I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI

BAB 1. PENDAHULUAN. Kalimantan Tengah pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 292 MtCO2e 1 yaitu

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

INDONESIA - AUSTRALIA FOREST CARBON PARTNERSHIP (IAFCP)

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. 6.1 Kesimpulan. sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan

Lembar Fakta Kurva Biaya Pengurangan Emisi GRK (Gas Rumah Kaca) Indonesia

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Kalimantan Tengah

Governors Climate & Forests Task Force. Provinsi Kalimantan Barat West Kalimantan Province Indonesia

3. METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

STATUS PEROLEHAN HAKI PUSPIJAK

West Kalimantan Community Carbon Pools

memuat hal yang mendasari kegiatan penelitian. Rumusan masalah permasalahan yang diteliti dan pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian berisikan

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat.

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta

Kerangka Acuan LOKAKARYA PERAN INVESTASI SEKTOR KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI TANAH PAPUA DALAM IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN RENDAH KARBON

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

ABSTRAK DUKUNGAN AUSTRALIA DALAM PENANGGULANGAN DEFORESTASI HUTAN DI INDONESIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

Latar Belakang. Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. pada lanskap lahan gambut. Di lahan gambut, ini berarti bahwa semua drainase

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Papua

POTENSI STOK KARBON DAN TINGKAT EMISI PADA KAWASAN DEMONSTRATION ACTIVITIES (DA) DI KALIMANTAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Workshop Monitoring Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Terkait Perubahan Iklim. Surakarta, 8 Desember 2011

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Nusa Tenggara Timur

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Tenggara

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011

Rumus Emisi CO 2. E = (Ea + Ebb + Ebo Sa) / Δt. Ea = Emisi karena terbakarnya jaringan dipermukaan tanah, misalnya pada waktu pembukaan lahan.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

PENDAHULUAN Latar Belakang

sumber pembangunan ekonomi dan sumber kehidupan masyarakat, tetapi juga sebagai pemelihara lingkungan global.

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

ULASAN KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penambat (sequester) karbon. Lahan gambut menyimpan karbon pada biomassa

APP melaporkan perkembangan implementasi pengelolaan lahan gambut

PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN. Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

Perubahan Stok Karbon dan Nilai Ekonominya pada Konversi Hutan Rawa Gambut Menjadi Hutan Tanaman Industri Pulp

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Timur

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan rakyat, cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Dari seluruh

HUTAN RAWA GAMBUT dan HTI PULP dalam BINGKAI REDD+

Pendahuluan Daniel Murdiyarso

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Barat

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

Restorasi Ekosistem di Hutan Alam Produksi: Implementasi dan Prospek Pengembangan

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Bali

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Maluku

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di DKI Jakarta

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Aceh

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Gorontalo

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Edisi 1 No. 1, Jan Mar 2014, p Resensi Buku

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Utara

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi prioritas dunia saat ini. Berbagai skema dirancang dan dilakukan di tingkat internasional maupun nasional untuk berpartisipasi dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim tersebut. Salah satu skema yang sedang dikembangkan saat ini adalah REDD (Reducing Emission from Deforestration and Forest Degradation), yaitu sebuah mekanisme pembayaran kompensasi atas penghindaran pemanfaatan lahan yang menyebabkan deforestasi dan degradasi hutan sehingga mampu menahan emisi karbon (Ministry of Forestry 2008). Kompensasi tersebut diberikan oleh negara maju sebagai negara emiter kepada negara berkembang yang berperan dalam penurunan emisi melalui penurunan laju deforestasi dan degradasi hutan. Luasnya kawasan hutan Indonesia memberikan peluang yang sangat tinggi menuju suksesnya implementasi REDD pada sektor kehutanan. Menurut hasil studi Indonesia Forest Climate Alliance (IFCA 2007), Indonesia memiliki kapasitas dan sumber daya yang harus terus ditingkatkan untuk implementasi REDD. Hasil studinya juga menyebutkan bahwa REDD berpotensi dapat diimplementasikan pada kawasan hutan gambut, hutan produksi, hutan konservasi, dan hutan tanaman industri pulp/kertas. Untuk memperkuat potensinya maka studi IFCA juga diarahkan pada aspek yang berkaitan dengan masalah metodologi, mekanisme pembayaran, pasar, serta strategi yang menyangkut hutan produksi, kawasan konservasi, lahan gambut, lahan untuk kelapa sawit, serta lahan untuk industri pulp dan kertas. Hutan gambut merupakan bentuk simpanan karbon yang penting dan berperan besar dalam siklus karbon global. Sebagian besar karbon tanah di dunia ditemukan dalam lahan gambut antara 329-528 Pg (1 Pg = 1015 g = 1 Gt), dan seperlima dari karbon tanah lahan gambut dunia berada pada areal gambut tropika (Anshari & Armiyarsih 2005). Hal yang senada dikemukana oleh Jaya et al. (2007) bahwa hutan rawa gambut merupakan penyimpan karbon utama di dunia. Total simpanan karbon di lahan gambut dunia diperkirakan sekitar 525 Gt (giga ton). Dari seluruh simpanan karbon tanah, lahan gambut tropis menyimpan sebanyak 20% dari jumlah tersebut. Lahan gambut tropis luasnya 40 juta hektar,

2 50% diantaranya terdapat di Indonesia yang tersebar di Sumatera, Kalimantan dan Papua (Murdiyarso et al. 2004). Jika lahan gambut dikonservasi dan dikelola dengan benar, maka kapasitas serapan karbonnya dapat meningkat. Namun demikian, hutan gambut ketika dikonversi menjadi bentuk penggunaan lain dan mengalami gangguan akan berubah menjadi sumber emisi. Saat ini sejumlah besar lahan gambut tropika mengalami degradasi hebat akibat pembalakan hutan, konversi hutan gambut (menjadi areal pertanian, perkebunan dan pemukiman) dan kebakaran (Anshari & Armiyarsih 2005). Wahyunto et al. (2005) melaporkan bahwa penurunan kandungan karbon tanah gambut di Riau sebesar 2 246.18 juta ton selama 12 tahun sejak 1990 hingga 2002 (atau setara dengan 46.29 ton C/ha/tahun). Penurunan ini terjadi akibat perubahan kedalaman gambut yang disebabkan oleh pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri. Penghindaran gambut dari aktivitas penebangan dan hutan tanaman industri ini berkaitan dengan konsekuensi logis akibat aktivitas produksi yang menyebabkan penurunan simpanan karbon di lahan gambut itu sendiri. Oleh karena itu, IFCA (2007) merekomendasikan strategi teknis bagi Indonesia untuk berhati-hati pada HTI dan lahan gambut. Rekomendasi tersebut adalah : 1. Mengurangi konversi hutan alam yang dapat dikonversi menjadi hutan tanaman industri atau perkebunan melalui pemanfaatan lahan dalam kawasan hutan yang sudah mengalami degradasi berat sehingga biaya pembangunan hutan tanaman dan perkebunan tidak lagi dimungkinkan diambil sebagian dari hasil penjualan kayu. 2. Mengalihkan sebisa mungkin operasi penebangan, konversi hutan menjadi hutan tanaman industri dan perkebunan ke luar dari hutan gambut, merestorasi hutan gambut yang sudah rusak dengan memperbaiki kondisi hidrologinya, mendorong kegiatan afforestasi dan reforestasi serta mempecepat laju regenerasi hutan gambut melalui kegiatan pengayaan. Indikasi penurunan kandungan karbon lahan gambut ini baru dilihat pada aspek tanahnya saja. Sementara perubahan kandungan karbon pada vegetasi belum banyak diperhatikan, sehingga perlu dilakukan penelitian yang menitikberatkan pada permasalahan bagaimana kecenderungan kandungan karbon pada vegetasi hutan gambut yang mengalami perubahan tutupan lahan menjadi

3 HTI. Beberapa penelitian baru menitikberatkan pada besaran biomasa dan C tersimpan pada berbagai kondisi penutupan lahan gambut. Tabel 1 Beberapa hasil penelitian biomasa dan C tersimpan pada vegetasi di lahan gambut Studi Lokasi Tipe hutan Biomass (ton/ha) C tersimpan (ton/ha) Jaya et al. (2005) Kalteng Rawa gambut 583 268.18 alam Indonesia Waldes & DAS Rawa gambut 312 143.52 Page (2002) Sebangau, Kalteng campuran Kaneko (1992) Thailand Hutan gambut 287-491 132.02-225.86 Sumber : Jaya et al. (2007) Selain itu, karena hubungannya dengan perubahan lahan menjadi HTI, maka implikasi ekonominya perlu untuk dikaji. Implikasi ekonomi tersebut secara pasti belum tahu bahwa ada biaya dan manfaat tertentu ketika menjatuhkan pilihan mempertahankan hutan gambut atau mengubahnya menjadi HTI. Dengan demikian penting diketahui implikasi perubahan C tersimpan dengan adanya perubahan gambut hutan alam menjadi HTI pulp terhadap nilai ekonomi hutan yang dapat diterima oleh negara dan masyarakat. 1.2. Rumusan Masalah Di wilayah Asia Tenggara, luas areal gambut mencapai lebih dari 25 juta ha atau 69% dari lahan gambut tropis di dunia. Secara nasional, luas lahan gambut lebih dari 20 juta ha, sebesar 6.29 juta ha terdapat di Sumatera, sementara 4.04 juta ha diantaranya terdapat di Provinsi Riau (45 % dari luas total Provinsi Riau) (Wahyunto et al. 2005). Selama 10 tahun terakhir telah banyak terjadi konversi hutan rawa gambut menjadi perkebunan kelapa sawit dan kayu kertas/pulp. Penebangan yang tidak berkelanjutan dan pertanian diperkirakan telah merusak lahan gambut. Dengan demikian, lahan gambut yang masih tersisa akan terancam keberadaannya untuk dikonversi menjadi perkebunan maupun hutan tanaman industri.

4 Persaingan memperoleh konsesi lahan untuk pengusahaan hutan banyak terjadi dengan sektor perkebunan. Luas areal perkebunan di Indonesia, baik perkebunan besar maupun perkebunan rakyat, cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Dari seluruh komoditas utama perkebunan (karet, kopi, teh, kelapa, kakao, tebu dan kelapa sawit), komoditas kelapa sawit dan karet adalah areal perkebunan yang terluas. Pertambahan luas yang paling spektakuler dialami oleh perkebunan kelapa sawit yang dalam 10 tahun terakhir luasnya meningkat rata-rata 14% per tahun, jauh di atas peningkatan perkebunan karet yang hanya rata-rata 2% per tahun. Pada tahun 1986, luas perkebunan kelapa sawit baru mencapai 606 800 ha, tetapi pada tahun 1997 meningkat pesat menjadi 2.25 juta ha. Saat ini pusat perkebunan kelapa sawit terletak di Propinsi Sumatera Utara seluas 905 000 ha, di Propinsi Riau seluas 544 700 ha, di Propinsi Kalimantan Barat seluas 211 400 ha dan di Propinsi Sumatera Selatan seluas 206 000 ha (Kartodihardjo & Supriyono 2000). Sawit merupakan komoditi perkebunan yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap pendapatan domestik bruto. Biro Pusat Statistik (BPS) Propinsi Riau (2007) mencatat bahwa ekspor dari kelapa sawit senilai US$ 2.08 juta. Nilai ekspor tersebut lebih tinggi dari produk kehutanan gabungan (pulp dan kertas, kayu lapis, kayu olahan lainnya dan furnitur) yang bernilai US$ 1.51 atau 44.60% dari total nilai ekspor Provinsi Riau pada tahun 2005. Seringkali terjadi konflik tenurial antara kawasan hutan dengan perkebunan sawit (personal maupun korporasi), serta praktek konversi hutan alam menjadi perkebunan sawit. Dalam preferensinya, investor lebih memilih lahan mineral untuk perkebunan sawit, sehingga kecenderungan ekspansi hutan tanaman industri diarahkan ke lahan gambut. Karena kebutuhan lahan untuk HTI pulp terus bertambah (kebutuhan kertas dunia meningkat) maka sampai saat ini penggunaan lahan gambut sebagai HTI pulp terus dilakukan. Di satu sisi, perluasan HTI pulp memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi, pembukaan wilayah terisolir, penyediaan lapangan kerja dan dampak ekonomi lainnya, tapi di sisi lain menyebabkan degradasi lingkungan. Dalam kaitannya dengan mitigasi perubahan iklim dunia, maka kebijakan HTI di lahan gambut menjadi dipertanyakan.

5 Dalam rangka menjawab kebutuhan kebijakan alternatif, diperlukan kajian tentang pola penggunaan lahan lain yang sesuai dengan upaya mitigasi perubahan iklim. Seberapa besar relevansi hutan rawa gambut atau HTI pulp dapat dijadikan sebagai penyedia jasa lingkungan yang menghasilkan penerimaan ekonomi, tanpa harus mengubahnya menjadi penggunaan lahan tertentu yang menurunkan simpanan karbon. Jasa lingkungan yang dimaksud adalah REDD (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation), yaitu sebuah mekanisme pembayaran kompensasi atas pengalihan alokasi penggunaan lahan HTI pulp sehingga mampu menghindarkan terjadinya deforestasi atau degradasi hutan. Salah satu indikator penting suatu lanskap dapat dimasukkan ke program REDD adalah terjadinya penurunan emisi atau peningkatan simpanan karbon vegetasi. Pertanyaan mendasar kemudian adalah : bagaimana perubahan kandungan karbon pada konversi hutan alam gambut menjadi HTI pulp, apakah meningkat atau menurun? Berapa potensi nilai ekonomi dari karbon hutan alam tersebut? Bagaimana relevansi penghindaran konversi hutan gambut menjadi HTI pulp dapat dimasukkan ke dalam mekanisme REDD yang menghasilkan penerimaan ekonomi? Berdasarkan kajian literatur dan data empiris di hutan alam dan hutan tanaman lahan mineral dalam kondisi vegetasi normal, jawaban sementara atas pertanyaan-pertanyaan tersebut mengarah kepada adanya kecenderungan penurunan kapasitas serapan karbon vegetasi di HTI pulp lahan gambut akibat konversi dari hutan alam. Dengan demikian, keputusan penggunaan lahan gambut sebagai HTI memiliki potensi kerugian ekonomi cukup tinggi dalam konteks nilai ekonomi karbon sebagai ukuran kegagalan kebijakan. Hipotesis tersebut akan diuji pada penelitian ini hingga ditemukan besaran yang pasti seberapa besar perubahan kandungan dan defisit/surplus karbon sebagai dampak konversi hutan alam gambut menjadi hutan tanaman industri penghasil pulp. Valuasi ekonomi karbon lahan gambut merupakan hal yang penting. Pentingnya valuasi ini berkenaan dengan kebutuhan pengambilan keputusan, yakni keputusan akan lebih memiliki preferensi yang kuat dan makna yang lebih tinggi apabila dinyatakan dalam satuan nilai ekonomi moneter dibandingkan jika dinyatakan dalam satuan teknis. Gambaran nilai ekonomi moneter memiliki daya

6 ananlisis yang lebih makro dan lebih strategis untuk menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Nilai penting atau argumen valuasi ekonomi karbon ini antara lain dilatarbelakangi bahwa (Maturana 2005) : 1. Telaah ekonomi merupakan alat untuk memberikan arahan dalam proses pengambilan keputusan dan untuk menganalisa kebijakan ekonomi. 2. Telaah ekonomi dapat digunakan untuk mengevaluasi kontribusi dari kebijakan-kebijakan/keputusan/proyek bagi kemakmuran masyarakat. 3. Telaah ekonomi dapat menilai manfaat barang/produk/sumberdaya dari suatu proyek berdasarkan kontribusinya terhadap kemakmuran negara. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini akan mendeskripsikan dinamika simpanan karbon pada lahan gambut di hutan tanaman industri pulp (di setiap kelas umur) dan dibandingkan dengan simpanan karbon pada hutan alamnya. Simpanan karbon dihitung dengan pendekatan allometrik dan kemudian dihitung nilai ekonominya dengan pendekatan harga hipotetis. Analisis akan diarahkan pada evaluasi pemilihan penggunaan lahan gambut sebagai HTI pulp berdasarkan kapasitas serapan karbon pada vegetasi penutup lahan gambut dan pengelolaan lahan gambut yang mendukung upaya mitigasi perubahan iklim. 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan paket informasi HTI pulp dalam aspek karbon untuk kepentingan evaluasi kebijakan penggunaan lahan gambut sebagai hutan tanaman industri pulp. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah : 1. Memperoleh gambaran perubahan simpanan karbon pada konversi hutan rawa gambut menjadi hutan tanaman penghasil pulp, 2. Mendapatkan nilai ekonomi karbon pada hutan rawa gambut dan hutan tanaman industri pulp 3. Mendapatkan hasil evaluasi peranan HTI di lahan gambut dalam mendukung upaya mitigasi perubahan iklim. Penelitian ini ditujukan untuk berbagai pihak antara lain : pemerintah (Departemen Kehutanan, pusat dan daerah), para penggiat mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, para praktisi kehutanan dan kalangan akademisi. Penelitian ini

7 diharapkan dapat memberikan data-data empiris dan pengayaan akademis berkenaan dengan penggunaan lahan gambut sebagai HTI pulp yang berkelanjutan dalam mendukung upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Pada akhirnya penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pengambilan keputusan tentang alokasi hutan rawa gambut yang sesuai kebutuhan pembangunan bangsa dan relevan dengan upaya mitigasi perubahan iklim. 1.4. Luaran Penelitian Luaran dari penelitian ini adalah : 1. Tersedianya informasi tentang perubahan simpanan karbon akibat konversi hutan rawa gambut menjadi hutan tanaman penghasil pulp. 2. Tersedianya hasil perhitungan nilai ekonomi karbon pada hutan tanaman industri pulp dan hutan rawa gambut. 3. Tersedianya hasil evaluasi terhadap kebijakan peggunaan lahan gambut sebagai HTI pulp dalam mendukung upaya mitigasi perubahan iklim.