KARAKTERISASI UNJUK KERJA MESIN DIAMOND TYPE Di 800 DENGAN SISTEM INJEKSI BERTINGKAT MENGGUNAKAN BIODIESEL B-20 M. Yasep Setiawan dan Djoko Sungkono K. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS- Keputih, Sukolilo, Surabaya 60111 e-mail: yasep_setiawan11@yahoo.com ABSTRAK Biodiesel diharapkan dapat menggantikan fossil fuel yang persediannya semakin menipis. Akan tetapi emisi NOx dan sfc cenderung akan meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi biodiesel yang digunakan dibandingkan bahan bakar solar. Untuk mengurangi emisi gas-gas polutan ini, diperlukan suatu treatment pada mesin diesel. Treatment pada saat pembakaran terjadi salah satunya adalah pengontrolan semprotan pada injection nozzle dengan membagi durasi injeksi menjadi dua tingkat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh sistem injeksi dua tingkat terhadap unjuk kerja yang dihasilkan dan pembentukan emisi NOx dengan menggunakan bahan bakar biodiesel B20. Penelitian ini dilakukan secara eksperimental dimana akan dibandingkan unjuk kerja mesin diesel empat langkah satu silinder Diamond type Di 800 standar injeksi satu tingkat dengan injeksi bertingkat. Untuk injeksi bertingkat digunakan variasi penyemprotan 100%-0%, 75%-25%, 50%-50%, dan 25%-75%. Pengujian dilakukan dengan putaran poros engine yang konstan dan menggunakan beban elektris lampu variasi beban dengan 200 watt sampai dengan 2000 watt dengan interval 200 watt. Hasil yang didapatkan dari penelitian adalah dengan menggunakan sistem injeksi beringkat daya, torsi, bmep dan sfc akan meningkat dibandingkan injeksi satu tingkat tetapi mengalami penurun pada variasi injeksi 75%-25%. Effisiensi thermal dan temperatur gas buang mengalami penurunan, tetapi temperatur gas buang mengalami peningkatan pada variasi injeksi 25%-75%. Kata kunci: Mesin Diesel, Injeksi satu tingkat, Injeksi bertingkat. PENDAHULUAN Fossil fuel merupakan bahan bakar atau sumber energy utama pada saat ini terlebih pada sistem transportasi. Namun persedian fossil fuel tidak sebanding dengan kebutuhan manusia akan energy yang semakin meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Hal ini menyebabkan persedian fosil fuel yang mulai menipis, sehingga memaksa para peneliti untuk mencari sumber energy alternative yang dapat menggantikan fossil fuel, dimana salah satunya adalah biodiesel. Di Amerika dan Eropa biodiesel B20 sudah banyak digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel. Biodiesel B20 sangat baik dijadikan sebagai bahan bakar alternatif mesin diesel (solar), karena dapat memperbaiki karakteristik dari bahan bakar solar [1]. Selain itu biodiesel B20 mampu memberikan kinerja yang cukup baik untuk digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel [2]. Meski biodiesel sudah mulai banyak digunakan dan menjadi alternative untuk menggantikan solar yang selama ini merupakan bahan bakar utama dari motor diesel, biodiesel masih memiliki beberapa kekurangan seperti meningkatnya emisi gas buang nitrogen oksida (NOx) seiring dengan peningkatan konsentrasi biodiesel dibandingkan bahan A-14-1
bakar solar dan menghasilkan asap yang kotor [3]. Selain itu nilai Sfc ( Specific Fuel Consumption) juga cenderung meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi biodiesel dibandingkan dengan bahan bakar solar. Untuk mengurangi emisi gas-gas polutan ini, diperlukan suatu treatment pada mesin diesel. Treatment yang bisa dilakukan adalah sebelum pembakaran terjadi ( before combustion), pada saat pembakaran terjadi ( on combustion) dan setelah pembakaran terjadi (after combustion) [3,4]. Treatment pada saat pembakaran terjadi salah satunya adalah pengontrolan semprotan pada injection nozzle. Pada kondisi standar, mesin diesel menggunakan sistem injeksi single dengan sekali semprotan bahan bakar dalam satu siklus kerja. Injeksi bahan bakar ini bisa dimodifikasi menjadi sistem injeksi bertingkat sehubungan untuk mengurangi emisi gas buang terutama NO. Arif Hardiyanto [3] melakukan eksperimen pada mesin diesel Diamond tipe Di 800 berbahan bakar biodiesel B100 dengan memvariasikan sistem injeksi bertingkat berturut-turut 100%-0%, 75%-25%, 50%-50%, dan 25%-75%. Hasil eksperimen ini diperoleh bahwa dengan menggunakan sistem injeksi bertingkat daya efektif, torsi, bmep, sfc dan temperatur gas buang yang dihasilkan menurun dibandingkan injeksi satu tingkat tetapi tidak terlalu signifikan, sedangkan effisiensi mengalami peningkatan. Han Z, et all [5] melakukan eksperimen untuk mengurangi pembentukan emisi NOx dan soot. Eksperiment dilakukan terhadap mesin diesel Caterpillar 3406 sistem injeksi single dan sistem injeksi bertingkat dengan memvariasikan persentase total bahan bakar yang diinjeksikan dan variasi total durasi injeksi. Hasil eksperimen ini didapat bahwa sistem injeksi bertingkat dapat mengurangi mekanisme pembentukan emisi NOx dan soot pada ruang bakar selama durasi injeksi dan hasilnya hampir sama dengan durasi injeksi yang diperpendek. C.Y. Choi [6] melakukan studi eksperimental tentang efek dari bahan bakar teroksigenasi dalam hubungannya dengan injeksi bahan bakar tunggal dan split yang dilakukan pada beban yang tinggi dan rendah pada mesin Caterpillar SCOTE DI diesel. Hasil penelitian memperoleh bahwa split injection memiliki efek menguntungkan mengurangi emisi NOx dan jelaga dibanding injeksi tunggal pada beban tinggi. Bahkan, pada beban mesin rendah bila campuran keseluruhan lebih leaning-out, bahan bakar teroksigenasi hanya memiliki sedikit efek pada emisi partikulat. Nehmer dan Reitz [7] melakukan eksperimen untuk mencari efek dari sistem injeksi bertingkat terhadap emisi soot dan NOx menggunakan mesin diesel Caterpillar silinder tunggal. Pada penelitian ini mereka memvariasikan jumlah total bahan bakar pada injeksi tahap pertama dari 10 persen sampai 75 persen dari jumlah total bahan bakar yang diinjeksikan. Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa injeksi bertingkat dapat mengurangi terbentuknya emisi NOx dan soot. Pada penelitian ini bahan bakar yang digunakan adalah biodiesel B20 dengan memvariasikan tingkat injeksi bahan bakar secara berturut-turut 100%-0%, 75%-25%, 50%- 50%, dan 25%-75% sehingga dapat diketahui bagaimana efeknya terhadap unjuk kerja dan pembentukan emisi terutama NOx. METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kinerja mesin diesel Diamond tipe Di 800 1 silinder 4 langkah volume langkah 411 cm 3 dan rasio kompresi 18 : 1 antara sistem injeksi satu tingkat dengan injeksi bertingkat dan produk NOx menggunakan bahan bakar biodiesel B20. Sebelum pengujian dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pencampuran bahan bakar solar dengan biodiesel sawit dengan perbandingan 80% solar + 20% biodiesel untuk A-14-2
memperoleh campuran biodiesel B20. Berikut skema engine dan alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini (Gambar 1). Gambar 1. Skema Engine Alat Ukur Dari Gambar 1 dapat dilihat skema pengujian pada engine diesel Diamond tipe Di 800, dimana engine dan generator dihubungkan dengan menggunakan v-belt. Alat ukur dipasangkan seperti terlihat pada gambar, dimana pada generator dipasangkan voltmeter dan amperemeter untuk pembacaan arus dan tegangan. Penelitain ini menggunakan metode pengujian kecepatan konstan ( constant speed test). Pengujian dilakukan dengan menaikkan putaran mesin hingga mesin mencapai putaran optimum, kemudian generator dinyalakan dan diberikan pembebanan dengan menggunakan lampu secara betahap. Kemudian dilakukan pengukuran tegangan dan arus output dari generator, pengukuran waktu konsumsi 25ml bahan bakar dan mengukur temperatur gas buang, temperatur engine, temperatur oli pelumas, dan temperatur radiator. Prosedur untuk pengujian adalah pertama dilakukan pencampuran bahan bakar untuk memperoleh campuan biodiesel B20, kemudian dilakukan pengecekan pada komponen engine dan juga alat ukurnya. Setelah itu mesin dihidupkan pada putaran idle (+ 800 rpm) selama + 5 menit sampai mesin mencapai suhu kerja. Kemudian putaran engine dinaikkan hingga putaran 1500 rpm dan diberikan beban dari generator yang diatur dengan menyalakan lampu sebesar 200 Watt sampai dengan 2000 Watt dengan interval 200 Watt. Pada setiap perubahan pembebanan lampu dilakukan pencatatan data sebagai berikut : Tegangan. Arus. Waktu konsumsi bahan bakar setiap 20 ml. Temperatur oli, gas buang, engine, dan radiator. Selanjutnya dilakukan penggantian settingan injeksi bertingkat dengan variasi injeksi 75%-25%, 50%-50%, dan 25%-75% yang dikontrol melalui ECU kemudian dilakukan pengujian ulang. Setelah semua variasi injeksi mulai injeksi satu tingkat hingga injeksi bertingkat mulai variasi injeksi 75%-25%, 50%-50%, dan 25%-75% selesai diuji, putaran engine diturunkan perlahan. Kemudian engine dimatikan, ECU dan semua alat ukur elektronik dimatikan. A-14-3
HASIL DAN DISKUSI Berikut grafik unjuk kerja dan temperatur hasil perhitungan data penelitian setelah pengambilan semua data dilakukan pada masing-masing variasi injeksi bahan bakar : Daya efektif (Ne) 3.500 3.000 2.500 Daya Vs Beban Daya (Hp) 2.000 1.500 1.000 0.500 0.000 semprotan 100% semprotan 75%-25% semprotan 50%-50% Gambar 2. Grafik Daya Terhadap Beban Dari grafik diatas terlihat bahwa daya yang dihasilkan meningkat seiring dengan meningkatnya beban yang diberikan. Dari grafik tidak terlihat perbedaan yang signifikan dari daya yang dihasilkan masing-masing variasi injeksi bahan bakar. Injeksi satu tingkat memiliki nilai daya yang lebih besar pada beban rendah (200 watt) dan beban terbesar (2000 watt) dari pada injeksi bertingkat, tetapi tidak pada rata-rata daya yang dihasilkan. Injeksi 25%-75% memiliki rata-rata daya yang dihasilkan lebih baik dari pada injeksi satu tingkat (100%), 75%- 25% dan 50%-50%. Hal ini disebabkan karena daya yang dihasilkan injeksi 25%-75% lebih merata pada setiap tingkatan beban yang diberikan. Injeksi 75%-25% mempunyai rata-rata daya terendah dibandingkan dengan injeksi satu tingkat, injeksi 50%-50% dan 25%-75%. Hal ini disebabkan pada saat pemompaan pertama bahan bakar habis disemprotkan sedangkan pemompaan kedua, tekanan yang di hasilkan lebih besar dari pada tekanan pertama sehingga bahan bakar yang di semprotkan semakin besar. Akibatnya pembakarannya kurang sempurna di ruang bakar. Pada dasarnya jika tekanan semakin besar semakin baik karena droplet yang disemprotkan semakin halus dan atomisasi semakin baik, tetapi dengan penambahan bahan bakar yang berlebihan menyebabkan penurunan daya. Torsi Dari Gambar 3 dibawah terlihat bahwa nilai torsi meningkat seiring dengan meningkatnya beban yang diberikan. Hal ini disebabkan karena dengan penambahan beban maka terjadi penambahan konsumsi bahan bakar pada engine. Penambahan bahan bakar tersebut dimaksudkan untuk mengatasi beban dan menjaga putaran engine tetap konstan, sehingga terjadi pembakaran yang lebih besar. Energi kalor bahan bakar yang diubah menjadi energi mekanik juga bertambah besar, yang merupakan representasi gaya dorong pada piston. Bila gaya dorong pada piston besar, maka torsi juga akan besar. A-14-4
20.000 Torsi Vs Beban Torsi (Nm) 15.000 10.000 5.000 0.000 Gambar 3. Grafik Torsi Terhadap Beban Gambar di atas menunjukan bahwa torsi injeksi bertingkat 75%-25% secara umum mengalami penurunan, sedangkan injeksi bertingkat 50%-50% dan 25%-75% mengalami peningkatan dibanding dengan injeksi satu tingkat. Hal ini bisa terjadi akibat perbedaan jumlah bahan bakar yang diinjeksikan pada injeksi tingkat pertama sehingga torsi yang dihasilkan oleh injeksi 75%-25% mengalami penurunan. Selain itu, penurunan daya ini juga dapat diakibatkan kurang konstannya tekanan injeksi bahan bakar pada injeksi tingkat kedua sehingga atomisasi bahan bakar pada injeksi tingkat kedua menjadi kurang baik. Tekanan Efektif Rata-rata (BMEP) 100.000 80.000 semprotan 100% semprotan 75%-25% semprotan 50%-50% bmep Vs Beban bmep (KPa) 60.000 40.000 20.000 0.000 400 800 1200 1600 2000 2400 semprotan 100% semprotan 75%-25% semprotan 50%-50% Gambar 4. Grafik bmep Terhadap Beban Dari Gambar 4 terlihat bahwa besarnya bmep meningkat seiring dengan meningkatnya beban yang diberikan, hal ini disebabkan karena injeksi bahan bakar yang masuk kedalam ruang bakar yang semakin besar, sehingga pembakaran yang terjadi semakin besar, yang merupakan kompensasi untuk menjaga putaran engine konstan. Seperti halnya daya dan torsi, rata-rata bmep injeksi 75%-25% menurun sedangkan injeksi 50%-50% dan 25%-75% meningkat dibandingkan injeksi satu tingkat. A-14-5
Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC) 4.000 Sfc Vs Beban Sfc (Kg/HP.Jam) 3.000 2.000 1.000 0.000 semprotan 100% semprotan 75%-25% semprotan 50%-50% Gambar 5. Grafik sfc Terhadap Beban Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa pemakaian bahan bakar spesifik cenderung menurun seiring dengan bertambahnya beban. Hal ini disebabkan karena campuran bahan bakar dan udara yang terlalu miskin, sehingga untuk menghasilkan daya 1 hp dalam 1 jam membutuhkan lebih banyak bahan bakar. Seiring dengan bertambahnya beban serta peningkatan daya, engine semakin efektif dalam mengkonsumsi bahan bakar. Efisiensi Thermal (ηth) Gambar 6. Grafik Efisiensi Thermal Terhadap Beban Dari Gambar 6 dapat dilihat terjadinya peningkatan efisiensi thermal dengan bertambahnya beban. Pada beban rendah, efisiensi thermal engine bernilai rendah, hal ini terjadi akibat campuran udara bahan bakar yang miskin sehingga pembakaran yang terjadi kurang baik, sehingga pemanfaatan energi bahan bakar yang belum optimal. Seiring dengan naiknya pembebanan, pemanfaatan energi yang semakin baik, sehingga proses pembakaran semakin optimal yang berdampak pada efisiensi thermal pada engine yang naik. Dari gambar terlihat variasi injeksi 75%-25% memiliki efisiensi thermal yang lebih baik dari pada variasi injeksi 50%-50% dan varisi injeksi 25%-75%. Hal ini disebabkan oleh A-14-6
nilai sfc yang diperoleh semakin rendah sehingga menyebabkan nilai efisiensi thermal akan semakin tinggi. Temperatur Exhaust (⁰C) Dari Gambar 7 di bawah dapat dilihat bahwa temperatur gas buang cenderung naik seiring dengan bertambahnya beban. Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya jumlah kebutuhan bahan bakar untuk meningkatkan daya yang bertujuan kompensasi dari kenaikan beban. Volume bahan bakar yang diinjeksikan ke dalam ruang bakar semakin banyak sehingga pembakaran yang terjadi akan semakin besar, sehingga temperatur gas buang ikut meningkat. 500 T. Exhaust Vs Beban 85 T. Engine Vs Beban T. Exhaust ( C) 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 semprotan 100% semprotan 75%-25% semprotan 50%-50% semprotan 25%-75% T. Engine ( C) 80 75 70 65 60 55 50 45 40 semprotan 100% semprotan 75%-25% semprotan 50%-50% semprotan 25%-75% Gambar 7. Grafik Temperatur Gas Buang Terhadap Beban Gambar 8. Grafik Temperatur Engine Terhadap Beban Temperatur Engine, Oli Pelumas dan Radiator (⁰C) Dari Gambar 8, 9 dan 10 dapat dilihat tren grafik yang menunjukkan temperatur engine, oli dan radiator cenderung naik seiring dengan bertambahnya beban. Hal ini dikarenakan meningkatanya temperatur gas buang sehingga beban pendinginan juga semakin besar yang mengakibatkan temperatur pada engine, Oli pelumas dan Radiator juga mengalami peningkatan meskipun tidak signifikan. 90 T. Pendingin Vs Beban 100 T. Oli Vs Beban T. Pendingin ( C) 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40 semprotan 100% semprotan 75%-25% semprotan 50%-50% semprotan 25%-75% T. Oli ( C) 95 90 85 80 75 70 65 semprotan 100% semprotan 75%-25% semprotan 50%-50% semprotan 25%-75% Gambar 9. Grafik Temperatur Radiator Terhadap Beban Gambar 10. Grafik Temperatur Oli Terhadap Beban A-14-7
KESIMPULAN 1. Daya efektif, torsi dan bmep yang dihasilkan menurun pada variasi injeksi 75%-25% sebesar 0,25% dibandingkan injeksi satu tingkat, sedangkan pada variasi injeksi 50%-50%, dan 25%-75% mengalami peningkatan sebesar 0,17% dan 1,27%. 2. Nilai sfc pada injeksi bertingkat dengan variasi 75%-25% mengalami penurunan sebesar 0,02% terhadap injeksi satu tingkat, sedangkan pada variasi 50%-50%, dan 25%-75% mengalami peningkatan sebesar 0,123%, dan 0,373%. 3. Nilai efisiensi thermis pada injeksi bertingkat mengalami penurunan terhadap injeksi satu tingkat berturut-turut pada variasi 75%-25%, 50%-50%, dan 25%-75% sebesar 1,51%, 13,88%, dan 32,51%. 4. Temperatur gas buang pada injeksi bertingkat cendrung meningkat dibandingkan injeksi satu tingkat. 5. Pada injeksi bertingkat temperatur engine, oli pelumas dan radiator cendrung menurun dibandingkan injeksi satu tingkat. Dari penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat direkomendasikan untuk penelitian selantunya adalah: 1. Perlu adanya sistem pengumpul tekanan bahan bakar yang akan diinjeksikan agar tekanan dapat ditampung dan dapat dikontrol besarnya tekanan. 2. Perlu pengkajian ulang pada setingan ECU terutama pada tingkat variasi injeksi 50%-50% DAFTAR PUSTAKA Hamid S., Tilani, dan Rachman Yusuf. (2002), Peparasi Karakteristik Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit, Jurusan Teknik Gas dan Petrokimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok Aziz, Isalmi. Uji performance mesin diesel menggunakan biodiesel dari minyak goreng bekas, Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Hardiyanto, Arief. (2013) Karakterisasi Unjuk Kerja Mesin Diamond Type Di 800 Dengan Sistem Injeksi Bertingkat Menggunakan Biodiesel B-100, Tugas Akhir Sarjana, Jurusan Teknik Mesin, FTI-ITS Fatmahardi, Ichwan. (2012) Simulasi Numerik Pembakaran Sistem Injeksi Single dan Sistem Injeksi 2 Tingkat pada Semprotan Bebas dan pada Ruang Bakar Mesin Diesel Caterpillar 3406 serta Pengaruhnya terhadap Emisi Gas NO, Tugas Akhir Sarjana, Jurusan Teknik Mesin, FTI-ITS Han, Z., Uludogan, A., Hampson, G. J., & Reitz, R. D., (1996), Mechanism of Soot and NOx Emission Reduction Using Multiple-Injection in a Diesel Engine, SAE Paper 960633. Choi, C. Y. G. R. Bower dan R. D. Retiz (1998). An Experimental Study On The Effects Of Oxygenated Fuel Blends And Multiple Injection Strategies On Di Diesel Engine Emissions, Engine Research Center, University of Wisconsin Madison.Knothe. Nehmer, D. A., & Reitz, R. D., (1994), Measurement of the Effect of Injection Rate and Split Injections on Diesel Engine Soot and NOx Emissions, SAE Paper 940668. Kawano, D. Sungkono (2011). Motor BakarTorak (Diesel). ITS Press. Surabaya. Knothe, Gerhard (2004). The biodiesel Handbook. AOCS Press. Illinois. A-14-8