BAB I PENDAHULUAN. ingin dicapai dari proses pendidikan yaitu menghasilkan manusia yang terdidik

dokumen-dokumen yang mirip
EFEKTIVITAS KONSELING REALITAS UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN DIRI

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. satu hal penting yang perlu didapatkan oleh setiap manusia. Manusia

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Agni Marlina, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini banyak permasalahan yang dialami para pelaku pendidikan.

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI. Widanti Mahendrani 1) 2)

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu untuk dapat bersaing di zaman yang semakin maju. Pendidikan juga

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Hurlock (1980) bahwa salah satu tugas perkembangan masa

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.

BAB II LANDASAN TEORI. pada lingkungannya (Sunarto dan Hartono, 2008). Penyesuaian merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu. menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya.

BAB I PENDAHULUAN. Kompleksitas masalah-masalah berujung pada konflik-konflik dan rintangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa

BAB I PENDAHULUAN. muncul berbagai tantangan dan persoalan serba kompleksitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat

BAB I PENDAHULUAN. Remaja dalam perkembangannya dihadapkan pada sejumlah tuntutan,

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

Psikologi Konseling Agustini, M.Psi., Psikolog MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. tingkat D3 Keperawatan, S1 Keperawatan dan juga profesi ners. Imbasnya adalah

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang akan menjadi penerus bangsa. Tidak dapat dipungkiri, seiring dengan terus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan wahana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme

Amanda Luthfi Arumsari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tantangan dan tekanan dalam kehidupan dipengaruhi oleh persepsi, konsep

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi manusia terjadi semenjak manusia itu berada. dalam kandungan hingga akhir masa hidupnya. Hal ini sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan untuk menunjang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah diharapkan mampu. memfasilitasi proses pembelajaran yang efektif kepada para siswa guna

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar merupakan cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bagi siswa

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

PENDAHULUAN Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN PADA TEMAN SEBAYA DENGAN STRES AKADEMIK PADA MAHASISWA TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau sekolah dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien (Zamroni,

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman yang semakin modern pada era globalisasi menuntut adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU pendidikan No.2 Tahun,1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

Penerapan Konseling Kelompok Realita untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri di Sekolah. Nurin Cholifatul Ma rifa 1 dan Titin Indah Pratiwi 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri dari angkatan darat, angkatan

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB I PENDAHULUAN. kutu buku, bahkan kurang bergaul (Pikiran Rakyat, 7 November 2002).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Salah satu indikasi bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

1. PENDAHULUAN. sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah Dasar RSBI Kebon Jeruk 11 Pagi merupakan sekolah yang sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Pada era globalisasi saat ini, pendidikan menjadi sesuatu yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. program tertentu. Aktivitas mereka adalah belajar. Belajar ilmu pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan masyarakat khususnya anak didik. Pesatnya

BAB 1 PENDAHULUAN. unik dan mereka lebih tertarik dengan dirinya sendiri hanya saja sebagai

BAB I PENDAHULUAN. belajar sesungguhnya tidak ada pendidikan. Demikian pentingnya arti belajar,

BAB I PENDAHULUAN. karena itu, agar dapat menciptakan sumber. peningkatan terhadap kualitas pendidikan itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mega Sri Purwanida, 2014

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan dari proses pembelajaran di sekolah tersebut. Pendidikan dapat

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pendidikan merupakan upaya yang dilakukan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang kompeten dan memiliki daya saing. Hal utama yang ingin dicapai dari proses pendidikan yaitu menghasilkan manusia yang terdidik dan berbudaya (educated and civilized human being). Terdidik yang dimaksud adalah individu yang memiliki keilmuan dalam bidang akademis dan berbudaya adalah memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan keilmuan sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman sehingga ilmu yang dimiliki bermanfaat bagi individu lain. Hal ini menjadi penting karena pendidikan tidak sekedar mencari ilmu namun harus mampu mengaplikasikan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Tilaar, 2000). Proses belajar akan berbeda untuk setiap sistem pendidikan. Salah satu sistem pendidikan yang ditawarkan adalah sekolah berasrama (boarding school). Belajar di sekolah berasrama berbeda dengan belajar di sekolah biasa (non asrama). Lingkungan sekolah pada sekolah berasrama memacu peserta didik untuk menguasai ilmu dan teknologi secara intensif dan selama di lingkungan asrama mereka ditempa untuk menerapkan ajaran agama atau nilai-nilai khusus serta mengekspresikan rasa seni dan keterampilan hidup di hari libur. Setiap hari siswa berinteraksi dengan teman sebaya dan para guru. Rutinitas kegiatan tersebut berlangsung dari pagi hingga malam sampai bertemu pagi lagi. Mereka

2 menghadapi orang yang sama dan lingkungan yang sama dengan dinamika kegiatan yang monoton setiap saat. Disisi lain keunggulan sekolah berasramajika dibandingkan dengan sekolah regular yaitu program pendidikan lengkap, fasilitas lengkap, guru yang berkualitas, lingkungan yang kondusif, siswa yang heterogen, jaminan keamanan dan jaminan kualitas. Secara ekonomi sekolah berasrama memberikan layanan dengan biaya cukup tinggi (Maknun, 2006). Sekolah berasrama siswa akan memiliki waktu belajar yang lebih panjang dan lebih fokus. Hal ini memungkinkan siswa untuk lebih mandiri dan lebih siap dalam mempersiapkan berbagai macam tantangan yang akan dihadapinya dimasa yang akan datang. Siswa-siswa sekolah berasrama diwajibkan untuk tinggal di lingkungan sekolah dan sekolah telah menyiapkan tempat untuk para siswa, kegiatan yang dilaksanakan selalu berada di area sekolah (Kusdiyati, 2011).Perubahan dari lingkungan sekolah menengah non asrama dimana siswa tinggal bersama orangtua menuju pendidikan tinggi berasrama merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, khususnya transisi memasuki sekolah berasrama karena memiliki tuntutan yang lebih tinggi jika dibanding sekolah non asrama. Siswa pada sekolah berasrama dituntut untuk tinggal di asrama bersama siswa lain dan pengelola sekolah dalam kurun waktu tertentu. Disamping itu sekolah berasrma juga mengisolasi siswa dari lingkungan sosial dan membatasi pergaulan selama di dalam asrama (Baktiar, 2012). Menurut Octyavera (2010) tidak mudah bagi siswa untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan asrama. Peralihan dari lingkungan keluarga ke lingkungan asrama akan menimbulkan perubahan yang signifikan bagi remaja. Kategori usia remaja sendiri masih membutuhkan proses penyesuaian diri yang tidak mudah,

3 karena merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa dengan berbagai tugas perkembangan yang harus dijalani.rumiani (2006) mengatakan bahwa siswa terbiasa hidup dengan kontrol orangtua, namun di asrama siswa dituntut untuk mandiri dan mengerjakan apa yang harus dikerjakan terlebih dahulu sesuai dengan kontrol pribadinya. Keadaan di asrama dengan peraturan dan kondisi yang berbeda dengan di rumah bisa menjadi sumber tekanan (stressor) sehingga dapat menyebabkan stres. Salah satu dampak stres adalah kelelahan fisik hingga mengakibatkan turunnya produktivitas dalam belajar maupun aktivitas pribadi. Siswa yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan dapat mengakibatkan terjadinya hal-hal berikut ini seperti stres dan memiliki kecenderungan untuk melakukan aktivitas yang lebih menyenangkan daripada belajar. Hartono dan Sunarto (2002) mengatakan bahwa bagi siswa yang baru memasuki pendidikan lanjutan akan mengalami kesulitan dalam membagi waktu belajar. Hal ini dikarenakan adanya pertentangan antara belajar dan keinginan untuk ikut aktif dalam kegiatan sosial, kegiatan ekstra kurikuler dan sebagainya. Siswa juga akan mengalami permsalahan penyesuaian diri dengan guru-guru, teman-teman dan mata pelajaran. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutris (2008) yang sejak tahun 1998 mengelola sekolah berasrama, diperoleh data bahwa hampir 75% siswa yang mengikuti pendidikan dengan sistem sekolah berasramaadalah kemauan dari orangtua bukan dari siswa itu sendiri. Akibatnya dibutuhkan waktu yang lama (rata-rata empat bulan) untuk siswa menyesuaikan diri dan masuk kedalam konsep pendidikan berasrama yang integratif.

4 Fenomena yang terjadi pada siswa sekolah berasama yang telah disebutkan diatas juga terjadi pada siswa di sekolah berasrama Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Medan. ATKP Medan sebagai salah satu penyelenggara pendidikan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi (akademi) dalam cabang ilmu pengetahuan tertentu yaitu teknik dan keselamatan penerbangan juga setiap tahunnya menerima taruna baru. Taruna adalah sebutan untuk siswa di sekolah kedinasan yang bernaung di bawah Kementerian Perhubungan. Berdasarkan hasil wawancara dengan masing-masing Ketua Jurusan (Jurusan Teknik Penerbangan dan Jurusan Keselamatan Penerbangan) diperoleh informasi bahwa setiap tahun ada saja taruna yang mengalami masalah dengan sistem kedinasan ATKP Medan. Misalnya taruna yang tidak mampu mencapai standar minimal kelulusan secara akademik dan taruna yang tidak mampu mengikuti kegiatan kampus secara keseluruhan. Hal ini karena ATKP Medan juga menerapkan sistem kedinasan selain sistem sekolah berasrama. Sistem kedinasan yaitu sistem pembinaan taruna baik secara fisik maupun mental. Berdasarkan sistem tersebut, tentu saja ada tuntutan secara akademik dan tuntutan non akademik (pembinaan fisik dan mental). Hal inilah yang menjadi ciri khas ATKP Medan dan merupakan faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri taruna, khususnya taruna tingkat satu seperti informasi yang diperoleh dari salah satu hasil wawancara dengan Ketua Jurusan sebagai berikut:

5 Semua sekolah di bawah Kementerian Perhubungan pakai sistem kedinasan. Jadi ya... mau gak mau siswa yang mau sekolah disini harus ikut aturan itu. (A.001, 18 September 2014, wawancara personal). Semua yang ada disini pastilah beda sama kondisi mereka dirumah dan sekolahnya dulu. Mau gak mau harus pandai-pandai bawa diri karena kalau gak pasti susah ngikutinnya.. (A.002, 18 September 2014, wawancara personal). nah...lama kelaman akan keliatan mana yang bisa mana yang gak disini. Ada yang dapat nilai bagus ada yang gagal juga, belum lagi pembinaan dari pembina. Kalau dari pembina pasti ada hukuman kalau buat kesalahan, hukuman fisik atau non fisik (mental). (A.003, 18 September 2014, wawancara personal). Berdasarkan hasil wawancara ini terlihat bahwa terdapat beberapa orang taruna yang mengalami masalah dengan perilaku adaptasi terhadap lingkungan sekolah yang baru dan adaptasi terhadap tuntutan akademis yang harus dicapai setiap taruna.hal ini disebabkan selain taruna harus melaksanakan kegiatan akademik, taruna juga harus patuh dan mentaati aturan yang berlaku, diantaranya adalah PT3 (Peraturan dan Tata Tertib Taruna). Taruna yang melakukan kesalahan karena tidak melaksanakan aturan akan mendapat nilai/poin kesalahan.

6 Nilai poin maksimal dalam satu semester adalah 90 poin. Apabila taruna melebihi poin tersebut maka akan mendapat peringatan dan bila mencapai angka 100 poin, maka akan mendapat sanksi berupa dikeluarkan dari kegiatan akademik (Drop Out). ATKP Medan juga menganut sistem pembinaan semi militer dan ini merupakan kewajiban yang juga harus dipatuhi taruna. Data yang diperoleh dari masing-masing jurusan bahwa setiap diadakan ujian baik teori maupun praktek di laboratorium selalu saja ada siswa yang gagal ujian dan mendapat akumulasi nilai sehingga terancam drop out. Data dari bagian pembinaan terdapat 15 orang taruna yang memiliki angka kesalahan maksimal dan juga terancam drop out. Kemampuan menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi merupakan salah satu hal yang akan menentukan stres atau tidaknya individu tersebut (Septanti, 2009). Individu yang dapat menyesuaikan diri dengan permintaan lingkungannya diharapkan tidak mengalami permasalahan dalam proses pencapaian prestasi akademik. Individuyang kurang berhasil dalam menyelaraskan diri dengan dirinya sendiri maupun dengan lingkungan seringkali membuat pola-pola perilaku yang keliru atau disebut dengan maladjustment. Perilaku tidak sesuai yang dilakukan biasanya didorong oleh keinginan mencari jalan pintas dalam menyelesaikan sesuatu tanpa mendefinisikan secara cermat akibat yang akan muncul dikemudian hari. Siswa yang kurang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan akan merasa tertekan dan banyak menghadapi konflik dalam menghadapi tuntutan lingkungan yang menyebabkan

7 menurunnya motivasi taruna dalam belajar yang mempengaruhi hasil belajar taruna nantinya (Tyrer; 2000, Kusuma, Gusniarti ; 2008) Kemampuan siswa untuk menyesuaikan diri mempunyai pengaruh yang cukup besar pada keadaan siswa untuk memberikan respon pada setiap keadaan yang dihadapi. Kemampuan penyesuaian diri terhadap kondisi lingkungan akan mempengaruhi kondisi fisik, mental dan emosional taruna. Taruna yang memiliki penyesuaian yang baik akan mampu menghadapi keadaan yang sulit dengan penyelesaian yang positif (Fatimah, 2006). Persepsi individu terhadap diri, orang lain dan lingkungan sekitar akan mempengaruhi individu tersebut dalam menyesuaikan diri. Hal tersebut senada dengan dasar yang digunakan dalam konseling realitas, dimana selalu menekankan pada kondisi fenomenologis setiap individu dan menekankan pada pengalaman subjektif klien mengenai dunia dan bagaimana reaksi mereka pada dunia. Konseling realitas menekankan bahwa setiap individu memiliki kebebasan, dapat membuat pilihan, dan harus bertanggung jawab pada setiap pilihan yang ia buat (Glesser, 1990 ; Corey, 1996). Konseling ini juga menekankan bahwa individu bukanlah korban dari masa lalu atau masa saat ini. Semuanya adalah tergantung pada pilihan individu itu sendiri, apakah ia mau menempatkan dirinya sebagai korban lingkungan atau tidak. Setiap orang memiliki kontrol terhadap dirinya sehingga secara umum, konseling ini akan menyediakan lingkungan yang dapat membantu klien untuk mengevaluasi perilakunya saat ini. Meliputi apa yang ia lakukan, pikirkan, rasakan, dan respon fisiologis yang menyertai. Jika perilakunya saat ini tidak

8 sesuai dengan apa yang sebenarnya ia inginkan, maka klien akan dituntun untuk mencari cara agar dapat mengubah perilakunya (Corey, 1996). Tujuan dasar konseling realitas yang berorientasi kognitif ini adalahmembantu para konseli mempelajari cara yang lebih baik dalam memenuhisemua kebutuhan mereka, termasuk kekuasaan atau prestasi, kebebasanatau kemerdekaan, dan kesenangan, tanpa harus mengabaikan prinsip3r yaitu Responsibility, Reality, Right (Corey, 2005). Dengan kata lain tujuan konseling realitas adalahmembantukonseli untuk mengembangkan perilaku yang bertanggung jawab, danmengubah perilaku yang tidak bertanggung jawab menjadi bertanggungjawab, karena nantinya perilaku bertanggung jawab akan mengarahkanpada identitas sukses. Pemberian bantuan pada individu taruna berupa konseling realitas bertujuan membantu taruna untuk bisa bertanggung jawab dan mampu mengahapi segala permasalahan yang dihadapi serta mampu menjadi pribadi yang mandiri. Dikatakan mandiri artinya individu mampu berpikir dan bertindak secara sadar sehingga mampu memilih jalan hidupnya untuk dapat berkembang dan memiliki penghargaan terhadap diri sendiri, mampu mengatur diri sendiri yang tentunya tidak bergantung pada orang lain dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam hal ini individu dengan penyesuaian diri yang baik mampu menyeimbangkan kebutuhan dengan lingkungannya sehingga tercipta suasana yang harmonis baik antar pribadi dan lingkungan. Layanan konseling realitas dapat dimanfaatkan untuk membantu individu dalam mengartikan dan memperluas tujuan-tujuan hidup mereka dan membantu dalam proses pemenuhan

9 kebutuhan akan identitas. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan merasa adanya keunikan individu, perbedaan dan kemandirian (Dimas& Nuraeni, 2013). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dimas &Nuraeni (2013) yang menjelaskan bahwa konseling realitas dapat meningkatkan penyesuaian diri siswa kelas VIII di SMP Negeri 2 Buer Kabupaten Sumbawa Besar tahun pelajaran 2013/2014. Konseling realitas dalam proses pemberian layanan konseling individu sangat penting bagi siswa untuk membantu mengartikan dan memperluas tujuan-tujuan hidup mereka dan membantu dalam proses pemenuhan kebutuhan psikologis tunggal yang disebut kebutuhan akan identitas. Melalui konseling realitas pula individu dapat menjadi individu yang bertanggung jawab terhadap pilihannya dengan memunculkan perilaku yang akan membantu tercapainya tujuan/harapan. Meningkatkan kemampuan penyesuaian diri juga diharapkan akan mampu meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Achyar (2001) bahwa penyesuaian diri berkorelasi dengan prestasi belajar, dimana penyesuaian diri dapat meningkatkan efek positif terhadap prestasi belajar siswa. Konseling realitas ini akan disampaikan secara berkelompok agar tercipta interaksi sehingga terbentuk hubungan yang bersifat membantu yang memungkinkan mereka dapat mengembangkan pemahaman dan kesadaran terhadap dirinya. Konseling kelompok sebagai suatu proses interpersonal yang dinamis dengan memusatkan kepada kesadaran pikiran dan perilaku, serta berdasarkan fungsi-fungsi konseling yang bersifat memberi kebebasan, berorientasi terhadap kenyataan, katarsis, saling mempercayai, memelihara,

10 memahami dan mendukung. Intervensi melalui konseling kelompok, dapat dilaksanakan dengan berbagai jenis pendekatan, salah satunya melalui pendekatan realita (Nursalim & Suradi, 2002). Mengacu pada pengertian diatas, maka sangat memungkinkan untuk menggunakan teknik konseling kelompok dalam membimbing taruna untuk dapat menyesuaikan diri. Masalah penyesuaian diri akan lebih efektif jika diselesaikan dengan layanan metode konseling kelompok yang terdiri dari tidak lebih sepuluh orang, sehingga diharapkan jika mereka memiliki kebutuhan yang sama (yaitu penyesuaian diri yang kurang baik) disatukan dalam kelompok kecil, akan memberikan kenyamanan karena adanya solidaritas dan kenyamanan yang akan tercipta karena kebutuhan yang sama. Layanan konseling kelompok merupakan upaya bantuan untuk dapat membantu meningkatkan penyesuaian diri dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Apabila dinamika kelompok dapat terwujud dengan baik, maka anggota kelompok akan saling membantu dan memberikan masukan (Sunarto& Hartono, 2008) Melihat fenomena yang terjadi pada taruna tingkat I ATKP Medan, maka peneliti memandang perlu mengadakan penelitian untuk mengetahui efektivitas konseling realitas dalam meningkatkan penyesuaian diri taruna dan merumuskannya kedalam penelitian yang berjudul sebagai berikut Efektivitas Konseling Realitas dalam Meningkatkan Penyesuaian Diri Taruna.

11 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka didapat suatu rumusan masalah: 1. Bagaimana penyesuaian diri taruna sebelum dan sesudah mendapatkan intervensi berupa konseling realitas? 2. Apakah konseling realitas efektif dalam meningkatkan penyesuaian diri taruna tingkat awal di ATKP Medan? 3. Berapa besarnya sumbangan efektif konseling realitas dalam meningkatkan penyesuaian diri taruna tingkat I ATKP Medan? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas konseling realitas dalam meningkatkan penyesuaian diri taruna. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis : Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah terhadap pengembangan psikologi pendidikan, khususnya mengenai penyesuaian diri taruna.

12 2. Manfaat Praktis : a) Bagi ATKP Medan 1) Hasil penelitian ini nantinya dapat digunakan sebagai pedoman mengukur penyesuaian diri taruna secara rutin dan berkesinambungan. 2) Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai pedoman penanganan taruna yang mengalami masalah penyesuaian diri. b) Bagi orangtua taruna Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk orangtua agar selalu memberi dukungan dan perhatian pada taruna yang sedang menjalani proses pendidikan khususnya pada pendidikan lanjutan yang berbeda kondisinya dengan jenjang pendidikan sebelumnya. Hal ini juga berguna sebagai motivasi yang dapat diberikan orangtua pada taruna, khususnya taruna tingkat I. c) Bagi taruna Dari hasil penelitian ini diharapkan taruna dapat mengidentifikasi potensi dan masalah yang dihadapi selama proses pendidikan, khususnya mengenai penyesuaian diri. Apabila menemui hambatan dalam penyesuaian diri maka taruna tersebut dapat segera mencari bantuan dari pihak yang berwenang, misalnya konselor di ATKP Medan. Hal ini bertujuan agar taruna dapat meningkatkan kemampuan penyesuaian diri dan akhirnya akan mencapai prestasi maksimal.

13 E. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II Landasan teori Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian yaitu penyesuaian diri, konseling realitas, dan taruna ATKP Medan Bab III Metode Penelitian Bab ini menguraikan identifikasi variabel, definisi operasional, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan dan metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data penelitian. Bab IV Analisa data dan pembahasan Bab ini berisi pengolahan dan pengorganisasian data penelitian serta membahas data-data penelitian dengan teori yang relevan. Bab V Kesimpulan dan saran Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan