Tuhan, Aku Titip Ibu henti memohon kepada Tuhan agar jabang bayinya diberi keselamatan. Setelah kita berumur empat bulan dalam rahim yang kokoh itu, maka saat itulah roh ditiupkan ke dalam janin, ke dalam tubuh kita. Tubuh kita mengait roh, dan roh kita terikat dengan tubuh. Semua nasib, mulai dari rezeki, jodoh, hingga ajal telah diketok palu saat itu juga. Namun, kita tidak bisa meminta kepada Tuhan, dari siapa kita akan dilahirkan. Kita juga tidak bisa memilih dari keluarga mana kita akan selamanya tinggal. Kita pula tidak bisa menginterupsi Tuhan, Seperti ini kehidupan yang saya inginkan. Sebab semua telah menjadi perhitungan Allah yang Maha Mengetahui dan Mahaadil. Masih dalam kandungan wanita itu, sang roh jabang bayi mendengar lantunan shalawat setiap saat, layaknya nyanyian malaikat yang selalu dia dengarkan di surga. Dia juga merasakan lantunan kalam Tuhan yang terdengar merdu seperti kalam yang selalu dia dengarkan di surga. Setiap saat pula, dia mendapat rayuan dan terasa elusanelusan lembut dari luar yang seakan bersumber dari hati yang penuh harapan. Dan lambat laun, akhirnya dia penasaran, siapakah sebenarnya wanita yang berhati mulia ini, yang selalu melantunkan shalawat dan rayuan manja untuk dirinya. Tak hanya sekadar itu, jabang bayi juga merasakan manisnya nutrisi lezat yang membuatnya kenyang, yang mungkin dihasilkan dari makanan halal. Dari nutrisi halal itu pula, tubuhnya semakin tumbuh dan berkembang. Sehingga hal ini terus-menerus membuatnya semakin 4
Keagungan seorang Ibu bertambah penasaran, siapa dan seperti apa wanita yang sangat penyayang ini. Sebegitu besarkan rasa kasih sayangnya hingga wanita ini selalu memilihkan yang terbaik untuk dirinya, mulai dari serapan nutrisi hingga impuls intuisi. Mungkinkah ini malaikat yang dijanjikan Tuhan pada dirinya? Waktu terus berjalan, usia bayi dalam kandungan terus bertambah, ukuran tubuhnya semakin membesar. Sang bayi pun menendang-nendang wadah pembungkusnya, yang berarti dia semakin aktif dan cepat-cepat ingin keluar dari dalam perut wanita ini. Semakin keras bayi menendang-nendang, dia semakin merasakan elusan- elusan lembut dari luar sana. Elusan yang menandakan cinta yang amat besar. Bayi dapat merasakan kecintaan dari luar sana, dengan pemilik tubuh wanita yang mengandungnya, sebab ia terikat emosional, ikatan batin yang amat kuat yang sulit dijelaskan secara rasional. Berbulan-bulan dia berada di dalam bungkus (perut wanita) dan berbulanbulan pula dia merasakan aliran kecintaan itu. Semakit lama dan semakin bertambah kuat kecintaan itu. Setelah sembilan bulan lebih beberapa hari, artinya sang bayi siap dilahirkan. Mulai ada tanda-tanda sakit perut yang tiba-tiba, ini tidak salah lagi, pertanda bayi akan dilahirkan. Lalu, wanita itu bergegas mencari bantuan bidan untuk membantu proses kelahiran sang bayi, untuk memberikan pelayanan dan memastikan bahwa sang bayi dapat lahir dengan baik pula. Saat 5
Tuhan, Aku Titip Ibu sang bidan memberikan isyarat bahwa pembukaan sudah memasuki level akhir, wanita itu mendorong dengan sekuat tenaga melalui otot-otot perutnya agar bayi keluar. Rasa sakit yang luar biasa tidak dia hiraukan, sebab jika terlambat sedikit saja, bayi bisa mati kepanasan di dalam perutnya. Wanita itu, sesekali menarik napas dalam, kemudian dihentakkan pada otot perutnya agar bayi dapat keluar. Hal itu terus berulang dan berulang. Hentakan kuat itu membuat bayi terdorong keluar. Pertama yang muncul adalah kepalanya. Seolah menggambarkan rasa penasaran sang bayi, ingin segera melihat dengan mata kepalanya, siapa dan seperti apa wanita yang selama ini ikhlas merawat dalam perutnya. Namun, bayi tetaplah bayi, yang sengaja diciptakan oleh Allah dengan suatu sistem agar dia lupa semua kejadian yang ada di dalam perut wanita tadi. Akan tetapi ikatan emosional itu terus melekat, terekam dengan jelas dalam intuis i bayi. Dengan izin Allah dan usaha sang wanita, akhirnya bayi pun lahir dengan selamat. Diawali dengan tangisan bayi yang menjerit, tangisan yang membuat semua orang senang dan lega bahwa bayi telah hadir di dunia, di tengah-tengan kerumunan manusia. Saat itu pula rasa sakit yang melanda wanita yang telah melahirkan seketika sirna, hilang seakan diterpa angin tangisan sang bayi. Suara tangisan itu yang memecah keadaan yang tegang menjadi tenang. Rasa sakit yang bisa saja 6
Keagungan seorang Ibu merenggut nyawa tak pernah dipikirkan olehnya, padahal itu sangat berisiko besar bagi keselamatan diri wanita. Sang wanita pun terlihat meneteskan air mata, ketika sang bayi diletakkan di sampingnya, sambil dia mengelus-elus hidung bayi, sembari terurai senyum melihat mata kecil bayi yang terpejam. Semua telah terobati, hatinya merasa lega dan plong yang ada hanyalah kesenangan luar biasa. Seketika itu pula sang bayi merasakan kehangatan, Oh, Tuhan, inikah malaikat yang selama ini engkau janjikan. Sang bayi pun mendengarkan lantunan azan dari sosok manusia lelaki, dia terdengar seperti pahlawan, suaranya tegas dan berwibawa, mungkin inikah yang akan menjadi pelindungnya nanti. Sehingga bayi yang awalnya menangis menjadi tenang, sebab dia telah dikelilingi oleh manusia-manusia yang akan membimbing, merawat, dan melindunginya. Seiring waktu, sang bayi pun mulai paham, Oh ternyata seperti inilah wajah wanita yang selama ini mengandungnya. Parasnya cantik, ayu, lemah lembut, penuh senyum dan tawa, yang selalu menggendongnya, dan senantiasa melantunkan ayat-ayat Al-Quran dan shalawat untuknya. Ternyata inilah yang Tuhan maksud sebagai malaikatnya, dia bernama IBU. Ya, benar malaikat itu bernama ibu. Sosok wanita yang penuh dengan kasih sayang dan kelembutan hati. Wanita yang penuh pengorbanan dan pertaruhan nyawa nan berani mati. Kalau bukan untuk kita, lalu untuk 7
Tentang Penulis T horiq Aziz Jayana, begitulah nama yang direstui oleh kedua orangtuanya. Dengan keyakinan dan harapan kepada Tuhan, kelak dengan nama ini akan memberikan keberkahan dalam menjalani hidup dan kehidupan. Penulis berasal dari keluarga yang amat sangat sederhana dan jauh dari kehidupan yang megah dan mewah. Tepat di Kabupaten Pamekasan penulis berpijak menapaki hidup ini. Sungguh jauh dari kata gemerlap nan jauh dari hiruk-pikuk kebisingan kota. Dengan didikan orangtua yang penuh cinta kasih membuat penulis tak henti-hentinya mengamalkan apa yang diperoleh dari buah didikan. Menulis bagian dari mengabadikan buah didikan itu seraya menyebarkan kebaikan di dalamnya. Karena penulis berkeyakinan, kelak di akhirat tak akan ditanyakan, Seberapa banyak ilmu yang diperoleh, tapi seberapa banyakkah ilmu yang kau be rikan. Itulah ilmu yang bermanfaat. Buku ini ditulis sebagai kelanjutan dari buku sebelumnya yang masih setema yang berjudul Ketika Ibu telah Tiada (2016) selain untuk mengenang almarhumah ibunya, juga mengingatkan khalayak bahwa ibu sangatlah berarti dalam hidup ini, kita bukanlah apa-apa tanpa seorang ibu, itulah kemahadayaan seorang ibu. Bila ingin berinteraksi dengan penulis, silakan di akun Facebooknya (sesuai nama lengkap penulis). Semoga perkenalan Anda bisa memberikan keberkahan dan pel ajaran.