BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan salah satu jenis kegiatan pengangkutan. Dalam. membawa atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dalam kamus

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA

TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perjanjian

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI. konsumen. Kebanyakan dari kasus-kasus yang ada saat ini, konsumen merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN TERHADAP KERUSAKAN BARANG YANG DIANGKUT DALAM TRANSPORTASI LAUT

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG DALAM PENGANGKUTAN DI DARAT

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Pengangkutan dapat dilakukan melalui darat, laut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Hukum Pengangkutan. A.1. Pengertian Pengangkutan Secara Umum

HUKUM PENGANGKUTAN LAUT DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu keadaan

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang

BAB I PENDAHULUAN. bidang transportasi dalam penyediaan sarana transportasi. Pemerintah juga melakukan. peningkatan pembangunan di bidang perhubungan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB, BARANG, DAN PENGANGKUTAN

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari bidang kegiatan transportasi atau

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT AKIBAT KETERLAMBATAN PENGIRIMAN BARANG. Suwardi, SH., MH. 1

BAB II PERJANJIAN SEBAGAI DASAR TERJADINYA PENGANGKUTAN DALAM UNDANG-UNDANG. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. pulau-pulau di dunia. Seperti diketahui bahwa Negara Indonesia merupakan tentang Wawasan Nusantara yang meliputi:

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut 2. Kedudukan pengirim dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN LAUT, TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM ANGKUTAN LAUT DAN PENYELESAIAN SENGKETA PENGANGKUTAN LAUT

Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Keselamatan dan Keamanan Barang Dalam Kapal

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari-hari alat tarnsportasi merupakan hal yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hakikat sebagai makhluk sosial. Proses interaksi tersebut bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas masyarakat yang semakin tinggi di era globalisasi sekarang ini. mengakibatkan kerugian pada konsumen.

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

ABSTRAK. Keywords: Tanggung Jawab, Pengangkutan Barang LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT DAN PENUMPANG ANGKUTAN UMUM. yang mengangkut, (2) alat (kapal, mobil, dsb) untuk mengangkut.

BAB II TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT UDARA ATAS KORBAN KECELAKAAN PESAWAT AIR ASIA QZ8501

BAB I PENDAHULUAN. Perpindahan barang dari satu tempat ke tempat lain memerlukan sarana yang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Syarat-syarat dan Prosedur Pengiriman Barang di Aditama Surya

PENGATURAN PRINSIP TANGGUNG JAWAB KARENA KESALAHAN APABILA TERJADI EVENEMENT PADA PENGANGKUTAN DARAT

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan menyadari pentingnya

TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengangkutan pada pokoknya bersifat perpindahan tempat, baik mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

II. TINJAUAN PUSTAKA. perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang dibuat atas dasar

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN (PELAKU USAHA) DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II PIHAK-PIHAK YANG TERKAIT DALAM ANGKUTAN DARAT. Pengangkutan adalah berasal dari kata angkut yang berarti mengangkut dan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG ANGKUTAN UMUM DARAT

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

geografis antar pulau satu dan pulau lainnya berjauhan, kadangkala laut Namun demikian, secara politis semua yang ada di sisi bagian dalam garis

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM

TANGGUNGJAWAB PERUSAHAAN PENYEDIA JASA AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH PEKERJA OUTSOURCING

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi adalah salah satu bidang kegiatan yang sangat vital dalam

BAB I PENDAHULUAN. calon pekerja tersebut diterima bekerja. dan jaminan etos kerja tinggi pekerja mulai muncul pada tahun 2008.

BAB II PENYELENGGARAAN JASA ANGKUTAN UMUM PADA PENGANGKUTAN DARAT

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN. A. Pengertian Pengangkutan Dan Hukum Pengangkutan

BAB III TANGGUNG JAWAB MASKAPAI TERHADAP KETERLAMBATAN PENERBANGAN DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PENERBANGAN DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya sesuai dengan prinsip ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Asuransi Dalam Pengembangan Pengangkutan Udara Nasional

BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN. A. Pengertian Perjanjian Pengangkutan dan Asas-Asas Pengangkutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP JASA PENGIRIMAN BARANG MENURUT KUH PERDATA DAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan yang sangat pesat. Hal ini ditandai dengan banyaknya pengguna jasa. yang percaya untuk menggunakan jasa pengangkutan.

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Harus diakui bahwa globalisasi merupakan gejala yang dampaknya

BAB I PENDAHULUAN. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan

I. PENDAHULUAN. oleh keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil, yang

BAB I PENDAHULUAN. material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam

PERTANGGUNGJAWABAN PT. POS INDONESIA ATAS KLAIM TERHADAP PENGIRIMAN PAKET BARANG DI KANTOR POS KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

I. PENDAHULUAN. Masyarakat sangat bergantung dengan angkutan umum sebagai tranportasi penunjang

A. Latar Belakang Masalah

BAB III PRAKTEK TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT TERHADAP KERUSAKAN DAN KEHILANGAN BARANG. A. Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Kerusakan Dan Kehilangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA),

TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT TERHADAP KERUGIAN KONSUMEN AKIBAT HILANGNYA DOKUMEN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG TANPA TIKET (ILLEGAL) DALAM PENGANGKUTAN DARAT DI INDONESIA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KETERLAMBATAN PENGANGKUTAN AIR PADA KM DORRI PUTRA

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan akan jasa pengiriman barang. Banyaknya penduduk yang saling

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari.

PELAKSANAAN PERJANJIAN BAKU DALAM PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MELALUI PERUSAHAAN ANGKUTAN DARAT PADA PT ARVIERA DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. pengangkutan tersebut dijadikan sebagai suatu kebutuhan bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sebagai makanan pokok. Dengan jumlah penduduk

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG 1.1 Hukum Pengangkutan 2.1.1 Pengertian Pengangkutan Dalam dunia perniagaan masalah pengangkutan memegang peranan yang sangat peting, tidak hanya sebagai alat fisik, alat yang harus membawa barang yang diperdagangkan dari produsen ke konsumen tetapi juga sebagai penentu dari harga barang-barang tersebut. Karena itu untuk kepentingan perdagangan tiap-tiap pedagang akan selalu mendapatkan frekuensi pengangkutan yang kontiniu dan tinggi dengan biaya angkutan yang rendah menurut arti kata pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti angkut dan bawa, muat bawa atau kirimkan. Mengagkut artinya mengagkat atau membawa dan membawa atau mengirimkan. Pengangkutan artinya pembawaan barang atau orang, pemuatan dan pengiriman barang atau orang, barang atau orang yang diangkat. Jadi dalam pengertian pengangkutan itu tersimpul suatu proses kegiatan atau gerakan dari suatu tempat ke tempat lain. Adapun tujuan dari pengangkutan adalah memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan selamat yang dimana hal tersebut juga dimkasud untuk meningkatnya daya guna dan nilai. Pengertian pengangkutan sendiri tidak diatur dalam KUHD, tetapi mengenai hal ini Abdul Kadir Muhammad merumuskan sebagai berikut : 18

19 proses kegiatan memuat barang atau penumpang ke dalama alat pengangkutan, membawa barang atau penumpang dari tempat pemuatan ketempat tujuan dan menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkut ke tempat yang ditentukan. 10 Sedangkan Purwosucipto memberikan pegertian sebagai berikut : Perjanjian timbal balik antara pengangkutan dan pengiriman dimana pengangkutan mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang di suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat. Sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan. 11 Dari beberapa definisi tersebut dapat diketahui berbagai aspek pengangkutan. Menurut Abdul Kadir Muhammad dalam definisi pengangkutan aspek-aspeknya meliputi : 1. Pelaku yaitu orang yang emlakukan pengangkutan berupa badan usaha seperti perusahaan pengangkutan. 2. Alat pengangkutan yaitu alat yang digunakan untuk menyelenggarakan pengangkutan seperti kendaraan bermotor, kapal laut dan lain-lain. 3. Barang yaitu muatan yang diangkut. Barang perdagangan yang sah menurut Undang-undang. 4. Perbuatan yaitu kegiatan pengangkutan barang atau orang sejak pemuatan sampai penurunan ditempat tujuan. 10 Abdulkadir Muhammad, 1991, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, h. 19. 11 Purwosutjipto, H.M.N, 1994, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jakarta: Djambatan, h.2

20 5. Fungsi pegangkutan meningkatkan kegunaan dan nilai barang. 6. Tujuan pengangkutan yaitu sampai ditempat tujuan yang ditentukan dengan selamat. 12 1.1.2 Jenis-Jenis Pengangkutan Dalam masyarakat dikenal dengan adanya 3 jenis pengangkutan yaitu: 1) Pengangkutan darat, diatur dalam : 1. KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang) Buku 1, Bab 2 dan 3 mulai pasal 90-98. Dalam pengangkutan darat dan pengangkutan perairan darat tetapi hanya khusu mengenai pengangkutan barang. 2. KUHPer (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) dalam pasal 1365 KUHPerdata menyebutkan bahwa : tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Pasal 1367 ayat 1 KUHPerdata menebutkan bahwa seseorang ridak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatan sendiri tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan oleh-oleh barang yang berada dibawah pengawasannya. 3. Peraturan Khusus lainnya misal Undang-undang No 3 Tahun 1965 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya, Undang-undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 2) Pengangkutan Laut diatur dalam : 1. KUHD, Buku 2, Bab V tentang perjanjian carter kapal 12 Abdulkadir Muhammad, op.cit,h.19-20.

21 2. KUHD, Buku 2, Bab Va tentang pengangkutan barang-barang 3. KUHD, Buku 2,Bab Vb tentang pengangkutan orang 4. Undag-undng No 17 Tahun 2008 Tentang pelayaran 3) Pengangkutan Udara diatur dalam : 1. S.1939-100 bsd Undang-undang No 83 Tahun 1958 2. Undang-undang No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. 2.1.3 Perjanjian Pengangkutan Menurut Pasal 1313 KUH Perdata perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini, timbulah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang disebut perikatan yang di dalamya terdapat hak dan kewajiban masingmasing pihak. Perjanjian adalah sumber perikatan, perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang dibuat atas dasar kehendak yang berhubungan dengan perbuatan manusia yang terdiri dari dua pihak. 13 Sedangkan menurut Poerwosutjipto mengatakan bahwa pengangkutan adalah perjanjian timbalbalik antara pengangkut dengan pengirim dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari satu tempat ke tempat tertentu dengan selamat,sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan. 14 Untuk itu perjanjian pengangkutan ialah suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk 13 Suharnoko, Hukum Perjanjian,Prenada Media, Jakarta, 2004, hlm. 117. 14 Poerwosutjipto HMN,op.cit, h.3.

22 dengan aman membawa orang atau barang dari satu ke lain tempat, sedangkan pihak yang lainnya menyanggupi akan membayar ongkosnya. 15 2.2 Tanggung Jawab Hukum 2.2.1 Pengertian Tanggung Jawab Hukum Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tanggung jawab adalah kewajiban menanggung segala sesuatunya bila terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, dan diperkarakan. Dalam kamus hukum, tanggung jawab adalah suatu keseharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan kepadanya. 16 Menurut hukum tanggung jawab adalah suatu akibat atas konsekuensi kebebasan seorang tentang perbuatannya yang berkaitan dengan etika atau moral dalam melakukan suatu perbuatan. 17 Selanjutnya menurut Titik Triwulan pertanggung jawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk memberi pertanggung jawabannya. 18 Menurut hukum perdata dasar pertanggung jawaban dibagi menjadi dua macam, yaitu kesalahan dan risiko, dengan demikian dikenal dengan pertanggung jawaban atas dasar kesalahan (lilability without based on fault) dan pertanggung jawaban tanpa kesalahan yang dikenal (lilability without fault) yang dikenal 15 R.Subekti,1995, Aneka Perjanjian.PT. Citra Aditya Bakti. Bandung, h.69. 16 Andi Hamzah, 2005, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, h.38. 17 Soekidjo Notoatmojo, 2010, Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta,h.9. 18 Titik Triwulan dan Shinta Febrian, 2010, Perlindungan Hukum bagi Pasien, Prestasi Pustaka, Jakarta, hal.48.

23 dengan tanggung jawab risiko atau tanggung jawab mutlak (strick liabiliy). 19 Prinsip dasar pertanggung jawaban atas dasar kesalahan mengandung arti bahwa seseorang harus bertanggung jawab karena telah melakukan kesalahan yaitu merugikan orang lain. Sebaliknya prinsip tanggung jawab risiko adalah bahwa konsumen penggugat tidak diwajibkan lagi melainkan produsen tergugat langsung bertanggung jawab sebagai risiko usahanya. 2.2.2 Prinsip Tanggung Jawab Hukum Dalam hukum pengangkut terdapat tiga prinsip atau ajaran dalam menentukan tanggung jawab hukum pengangkut, yaitu sebagai berikut: 1. Prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan (the based on fault atau liabilitybased on fault principle). 2. Prinsip tanggung jawab atas dasar praduga (rebuttable presumption of liability principle). 3. Prinsip tanggung jawab mutlak (no fault, atau strict liability, absolute liability principle). 20 Berikut dipaparkan mengenai ketiga prinsip pertanggung jawaban pengangkut tersebut di atas. Pertama, Prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan (the based on fault atauliability based on fault principle), dalam ajaran ini bahwa dalam menentukan tanggung jawab hukum pengangkutan di dasarkan pada pandangan bahwa yang membuktikan kesalahan pengangkut adalah pihak yang dirugikan atau penggugat. Dalam hukum positif Indonesia, prinsip ini dapat 19 Abdul Kadir Muhammad, 2008, Hukum Pengangkutan Niaga, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.23. 20 Martono, 2007, Pengantar Hukum Udara Nasional dan Internasional, Jakarta RajaGrafindo Persada, Bandung, h.146.

24 menggunakan Pasal 1365 BW, yang sangat terkenal dengan pasal perbuatan melawan hukum (onrecht matigedaad). Menurut konsepsi pasal ini mengharuskan pemenuhan unsur-unsur untuk menjadikan suatu perbuatan melanggar hukum dapat dituntut ganti rugi, yaitu antara lain: a. adanya perbuatan melawan hukum dari tergugat. b. perbuatan tersebut dapat dipersalahkan kepadanya. c. adanya kerugian yang diderita akibat kesalahan tersebut. Makna dari perbuatan melawan hukum, tidak hanya perbuatan aktif tetapi juga perbuatan pasif, yaitu meliputi tidak berbuat sesuatu dalam hal yang seharusnya menurut hukum orang yang harus berbuat. Penetapan ketentuan Pasal 1365 BW ini memberi kebebasan kepada penggugat atau pihak yang dirugikan untuk membuktikan bahwa kerugian itu timbul akibat perbuatan melanggar hukum dari tergugat, sedangkan aturan khusus mengenai tanggung jawab hukum pengangkut berdasarkan prinsip kesalahan biasanya ditentukan dalam undangundang yang mengatur masing-masing jenis pengangkutan. Prinsip yang kedua, yaitu prinsip tanggung jawab atas dasar praduga (rebuttable presumption of liability principle), menurut prinsip ini tergugat dianggap selalu bersalah kecuali tergugat dapat membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah atau dapat mengemukakan hal-hal yang dapat membebaskan dari kesalahan. Jadi dalam prinsip ini hamper sama dengan prinsip yang pertama, hanya saja beban pembuktian menjadi terbalik yaitu terletak pada tergugat untuk membuktikan bahwa tergugat tidak bersalah.

25 Dalam KUHDagang, prinsip tanggung jawab atas dasar praduga bersalah dapat ditemukan dalam Pasal 468 yang menyatakan Perjanjian pengangkutan menjanjinkan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkut dari saat penerimaan sampai saat penyerahannya. Pengangkut harus mengganti kerugian karena tidak menyerahkan seluruh atau sebagian barangnya atau karena ada kerusakan, kecuali bila ia membuktikan bahwa tidak diserahkannya barang itu seluruhnya atau sebagian atau kerusakannya itu adalah akibat suatu keiadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya, akibat sifatnya, keadaannya atau suatu cacat barangnya sendiri atau akibat kesalahan pengirim. Perusahaan pengkangkut bertanggung jawab atas tindakan orang yang dipekerjakannya, dan terhadap benda yang digunakannya dalam pengangkutan itu. Disamping itu UU No.8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen juga memberikan perlindungan kepada Pengirim selaku pemilik barang jika terjadi kerugian yang ditimbulkan dalam pelaksanaan kewajiban Perusahaan Jasa Pengangkutan, yaitu sebagaimana tercantum dalam Pasal 19 ayat 1 yang berbunyi: Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Prinsip yang ketiga, prinsip tanggung jawab mutlak (no fault, atau strict liability, absolute liability principle). Menurut prinsip ini, bahwa pihak yang menimbulkan kerugian dalam hal ini tergugat selalu bertanggung jawab tanpa melihat ada atau tidak adanya kesalahan atau tidak melihat siapa yang bersalah

26 atau suatu prinsip pertanggung jawaban yang memandang kesalahan sebagai suatu yang tidak relevan untuk dipermasalahkan apakah pada kenyataannya ada atau tidak ada. Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab hukum dengan alasan apapun yang menimbulkan kerugian bagi penumpang atau pengirim barang. Prinsip ini dapat dirumuskan dalam kalimat pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul karena peristiwa apapun dalam penyelenggaraan pengangkutan. Dalam perundang-undangan mengenai pengangkutan prinsip tanggung jawab mutlak tidak diatur. Hal ini tidak mungkin diatur karena alasan bahwa pengangkut yang berusaha di bidang jasa angkutan tidak perlu dibebani dengan risiko yang terlalu berat. Namun tidak berarti para pihak tidak boleh menggunakan prinsip ini dalam perjanjian pengangkutan, hal tersebut berdasarkan asas perjanjian yang bersifat kebebasan berkontrak. 21. Asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: a) membuat atau tidak membuat perjanjian. b) mengadakan perjanjian dengan siapapun. c) menentukan mengenai klausula/isi dalam perjanjian, pelaksanaan, serta persyaratannya. d) menentukan bentuk perjanjian yaitu tertulis atau lisan. e) menentukan cara membuat perjanjian. 21 Abdulkadir Muhammad, op cit, h.41.

27 2.2.3 Bentuk-bentuk Tanggung Jawab Hukum Suatu konsep yang terkait dengan teori kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum (liability). Seseorang secara hukum dikatakan bertanggungjawab untuk suatu perbuatan tertentu adalah bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam suatu perbuatan yang berlawanan. Normalnya dalam kasus sanksi dikenakan karena perbuatannya sendiri yang membuat orang tersebut harus bertanggung jawab. Menurut Pasal 1365 KUHPerdata, maka yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena sahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain. Dalam ilmu hukum dikenal 3 (tiga) kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut: 1. Terbuatan melawan hukum karena kesengajaan. 2. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun kelalaian). 3. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian. 22 Maka model tanggung jawab hukum adalah sebagai berikut: 1. Tanggung jawab dengan unsure kesalahan (kesengajaan dan kelalaian) sebagaimana terdapat dalam Pasal 1365 KUHPerdata. 2. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan khususnya kelalaian sebagaimana terdapat dalam Pasal 1366 KUHPerdata 3. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) sebagaimana terdapat dalam Pasal 1367 KUHPerdata. 22 Munir Fuady, 2003, Perbuatan Melawan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 3.

28 2.3. Pengiriman Barang 2.3.1 Pengertian Pengiriman Barang Pengiriman adalah proses pengangkutan barang-barang. Kebanyakan barang-barang diantarkan lewat jaringan transportasi. Muatan (barang-barang fisik) terutama diantarkan melalui darat dengan memakai kereta api, melalui jalur laut dengan menggunakan kapal laut dan melalui udara dengan menggunakan perusahaan penerbangan. Secara umum pengiriman barang adalah segala upaya yang diselenggarakan atau dilaksanakan secara sendiri atau secara bersama sama dalam suatu organisasi untuk memberikan pelayanan secara efektif dan efisien. Di Indonesia jasa pengiriman barang / jasa ekspedisi sangatlah penting karena luas daerah indonesia dan terdiri dari banyak pulau. Maka jasa ekspedisi / pengiriman barang sangat mendukung efektif dan efisien waktu. 2.3.2 Subyek Hukum Pengiriman Barang Subyek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban hukum. Subyek hukum pengiriman barang (ekspedisi) adalah pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum pengiriman barang, mereka itu adalah pengirim, ekspeditur, pengangkut, dan penerima. Pihak-pihak yang berkepentingan ada yang secara langsung terikat dalam perjanjian ekspedisi, seperti pengirim dan pengangkut. Ada juga pihak yang tidak terikat secara langsung dalam perjanjian pengirima barang, karena bukan pihak dalam perjanjian melainkan bertindak atas nama atau bentuk kepentingan pengirim atau sebagai pihak ketiga yang demi

29 kepentingan pengirim, seperti penerima yang memperoleh hak dalam perjanjian pengirima barang. 23 2.3.3 Penerima Pengiriman Barang Penerima barang adalah pihak yang dituju oleh pengirim barang, dpat berbentuk perusahaan atau perorangan yang telah mengadakan perjanjian jual beli atau hanya kepentingan lainnya, misalnya kepentingan keluarga, dalam KUHD tidak terdapat definisi secara umum mengenai penerima barang. Dilihat dari perjanjian pengiriman, penerima barang adalah pihak yang tidak mengikatkan diri pada pengangkut, tetapi dapat saja telah mengadakan perjanjian bisns dengan pengirim barang. Penerima adalah mereka yang memenuhi kriteria berikut ini : a. perusahaan atau perseorangan yang memperoleh hak dari pengirim barang b. dibuktikan dengan penguasaan dokumen pengiriman atau angkutan c. membayar atau tanpa membayar biaya pengiriman atau angkutan 24 2.3.4 Prosedur Pengiriman Barang a. Pengepakan Barang Kiriman Barang kiriman tersebut sebelum dikirim dikelompokkan dan di pak-pak sesuai dengan jenis barang dan lokasi tujuan, ini mempermudah dalam pengiriman barang tersebut. 23 Abdulkadir Muhammad, 1991, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, PT Citra Aditya Bakti,Bandung, h.33. 24 Abdulkadir Muhammad, 2008, Hukum Pengangkutan Niaga, PT Citra Aditya Bakti Bandung, h.58.

30 b. Pengecekan Barang Kiriman Setelah barang-barang di packing atau disusun menurut lokasi tujuan. Barang-barang tersebut harus di cek ulang kembali. c. Penghantaran Barang Kiriman Pekerjaan pencatatan, pengepakan dan pengecekan barang-barang selesai dikerjakan. Maka barang tersebut dibawa oleh kendaraan yang telah disediakan pihak ekspedisi untuk dikirimkan ketempat tujuan. Ini dilakukan melalui transportasi baik darat maupun udara, sesuai dengan jangkauan dari kiriman tersebut. d. Pengecekan Barang di Lokasi Pengiriman Sesampainya barang di lokasi pengiriman, barang tersebut harus dicek ulang. Tujuannya yaitu untuk melihat kembali barang yang dibawa. 2.3.5 Teori dan Klasifikasi Pengiriman Barang Berdasarkan cara penanganannya, kargo dibagi ke dalam dua golongan besar,yaitu general cargo dan special cargo. General cargo adalah barang-barang kiriman biasa sehingga tidak memerlukan penanganan secara khusus, namun tetap harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan aspek safety. Contoh barang yang dikategorikan general cargo antara lain : barang-barang keperluan rumah tangga, peralatan kantor, peralatan olahraga, pakaian (garment, tekstil), dan lainlain. Special cargo adalah barang-barang kiriman yang memerlukan penanganan secara khusus (special handling). Jenis barang ini pada dasarnya dapat diangkut

31 lewat angkutan udara dan harus memenuhi persyaratan dan penanganan secara khusus sesuai dengan regulasi pengangkutan. Contohnya yaitu: 1. live animals, 2. human remain, 3. perishable goods, valuable goods, dan dangerous goods.