TINJAUAN PUSTAKA A. Aspergillus niger Aspergillus niger banyak ditemukan sebagai cendawan tanah dan pada umumnya bersifat saprofit. Penyebaran cendawan ini meliputi wilayah geografi yang luas terutama di lingkungan mesofilik. Cendawan ini mengkolonisasi berbagai substrat diantaranya ialah jaringan tanaman yang terdekomposisi, biji-bijian dan sisa makanan (Schuster et al. 2002). A. niger ialah salah satu cendawan endofit yang hidup pada akar tanaman. Cendawan endofit ialah cendawan yang sebagian besar atau seluruh siklus hidupnya berada pada jaringan tumbuhan dan tidak menyebabkan penyakit pada tumbuhan tersebut (Sinlair dan Cerkauskas 1997). Cendawan endofit pada umumnya merupakan cendawan yang melakukan simbiosis mutualisme dengan tumbuhan inangnya. Cendawan endofit sangat berperan dalam kesuburan tumbuhan inangnya karena dapat berfungsi sebagai pupuk hayati, pengendali hayati hama dan penyakit, membantu penyerapan nutrisi, mendekomposisi bahan organik dan melarutkan unsur hara yang terfiksasi seperti P (Saeed et al. 2002; Zareen et al. 2001; Rubini et al. 2005). Koloni A. niger pada media PDA berwarna putih atau putih kekuningan, ditutupi dengan spora berwarna gelap (Debet et al. 1990). Secara morfologi cendawan ini mempunyai hifa bersekat, halus dan hialin. Konidia tersusun radiat bentuknya lonjong dengan ukuran konidia berkisar antara 3,5-5 µm, (Samson et al. 2007). Perkembang biakannya dilakukan secara aseksual meskipun ditemukan juga berkembang biak secara seksual (Schuster et al. 2002). A. niger termasuk dalam kelompok cendawan Black Aspergilli yang berperan dalam industri makanan, obat-obatan dan enzim. Cendawan ini memproduksi enzimenzim hidrolitik seperti lipase, amilase, protease, selulase, pektinase serta invertase dan mensekresikan protein tersebut ke dalam medium (Schuster et al. 2002). Selain itu juga cendawan ini menghasilkan asam organik seperti asam sitrat (Ali et al. 2005). Samson et al. (2007) melaporkan bahwa A. niger dapat menghasilkan tunalenon, ochtratoxin A, malformin, dan pyronigrin. A. niger juga dilaporkan dapat memecah logam-logam seperti Al. Cu, dan Ni, serta menggunakan energi hasil pemecahan tersebut untuk mensintesis asam organik.
Cendawan ini juga menghasilkan enzim peroksidase yang penting pada industri pulp, enzim phytase yang mampu menghidrolisis fosfat dari fitat (Schuster et al. 2002), dan mampu mendegradasi batuan fosfat untuk kepentingan penyedian unsur P pada tanah (Goenadi et al. 2000). B. Peranan P Dalam Tanaman Fosfat merupakan komponen penyusun beberapa enzim, protein, ATP dan RNA. Unsur P juga berperan pada pertumbuhan benih, akar, bunga, dan buah. Bersama dengan kalium, fosfor dipakai untuk merangsang pembungaan. Fosfat anorganik banyak terdapat di dalam cairan sel sebagai komponen sistem penyangga tanaman. Dalam bentuk organik, P terdapat sebagai: (1) fosfolipid, yang merupakan komponen membran sitoplasma dan kloroplas; (2) fitin, yang merupakan simpanan fosfat dalam biji; (3) gula fosfat, yang merupakan senyawa antara dalam berbagai proses metabolisme tanaman; (4) nukleoprotein, komponen utama DNA, dan RNA inti sel; (5) ATP,ADP,AMP dan senyawa sejenisnya sebagai senyawa berenergi tinggi untuk metabolisme; (6) NAD dan NADP, merupakan koenzim penting dalam proses reduksi dan oksidasi; dan (7) FAD dan berbagai senyawa lain, yang berfungsi sebagai pelengkap enzim tanaman (Salisbury et al. 1995). Fosfat pada tanaman berpengaruh dalam pembelahan sel, pembentukan lemak albumen, pembungaan, pembuahan dan pengisian biji, perkembangan akar rambut, pencegah kerebahan, membantu mempercepat kematangan tanaman dengan mengurangi penggunaan N, meningkatkan ketahanan terhadap hama dan penyakit (Soepardi 1983). Fosfat mempengaruhi proses metabolisme tumbuhan. Kekurangan fosfat mengakibatkan pertumbuhan tanaman terhambat, perakaran tidak berkembang dengan baik dan daun tua cepat rontok karena fosfat dalam tanaman bersifat mobil dan beregerak dari daun tua ke daun muda. Gejala kekurangan P daun berwarna hijau tua dan kadang-kadang bergelombang. Selain itu juga terjadi akumulasi karbohidrat yang dapat mendorong terbentuknya antosianin, sehingga daun dan batang berwarna kemerahan atau ungu ( Partohardjono dan Karama 1991).
C. Senyawa P Dalam Tanah Pada pemupukan sebagian besar P menjadi tidak tersedia bagi tanaman karena terikat dalam bentuk senyawa anorganik dan organik. Pada tanah-tanah masam yang kandungan P-nya rendah, pupuk P yang umum digunakan adalah batuan fosfat alam (rock phosphate). Pemupukan P kurang bermanfaat bila ketersediaan Al, Fe dan Mn pada tanah tersebut (Horyono 2000). Bentuk ion fosfat yang diserap oleh tanaman sangat ditentukan oleh ph tanah. 2- Apabila dalam keadaan alkalin bentuk HPO 4 merupakan bentuk ion fosfat yang larut. Bila ph menurun, akan ditemukan dua bentuk ion fosfat yaitu: H 2 PO - 4 dan PO 2-4. Makin rendah ph makin dominant ion H 2 PO - 4. Kedua bentuk ion fosfat itu diserap oleh tanaman (Soepardi 1983, Havlin et al. 1999). Pada tanah masam, P bersenyawa dalam bentuk-bentuk senyawa Fe-P, Al-P dan Occluded-P, sedangkan pada tanah basa, pada umumnya P bersenyawa dengan Ca. Adanya pengikatan-pengikatan P tersebut menyebabkan pupuk P yang diberikan dalam bentuk P anorganik atau P tersedia menjadi tidak efisien, sehingga perlu diberikan dalam takaran yang tinggi. Menurut Jones (1982), tanaman hanya memanfaatkan P sebesar 10%-30% dari pupuk P-organik yang diberikan, sedangkan 70% - 90% pupuk P tersebut tetap berada di dalam tanah dalam bentuk terfiksasi atau tercuci ke dalam aliran air. Kekurangefisienan penggunaan pupuk P tersebut dapat diatasi dengan berbagai cara, salah satu diantaranya ialah memanfaatkan mikroba pelarut P yang dapat melarutkan P tidak tersedia. Penggunaan mikroba pelarut P sebagai pupuk hayati mempunyai keunggulan antara lain hemat energi, tidak mencemari lingkungan dan mampu membantu meningkatkan kelarutan P yang terfiksasi (Suwarno et al. 2003). D. Mikroorganisme Tanah Pelarut P Cendawan endofit akar A. niger bersama-sama dengan Aspergillus flavus, Rhizophus stolonifer, Fusarium oxysporum dan Penicillium corylophyllum merupakan salah satu cendawan endofit yang sering dijumpai tumbuh pada akar tumbuhan (Hasan 2002). Hasan (2002) melaporkan bahwa A. niger yang diisolasi dari akar, selain menghasilkan hormon tumbuh, menghasilkan asam-asam organik seperti asam sitrat, oksalat dan malat. Asam-asam organik tersebut dapat berfungsi sebagai enzim penting
dalam proses dekomposisi bahan organik dan proses meneralisasi unsur hara yang terfiksasi seperti P. Asam organik mampu meningkatkan ketersediaan P di dalam tanah melalui beberapa mekanisme, diantaranya adalah :(1) anion organik bersaing dengan ortofosfat pada permukaan tapak jerapan koloid yang bermuatan positif (Premono 1994); (2) pelepasan ortofosfat dari ikatan logam P melalui pembentukan kompleks logam organik (Beaucamp dan Hume 1997); dan (3) modifikasi muatan permukaan tapak jerapan oleh ligan organik (Havlin et al. 1999). Asam sitrat dan oksalat digolongkan sangat efektif dalam menurunkan retensi P dari kaolinit dan gibsit, sedangkan asam malonat, tartat, dan malat berefektivitas sedang, serta asam asetat dan suksinat digolongkan kurang efektif (Premono 1994). Disamping meningkatkan P tersedia, beberapa asam organik berbobot molekul rendah juga dilaporkan dapat mengurangi daya racun Al yang dapat dipertukarkan (Al-dd) pada tanaman kapas. Hasil penelitian Premono (1994) menunjukkan bahwa cendawan pelarut fosfat secara nyata mampu mengurangi Fe, Mn dan Cu yang terserap oleh tanaman jagung yang ditanam pada tanah masam, sehingga berada pada tingkat kandungan yang normal. Cendawan menghasilkan asam-asam organik tersebut melalui proses katabolisme glukosa dan siklus asam trikarboksilat (TCA), yang merupakan kelanjutan dari reaksi glikolisis. Asam-asam ini merupakan substrat untuk proses anabolime dalam sintesis asam amino dan makromolekul lain (Dawes dan Sutherland 1976). Penelitian terhadap cendawan pelarut P banyak dilakukan menggunakan Aspergillus sp. Anas et al. (1993) melaporkan peranan A. níger dalam pertumbuhan tanaman. Hasilnya menunjukkan bahwa A. níger meningkatkan pertumbuhan batang 1º kali lebih tinggi dari perlakuan kontrol. Aspergillus ficum yang diteliti oleh Premono (1994) mampu meningkatkan ketersediaan P pada tanah sebesar 25%, dan mampu melarutkan bentuk-bentuk Ca-P dan Fe-P. Hasil penelitian Maningsih dan Anas (1996) menunjukkan bahwa cendawan A. niger dapat meningkatkan kelarutan P dari AlPO 4 sebesar 135% dan dapat meningkatkan P larut pada tanah Ultisol sebesar 30,4% dibandingkan kontrol. Indikasi tersebut
menunjukkan bahwa kemampuan cendawan yang mempunyai spektrum lebar dalam melarutkan beberapa bentuk senyawa P yang ada di dalam tanah. Das (1963) melaporkan bahwa bahwa beberapa Aspergillus sp. dan Penicillium sp. mampu melarutkan Al-P dan Fe-P. Jenis cendawan lain adalah Sclerotium dan Fusarium (Alexander 1978). A. níger dapat melarutkan P dari bentuk trikalsium fosfat melalui produksi asam-asam organik (Nampiah Sukarno, data tidak dipublikasikan). Meningkatnya asam-asam organik tersebut biasanya diikuti dengan penurunan ph, sehingga mengakibatkan terjadinya pelarutan P yang terikat oleh Ca.