BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makanan saja tetapi juga dipakai sebagai bahan baku industri.

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. terlebih keuntungan dalam sektor pertanian. Sektor pertanian terutama

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. termasuk Indonesia. Buah ini dikenal dunia sejak zaman sebelum Masehi.

TINJAUAN PUSTAKA. antar negara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedelai

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

BAB I PENDAHULUAN. manusia di bumi ini masih membutuhkan sandang, pangan dan perumahan dalam

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Pada umumnya sebagai sumber pangan karbohidrat, pakan ternak dan bahan baku industri olahan pangan. Ke depan peranannya semakin penting dan strategis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari. pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan

ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional. mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Singkong berasal dari benua Amerika, tepatnya Brasil dan Paraguay.

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

BAB I PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. keadaan lingkungan (agroklimat) yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari

Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian maupun perikanan. mempunyai peranan yang sangat besar dalam meningkatka pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nama latin Carica pubescens atau Carica candamarcencis. Tanaman ini masih

ANALISIS NILAI TAMBAH, KEUNTUNGAN, DAN TITIK IMPAS PENGOLAHAN HASIL RENGGINANG UBI KAYU (RENGGINING) SKALA RUMAH TANGGA DI KOTA BENGKULU

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hortikultura, subsektor kehutanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

EFISIENSI USAHATANI PADI BERAS HITAM DI KABUPATEN KARANGANYAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS KELAYAKAN USAHA GULA AREN STUDI KASUS: DESA MANCANG, KEC. SELESAI, KAB. LANGKAT ABSTRAK

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. umbi umbian yang cukup penting di Indonesia baik sebagai sumber pangan

KERANGKA PENDEKATAN TERORI. dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Menurut ahli botani, kedelai (Glycine

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

KAJIAN USAHA PENGOLAHAN HASIL SAYURAN PRODUKSI MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (MKRPL) KABUPATEN BOYOLALI

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

ANALISIS TITIK IMPAS USAHATANI KEDELAI

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

METODE PENELITIAN. merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi

III. METODE PENELITIAN. metode penelitian yang menggambarkan atau menjelaskan kejadian-kejadian atau

ANALISIS PENDAPATAN AGROINDUSTRI KERIPIK NENAS DAN KERIPIK NANGKA DI DESA KUALU NENAS KECAMATAN TAMBANG KABUPATEN KAMPAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENENTUAN HARGA POKOK DAN SKALA MINIMUM PRODUKSI COMRING HASIL OLAHAN SINGKONG

ANALISIS BIAYA DAN NILAI EKONOMIS PRODUKSI KRIPIK SINGKONG PETANI SINGKONG GAJAH KECAMATAN RANTAU PULUNG KUTAI TIMUR

III. METODE PENELITIAN. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

IV. METODE PENELITIAN

TANAMAN PENGHASIL PATI

Pendekatan Perhitungan Biaya, Pendapatan & Analisis Kelayakan Usahatani

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIRAN. Asam gelugur (Garcinia atroviridis Griff) berasal dari kawasan Asia yaitu

ANALISIS EKONOMI PAKAN TERNAK TERFERMENTASI BERBASIS LIMBAH AGROINDUSTRI PISANG DI KABUPATEN LUMAJANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ANALISIS PERBANDINGAN NILAI TAMBAH PENGOLAHAN UBI KAYU MENJADI TEPUNG MOCAF DAN TEPUNG TAPIOKA DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penentuan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive

ANALISIS PENPAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA INDUSTRI TAHU DANI DI KOTA PALU. Income and Worthiness Analysis of Industrial Enterprises Tofu Dani in Palu

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK UDANG

Oleh : Iif Latifah 1, Yus Rusman 2, Tito Hardiyanto 3. Fakultas Pertanian Universitas Galuh 2. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Analisis Pendapatan Agroindustri Aneka Keripik Putri Tunggal di Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN BIJI KEMIRI DI DESA PANGGOI KECAMATAN MUARA DUA KOTA LHOKSEMAWE (Studi Kasus Usaha Ibu Asmiati) ABSTRAK

II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu

226 ZIRAA AH, Volume 32 Nomor 3, Oktober 2011 Halaman ISSN

ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN

III. METODE PENELITIAN. memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian,

III. METODE PENELITIAN. Kumpulan dan i seluruh elemen (responden) tersebut dinamakan populasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGANTAR AGRIBISNIS

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Tepung terigu digunakan untuk pembuatan mie, roti, kue sebagai bahan

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil umbi-umbian yang sangat

KULIAH KE 10: AGROBISNIS DAN

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identifikasi Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian...

III. METODELOGI PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

III KERANGKA PEMIKIRAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI

ANALISIS BIAYA, PENDAPATAN DAN R/C USAHATANI JAHE ( Zingiber officinale ) (Suatu Kasus di Desa Kertajaya Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Teknologi Budidaya Ubi Kayu

III KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS USAHATANI PEPAYA DI KABUPATEN MUARO JAMBI. Refa ul Khairiyakh. Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi

22 Siti Masithoh et al Pemanfaatan lahan pekarangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

III. METODE KAJIAN Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Agroindustri merupakan kegiatan pemanfaatan hasil pertanian menjadi produk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. pertimbangan Desa yang memiliki unit usaha industri Gula Kelapa. Kecamatan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Tanaman Ubi Kayu Tanaman ubi kayu merupakan salah satu hasil komoditi pertanian di Indonesia yang biasanya dipakai sebagai bahan makanan. Seiring dengan perkembangan teknologi, maka ubi kayu ini bukan hanya dipakai sebagai bahan makanan saja tetapi juga dipakai sebagai bahan baku industri. Dalam sistematika tanaman, ubi kayu termasuk kelas dicotyledonae, ubi kayu masuk dalam family euphorbiaceae yang mempunyai 7.200 spesies, beberapa di antaranya mempunyai nilai komersial, seperti karet (Hevea Brasiliensis), jarak (Ricinus comunis dan Jatropha curcas). Klasifikasi tanaman ubi kayu sebagai berikut. Kelas Sub kelas Ordo Famili Sub family Genus Species : Dicotyledoneae : Arhichlamydeae : Euphorbiales : Euphorbiaceae : Manihotae : Manihot : Manihot esculenta Crantz Manihot esculenta Crantz mempunyai nama lain M. utilissima dan M. alpi. Semua genus Manihot berasal dari Amerika Selatan. Brasil merupakan pusat asal dan sekaligus sebagai pusat keragaman ubi kayu. Manihot mempunyai 100 spesies yang telah diklasifikasikan dan mayoritas ditemukan di daerah yang relatif kering. 7

8 Tanaman ubi kayu tumbuh di daerah antara 30 0 lintang selatan dan 30 0 lintang utara, yakni daerah dengan suhu rata-rata lebih dari 18 0 C dengan curah hujan di atas 500 mm/tahun. Namun demikian tanaman ubi kayu dapat tumbuh pada ketinggian 2000 meter dpl atau di daerah sub tropika dengan suhu rata-rata 16 0 C. di ketinggian tempat sampai 300 m dpl tanaman ubi kayu dapat menghasilkan umbi dengan baik, tetapi tidak dapat berbunga. Namun, di ketinggian tempat 800 m dpl tanaman ubi kayu dapat menghasilkan bunga dan biji. Ubi kayu mampu berproduksi baik pada lingkungan sub-optimal dan mempunyai pertumbuhan yang relatif lebih baik pada lingkungan sub-optimal dibandingkan dengan tanaman lain. Namun, agar dapat berproduksi optimal ubi kayu membutuhkan curah hujan 150-200 mm/bulan saat umur 1-3 bulan, 250-300 mm/bulan saat umur 4-7 bulan, dan 100-150 mm/bulan pada fase menjelang dan saat panen (Prihandana, 2007). Beberapa varietas tanaman ubi kayu yang banyak memberikan hasil dari pertanamannya dapat dikemukakan sebagai berikut: a. Jenis Mangi Hasil umbi yang diberikan dalam pertanaman seluas 1 Ha adalah + 200 kuintal, umbi-umbinya panjang bertangkai, kadar zat tepung sekitar 37%, bila direbus rasanya manis. b. Jenis Valenca Memberi hasil untuk pertanaman seluas 1 Ha sekitar 200 kuintal umbi, keadaan umbi dari sedang sampai gemuk dan bertangkai, kadar zat tepung sekitar 33,1%, bila direbus rasanya manis.

9 c. Jenis Betawi Hasil umbi yang diperoleh dari pertanaman 1 Ha adalah sekitar 200 kuintal sampai 300 kuintal, umbinya gemuk-gemuk tidak bertangkai, kadar zat tepung +34,4%, rasanya manis d. Jenis Bogor Hendaknya diperhatikan agar umbinya perlu dimakan karena rasanya pahit dan beracun, hanya baik untuk dibuat tepung kanji. Umbinya memang gemuk-gemuk, bertangkai dengan kadar zat tepung yang dikandungnya sekitar 30,9%. Hasil penanaman 1 Ha sekitar 400 kwintal e. Jenis Basiorao Umbinya beracun, rasanya pahit, keadaan umbi agak gemuk dan bertangkai pendek, kadar zat tepung sekitar 31,2%. Hasil umbi yang diperoleh untuk penanaman seluas 1 Ha adalah sekitar 300 kwintal, sebagai bahan baku industri tepung kanji. f. Jenis Sao Pedro Petro Keadaan umbi seperti di atas dengan kadar zat tepung 35,4%, hasil umbi per hektar sekitar 400 kwintal g. Jenis Muara Hasil umbinya gemuk-gemuk, tetapi sangat beracun, kadar zat tepung 26,9%, hasil per hektar sekitar 400 kwintal (Kartasapoetra, 1994). 2.1.2. Panen dan Pasca Panen Ubi Kayu Umbi kayu biasanya dipanen setelah tanamannya berumur antara 9-12 bulan, bahkan ada yang sampai 18 bulan. Tetapi apabila terlalu lama tentunya akan banyak berserat dan berkayu (become fibrous and woody). Pemanenan

10 dilakukan dengan mencabut tanaman, cara pencabutan pada tanah yang gembur tentu akan mudah, sedang pada tanah yang agak berat sampai berat pencabutan harus dibantu dengan peralatan, cangkul, potongan bambu atau linggis, tetapi yang penting dalam pencabutan-pencabutan ini hendaknya diperhatikan agar umbi tidak terluka atau terpotong, kelukaan akan cepat menimbulkan kerusakan biologis, fisiologis dan mikroba (Kartasapoetra, 1994). 2.1.3. Pengolahan Pasca Panen Ubi Kayu Dalam bidang pertanian istilah pasca panen diartikan sebagai tindakan atau perlakuan yang diberikan pada hasil pertanian setelah panen sampai komoditas berada di tangan konsumen. Istilah tersebut secara keilmuan lebih tepat disebut pasca produksi (postproduction) yang dapat dibagi dalam dua bagian atau tahapan, yaitu pasca panen (postharvest) dan pengolahan (processing). Penanganan pasca panen (postharvest) sering disebut juga sebagai pengolahan primer (primary processing) merupakan istilah yang digunakan untuk semua perlakuan dari mulai panen sampai komoditas dapat dikonsumsi segar atau untuk persiapan pengolahan berikutnya. Umumnya perlakuan tersebut tidak mengubah bentuk penampilan atau penampakan, kedalamnya termasuk berbagai aspek dari pemasaran dan distribusi. Pengolahan (secondary processing) merupakan tindakan yang mengubah hasil tanaman ke kondisi lain atau bentuk lain dengan tujuan dapat tahan lebih lama (pengawetan), mencegah perubahan yang tidak dikehendaki atau untuk penggunaan lain, di dalamnya termasuk pengolahan pangan dan pengolahan industri. Agroindustri merupakan satu subsistem dalam sistem agribisnis. Secara garis besar, terdapat lima subsistem produksi/usahatani (farming), yaitu:

11 subsistem penyediaan sarana produksi seperti pupuk, bibit (benih), obat-obatan, mesin pertanian dan sebagainya, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran (tata niaga), serta subsistem pendukung seperti pembiayaan dan asuransi. Dalam hal ini, yang disebut agroindustri adalah subsistem yang menangani pengolahan hasil produksi usaha tani (Iwantono, 2002). Agroindustri juga merupakan subsektor pertanian yang diharapkan dapat berperan penting terhadap pertumbuhan ekonomi, penerimaan ekspor, penyediaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, dan pemerataan pembangunan wilayah. Ditinjau dari cakupan komoditasnya, terdapat ratusan jenis tanaman tahunan dan tanaman musiman dapat tumbuh subur di Indonesia, sehingga pembangunan agroindustri akan dapat menjangkau berbagai tipe komoditas yang sesuai dikembangkan di masing-masing daerah di Indonesia. Dilihat dari hasil produksinya, komoditas perkebunan merupakan bahan baku industri dan barang ekspor, sehingga telah melekat adanya kebutuhan keterkaitan kegiatan usaha dengan berbagai sektor dan subsektor lainnya. Di samping itu, jika diamati dari sisi pengusahaannya, sekitar 85 persen komoditas agro merupakan usaha perkebunan rakyat yang tersebar di berbagai daerah. Dengan demikian pembangunan industri agro akan berdampak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama melalui perannya dalam menciptakan lapangan kerja dan distribusi pemerataan pendapatan (Rachbini, 2011). Manalili (1996) dan Sajise (1996) menuliskan bahwa agroindustri adalah fase pertumbuhan setelah pembangunan pertanian tetapi sebelum pembangunan tersebut memulai ke tahapan pembangunan industri. Jadi setelah pembangunan pertanian, diikuti dengan pembangunan agroindustri kemudian pembangunan

12 industri. Sementara itu ahli yang lain (Soeharjo, 1991, Soekartawi, 1991, 1992a dan Badan Agribisnis DEPTAN 1995) menyebutkan bahwa agroindustri adalah pengolahan hasil pertanian dan karena itu agroindustri merupakan bagian dari enam subsistem penyediaan sarana produksi dan peralatan, usahatani, pengolahan hasil (agroindustri), pemasaran, sarana dan pembinaan (Soekartawi, 2000). Dari pengertian di atas, agroindustri dapat diartikan dua hal, yaitu pertama, agroindustri adalah industri yang berbahan baku utama produk pertanian. pada konteks ini agroindustri menekankan pada food processing management dalam suatu perusahaan produk olahan yang bahan baku utamanya adalah produk pertanian. Kedua, adalah bahwa agroindustri itu diartikan sebagai suatu tahapan pembangunan sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian, tetapi sebelum tahapan pembangunan tersebut mencapai tahapan pembangunan industri (Soekartawi, 2000). Pentingnya agroindustri dalam pembangunan pertanian disebabkan beberapa alasan yaitu: pertama dapat memberikan nilai tambah pertanian, kedua agroindustri merupakan bidang usaha yang mampu menciptakan kesempatan kerja, ketiga agroindustri merupakan sumber pertumbuhan, keempat sebagai penghasil devisa, kelima agroindustri merupakan jenis industri yang memiliki keterkaitan ke atas (forward linkage), keenam umumnya agroindustri berlokasi di pedesaan, karena itu kandungan lokalnya sangat tinggi, serta memiliki social effect yang positif bagi sebahagian besar rakyat kecil (Iwantono, 2002). Posisi agroindustri dalam agribisnis berada di tengah sehingga dapat mendorong yang dihilirnya dan mengelola yang dihulu. Artinya, terhadap pasar (hilir) agroindustri mendorong agar tetap mampu menjual mutu dengan

13 standardnya yang selalu akan dipenuhi dan dikembangkan. Sebaliknya pasar juga bisa memberikan keinginannya untuk dapat dipenuhi oleh industri. Produk industri tentu diharapkan lebih bermutu daripada produk mentahnya, atau mempunyai kelebihan-kelebihan yang dinikmati oleh konsumen sesuah melalui proses pengolahan di industri. Selain itu, industri yang berposisi di tengah dalam sistem agribisnis mendorong kalangan niaga di sektor hilirnya (Sadjad, 2001). Ubi kayu segar memiliki beberapa kelemahan, antara lain adalah mudah mengalami penurunan kualitas (rusak) apabila tidak segera dijual dan diolah setelah pemanenan. Peningkatan nilai ekonomi ubi kayu dapat dilakukan dengan mengolah ubi kayu tersebut menjadi berbagai macam produk olahan baik dalam bentuk basah maupun kering. Beberapa macam produk olahan ubi kayu antara lain adalah tepung ubi kayu, keripik ubi kayu, patilo, kue kaca, bolu pelangi, kue cantik manis dan lain sebagainya (Djaafar dan siti, 2003).

14 kayu, yaitu: Berikut ini adalah produk olahan yang dihasilkan dari pengolahan ubi Pohon Industri Ubi Kayu Pertanian Agroindustri Konsumen Kulit Industri Pakan Ternak Tapioka Industri makanan dll UBI KAYU Onggok Ellot Dextrin Gula Glukosa Industri pakan ternak Industri obat nyamuk, lem Industri textile, farmasi, kimia Industri makanan Gula Fruktosa Industri makanan Daging Ethanol Asam Organik Senyawa kimia lain Industri kimia Industri makanan Industri kimia Gaplek Industri makanan Sawut Tape Gambar 1. Pohon Industri Ubi Kayu (Asnawi, 2008). Pelet Tepung Kasava Industri pakan ternak Industri pakan ternak Industri makanan Industri makanan

15 2.1.4. Biaya Biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan proses produksi dapat dibagi ke dalam dua bagian antara lain: 1. Biaya Implisit yaitu pengeluaran yang digunakan untuk memperoleh faktorfaktor produksi yang diperlukan perusahaan dalam kegiatan proses produksinya. Biaya-biaya tersebut antara lain: biaya tenaga kerja, pembelian bahan mentah, mesin-mesin, tanah, bangunan, dan lain sebagainya. 2. Biaya Eksplisit yaitu biaya yang dikeluarkan individu atau perusahaan akibat hilangnya kesempatan untuk memperoleh kelayakan yang seharusnya diterima. Untuk menghasilkan barang dan jasa salah satu input yang digunakan tetap sedangkan input lain berubah. Oleh karena itu, dalam jangka pendek biaya produksi dapat diklasifikasikan ke dalam biaya tetap (fixed cost/ VC), biaya variable (variable cost/vs), dan biaya total (total cost/tc). 1. Fixed Cost (FC) Fixed cost adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktorfaktor produksi yang sifatnya tetap, misalnya membeli tanah, mendirikan bangunan, dan mesin-mesin untuk keperluan usaha. Jenis biaya ini tidak berubah walaupun jumlah barang atau jasa yang dihasilkan berubah-ubah. 2. Variabel Cost (VC) Berbeda dengan fixed cost, besarnya variabel yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi berubah-ubah sesuai dengan perubahan jumlah barang atau jasa yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah barang atau jasa yang dihasilkan maka semakin besar biaya variabel yang dikeluarkan, dan sebaliknya.

16 3. Total Cost (TC) Total cost adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan proses produksi. Total cost adalah hasil penjumlahan fixed cost dengan variable cost. Total cost dapat dihitung dengan menggunakan rumus: TC = FC + VC (Bangun, 2007). 2.1.5. Kelayakan Usaha Analisis Kelayakan Usaha atau disebut juga feasibility study adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha. Hasil analisis ini digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha. Pengertian layak dalam penelitan ini adalah kemungkinan dari gagasan suatu usaha yang akan dilaksanakan dapat memberikan manfaat dalam arti finansial maupun sosial benefit. Tujuan analisis kelayakan usaha antara lain sebagai berikut : 1. Mengetahui tingkat keuntungan terhadap alternatif investasi. 2. Mengadakan penilaian terhadap alternatif investasi. 3. Menentukan prioritas investasi, sehingga dapat dihindari investasi yang hanya memboroskan sumber daya (Anonimous, 2009). Perhitungan kelayakan usaha yang sering digunakan adalah Return Cost Rasio (R/C Ratio). Return cost ratio adalah perbandingan antara nisbah penerimaan dan biaya. Secara matematik, hal ini dapat dituliskan sebagai berikut: a = R/C

17 R = Py. Y C = FC + VC a = {Py. Y) / (FC + VC) dimana: R C Py Y FC VC = penerimaan = biaya = harga output = output = biaya tetap = biaya variabel (variable cost) Kriteria Kelayakan: 1. Secara teoritis dengan rasio R/C = 1 artinya tidak untung dan tidak pula rugi, dalam hal ini petani atau produsen dapat dikatakan mencapai titik impas atau Break Even Point (BEP). 2. R/C < 1, maka usaha tidak layak untuk dilaksanakan 3. R/C > 1, maka usaha layak untuk dilaksanakan (Soekartawi, 1995). Pendapatan total atau penerimaan total (Total Revenue) adalah sama dengan jumlah unit output yang terjual (Q) dikalikan harga output per unit. Jika harga jual per unit output adalah P, maka: TR = P x Q (Rahardja, 2008).

18 2.1.6. Nilai Tambah Pengolahan hasil yang baik yang dilakukan produsen dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil pertanian yang diproses. Bagi petani, kegiatan pengolahan hasil telah dilakukan khususnya bagi petani yang mempunyai fasilitas pengolahan hasil (lantai jemur, penggilingan, tempat penyimpanan, keterampilan dalam mengolah hasil, mesin pengolah dan lain-lain). Sering ditemukan bahwa hanya petani yang mempunyai fasilitas pengolahan hasil dan mereka yang mempunyai sense of business (kemampuan memanfaatkan bisnis bidang pertanian) yang melaksanakan kegiatan pengolahan hasil pertanian. Bagi pengusaha yang berskala besar kegiatan pengolahan hasil dijadikan kegiatan utama dalam mata rantai bisnisnya. Hal ini disebabkan karena dengan pengolahan yang baik maka nilai tambah barang pertanian menjadi meningkat karena barang tersebut mampu menerobos pasar, baik pasar domestik maupun pasar luar negeri (Soekartawi, 1991). Nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Dalam proses pengolahan nilai tambah dapat didefinisikan sebagai selisih antara nilai produk dengan nilai biaya bahan baku dan input lainnya, tidak termasuk tenaga kerja (Hayami et all, 1987). 2.2. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh (Prawiyanti, 2011) dengan judul penelitian Strategi Pengembangan Agroindustri Tapioka Pada Skala Usaha Kecil (Studi Kasus Di Desa Pogalan, Kecamatan Pogalan, Kabupaten Trenggalek). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat keuntungan, efisiensi usaha dan nilai

19 tambah dari agroindustri tapioka, menganalisis kondisi lingkungan internal dan kondisi lingkungan eksternal pada usaha agroindustri tapioka, serta merumuskan strategi pengembangan agroindustri tapioka yang tepat. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu di Desa Pogalan, Kecamatan Pogalan, Kabupaten Trenggalek. Penentuan responden dilakukan dengan metode sensus. Responden dalam hal ini adalah pengusaha agroindustri tapioka skala kecil yang berjumlah 25 unit usaha. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Analisis data yang digunakan meliputi analisis biaya, penerimaan, keuntungan, analisis efisiensi usaha dan analisis nilai tambah. Analisis SWOT (Strenghts, Weaknesses, Opportunities, Threats) meliputi analisis matrik IFE (Internal Facto Evaluation) dan EFE (External Facto Evaluation), analisis matrik IE (Internal-External), analisis matrik Grand Strategy dan analisis matrik SWOT. Berdasarkan hasil perhitungan dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa untuk satu kali proses produksi diperoleh: (1) keuntungan agroindustri tapioka untuk bahan baku 22,08 kw sebesar Rp. 206.714,82 dengan total penerimaan sebesar Rp.1.212.188,00 dan total biaya Rp.1.005.473,18 (2) tingkat efisiensi usaha (R/C ratio) pada agroindustri tapioka sebesar 1,205 (3) nilai tambah pada agroindustri tapioka skala kecil sebesar Rp. 9.568,3 per kw produk dengan rasio nilai tambah 19,137%. Penelitian juga dilakukan oleh (Zulkifli, 2012), dengan judul penelitian Analisis Pendapatan dan Nilai Tambah Pada Agroindustri Keripik Ubi di Kecamatan Tanah Luas Kabupaten Aceh Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan dari usaha pengolahan ubi kayu menjadi keripik ubi kayu dan mengetahui besarnya nilai tambah dari usaha pengolahan ubi kayu menjadi keripik ubi kayu di Kecamatan Tanah Luas Kabupaten Aceh Utara. Hasil analisis

20 menunjukan bahwa Agroindustri pengolahan keripik ubi kayu memberikan keuntungan yang diterima adalah sebesar Rp 4.340.625 per lima kali proses produksi selama satu bulan dan nilai tambah yang dinikmati pengusaha dari agroindustri sebesar Rp 5.495,00 per kilogram bahan baku yang dimanfaatkan. Nilai tambah ini merupakan keuntungan dan selebihnya adalah pendapatan tenaga kerja yang mencapai Rp 796.875. 2.3. Kerangka Penelitian Ubi kayu adalah tanaman pangan hasil pertanian yang banyak diusahakan oleh banyak kalangan masyarakat. Alasan lain ubi kayu dijadikan sebagai bahan baku dalam pengolahan agroindustri adalah tanamannya berkemampuan memberikan hasil yang tinggi walaupun tanah tempat pertumbuhannya kurang subur dan bercurah hujan rendah. Pengolahan ubi kayu menjadi mie iris ubi adalah untuk meningkatkan keawetan ubi kayu sehingga layak untuk dikonsumsi dan mengolah ubi kayu agar memperoleh nilai jual yang tinggi dipasaran. Dalam pengolahan ubi kayu menjadi mie iris ubi dibutuhkan biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh produsen atau pengolah ubi kayu tersebut. Biaya-biaya tersebut terbagi atas dua bagian yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap terdiri atas biaya peralatan mencakup penyusutan, sedangkan biaya variabel terdiri atas biaya bahan baku, biaya penolong dan biaya lainnya. Setelah diolah menjadi mie iris ubi, ubi kayu dapat dipasarkan dan dijual kepada konsumen dengan tingkat harga tertentu sehingga mendapatkan pendapatan. Pendapatan dibagi dengan biaya akan menunjukkan tingkat kelayakan usaha pengolahan ubi kayu.

21 Nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Adapun kerangka pemikiran penelitian ini secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar : Panen Ubi Kayu Bahan Baku Ubi Kayu Pengolahan/Agroindustri Ubi Kayu Biaya Pengolahan Biaya Tetap Biaya Variabel Produk Baru Hasil Olahan Ubi Kayu (Mie Iris Ubi) Harga Penerimaan Total / Revenue Keterangan: Kelayakan Usaha (Layak/Tidak layak) : Ada hubungan Nilai Tambah Produk Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

22 2.4. Hipotesis Penelitian Bertitik tolak pada permasalahan diatas yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kegiatan proses produksi dilakukan dengan cara sederhana. 2. Usaha pengolahan ubi kayu menjadi mie iris ubi di daerah penelitian layak untuk dilaksanakan. 3. Hasil olahan ubi kayu menjadi mie iris ubi di daerah penelitian memiliki nilai tambah lebih besar dari pada produk sebelum diolah.