BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menciptakan hubungan baik jangka panjang antara perusahaan dengan konsumen merupakan hal yang mutlak dilaksanakan dalam perkembangan bisnis dewasa ini. Terlebih lagi, perkembangan bisnis yang penuh persaingan membuat konsumen memiliki lebih banyak pilihan ketika akan melakukan pembelian terhadap produk tertentu. Lunturnya batas-batas antar Negara secara ekonomi, politik, sosial dan budaya atau yang seringkali disebut dengan globalisasi merupakan pendorongnya. Globalisasi bagi pelaku bisnis dapat menjadi ancaman atau bahkan memberikan peluang untuk pengembangan bisnis. Kompetisi pun terjadi secara luas tanpa batasan apapun termasuk batasan secara geografis. Dengan komunikasi, transportasi dan aliran keuangan yang lebih cepat, dunia seakan mengecil dengan cepat. Dengan mengecilnya dunia dalam konteks ekonomi, masyarakat kemudian dihadapkan pada produk ekonomi yang beragam dan terus berkembang. Dengan beragamnya pilihan produk, perusahaan memiliki tugas besar untuk menjaga konsumennya tetap loyal terhadap produk yang dihasilkannya. Berbicara mengenai bisnis dewasa ini, loyalitas merupakan hal penting yang dipertaruhkan untuk menjaga konsumen agar tidak berpindah produk. Perusahaan juga harus mampu menciptakan atau menjaga citra merek nya agar selalu baik dimata konsumen. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Hollis dalam Abisatya (2008:25), A trusted brand is treasured asset, prized by its owners and envied by competitors. Dengan demikian, konsumen akan selalu memprioritaskan pilihannya pada satu merek dan mengabaikan merek-merek lainnya. 1
2 Pembahasan bukanlah akan difokuskan pada loyalitas, namun sisi sebaliknya yaitu keadaan dimana konsumen tidak loyal. Konsumen yang tidak loyal ini ditunjukan melalui mudahnya konsumen mengganti produknya ke produk lain dari perusahaan berbeda (brand switching). Menurut Assael dalam Rifah (2010:122), perpindahan merek terjadi pada produk-produk dengan karakteristik keterlibatan pembelian yang rendah, tidak begitu penting bagi konsumen, baik dari segi keuangan, sosial dan resiko psikologi yang tidak begitu besar. Fakta yang terjadi di lapangan bahkan menunjukan sesuatu yang berbeda dengan apa yang telah dikatakan oleh Assael. Perpindahan merek justru terjadi pada produk yang memiliki keterlibatan tinggi dengan konsumennya dan penting baik dari segi keuangan, sosial maupun resiko psikologinya seperti yang terjadi pada produk telepon genggam pintar atau smartphone. Menurut survei Frost & Sullivan pada tahun 2013, untuk feature phone, orang Indonesia mengganti antara 7 sampai 9 bulan sekali. Sedangkan smartphone, tiap 8 sampai 14 bulan menggantinya. Hal ini menunjukan bahwa konsumen produk dengan keterlibatan tinggi seperti pada produk smartphone juga rentan untuk melakukan brand switching. (sumber: http://inet.detik.com/read/2013/01/16/210830/2144324/1169/tiap-8-bulanorang-indonesia-ganti-smartphone) Teknologi telekomunikasi selalu mengalami perkembangan yang semakin canggih dari tahun ke tahun. Perkembangan ini menciptakan adanya tren yang ikut berubah pada industri telekomunikasi global. Tren yang ada tidak hanya berkaitan dengan pengadopsian infrastruktur telekomunikasi terbaru tetapi juga berkaitan dengan gaya pemakaian perangkatnya di masyarakat. Misalnya, dengan semakin tingginya penetrasi kemunculan produk baru, maka masyarakat dengan mudah berganti produk, baik dari merek yang sama maupun berganti produk dari merek yang berbeda. (sumber: http://awards.xl.co.id )
3 Di Indonesia sendiri, sektor industri telekomunikasi dan informasi merupakan sektor yang berkembang dengan sangat pesat, baik secara jumlah pengguna maupun penerapan teknologi didalamnya khususnya perkembangan telepon pintar atau biasa disebut dengan smartphone. Gartner CAGR (Commpound Annual Growth Rate) mencatat peningkatan penjualan smartphone di Indonesia dari 2011 hingga 2013 mencapai 24 persen. Bahkan pada 2013 diperkirakan terjual 13 juta unit ponsel cerdas di Indonesia. (sumber: http://posbali.com/penggunasmartphone-di-indonesia-sub-2015-diperkirakan-capai-187-juta/). Bahkan, secara global kini jumlah pengguna smartphone mengalahkan jumlah pengguna featurephone atau ponsel biasa yang menandakan bahwa masyarakat kini memiliki kebutuhan yang lebih kompleks dibandingkan kemampuan sms dan atau telepon saja. Gambar 1.1 Data Pengiriman Ponsel (Smartphone dan Featurphone) secara Global Q1 2010 sampai Q2 2013 (sumber: http://gadgetan.com/data-statistik-top-14-manufaktur-smartphonedunia-kuartal-kedua-2013/49718)
4 Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa penetrasi smartphone di dunia pada quartal ke 2 tahun 2013 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan featurephone. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat dunia, termasuk Indonesia menginginkan produk yang memberikan manfaat lebih. Hal inilah yang mendorong banyak perusahaan untuk bersaing menawarkan produk andalannya. Smartphone yang secara etimologis diartikan sebagai telepon pintar merupakan telepon genggam yang menggunakan sistem operasi tertentu yang memiliki fungsi komputasi tingkat tinggi seperti kemampuan internet yang mumpuni maupun kemampuan memberikan hiburan yang mengesankan. Perkembangan smartphone juga tidak lepas dari perkembangan jejaring sosial dimana akses terhadapnya semakin tinggi dan smartphone menjadi jawaban akan fenomena ini. Sebagai sektor industri yang sangat kompetitif, industri smartphone ini diisi oleh banyak sekali perusahaan. Beberapa perusahaan telah dikenal luas dengan berbagai macam kecanggihan produknya maupun sistem operasinya. Data yang dilansir oleh ABResearch, sebuah perusahaan penelitian barat menyajikan secara jelas bagaimana industri smartphone ini dapat dikatakan kompetitif melalui tabel berikut ini: Tabel 1.1 Data Statistik Perbandingan Penjualan Smartphone secara Global 2012-2013 Handset Shipment Market Share by OEM NO 2012 2013 (Q2) 1 Samsung 23.50% Samsung 27.30% 2 Nokia 19.00% Nokia 14.60% 3 Apple 10.50% Apple 7.50% 4 ZTE 4.60% LG 3.90% 5 LG 3.40% ZTE 3.60%
5 Blackberry 3.00 % 6 (RIM) Huawei 3.10% 7 Huawei 2.50% TCL (Alcatel) 2.90% 8 Lenovo 2.10% Lenovo 2.70% CoolPad TCL (Alcatel) 1.90% 9 (Yuloong) 2.50% 10 Motorola 1.20% Sony Mobile 2.30% 11 Sony Mobile 1.50% Blackberry (RIM) 1.60% 12 HTC 1.30% HTC 1.60% 13 Other 27.50% Xiaomi 0.90% 14 Motorola 0.80% 15 Other 24.70% (sumber: http://gadgetan.com/data-statistik-top-14-manufaktur-smartphonedunia-kuartal-kedua-2013/49718) Dari tabel diatas, dapat terlihat jelas bahwa Samsung, perusahaan elektronik asal Korea Selatan masih menjadi market leader dengan pangsa pasar sebesar 27.3% yang kemudian disusul oleh perusahaan telekomunikasi asal Finlandia yaitu Nokia dengan presentase pangsa pasar sebesar 14.6% dan Apple asal Amerika Serikat dengan pangsa pasar sebesar 7.5%. Dominasi ketiga perusahaan ini tidak terlepas dari penggunaan sistem operasi didalamnya dimana kebanyakan smartphone dari Samsung menggunakan Android sebagai sistem operasi nya, Nokia menggunakan Windowsphone 8, dan Apple yang menggunakan sistem operasi tertutup bernama i-os yang ketiganya merupakan sistem operasi terpopuler di dunia. Dikatakan kompetitif karena industri smartphone ini selalu memberikan kejutan tidak hanya melalui makin canggihnya penerapan teknologi pada perangkat ini, namun juga kejutan dari para perusahaan yang ikut bersaing di dalamnya. Terlihat jelas bahwa dari tabel perbandingan antara tahun 2012 dengan
6 kuartal ke tiga tahun 2013, market share yang dimiliki masing-masing vendor mayoritas berubah jumlahnya. Samsung makin kuat posisinya dalam peta persaingan dengan meningkatkan jumlah market share nya dari 23.50% menjadi 27.30%. Hal menarik lainnya ditunjukan pula oleh perusahaan asal Kanada, yakni Blackberry yang mengalami penurunan jumlah market share cukup drastis dan membuat posisinya yang semula pada tahun 2012 berada di posisi ke 6 menjadi posisi ke 11 di kuartal ke tiga tahun 2013 dengan hanya 1.6% market share saja. Sedangkan Apple dengan produk smartphone andalannya Iphone juga mengalami penurunan angka market share dari 10.50% menjadi 7.50% namun tetap menempatkannya pada posisi terkahir di tiga besar. Indonesia sebagai Negara berkembang kemudian menjadi pasar yang menggiurkan bagi para pelaku bisnis di industri smartphone ini. Jumlah penduduk yang tinggi dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang baik membuat masyarakat Indonesia semakin terbuka terhadap hal baru dan menjadi pertanda yang baik dalam perkembangan smartphone di tanah air. Banyaknya vendor smartphone yang meramaikan persaingan di industri smartphone di Indonesia dan pertumbuhan ekonomi masyarakatnya yang baik, membuat masyarakat dengan mudah berganti-ganti produk. Tingginya penetrasi kemunculan produk baru dengan fitur-fitur yang lebih canggih kemudian menggeser gaya hidup dan gaya pemakaian alat komunikasi itu sendiri. Masyarakat kemudian menanggapi mudahnya produk smartphone baru muncul ke pasaran dengan cara mengganti produknya ke perangkat paling baru dengan teknologi terbaru ataupun alasan lainnya yang kemudian akan dijelaskan lebih lanjut dalam penelitian ini. Fenomena berpindahnya suatu konsumen atas penggunaan suatu produk ke produk lainnya dari perusahaan yang berbeda biasa disebut dengan Brand Switching atau ada pula yang menyebutnya dengan Customer Switching Behavior.
7 Berdasarkan fenomena diatas, dimana ada ketidaksesuaian teori dengan fakta aktual yang terjadi di industri smartphone, penulis kemudian memiliki ketertarikan lebih untuk mendalami hal ini melalui penjabaran teoritis dan penelitian lebih lanjut. Ketertarikan ini didasarkan pada keingintahuan penulis akan faktor-faktor apa sajakah yang mampu menyebabkan terjadinya perpindahan produk antar merek pada industri smartphone yang kemudian membawa penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam skripsi berjudul: Analisis Faktor- Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Brand Switching Pada Produk Smartphone di Kalangan Mahasiswa Universitas Widyatama Bandung. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dijabarkan sebelumnya, maka penulis mengidentifikasi masalah penelitiannya sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa sajakah yang dapat menyebabkan terjadinya Brand Switching pada produk smartphone di Kalangan Mahasiswa Universitas Widyatama Bandung? 2. Faktor manakah yang dapat dikatakan paling dominan menyebabkan terjadinya Brand Switching pada produk smartphone di Kalangan Mahasiswa Universitas Widyatama Bandung? 3. Seberapa sering konsumen mengganti satu jenis produk smartphone ke jenis produk smartphone lainnya di Kalangan Mahasiswa Universitas Widyatama Bandung? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang dapat menyebabkan terjadinya Brand Switching pada produk smartphone di Kalangan Mahasiswa Universitas Widyatama Bandung.
8 2. Untuk mengetahui faktor manakah yang dapat dikatakan paling dominan menyebabkan terjadinya Brand Switching pada produk smartphone di Kalangan Mahasiswa Universitas Widyatama Bandung. 3. Untuk mengetahui seberapa sering konsumen mengganti satu jenis produk smartphone ke jenis produk smartphone lainnya di Kalangan Mahasiswa Universitas Widyatama Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian Dengan dilaksanakannya penelitian yang kemudian dituliskan dalam skripsi ini, diharapkan dapat membawa banyak manfaat yang dapat dipergunakan untuk: 1. Bagi Perusahaan Penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh perusahaan bersangkutan sebagai bahan kajian berupa informasi mengenai gambaran pasar produk yang kemudian dapat dipergunakan untuk penentuan perencanaan jangka pendek dan jangka panjang strategi pemasaran produk dan strategi crm (customer relationship management). 2. Bagi Pihak Akademik Penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh para pihak akademisi untuk berbagai kepentingan. Misalnya untuk menambah khasanah perpustakaan, sebagai bahan referensi tambahan dalam pengetahuan di bidang pemasaran, sebagai bahan perbandingan dan acuan yang dipergunakan dalam pelaksanaan penelitian selanjutnya, dan berbagai hal lainnya untuk kepentingan akademik. 3. Bagi Penulis Penelitian ini membawa banyak manfaat bagi penulis khususnya. Pelaksanaan penelitian ini menjadi media aplikasi teori-teori yang telah dipelajari semasa kuliah dan mengetahui sejauh mana teori-teori yang telah dipelajari tersebut mampu dipergunakan untuk pemecahan masalah khususnya di bidang pemasaran dan perilaku konsumen.
9 1.5 Kerangka Pemikiran Dalam literatur pemasaran tradisional, loyalitas konsumen dan perilaku perpindahan merk (brand switching) seringkali diidentifikasikan sebagai dua hal yang saling berlawanan. Loyalitas konsumen merupakan hal positif yang diidamidamkan perusahaan karena akan memberikan dampak yang baik pula bagi kelangsungan suatu bisnis. Sedangkan brand switching merupakan hal negatif yang tentunya dihindari oleh perusahaan karena terjadi perpindahan konsumen ke pesaing akibat hal-hal tertentu. Konsumen menggunakan produk baik barang ataupun jasa setiap harinya. Misalnya ketika pergi menggunakan kereta, membuka rekening bank atau bahkan melakukan panggilan suara melalui telepon genggam yang kita miliki. Bisnis merupakan hal yang sangat luas untuk dipelajari, termasuk didalamnya memahami perilaku konsumen yang terlibat dalam kegiatan bisnis. Bagaimanapun, konsumen tidak selalu merasa puas dengan produk yang mungkin mereka gunakan dan seringkali melakukan perpindahan merk dalam rangka menyelesaikan kekecewaannya dan mendapat manfaat lebih baik dari penggunaan produk merk baru. (http://www.ukdissertations.com /dissertations/marketing/customer-switchingbehaviour.php#ixzz2f2n3m8l0). Menurut Hawkins and Mothersbaugh (2010:632), ketika atau setelah konsumen menggunakan produk (barang dan atau jasa), konsumen kemudian akan melakukan evaluasi terhadap pengalamannya atau manfaat dari produknya yang dibandingkan dengan ekspektasi atau harapannya. Hasil evaluasi dapat berupa manfaat sama dengan ekspektasi, manfaat diatas ekspektasi atau bahkan manfaat dibawah ekspektasi. Ketika manfaat dari produk yang digunakan sama atau bahkan lebih dari ekspektasi, maka dapat dikatakan bahwa konsumen puas. Namun ketika manfaat dari penggunaan jauh dibawah ekspektasi, maka konsumen dapat dikatakan tidak puas. Manfaat dan ekspektasi merupakan faktor penting dalam proses evaluasi yang kemudian dijadikan dasar dalam menentukan kepuasan konsumen.
10 Penelitian ini dilaksanakan terhadap fenomena Brand Switching yang merupakan bentuk dari ketidakpuasan konsumen terhadap performa manfaat dari suatu produk yang dikonsumsinya. Menurut Hawkins and Mothersbaugh (2010:637), Brand Switching adalah: Hasil dari ketidakpuasan konsumen akan suatu produk yang mengakibatkan konsumen melakukan penghentian pembelian produk pada suatu merk dan menggantinya dengan produk dari merk lain. Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Brand Switching merupakan keadaan dimana konsumen tidak lagi membeli suatu produk dari perusahaan yang sebelumnya digunakan dan kemudian melakukan pembelian baru terhadap produk sejenis dari perusahaan yang berbeda dengan harapan dapat memenuhi ekspektasinya terhadap produk bersangkutan. Ada banyak faktor yang menyebabkan konsumen berpindah merk. Del Hawkins dan David Mothersbaugh dalam bukunya yang berjudul Consumer Behaviour: Building Marketing Strategy Eleventh Edition (2010: 634) mengemukakan bahwa perilaku berpindahnya konsumen dapat disebabkan oleh beberapa faktor berikut ini: 1. Core Service Failure Merupakan penyebab kepindahan konsumen karena kesalahan ataupun masalah teknis pada produk yang ditawarkan kepada konsumen. Hal ini dapat terjadi bila konsumen menderita kerugian karena terjadi kekeliruan karyawan misalnya pencatatan yang keliru oleh karyawan, diagnosa yang keliru dari dokter sebuah rumah sakit. Kejadian ini tentu akan membuat kecewa konsumen yang dapat saja berdampak munculnya keinginan untuk pindah ke perusahaan lain. 2. Service Encounter Failures Merupakan berpindahnya konsumen disebabkan oleh kegagalan pelayanan. Penyebabnya karena sikap karyawan yang antara lain kurang perhatian, tidak sopan, tidak tanggap, dan kurang menguasai lingkup
11 pekerjaannya. Apabila konsumen dilayani oleh karyawan yang tidak dapat memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi, maka konsumen akan terus mencari jawaban atas permasalahannya hingga ke penyedia jasa lain. Bila penyedia jasa lain dapat memberikan solusi tersebut, maka besar kemungkinan konsumen akan memindahkan kepercayaannya kepada penyedia jasa tersebut. 3. Pricing Menyebabkan konsumen beralih pada perusahaan lain karena harga yang dirasakan tidak dapat memberikan manfaat yang sesuai harapannya. 4. Inconvenience Merupakan penyebab berpindahnya konsumen karena lokasi perusahaan yang tidak mudah dijangkau, kenyamanan ruang atau penggunaan produk, dan waktu menunggu untuk dilayani. Lokasi penyedia jasa yang strategis diharapkan semakin mempermudah konsumen untuk menerima layanan dari penyedia jasa, bila konsumen mengalami kesulitan, maka akan cenderung penyedia jasa yang mudah untuk dijangkaunya. Sedangkan untuk produk, produk harus nyaman digunakan dalam artian mampu memenuhi kebutuhan dasar penggunaan produk. 5. Responses to Service Failures Merupakan terjadinya perpindahan konsumen karena kegagalan perusahaan dalam menangani keluhan konsumen. 6. Attraction by Competitors Merupakan perpindahan konsumen karena kemenarikan perusahaan yang lain dibandingkan dengan perusahaan sebelumnya yang menyebabkan ketidakpuasannya. Kemenarikan ini dapat terjadi karena biaya yang dirasakan lebih murah, fitur pesaing lebih mumpuni ataupun pelayanan yang lebih baik. 7. Ethical Problems Merupakan masalah yang berhubungan dengan moral, ketidakamanan, ketidaksehatan ataupun masalah perilaku yang berhubungan norma-norma sosial. Termasuk dalam kategori ini adalah perilaku yang tidak jujur yaitu
12 memberikan janji-janji berupa pemberian hadiah, perilaku yang mengintimidasi misalnya pada nasabah nakal yang terlambat melakukan pembayaran sehingga pihak bank melakukan intimidasi agar nasabah bersedia melakukan pembayaran. Rasa tidak aman juga dapat dirasakan konsumen karena identitas yang seharusnya menjadi rahasia disampaikan kepada pihak lain tanpa pesetujuannya. 8. Involuntary Switching Yakni berpindahnya konsumen pada produk perusahaan lain karena ketidaksengajaan. Misalnya ada produk perusahaan lain yang lebih mudah dijangkau karena dealer nya pindah atau konsumen sekedar ingin cobacoba. Rifah (2010:121), mengatakan bahwa Brand Switching disebabkan oleh tiga faktor utama. Faktor-faktor tersebut adalah ketidakpuasan konsumen (customer unsatisfaction), keinginan mencari variasi (variety seeking) dan pencarian informasi melalui media (media search). Menurut Rifah (2010:122), alasan utama yang sering dialami oleh konsumen ketika mereka melakukan perpindahan merek adalah disebabkan konsumen mengalami ketidakpuasan (unsatisfaction) pada saat setelah produk dibeli (pasca beli), ketidakpuasan tersebut bisa terjadi karena kualitas produk tidak sesuai dengan yang diharapkan, atau yang dijanjikan, harga yang tidak sebanding dengan produk yang dijanjikan, pelayanan yang kurang memuaskan, atau pemberian janji-janji pemasar yang tidak ditepati misalnya berkaitan dengan garansi pada produk-produk yang memerlukan keterlibatan yang tinggi, adanya penggantian peralatan gratis ketika produk yang dibeli mengalami kerusakan maupun kegiatan lainnya. Semua itu bisa terjadi dan dialami konsumen dan membuat konsumen mengalami ketidakpuasan dan beralih ke merek perusahaan lain atau dengan kata lain terjadi brand switching. Perilaku perpindahan merek pada pelanggan merupakan suatu fenomena yang komplek yang dipengaruhi banyak faktor-faktor keperilakuan,
13 persaingan dan waktu. Sedangkan menurut Van Trijp, Hoyer dan Inman dalam Rifah (2010:122), perpindahan merek yang dilakukan konsumen disebabkan oleh pencarian variasi. Hal ini terjadi karena semakin beragamnya produk yang ditawarkan oleh berbagai perusahaan kepada konsumen membuat konsumen yang merasa tidak puas akan berusaha untuk mencoba atau mencari variasi (variety seeking) pada produk lain atau produk pesaing. Disamping variety seeking konsumen yang semakin cerdas juga berakibat konsumen akan mencari media (media search) untuk mendapatkan informasi tentang produk yang dibutuhkan, dampaknya apabila konsumen sudah mendapatkan informasi seputar produk pesaing dan ternyata informasi yang didapatkan dirasa lebih baik menggambarkan produk pesaing dibandingkan dengan produk yang digunakannya saat ini, maka dia akan berpindah ke merk perusahaan lain. Berdasarkan teori-teori yang telah dijelaskan diatas, maka kerangka pemikiran dapat digambarkan seperti gambar berikut ini: Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran CUSTOMER UNSATISFACTION (KETIDAKPUASAN KONSUMEN) VARIETY SEEKING (KEINGINAN MENCARI VARIASI) BRAND SWITCHING (PERPINDAHAN MEREK) MEDIA SEARCH (PENCARIAN INFORMASI MELALUI MEDIA) sumber: Modifikasi dari Rajan Sambaddam dan Kenneth R Lord (1995: 58) dan Sellyana Junaidi dan Basu Swastha Dharmmesta (2002: 95) dalam Rifah (2010: 126)
14 1.6 Hipotesis Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis merumuskan hipotesis penelitian, yaitu sebagai berikut: H1 = Variabel Ketidakpuasan Konsumen (X1), Keinginan Mencari Variasi (X2) dan Pencarian Informasi Melalui Media (X3) secara simultan tidak menyebabkan terjadinya Brand Switching (Y). Ha1= Variabel Ketidakpuasan Konsumen (X1), Keinginan Mencari Variasi (X2) dan Pencarian Informasi Melalui Media (X3) secara simultan menyebabkan terjadinya Brand Switching (Y). H2 = Variabel Ketidakpuasan Konsumen (X1) secara parsial tidak menyebabkan terjadinya Brand Switching (Y). Ha2= Variabel Ketidakpuasan Konsumen (X1) secara parsial menyebabkan terjadinya Brand Switching (Y). H3 = Variabel Keinginan Mencari Variasi (X2) secara parsial tidak menyebabkan terjadinya Brand Switching (Y). Ha3= Variabel Keinginan Mencari Variasi (X2) secara parsial menyebabkan terjadinya Brand Switching (Y). H4 = Variabel Pencarian Informasi Melalui Media (X3) secara parsial tidak menyebabkan terjadinya Brand Switching (Y). Ha4= Variabel Pencarian Informasi Melalui Media (X3) secara parsial menyebabkan terjadinya Brand Switching (Y).
15 1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian pada mahasiswa pengguna smartphone di Universitas Widyatama Bandung. Penelitian ini dilakukan terhitung pada bulan Januari 2014 sampai dengan pelaksanaan penelitian untuk skripsi ini berakhir.