BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan pada paru (Pneumonia)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri

L A M P I R A N. : dr. Boynardo Simamora Tempat / Tgl Lahir : Medan, 7 Februari 1982 : Kristen Protestan : Jl Teh 2 No 28 P.

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah

BAB 6 PEMBAHASAN. pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48

BAB I PENDAHULUAN. ventilasi bagi pasien dengan gangguan fungsi respiratorik (Sundana,

BAB 1. Infeksi terkait dengan perawatan kesehatan melalui pemasangan alat-alat medis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan meliputi Anestesiologi dan Terapi Intensif.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang

BAB 4 METODE PENELITIAN. Kelompok penelitian dibagi menjadi dua kelompok sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ventilasi mekanik merupakan terapi definitif pada klien kritis yang mengalami

Keywords: Chlorhexidine 0,2%, povidone iodine 1%, number of oropharyngeal bacteria, oral hygiene, mechanical ventilator.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pleura sama dengan mikroorganisme yang ditemukan di sputum maupun aspirasi

Skala Jawaban I. KUISIONER A : DATA DEMOGRAFI

BAB I PENDAHULUAN. 3% - 21%, dan infeksi daerah operasi (IDO) mencakup 5% - 31% dari total

ARTIKEL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

LAPORAN PENELITIAN. Abstrak. Abstract

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbagai mikroorganisme terdapat di dalam rongga mulut, termasuk pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I mengalami komplikasi karena infeksi ini (WHO, 2012). Prevalensi tertinggi infeksi nosokomial terjadi di Intensive Care Units

BAB I PENDAHULUAN. angka yang pasti, juga ikut serta dalam mengkontribusi jumlah kejadian infeksi. tambahan untuk perawatan dan pengobatan pasien.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, berdasar data Riskesdas tahun 2007, pneumonia telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. karies parah, nekrosis pulpa, impaksi gigi, untuk tujuan perawatan ortodontik, 3

BAB I PENDAHULUAN. dimana pasien yang di rawat disini adalah pasien-pasien yang berpenyakit

PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Infeksi nosokomial atau disebut juga hospital acquired infection dapat

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan komplikasi pada organ lainnya (Tabrani, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

No. Kuesioner : I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : 5. Pekerjaan : 6. Sumber Informasi :

BAB 1 PENDAHULUAN. melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja, dimana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik

NurseLine Journal Vol. 1 No. 1 Mei 2016 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Berdasarkan data World Health

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sakit maupun pelayanan kesehatan lainnya. Infeksi nosokomial memiliki rentang

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. minor walaupun belum secara jelas diutarakan jenis dan aturan penggunaanya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) pada penderita dengan ventilator

BAB I PENDAHULUAN. WHO (1957) mendefinisikan sehat dengan suatu keadaaan sejahtera sempurna. merawat kesehatan (Adisasmito, 2007).

Per Mil ISK Standar Linear ISK

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki

BAB I PENDAHULUAN. yang predominan. Bakteri dapat dibagi menjadi bakteri aerob, bakteri anaerob dan

KOMPARASI PEMBERIAN HEXADOL DAN CHLORHEXIDINE SEBAGAI ORAL HYGIENE TERHADAP PENCEGAHAN VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) Hadi Kusuma Atmaja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parencym paru, distal dari bronkiolus terminalis

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Pseudomonas adalah bakteri oportunistik patogen pada manusia, spesies

Cuci tangan sebagai faktor risiko kejadian ventilator associated pneumonia di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Flora mulut kita terdiri dari beragam organisme, termasuk bakteri, jamur,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. seseorang selama di rumah sakit (Darmadi, 2008). Infeksi nosokomial merupakan

PENGARUH PEMBERIAN DEKONTAMINASI ORAL POVIDONE IODINE 1% TERHADAP CLINICAL PULMONARY INFECTION SCORE PADA PENDERITA DENGAN VENTILATOR MEKANIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satu contoh luka terbuka adalah insisi dengan robekan linier pada kulit dan

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dalam bidang kedokteran gigi sejak ratusan tahun yang lalu. Pierre

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan salah satu sumber penyebab gangguan otak pada. usia masa puncak produktif dan menempati urutan kedua penyebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pneumonia adalah penyakit infeksi yang menyerang. parenkim paru-paru. Menurut Kollef et.al.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mikroorganisme yang terbanyak dalam rongga mulut adalah bakteri. Bakteri yang

KORELASI ANTARA JUMLAH BAKTERI TRAKEA DAN USIA PASIEN DENGAN VENTILATOR MEKANIK LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. satunya bakteri. Untuk menanggulangi penyakit infeksi ini maka digunakan

PENGGUNAAN VENTILATOR BUNDLE PADA PASIEN DENGAN VENTILATOR MEKANIK DI ICU RSUP DR.KARIADI PERIODE JULI DESEMBER 2013

BAB VI PEMBAHASAN. subyek penelitian di atas 1 tahun dilakukan berdasarkan rekomendasi untuk. pemberian madu sampai usia 12 bulan.

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel yang

BAB 1 PENDAHULUAN. cetak dapat melunak dengan pemanasan dan memadat dengan pendinginan karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ARTIKEL PENELITIAN. Abstrak. Abstract. Jurnal Anestesi Perioperatif

PERBEDAAN EFEKTIVITAS IODINE POVIDONE 1% DAN LISTERINE SEBAGAI PREPARAT PERAWATAN MULUT TERHADAP PENCEGAHAN VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dua yaitu, infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah.

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Denture stomatitis merupakan suatu proses inflamasi pada mukosa mulut

BAB I PENDAHULUAN. dijual dipasaran, diantaranya adalah chlorhexidine. Chlorhexidine sendiri

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB I. PENDAHULUAN. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bakteriuria adalah ditemukannya bakteri dalam urin yang berasal dari ISK atau

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009, maka diperlukan adanya fasilitas pelayanan kesehatan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. tidak diganti dapat menimbulkan gangguan pada fungsi sistem stomatognatik

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu

KORELASI ANTARA JUMLAH BAKTERI TRAKEA DAN USIA PASIEN DENGAN VENTILATOR MEKANIK JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering

Rondhianto, Iis Rahmawati, Aridha Silmi Agustin Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PELAKSANAAN SURVEILANS INFEKSI RUMAH SAKIT. Halaman 1 dari 5. No. Dokumen... No. Revisi... RS ADVENT MANADO. Ditetapkan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sisa makanan atau plak yang menempel pada gigi. Hal ini menyebabkan sebagian

BAB I PENDAHULUAN. proses-proses kehidupan (Soenarjo, 2000). Menurut Soenarjo (2000), Nutrisi

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. konsolidasi paru yang terkena dan pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan

PENGARUH PEMBERIAN POVIDONE IODINE 1% SEBAGAI ORAL HYGIENE TERHADAP JUMLAH BAKTERI OROFARING PADA PENDERITA DENGAN VENTILATOR MEKANIK

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia.

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ventilator associated pneumonia (VAP) didefinisikan sebagai pneumonia yang terjadi pada pasien yang dilakukan ventilasi mekanik setelah pemasangan pipa endotrakea selama 48 jam atau lebih. 1,2 Kejadian VAP di ruang unit perawatan intensif (UPI) masih sangat tinggi dengan angka mortalitas yang tinggi, lama rawatan yang memanjang dan biaya perawatan yang sangat tinggi. 2 Meskipun belum ada data mengenai jumlah kejadian VAP di Indonesia, pada kepustakaan luar negeri diperoleh data bahwa kejadian VAP sekitar 9% -27% dengan angka mortalitas 15% - 50%. 1,3,4 Tingginya angka ini dipengaruhi oleh populasi pasien dan organisme penyebab, dengan pemanjangan masa rawatan pada VAP sekitar 6,1 hari dan penambahan biaya mencapai 40.000 dolar Amerika setiap pasien. 3 Mengingat hal tersebut diatas, maka pencegahan VAP menjadi hal yang sangat penting. Prinsip pencegahan VAP meliputi 3 hal yaitu edukasi staff di UPI, pencegahan kolonisasi bakteri dan pencegahan aspirasi 5. Pencegahan kolonisasi bakteri dapat dilakukan dengan beberapa hal seperti mencuci tangan dan menggunakan handscoon dan baju steril di UPI, oral higiene, melakukan penghisapan pipa endotrakea,dll. Pencegahan aspirasi dapat dilakukan dengan melakukan oral sucksion dan subglotic suction, posisi head up 30 0, mencegah manipulasi pipa endotrakea dan menjaga tekanan cuff pipa endotrakea antara 20-30 cmh20 atau 15-22 mmhg 5,6. Pada VAP care bundle pencegahan VAP dilakukan dengan beberapa pendekatan seperti menilai penggunaan sedasi setiap hari, penilaian untuk tindakan weaning dan ekstubasi setiap hari, memposisikan pasien dengan head up minimal 30 0, dekontaminasi oral dengan klorheksidin setiap hari, dan penggunaan drainage subglotic pada pasien dengan ventilator lebih dari 48 jam. 7 Chastre dan Fagon (2002) menyatakan bahwa VAP sebagian besar berawal dari aspirasi organisme orofaring ke bronkus distal kemudian terjadi pembentukan biofilm oleh bakteri diikuti dengan proliferasi bakteri dan invasi bakteri pada parenkim paru. 4 15

Mengetahui patogenesis terjadinya VAP penting dalam rangka pencegahan VAP. Secara garis besar pencegahan VAP dapat dilakukan dengan pendekatan nonfarmakologis maupun secara farmakologis. 8 Pendekatan secara nonfarmakologis pada umumnya lebih mudah dilakukan, dan secara ekonomis juga lebih murah. Adapun pendekatan nonfarmakologis yg dapat dilakukan untuk mencegah kejadian VAP di UPI meliputi pencegahan intubasi yang tidak perlu, memperpendek durasi penggunaan ventilator, memberikan pemahaman tentang pencegahan VAP pada perawat UPI, melakukan sucksioning subglotic, oral intubasi, posisi semirecumbent 45 0, mencegah distensi lambung, pencegahan terbentuknya biofilm, melakukan tindakan desinfeksi tangan sebelum kontak dengan pasien. 7,8 Pendekatan secara farmakologis yang dapat dilakukan antara lain mencegah penggunaan stress ulcer profilaksis, dekolonisasi saluran aerodigestive, intervensi penurunan jumlah bakteri dengan selective decontamination digestive tract (SDD) dengan pemberian antibiotik melalui mulut atau nasogastric tube (NGT) dan dekontaminasi oral baik dengan antibiotik topikal maupun dengan antiseptik, pemberian antibiotika profilaksis, pemberian vaksin 8,9. Mengingat patogenesis utama VAP berhubungan dengan aspirasi bakteri dari orofaring yang masuk ke paru, maka dekontaminasi orofaring menjadi pencegahan yang memegang peranan penting. Pencegahan VAP dengan dekontaminasi oral menggunakan zat antiseptik menjadi pilihan, dimana dekontaminasi oral dengan antibiotik akan meningkatkan resistensi kuman. 10 Beberapa zat antiseptik telah digunakan dalam tindakan dekontaminasi orofaring seperti klorheksidin, povidone iodine, hidrogen peroksida, dan listerine. 11 Pada penelitian Chua,dkk (2004) penggunaan povidone iodine kumur secara statistik tidak bermakna dalam menurunkan kejadian VAP, Selain itu angka mortalitas, lamanya rawat ICU juga tidak berbeda bermakna dengan kontrol. 12 Pemakaian povidone iodine juga memiliki beberapa kelemahan: pada pemakaian jangka panjang dapat merubah warna gigi menjadi kecoklatan, lebih sering menimbulkan alergi, tidak dianjurkan pada pasien hipertiroid. 12 16

Klorheksidin kumur saat ini sangat banyak digunakan untuk dekontaminasi oral dan menunjukkan penurunan yang bermakna dalam menurunkan kejadian VAP. 8,11,14 Klorheksidin merupakan antibakteri dengan spektrum luas dan sangat efektif untuk bakteri gram(+), gram (-), bakteri ragi, jamur dan protozoa. Klorheksidin juga dapat menghambat algae dan virus. 14 Ozcaka O dkk (2012), menyebutkan penggunaan klorheksidin swab pada mukosa mulut menunjukkan penurunan kejadian VAP dibandingkan dengan saline 0.9% ( 41,4% dan 68.8%) 15 Tantipong H dkk (2008), menyebutkan pada pemakaian klorheksidin 2% untuk dekontaminasi oral dapat menurunkan kejadian VAP, dimana kejadian VAP 4,9% pada kelompok klorheksidin dibandingkan dengan kelompok NaCl 0,9% yang kejadian VAP nya sebesar 11,4%. 16 Gordon dkk (1985) menyebutkan listerine sebagai antiseptik secara bermakna menurunkan kejadian plak gigi pada bulan 1,3,6 dan 9 serta penurunan kejadian gingivitis pada bulan 9 dibandingkan dengan kontrol. 17 Houston S dkk (2002), membandingkan pemakainan klorheksidin 0,12% dengan listerine sebagai kontrol 2 kali sehari pada 561 sampel dengan ventilasi mekanik yang dipilih secara acak. Kejadian nosokomial pneumonia pada kelompok klorheksidin dibandingkan dengan kelompok listerine dijumpai tidak bermakna (4/270 dan 9/291, p=0,21). Pemeriksaan kultur menunjukkan pertumbuhan bakteri lebih sering pada kelompok klorheksidin dibandingkan dengan kelompok listerine, dimana perbedaan ini juga tidak bermakna (52/270 dan 44/291, p=0,19). 13 Pada penelitian Sharma S,Kaur J (2012) membandingkan klorheksidin 0,12% dengan saline sebagai kontrolnya. Dekontaminasi oral dilakukan 2 kali sehari, jam 7 pagi dan jam 7 sore. Pada kelompok klorheksidin didapati kejadian VAP 46 sampel dari 130 sampel yang diperiksa (35,4%), sedangkan pada kelompok saline didapati kejadian VAP 7 sampel dari 130 sampel yang diperiksa (5,7%), dimana pada penilaian statistika didapati perbedaan kejadian VAP pada kedua kelompok berbeda bermakna (p<0,05) 19 17

Pada penelitian yang dilakukan Primartanto (2008) di ICU RSCM Jakarta, disebutkan kejadian infeksi nasokomial cukup tinggi (46.6%). 18 Pemakaian klorheksidin sebagai dekontaminasi oral dalam mencegah kejadian VAP sudah cukup banyak dipublikasikan dalam beberapa literatur dan terbukti menurunkan kejadian VAP. Mengingat preparat klorheksidin dekontaminasi oral pada beberapa tempat masih sulit dijumpai, dan selama ini tindakan dekontaminasi oral di UPI RS H Adam Malik juga menggunakan larutan listerine, maka peneliti ingin meneliti apakah listerine yang ketersediaannya di pasaran lebih banyak efektif dalam mencegah kejadian VAP. 1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka rumusan permasalahan adalah sebagai berikut : Apakah listerine sebagai dekontaminasi oral lebih efektif dalam mencegah kejadian VAP dibandingkan klorheksidin 0,2% 1.3 HIPOTESA Listerine lebih efektif mencegah kejadian VAP dibandingkan dengan klorheksidin 0,2%. 1.4 TUJUAN PENELITIAN 1.4.1 Tujuan Umum Mendapatkan obat alternatif yang dapat digunakan sebagai dekontaminasi oral dalam mencegah kejadian VAP selain klorheksidin. 1.4.2. Tujuan Khusus Mengetahui proporsi kejadian VAP di UPI RS HAM Medan dengan penggunaan listerine. Mengetahui proporsi kejadian VAP di UPI RS HAM Medan dengan penggunaan klorheksidin. Mengetahui hubungan penggunaan antiseptik oral (listerine atau klorheksidin) dengan kejadian VAP di UPI RS HAM. 18

1.5 MANFAAT PENELITIAN a. Manfaat dalam bidang akademik - mengetahui kegunaan listerin dalam pencegahanvap - mendapatkan obat yang efektif untuk dekontaminasi oral pada pasien dengan ventilasi mekanik. b. Manfaat dalam bidang pelayanan masyarakat - memberikan beberapa pilihan antiseptik oral yang dapat digunakan sebagai dekontaminasi orofaring pada pasien dengan ventilasi mekanik. - mencegahan terjadinya VAP - mengurangi kerugian yang ditimbulkan oleh VAP c. Manfaat dalam bidang penelitian - memberi data untuk penelitian selanjutnya dalam bidang VAP 19