya stres. Sedangkan Menurut Johnson dan Jhonson (1991) dukungan sosial merupakan keberadaan orang lain yang dapat diandalkan untuk memberi bantuan, semangat, penerimaan dan perhatian, sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan hidup bagi individu yang bersangkutan. Dari pengertian di atas mengenai dukungan sosial, maka definisi dukungan sosial dapat diartikan bahwa suatu kesenangan yang mengacu kepada kenyamanan, kepedulian, harga diri, atau bantuan yang tersedia untuk orang dari orang-orang atau kelompok lain. Dukungan sosial merupakan interaksi interpersonal yang di dalamnya terkandung perhatian secara emosional dan penilaian diri yang berhubungan dengan lingkungan sekitar, serta dapat dijadikan tolak ukur memberi bantuan, semangat, penerimaan dan perhatian. Sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan hidup bagi individu yang bersangkutan, dan dipercaya mempunyai efek secara langsung terhadap kesehatan dan secara tidak langsung dapat menahan efek dari bahaya stres. 2. Dimensi Dukungan Sosial Sarafino (2011) membagi dukungan sosial menjadi empat dimensi, yaitu:

30 a. Dukungan Emosional Dukungan emosional seperti menyampaikan empati, kepedulian, perhatian, hal positif, dan dorongan terhadap orang tersebut. Ini memberikan kenyamanan dan kepastian dengan rasa memiliki dan dicintai pada saat dihadapkan dengan masalah maupun ujian yang berat. b. Dukungan nyata atau instrumental Dukungan nyata atau instrumental seperti melibatkan bantuan langsung, ketika orang memberikan bantuan atau memberikan fasilitas yang mendukung tugasnya pada saat membutuhkan bantuan dalam menyelesaikan masalahnya. Dukungan nyata biasanya berupa bantuan langsung seperti membantu memberikan bantuan secara finansial, jasa, dan meluangkan waktu untuk membantu. c. Dukungan informasi Dukungan informasi termasuk memberikan nasihat, arahan, saran, atau umpan balik tentang cara seseorang melakukan sesuatu. Dukungan informasi biasanya diberikan kepada individu yang sedang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan sesuatu dan orang lain memberikan bantuan berupa informasi yang dapat membantu menyelesaikannya. d. Dukungan kelompok Dukungan kelompok mengacu pada ketersediaan orang lain untuk menghabiskan waktu dengan orang, sehingga memberikan suatu perasaan tentang keanggotaan dalam kelompok orang-orang yang memiliki hal yang sama dan melakukan kegiatan sosial. Kelompok biasanya akan saling

31 menguatkan anggotanya satu sama lain, dengan memiliki permasalahan yang sama dapat saling membantu satu sama lain sehingga menciptakan perasaan nyaman dan saling mengerti. Keempat aspek di atas didukung oleh pernyaatan yang dikemukakan Smet (1994) yang menyatakan bahwa dukungan sosial memiliki empat aspek, yaitu: a. Dukungan emosional yaitu mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang besangkutan (misalnya: umpan balik dan penegasan). b. Dukungan penghargaan yaitu terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif untuk oran itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain, misalnya orang-orang yang kurang mampu atau lebih buruk keadaanya (menambah harga diri). c. Dukungan instrumental mencakup bantuan langsung, seperti orang-orang memberi pinjaman uang atau menolong dengan pekerjaan pada waktu mengalami stres. d. Dukungan Informatif mencakup memberi nasihat, petunjuk-petunjuk, saransaran atau umpan balik. Hause (dalam Sumiatul, 2010) berpendapat bahwa ada empat aspek dukungan sosial yaitu: a. Aspek emosional adalah melibatkan kekuatan jasmani dan keinginan untuk percaya pada orang lain sehingga individu yang besangkutan menjadi yakin

32 bahwa orang lain tersebut mampu memberikan cinta dan kasih sayang kepadanya. b. Aspek instrumental meliputi penyediaan sarana untuk mempermudah atau menolong orang lain sebagai contohnya adalah peralatan, perlengkapan, dan sarana pendukung lain dan termasuk didalamnya memberikan peluang waktu. c. Aspek informatif berupa pemberian informasi untuk mengatasi masalah pribadi, aspek informatif ini terdiri dari pemberian nasihat, pengarahan, dan keterangan lain yang dibutuhkan oleh indvidu yang bersangkutan. d. Aspek penilaian terdiri atas dukungan peranan sosial yang meliputi umpan balik, perbandingan sosial, dan afirmasi (persetujuan). Menurut Rook & Dooley (1985) ada dua sumber dukungan sosial, yaitu: a. Sumber artifisial. Dukungan sosial artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial. b. Sumber natural. Dukungan sosial yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya, misalnya anggota keluarga, teman dekat atau relasi. Dukungan sosial ini bersifat non-formal. Dari ketiga aspek yang telah dikemukakan, peneliti lebih memilih menggunakan aspek yang dikemukakan oleh (Sarafino, 2011) yaitu: dukungan emosi, dukungan nyata atau instrumental, dukungan informasi, dan dukungan kelompok. Aspek yang dikemukakan oleh Sarafino lebih tepat digunakan dalam

33 penelitian yang penulis lakukan karena lebih sesuai dengan apa yang ingin penulis teliti. C. Hubungan Antara Efikasi Diri Parenting Dengan Dukungan Sosial pada Orangtua Anak dengan Down Syndrome Dalam menghadapi sebuah tugas atau ujian, orangtua anak dengan down syndrome harus mampu dan memiliki keyakinan diri dalam menghadapi tugastugasnya. Selama menghadapi tugas dan ujian tersebut seseorang akan berat dalam menghadapinya sendiri, dibutuhkanya dukungan sosial dari semua pihak seperti keluarga, lingkungan, dan kelompok yang memiliki permasalahan yang sama. Dukungan sosial biasanya menjadi salah satu faktor dalam meningkatkan dan menurunkan efikasi diri parenting pada orangtua, dengan mendapatkanya dukungan sosial, orangtua memiliki keyakinan akan tugas dan ujiannya dapat dihadapi dengan baik. Berdasarkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efikasi diri yang dikemukakan oleh Bandura (1997) salah satu faktor yang dapat mempengaruhi efikasi diri adalah persuasi sosial yaitu: Individu diarahkan dengan saran, nasihat, bimbingan sehingga dapat meningkatkan keyakinan bahwa kemampuankemampuan yang dimiliki dapat membantu untuk mencapai apa yang diinginkan. informasi tentang kemampuan yang disampaikan secara verbal oleh seseorang yang berpengaruh biasanya digunakan untuk meyakinkan seseorang bahwa dirinya cukup mampu melakukan suatu tugas. Hal tersebut merupakan bagian dari dinamika dukungan sosial yang dikemukakan oleh Sarafino (2011) yaitu:

34 dukungan emosional, dukungan nyata atau instrumental, dukungan informasi, dukungan kelompok. Lebih lanjut bandura (1997) menyatakan dengan adanya dukungan sosial dari kelompok yang memiliki permasalahan yang sama, kebutuhan-kebutuhan akan dukungan kelompok dapat diperoleh dari kelompok tersebut. Sehingga peneliti menghubungkan variabel efikasi diri dengan dukungan sosial berdasarkan penjabaran dari persuasi sosial yang dikemukakan oleh Bandura (1997) dan diturunkan menjadi dukungan sosial yang dikemukakan oleh Sarafino (2011). Sarafino (2011) menyatakan dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, kepedulian, harga diri, atau bantuan yang tersedia untuk orang dari orang-orang atau kelompok lain. Orang dengan dukungan sosial akan merasa dicintai, dihargai, dan merupakan bagian dari kelompok sosial, seperti keluarga atau organisasi masyarakat, yang dapat membantu pada saat dibutuhkan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa dukungan sosial dibagi menjadi empat dimensi yaitu dukungan emosional, dukungan nyata atau instrumen, dukungan informasi, dukungan kelompok. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Purwanti (2015) yang menunjukan bahwa semakin tinggi dukungan sosial yang diterima maka akan semakin tinggi pula efikasi diri seseorang. Penelitian lain yang dilakukan oleh Widanarti dan Indati (2002) menunjukan bahwa dengan adanya dukungan sosial dari keluarga dapat meningkatkan efikasi diri seseorang. Sarafino (2011) mengemukakan dukungan emosional seperti menyampaikan empati, kepedulian, perhatian, hal positif, dan dorongan terhadap orang yang membutuhkan. Dukungan ini memberikan kenyamanan dan kepastian

35 rasa memiliki dan dicintai pada saat dihadapkan dengan masalah maupun ujian yang berat. Menurut Bandura (dalam Feist dan Feist, 1998) kondisi emosional dan psikologis individu dapat mempengaruhi efikasi diri. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Widanarti & Indati (2002) ditemukan bahwa Adanya kesadaran dari orangtua akan pentingnya evaluasi dan perhatian terhadap perkembangannya, remaja merasa dirinya diperhatikan oleh keluarganya dalam menyelesaikan tugastugasnya, serta pujian saat remaja sukses menyelesaikan tugasnya mampu meningkatkan efikasi diri pada remaja tersebut. Orangtua yang kurang memberikan perhatian dan jarang memberikan pujian membuat remaja tidak yakin akan kemampuannya dan membuat remaja bekerja di bawah tekanan sehingga prestasi akademiknya lebih rendah dibandingkan dengan potensi yang dimilikinya. Hal ini juga berlaku pada orangtua anak dengan down syndrome, orangtua yang mendapatkan dukungan secara emosional atau seseorang yang kondisi emosionalnya positif akan meningkatkan keyakinan atas kemampuan kompetensi dirinya dengan baik. Sebaliknya, seseorang yang tidak mendapatkan dukungan emosional atau kondisi emosionalnya negatif dapat menghambat serta menurunkan keyakinan atas kemampuan kompetensi dirinya. Biasanya individu yang sering mengalami rasa takut dan cemas akan mengalami kegagalan dapat menyebabkan individu menjadi tidak yakin saat menghadapi tugas-tugas selanjutnya, sehingga kegagalan karena kondisi psikologis yang tidak mendukung ini dapat melemahkan efikasi diri yang dimiliki individu tersebut. Ketika efikasi diri seseorang sedang dalam kondisi lemah inilah, membuat individu tersebut membutuhkan dukungan secara

36 emosional seperti empati, kepedulian, perhatian, hal positif, dan dorongan agar dapat meningkatkan efikasi dirinya kembali. Menurut Sarafino (2011) dukungan nyata atau instrumental dapat berupa pemberian bantuan langsung, ketika orang memberikan bantuan atau memberikan fasilitas yang mendukung tugasnya pada saat membutuhkan bantuan dalam menyelesaikan masalahnya. Lebih lanjut Sarafino menjelaskan dukungan nyata biasanya berupa bantuan langsung seperti membantu memberikan bantuan secara finansial, jasa, dan meluangkan waktu untuk membantu. Bantuan yang dimaksud salah satunya berupa bantuan pertolongan saat mengalami kesulitan. Hasil penelitian yang dilakukan Purwanti (2015) menyatakan bahwa dukungan instrumental yang positif, individu akan merasa mendapatkan bantuan berupa pertolongan dari orang di sekitarnya dan mendapatkan bantuan secara langsung dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Widanarti & Indati (2002) ditemukan bahwa ketersediaan sarana prasarana yang diberikan keluarga dapat dimanfaatkan remaja sehingga memudahkan remaja dalam mengerjakan tugas-tugasnya serta kesempatan yang dibutuhkan oleh ramaja dalam mengembangkan potensi dan meningkatkan prestasi dapat dengan mudah dicapai, hal ini akan berpengaruh pada peningkatan efikasi dirinya. Remaja yang tidak mendapatkan sarana yang memadai akan kesulitan dalam mengerjakan tugasnya, sehingga potensi yang dimiliki remaja sulit berkembang sehingga akan memperkecil keyakinanya untuk mencapai prestasi yang maksimal. Dukungan yang diberikan akan membuat individu tersebut merasa diperhatikan, dihargai,

37 dicintai dan menjadi bagian dari sebuah kelompok sosial tertentu. Dukungan instrumental penting bagi individu. Dengan dukungan secara instrumental yang diterimanya maka individu merasa yakin akan kemampuan dan kompetensi dirinya dalam menghadapi tugas-tugas tertentu. Sebaliknya individu yang tidak mendapatkan dukungan secara instrumental maka individu merasa tidak yakin akan kemampuan dan kompetensi dirinya dalam menghadapi tugas-tugas tertentu. Sarafino (2011) mengemukakan Dukungan informasi termasuk memberikan nasihat, arahan, saran, atau umpan balik tentang cara seseorang melakukan sesuatu. Dukungan informasi biasanya diberikan kepada individu yang sedang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan sesuatu dan orang lain memberikan bantuan berupa informasi yang dapat membantu menyelesaikannya. Bandura (1997) menyatakan efikasi diri yang positif muncul akibat adanya informasi positif yang didapat dari orang lain. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Widanarti & Indati (2002) ditemukan bahwa orangtua yang memberikan informasi dan saran yang dibutuhkan remaja dalam menyelesaikan tugasnya membuat remaja tidak merasa kesulitan saat menghadapi tugasnya, adanya saran yang diberikan akan memberikan arahan yang jelas kepada remaja hal apa saja yang perlu dilakukanya untuk menyelesaikan tugasnya. Remaja yang tidak mendapatkan saran, nasihat dari orangtuanya tidak dapat meningkatkan kemampuanya dalam menyelesaikan tugastugasnya. Membuat remaja tidak yakin akan kompetensinya dan merasa tidak mampu. Hal ini berlaku untuk orangtua anak dengan down syndrome, dengan mendapatkan informasi yang jelas dan lengkap membuat keyakinan orangtua

38 meningkat dan merasa memiliki kemampuan dalam menjalankan tugas sesuai dengan karakteristiknya. Bandura (1997) yang menyatakan efikasi diri positif muncul akibat adanya informasi positif yang didapat dari orang lain. Berarti dapat disimpulkan bahwa adanya dukungan informasi positif dapat meningkatkan keyakinan orangtua akan kemampuan dan kompetensinya dalam menghadapi tugas-tugas tertentu. Sebaliknya dukungan informasi yang dapat menurunkan keyakinan orangtua akan kemampuan dan kompetensinya dalam menghadapi tugas-tugas tertentu. Sarafino (2011) menjelaskan dukungan kelompok mengacu pada ketersediaan orang lain untuk menghabiskan waktu dengan orang, sehingga memberikan suatu perasaan tentang keanggotaan dalam kelompok orang-orang yang memiliki hal yang sama dan melakukan kegiatan sosial. Di dalam kelompok biasanya akan saling menguatkan anggotanya satu sama lain, dengan memiliki permasalahan yang sama dapat saling membantu satu sama lain sehingga menciptakan perasaan nyaman dan saling mengerti. Bandura (1997) menyatakan dengan adanya dukungan sosial dari kelompok yang memiliki permasalahan yang sama, kebutuhan-kebutuhan akan dukungan kelompok dapat diperoleh dari kelompok tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan Purwanti (2015), dukungan kelompok sangat penting bagi remaja yang tinggal di panti asuhan, adanya pengakuan keanggotaan di dalam panti asuhan membuat remaja merasa nyaman dan aman, serta adanya anggapan rasa memiliki kesamaan pada anggota satu sama lain. Dengan dukungan yang diterimanya maka remaja merasa yakin bahwa remaja memiliki kemampuan yang baik, dan jika remaja merasa kesulitan dalam

39 menyelesaikan tugasnya remaja lainya tidak segan dalam memberi pertolongan. Sebaliknya, remaja yang minim mendapatkan dukungan kelompok akan berimbas kepada munculnya masalah efikasi diri yang rendah, remaja akan menyendiri dan merasa dirinya tidak memiliki siapapun disekitarnya, sehingga remaja sulit untuk menyelesaikan masalah yang ada. Sama halnya dengan orangtua anak dengan down syndrome ketika orangtua bergabung dengan sebuah kelompok, salah satu dukungan yang didapat adalah dukungan emosi yang muncul dari kelompok tersebut, sehingga dapat saling menguatkan individu dalam memotivasi dirinya dan dapat meningkatkan keyakinan dirinya akan tugas yang harus dilakukan. Disimpulkan bahwa adanya dukungan kelompok yang positif dapat meningkatkan keyakinan orangtua akan kemampuan dan kompetensinya dalam menghadapi tugas-tugas tertentu. Sebaliknya dukungan kelompok yang negatif dapat menurunkan keyakinan orangtua akan kemampuan dan kompetensinya dalam menghadapi tugas-tugasnya. Dukungan sosial bagi orangtua anak dengan down syndrome berupa dukungan emosional, dukungan nyata atau instrumental, dukungan informasi, dan dukungan kelompok berpengaruh terhadap efikasi diri parenting orangtua anak dengan down sydrome. Orangtua yang mendapatkan dukungan sosial positif dapat meningkatkan efikasi diri parenting orangtua anak dengan down syndrome. Seperti merasa yakin akan kemampuan dan kompetensinya dalam mengasuh dan mendidik anaknya yang menyandang down sydrome.

40 D. HIPOTESIS Berdasarkan uraian di atas, maka diajukan hipotesis yaitu: Ada hubungan positif antara dukungan sosial dengan efikasi diri parenting orangtua anak dengan down syndrome. Yang artinya semakin tinggi dukungan sosial maka semakin tinggi efikasi diri parenting orangtua anak dengan down syndrome. Begitu pula ketika dukungan sosial rendah maka semakin rendah pula efikasi diri parenting orangtua anak dengan down syndrome.