Pengembangan Jenis Tenun Polos dan Tenun Kepar ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
LOMBA KOMPETENSI SISWA SMK. TINGKAT PROVINSI JAWA TIMUR Sidoarjo, September 2014 KERAJINAN TEKSTIL

BAB II Kajian Teori. Kerajinan adalah hal yang berkaitan dengan buatan tangan atau kegiatan

TEKNIK PEMBUATAN IKAT CELUP DAN PEWARNAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk generasi selanjutnya hingga sampai saat ini.

DAFTAR ISI. ABSTRAK...ii. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR GAMBAR...ix. DAFTAR LAMPIRAN...xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. anyaman rata, anyaman soumak, anyaman giordes, dan anyaman ikal. Anyaman

Alat dan Teknik Rekarakit Nusantara

Tabel 3.3 Proses Pewarnaan Serat Kapuk. Proses Pewarnaan Serat Kapuk/3L air. Pewarna Bahan Durasi Hasil Wanteks Wadah 120 " 1.

BAB III DATA, PROSES EKSPLORASI DAN ANALISA

PENYAMBUNGAN BENANG LUSI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

11DESAIN KRIYA TEKSTIL DENGAN

PEMANFAATAN LIMBAH SPANDUK MMT SEBAGAI MATERIAL DALAM PERANCANGAN PRODUK TEKSTIL PELENGKAP INTERIOR SEBAGAI PARTISI

BAB I PENDAHULUAN. dari serangga atau hewan-hewan tertentu. Rumput, bambu, kupasan kulit dan otot-otot

KRIYA TEKSTIL SMK. Budiyono dkk

PENGETAHUAN TENTANG TENUNAN. Oleh: TIM FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

Penerapan Ragam Hias pada Bahan Tekstil

PEMANFAATAN SERAT ALAM RAMI DAN BULU DALAM TEKNIK TENUN ATBM SEBAGAI TEKSTIL BUSANA

BAB II LANDASAN TEORI. menggunakan teknik-teknik dan alat tertentu.

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KEPULAUAN BANGKA BELITUNG BIRO SARANA DAN PRASARANA. Pengadaan Tutup Kepala TA. 2015

adalah benang lusi yaitu benang-benang yang arahnya

MAKALAH PEMBELAJARAN SENI RUPA DI SD MAKRAME. Dosen Pengampu : Edy Siswanto, S.Pd., M.Pd

ZAT WARNA BEJANA/INDHANTHREN UNTUK PEWARNAAN BATIK

PENERAPAN RAGAM HIAS PADA BAHAN TEKSTIL

BAB I PENDAHULUAN. beberapa budaya dan karya seni Indonesia ini adalah seni kerajinan tangan. kerajinan logam, kerajinan gerabah, dan kerajinan tenun.

BAB III SURVEY LAPANGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

M A K R A M E (KERAJINAN DENGAN TEKNIK SIMPUL)

BAB III DATA DAN ANALISA PERANCANGAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Nako terdiri dari 7 orang pengrajin kemudian kelompok ketiga diketuai oleh Ibu

PELATIHAN MEMBUAT TAS MAKRAME BAGI REMAJA PUTUS SEKOLAH DI UPTD BINA HARAPAN REMAJA PADANGPANJANG UNTUK MENUMBUHKAN MINAT BERWIRAUSAHA

6 DESAIN KRIYA TEKSTIL DENGAN

KAJIAN ESTETIKA PADA DESAIN MOTIF TENUN IKAT TRADISI DI DUKUH KENTENG DESA POJOK KECAMATAN TAWANGSARI KABUPATEN SUKOHARJO

ANALISA PROSES PRODUKSI SULAMAN KERAWANG KHAS GORONTALO. Hariana Jurusan Teknik Kriya - Universitas Negeri Gorontalo

7 DESAIN KRIYA TEKSTIL DENGAN

SPESIFIKASI TEKNIS TENDA SERBAGUNA TYPE-1 Nomor : Kain filament polyester 100% double side coated.

Peta Materi KERAJINAN TEKSTIL. Jenis dan Karakteristik. Kerajinan Tekstil. 1. Tapestri 2. Batik 3. Sulam 4. Jahit Aplikas

Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara

KUALITAS TENUNAN YANG TERBUAT DARI DAUN PANDAN LAUT DAN DAUN PANDAN WANGI

Uji Karakteristik Serat Abaca Anyaman 3D Pada Fraksi Volume (30%, 40%, 50%, 60%)

EKSPLORASI ORGANDI UNTUK PRODUK FASHION

Kajian bentuk kain Donggala Netty Juliana ( ) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

TUGAS SENI BUDAYA ARTIKEL SENI RUPA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk negara agraris yang berpotensi menghasilkan Sumber

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG KUMIHIMO

GENERATOR CORAK TENUN MENGGUNAKAN TREE STRUCTURED VECTOR QUANTIZATION. Umi Badriyah

Menata Pola Ragam Hias Tekstil

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

Cara Membuat Kepiting dari Daun Kelapa (Janur) Mainan Tradisional Kepiting dari Janur (Daun Kelapa Muda)

BAB V TEKNIK PENATAAN DISPLAY INOVASI BUSANA ETNIK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

tahapan DMAIC (Define, Measure, Analysis, Improve, dan Control) untuk dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan cacat pada suatu produk.

Jenjang Pendidikan. Kompetensi Utama Kompetensi Inti. Indikator Esensial. Kompetensi Guru Mapel/Guru Kelas

BAB I PENDAHULUAN. 2.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI...i TUJUAN PROGRAM KEAHLIAN...1 STANDAR KOMPETENSI KEAHLIAN...2 PROFIL KOMPETENSI LULUSAN Kompetensi Umum...5

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan mengembangkan sikap professional dalam bidang keahlianyang. maupun melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

PENGARUH JENIS ANYAMAN TERHADAP HASIL JADI CAPE DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN KULIT IMITASI

KISI-KISI MATERI PLPG DESAIN DAN PRODUKSI KRIYA TEKSTIL. Standar Kompetensi Guru (SKG)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

UJIAN SEKOLAH SMP/MTs TAHUN PELAJARAN Hari/Tanggal (60 menit) P - 01

Membuat Tenunan Sederhana

BAB III DATA DAN ANALISIS PERANCANGAN A. KELOMPOK DATA BERKAITAN DENGAN ASPEK FUNGSI PRODUK

PERANCANGAN MOTIF TERATAI SEBAGAI HIASAN TEPI PADA KAIN LURIK MELALUI TEKNIK BATIK LUKIS

BAB II KAJIAN TEORITIS. Judul yang dipilih sebagai Tugas Akhir adalah Eksplorasi Serat Kapuk

BAB III PROSES PERANCANGAN. A. Bagan Pemecahan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

IMPLEMENTASI TEKNOLOGI DALAM PROSES PENCIPTAAN SENI KRIYA KAYU I WAYAN JAGRI DI DESA SINGAPADU

BAB V DESKRIPSI KARYA AKHIR. Konsep dalam perancangan karya akhir dibuat setelah eksperimen dan

4 PENGETAHUAN BAHAN DAN ALAT

Aplikasi Pembuatan Desain Sarung Palekat APLIKASI PEMBUATAN DESAIN SARUNG PALEKAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

@UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu dan perkembangan masyarakat, selain itu pendidikan

BAB III PAKAIAN ADAT TRADISIONAL DAERAH BUKIT HULU BANYU KALIMANTAN SELATAN

Volume I No. 3, Oktober 2016 ISSN

BAB II GAMBARAN UMUM FUROSHIKI. mayarakat Jepang sejak tahun sebelum masehi. Furo yang berarti mandi dan shiki

Okulasi Cokelat Pada Tanaman Karet

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

JURUSAN KRIYA SENI/TEKSTIL FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013 commit to user

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi sesuai dengan

LAMPIRAN NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN. Gambar 1. Tas rajut yubiami. Gambar 2. Syal yubiami. Universitas Sumatera Utara

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU TAHUN No Kompetensi Inti Guru Kompetensi Guru mapel Tekstil Indikator Esensial


Batik Tulis TradBatik Tradisional Tuban

SKRIPSI. Oleh. Prana Nusa Putra C KRIYA TEKSTIL SURAKARTA

PERANCANGAN ALAT PEMINTAL BENANG ERGONOMIS KERAJINAN TENUN IKAT

Pemanfaatan pelepah pisang. Pada kain tenun atbm sebagai tirai

b. Karya seni rupa tiga dimensi atau trimatra, contoh; patung, monumen, mebel. rumah, pesawat, sepatu, sandal, tas, dll.

KONSTRUKSI JALAN PAVING BLOCK

TANAMAN INDIGOFERA TINCTORIA SEBAGAI INSPIRASI PERANCANGAN BATIK TULIS UNTUK PAKAIAN EKSKLUSIF WANITA

Saeful Islam, Ari Febrianto, Ikbal Mahsani. Balai Besar Tekstil, Jalan Jenderal Ahmad Yani No. 390 Bandung

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER PRAKARYA KELAS VII

Transkripsi:

Pengembangan Jenis Tenun Polos dan Tenun Kepar ABSTRAK Terbentuknya kain tenun, pada mulanya manusia purba menemukan cara membuat tambang, kemudian tali dan juga benang dari tumbuhantumbuhan merambat dan rami. Mereka memanfaatkan tali, benang dan rami dengan cara menganyam yang berfungsi sebagai tempat peralatan rumah tangga, tempat bayi dan tempat tidur. Tahun demi tahun teknik menganyam berkembang dengan menggunakan alat untuk membuat kain tenun yang disebut alat tenun gendong. Tenun merupakan kain yang dibuat dengan prinsip sangat sederhana, yaitu dari benang yang digabungkan secara memanjang dan melintang dengan cara menganyamkan benang lusi dan benang pakan untuk dijadikan kain. Kain tenun dapat dibedakan menurut jenisnya yaitu tenun polos, tenun kepar dan tenun satin. Proses menenun meliputi tahapan menghani, menggulung pada bum lusi, mencucuk, menggulung pada bum kain, penyetelan, menenun dan penyelesaian akhir. Corak tenun polos dan kepar dapat dikembangkan dengan membuat variasi benang, pencucukan dan injakan pada proses penenunan. Kata kunci: tenun polos, tenun kepar, pengembangan 1

PENGEMBANGAN JENIS TENUN POLOS DAN TENUN KEPAR Sebelum mengenal cara menenun, jenis pakaian mula-mula diperkirakan dari bahan kulit kayu. Untuk membuat pakaian dari kulit kayu ini memerlukan pengetahuan dan pengalaman tertentu, yaitu pengenalan jenis-jenis pohon keras yang mempunyai serat kuat dan panjang. Terbentuknya kain tenun, pada mulanya manusia purba menemukan cara membuat tambang, kemudian tali dan juga benang dari tumbuhantumbuhan merambat dan rami. Mereka memanfaatkan tali, benang dan rami dengan cara menganyam yang berfungsi sebagai tempat peralatan rumah tangga, tempat bayi dan tempat tidur. Tahun demi tahun teknik menganyam berkembang dengan menggunakan alat untuk membuat kain tenun yang disebut alat tenun gendong. Teknik menenun berkembang sejajar dengan keahlian membuat benang. Pada masa itu benang sudah mempunyai ukuran sedang, tebal dan tipis, dengan tujuan untuk mempersiapkan pembuatan kain tenun yang sesuai. Dikalangan mayarakat jawa umumnya dan di Surakarta, pada saat sekarang pembuatan tenun dengan alat tenun gendo sudah semakin hari semakin menghilang. Di beberapa desa yang menghasilkan dengan alat tenun gendong sudah langka. Hanya terdapat beberapa saja dan masingmasing sudah tua umurnya. Mereka tidak menurunkan kerajinan menenun itu kepada anak-anaknya, karena banyak yang tidak tertarik menenun dan sulit. Tenun merupakan kain yang dibuat dengan prinsip sangat sederhana, yaitu dari benang yang digabungkan secara memanjang dan melintang dengan cara menganyamkan benang lusi dan benang pakan untuk dijadikan kain. Kain tenun dapat dibedakan menurut jenisnya yaitu tenun polos, tenun kepar dan tenun satin. 2

TENUNAN POLOS Tenunan polos merupakan corak tenun yang paling sederhana dan mudah, yaitu dengan teknik masing-masing atau sebuah benang lusi dan benang pakan naik turun bergantian dan saling menyilang. ATBM atau Alat Tenun Bukan Mesin yang digunakan untuk tenun polos dapat menggunakan semua ATBM berapapun jumlah gun atau kamrannya. Jenis Tenun Polos dengan 2 gun atau gun/kamran TENUNAN KEPAR Benang pakan menyilang di bawah benang lusi, silih berganti. Pada tenun kepar titik pertemuan antara lusi dan pakan berjalan miring pada tenunannya. ATBM atau Alat Tenun Bukan Mesin yang digunakan untuk tenun kepar adalah yang memiliki minimal 3 (tiga) gun/kamran. Jenis Tenun Kepar dengan 4 gun/kamran 3

PROSES PEMBUATAN TENUN Pembuatan produk dengan teknik tenun dilakukan melalui beberapa tahapan yang harus dilakukan dengan urut dan tepat, proses sebagai berikut: MENGHANI Menghani adalah tahapan awal pada proses pertenunan, yaitu proses pembuatan helaian-helaian benang untuk di jadikan lungsi pada alat yang dinamai alat hani. Teknik pengerjaan menghani sebagai berikut: 1. Membuat pola ukuran panjang lusi pada alat hani 2. Mengurai benang menjadi helaian-helaian lusi pada alat hani, mengikuti pola 3. Membuat lusi sesuai dengan panjang pola ukuran jumlah lusi, jangan lupa silangan pada lusi 4. Setiap 10 lusi atau sesuai keinginan, lusi diikat, untuk memudahkan penghitungan lusi 5. Ikatlah pada bagian silangan, jangan sampai lepas silangannya 6. Apabila lusinya panjang, maka harus digulung dulu dengan cara menjalin menjadi jalinan rantai agar tidak kusut 7. Lepaskan lusi dari alat hani MEMASANG LUSI PADA BUM LUSI Memasang lusi pada alat tenun adalah memasang helaian-helaian benang yang akan dijadikan lusi pada Alat Tenun Bukan mesin pada bum lusi. Proses pengerjaannya sebagai berikut: 1. Aturlah lusi terlebih dahulu dengan posisi yang benar 2. Bagilah lusi menjadi dua bagian dengan jumlah yang sama 3. Kemudian siapkan BUM LUSI, putarlah engkelnya sampai semua tali terurai, kemudian tariklah ke atas dan letakkan kayu bentangan yang ada pada rangkaian BUM LUSI dan letakkan pada rangka ATBM 4

4. Masukkan lusi dari bagian tengah ke kanan, kemudian bagian tengah ke kiri, jangan lupa diselingi tali-tali yang ada pada bentangan kayu, untuk memilah-milah lusi, sehingga posisi lusi lebih rata 5. Jangan lupa, pasang dua buah kayu, untuk membuat silangan lusinya, jangan sampai terlepas, posisi ini sangat menentukan dalam pencucukan atau memasukkan lusi pada mata gun dan sisir 6. Rapikan lusi, kemudian pisah-pisahkan lusi melewati raddle sesuai lebar tenunan 7. Gulunglah lusi pada BUM lusi, sisakan panjang lusi sampai batas sisir (sisa lusi dapat diikatkan pada kayu bentang yang ada pada rangkaian BUM kain) PENCUCUKAN PADA MATA GUN Pencucukan adalah proses memasukkan benang lusi ke mata gun sesuai dengan corak tenun, proses pencucukannya sebagai berikut: 1. Masukkan lusi ke mata gun, mulailah dari tengah ke kanan atau tengah kekiri atau sebaliknya 2. Masukkan pada mata gun sesuai corak yang dibuat 3. Setiap beberapa helai lusi (misal 10 helai saja) ikatlah hasil pencucukan, agar lusi tidak lepas, sampai seluruh lusi sudah masuk ke mata GUN sesuai pola pecucukan 4. Masukkan lusi satu persatu ke sisir, mulailah dari tengah ke kanan kemudian tengah kekiri atau sebaliknya PENCUCUKAN PADA SISIR Pencucukan adalah proses memasukkan benang lusi ke sisir sesuai dengan corak tenun, proses pencucukannya sebagai berikut: 1. Masukkan satu persatu lusi ke SISIR, mulailah dari tengah ke kanan atau tengah kekiri atau sebaliknya 2. Setiap beberapa helai lusi (misal 10 helai saja) ikatlah hasil pencucukan, agar lusi tidak lepas, sampai seluruh lusi sudah masuk ke SISIR sesuai pola pecucukan 5

MENGIKAT LUSI PADA BUM KAIN Mengikat lusi pada bum kain dilakukan setelah lusi dicucuk melalui mata gun dan sisir. Proses pengikatannya sebagai berikut: 1. Putarlah BUM kain. Sampai semua tali terurai 2. Ikatlah lusi pada bentangan kayu yang ada pada rangkaian BUM kain 3. Mulailah ikatan dari tengah, ke tepi kanan, tengah ke tepi kiri baru bagian-bagian yang lain sampai semua lusi terikat 4. Ikatlah lusi sedikit demi sedikit (misal setiap10 lusi kemudian di ikat) agar jarak antara ikatan satu dengan ikatannya tidak terlalu longgar 5. Usahakan ketegangannya sama 6. Lakukan sampai semua lusi terikat PENYETELAN 1. Berilah nomor GUN 1,2,3,4 dan INJAKAN juga 1,2,3,4 untuk memudahkan dalan penenunan 2. Cermati hasil pencucukan, apakah sudah benar 3. Atur posisi Gun dan injakan, Gun 1 dengan injakan 1, gun 2 dengan injakan 2, gun 3 dengan injakan 3, gun 4 dengan injakan 4 4. Aturlah ketegangan ikatan lusi, usahakan sama ketegangannya 5. Siap menenun MENENUN 1. Awali dengan tenun sebagai bantuan saja, sampai posisi susunan lusi sudah rata 2. Ketika menenun usahan jarak gunung-gunung sama, sehingga hasil lebar tenunan dapat rata kanan dan kiri 3. Sambungan benang usakahan maju dari tepi tenunan kira-kira 2-3 cm 4. Memadatkan tenunan dengan sisir juga harus sama, kalau 2 kali ketukan juga sebaiknya semua 2 kali ketukan, sehingga hasil kerapatan tenunan juga rata 5. Tenun sesuai motif dan ukuran produk yang akan dibuat 6. Kalau mulut lusi sudah sempit, gulung hasil tenunan ke BUM kain 7. Tenun sampai mencapai ukuran yang dikehendaki 6

MELEPAS TENUNAN 1. Kendorkan tenunan terlebih dahulu 2. Potong lusi, kalau bisa, sisakan lusi pada cucukan GUN, dengan cucukan sisa, masih dapat digunakan lagi 3. Lepaskan hasil tenunan, dengan membuka ikatan-ikatan lusi 4. Rapikan hasil tenunan, bagian rumbai dapat disimpul PENGEMBANGAN TENUN POLOS Tenun polos dengan prinsip angkat satu tinggal satu dalam proses pertenunannya, dapat dikembangkan menjadi berbagai motif tenun polos melalui variasi pencucukan dan injakan dalam proses penenunan. Gun yang digunakan dapat memakai dua gun sampai empat gun/kamran. Tergantung dari rencana pengembangan corak tenun polosnya. Pengembangan tenun polos 1 Menggunakan dua gun atau empat gun/kamran, dengan variasi benang pakan pada proses penenunan Pengembangan tenun polos 2 Menggunakan dua gun atau empat gun/kamran, dengan variasi benang pakan dan injakan pada proses penenunan 7

Pengembangan tenun polos 3 Menggunakan dua gun atau empat gun/kamran, dengan variasi benang pakan dan injakan pada proses penenunan Pengembangan tenun polos 4 Menggunakan dua gun atau empat gun/kamran, dengan variasi injakan pada proses penenunan Pengembangan tenun polos 5 Menggunakan dua gun atau empat gun/kamran, Dengan variasi injakan pada proses penenunan 8

Pengembangan tenun polos 6 Menggunakan empat gun/kamran, dengan variasi benang pakan dan injakan pada proses penenunan PENGEMBANGAN TENUN KEPAR Tenun kepar dengan prinsip benang pakan menyilang di bawah benang lusi, silih berganti dalam proses pertenunannya, dapat dikembangkan menjadi berbagai motif tenun kepar melalui variasi pencucukan dan injakan dalam proses penenunan. Gun yang digunakan dapat memakai gun minimal tiga gun/kamran. Tergantung dari rencana pengembangan corak tenun keparnya dan ketersediaan alat bahan. Pengembangan tenun kepar (zigzag)1 Menggunakan empat gun/kamran, dengan variasi injakan pada proses penenunan 9

Pengembangan tenun kepar 2 Menggunakan empat gun/kamran, dengan variasi injakan pada proses penenunan Pengembangan tenun kepar 3 Menggunakan empat gun/kamran, dengan variasi injakan pada proses penenunan 10

PENGEMBANGAN TENUN POLOS DAN TENUN KEPAR Hasil pengembangan tenun polos dan tenun kepar, diwujudkan dalam satu produk berupa taplak meja dan syal. Ke dua produk dikembang dari variasi pencucukan dan injakan pada proses penenunan. Keduanya menerapkan jenis tenun polos dan jenis tenun kepar. 1 2 Taplak Meja pengembangan Tenun Polos dan Kepar Karya: 1.Ade Nurdiana,2. Novi Dwi Astuti (Foto Wiwik Pudiastuti, Maret 2015) 1 2 Syal pengembangan Tenun Polos dan Kepar Karya: 1.Ade Nurdiana,2. Novi Dwi Astuti (Foto Wiwik Pudiastuti, Maret 2015 11

CURRICULUM VITAE Dra Wiwik Pudiastuti, MSn. lahir di Bantul 27 Juni 1965. Gelar S1 diperoleh di Seni Rupa Program Studi Disain Tekstil Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun 1991, AKTA IV diperoleh dari IKIP Yogyakarta tahun 1991, gelar S2 diperoleh di Program Pascasarjana ISI Yogyakarta tahun 2007. Tahun 2006 sampai sekarang sebagai Widyaiswara pada Program Studi Kriya Tekstil di Pusat Pengembangan dan Yogyakarta. 12